Mine

AkaKuro fanfiction

Real story belong's to Fujimaki Tadoshi

.

AU!, boys love, OOC

"Kau menyukai Luther King, Daiki ? dalam dunia narkoba sekalipun, ada yang paling special yang akan memuaskan dahagamu. dan yang ku tau dari segimana pun lebihnya perempuan, kau akan lebih memilih sebotol Martini untuk memenuhi rasa hausmu. begitu juga Tetsuya dalam hidupku, Bagai Luther King padamu atau Heroin pada Ryouta. Semuanya terasa memabukkan sekaligus memuaskan dalam waktu yang sama" say Akashi.

.

Lubaby Ayu present…

.

Mine

.

Akashi keluar dari kamar megahnya hanya memakai celana hitam. Sebenarnya dia enggan untuk keluar kamar apabila tidak si Ahomine yang mengatakan jika acara transaksi malam ini, gagal.
Akashi bergegas menuju mobil Audi mewahnya setelah memakai kemeja dan jas hitam yang di bawa oleh Aomine.

" kita ke lokasi, sekarang " perintah Akashi yang di angguki oleh Aomine.

.

Akashi berdecak, lagi-lagi ulah kepolisian yang selalu menggagalkan acara pentingnya. Entah siapa yang berkhianat dan membocorkan tentang transaksi akan ku hukum oleh ku sendiri, pikir Akashi. Di balik wajanya yang datar, rahang Akashi mengeras dan matanya berkilat marah.

Tepat dihadapan Akashi yang hanya berjarak 10 meter, Akashi dapat melihat 7 orang anggotanya dan beberapa dari kelompok lain terkapar bersimbah darah dan yang pasti mereka telah merenggang nyawa.

" Daiki_ "

Aomine mendekat kearah Akashi, siap menerima perintah.

" _Hancurkan siapapun yang menggagalkan acara ku, tapi jangan membunuhnya. Aku sendiri yang akan membunuhnya dan_" Akashi berpaling dan berjalan menuju mobil audi yang terparkir tak jauh dia berdiri. " _Akan kuhancur tiap jengkal tubuhnya, dengan tangan ku sendiri "

Saat itu entah karena angin laut yang berhembus kencang atau karena perkataan Akashi yang terlalu mengerikan _walau dia juga seorang bandit_ Aomine dapat merasakan bulu di seluruh tubuhnya meremang dan kakinya mendadak seperti jelly. Menakutkan.

.

" Akashi-kun "

Akashi mengalihkan atensinya yang semula pada kertas-kertas berisi laporan keuangan pada pemuda bersurai baby blue yang berdiri ditengah pintu.

" ada apa, Tetsuya ?" tanya Akashi.

Pemuda yang di panggil Tetsuya itu mendekat sampai ia berhenti sejengkal dari meja yang menjadi sandaran siku Akashi.

Tetsuya tampak ragu akan berkata, terbukti dengan bibir bawahnya yang digigit kuat oleh pemiliknya.

" katakan apa yang ingin kau katakan Tetsuya. Aku tak melarangmu bukan ?"

Justru sikapmu lah yang membuatku ragu Akashi-kun, pikir Tetsuya.

" begini Akashi-kun, kenapa tidak kau hentikan saja bisnis mu sekarang ? aku takut kejadian semalam terulang pada dirimu " cicit Tetsuya di akhir kalimat dengan kepalanya yang semakin menunduk dalam.

Akashi tersenyum tipis. " itu tidak mungkin Tetsuya " katanya, Tetsuya mendongkak menatap mata merah Akashi tak percaya.

" kenapa Akashi-kun senang sekali menantang maut ? aku_aku_"

Perkataan Tetsuya terpotong oleh kalimat tegas Akashi.

" kau tak perlu takut, Tetsuya. Kau tau bukan aku punya seribu nyawa, peluru polisi takkan membuatku mati semudah itu "

Tetsuya mendecih kesal, menyalahkan sifat keras kepala Akashi saat ini _Tidak ia tidak menyalahkan sikap itu tetapi mengutuknya.

" kemarilah " ajak Akashi.

Tetsuya sempat bingung tetapi saat tangan kanan Akashi menepuk pahanya sendiri membuat Tetsuya mengerti.

Dengan langkah malu dan pipi yang memerah lembut Tetsuya berjalan pelan kearah pemuda yang telah mengacaukan hidupnya itu.

.

" Akashi, aku ingin bertanya "

Akashi melirik kearah Aomine yang berdiri tak jauh darinya yang sedang menikmati indahnya sunset di balkon mansion.

Dari tatapan mata merahnya, Akashi menyuruh Aomine kembali berkata.

" kenapa kau membiarkan pemuda baby blue itu tinggal di sini. Kita bahkan tidak tau asal-usulnya " terang Aomine mengutarakan rasa tak suka pada sikap bosnya. Sedikit banyak dia memang tak menyukai adanya pemuda bersurai baby blue yang tinggal dan selalu bersama Akashi.

Aomine dapat mengingat tentang kejadian 2 bulan silam dimana pemuda bersurai baby blue itu pingsan tak sadarkan dari di bangunan kumuh akibat tembakan di tulang belikat kanan dan kehilangan banyak darah, entah itu kebetulan atau memang disengaja kelompoknya saat itu sedang melakukan transaksi narkoba. Lalu dengan seenaknya Akashi memerintah untuk membawa pemuda itu bersama mereka tanpa mengatakan apapun sebagai penjelasnya. Dan Aomine sekarang meminta penjelasan dari bosnya.

" kau mencintai Luther King, Daiki ?" tanya Akashi datar tanpa melihat Aomine yang memasang wajah bingung.
" dalam dunia narkoba sekalipun, ada yang paling special yang akan memuaskan hasratmu. dan yang ku tau dari segimana pun lebihnya perempuan, kau akan lebih memilih sebotol Martini untuk memenuhi rasa hausmu, benarkan Daiki ?"

Akashi menyeringai saat pemuda dim itu mengangguk pelan. " begitu juga Tetsuya dalam hidupku, Bagai Luther King padamu atau Heroin pada Ryouta. Semuanya terasa memabukkan sekaligus memuaskan dalam waktu yang sama. "

" Tapi_" Akashi menyela tidak membiarkan pemuda yang berposisi sebagai tangan kanannya itu protes.

" sepertinya kau perlu pekerjaan Daiki, aku punya satu untuk mu. pergilah " titah Akashi telak. Dan mau tak mau Aomine segera pergi dari kamar Akashi.

.

Mata merah Akashi menelisik tubuh putih yang terkapar tak berdaya di bawahnya. Mata biru yang menatapnya sayu dan surai lembut sewarna dengan warna kornea matanya selalu bisa membuat Akashi lupa daratan.

" tidurlah. " perintah Akashi. Tak lama kemudian kelopak berhiaskan bulu mata lentik itu menutup, menerbangkan pemiliknya pada dunia mimpi yang indah sekaligus semu.

" kau tau Daiki, inilah yang membuatku tak bisa melepaskan mataku sekejap pun teralihkan dari Tetsuya. Dia adalah takdirku. Sama seperti yang di ramalkan oleh tetua bau tanah itu. Tetsuya akan selalu berada di sisi ku meski Tuhan sendiri yang menentangnya"

Akashi membelai kening Tetsuya yang sudah jatuh dalam tidur, mungkin kelelahan akibat 'permainan' yang baru saja mereka lakukan beberapa menit lalu.

" your mine, Tetsuya "

Fin

a/n : hai senpai, Baby author newbie di fandom KnB.. mohon kritik dan saran yang membangun ya senpai...