Warning: AU, OOC, Typo, Minim Deskrip, dll
[Beta-read by LuthRhythm]
Sastra dan Biologi
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
Bahasa adalah seutas tali kebisuan.
Bunyi hanya menjadi simpul-simpulnya.
Bahasa adalah ibarat sebuah roda di mana pusatnya adalah kata-kata yang terucapkan.
Namun, yang membentuk roda justru adalah ruang-ruang kosong di antara itu.
Pause-pause yang memiliki arti, antara bunyi dan ucapan menjadi titik-titik bercahaya dalam sebuah ruang hampa yang menakjubkan—
—bagaikan elektron dalam atom—
—seperti planet-planet dalam sistem tata surya.
Kehidupan.
Apakah itu kehidupan?
Entahlah...
Namun, dalam sandiwara William Shakespeare,tokohMachbetpernahberkata,
"—hidup hanyalah wayang yang berjalan,
lakon yang meregang untuk satu malam,
cerita yang dikisahkan oleh si bodoh,
penuh riuh dan resah yang tak berarti apa-apa—"
Lalu ada lagi yang pernah mengatakan bahwahidup tak hanya terdiri dari berharap. Harapan memang baik, tapi harapan bukanlah asumsi.Benarkah itu?
Entahlah...
Sastra Dan Biologi
story by: CheZaHana-chan
"Seperti yang kalian tahu, botox yang digunakan untuk obat kecantikan ternyata berasal dari racun hasil mikroba yang sudah Clostridium botolinum, yang biasanya ditemukan pada makanan kaleng yang sudah rusak. Pada prinsipnya, botox dapat melumpuhkan sistem penyampaian pesan di dalam tubuh, sehingga menghalangi kontraksi otot."
Dosen itu terlihat sangat serius saat membahas tentang botox. Hampir setiap mahasiswa yang ada di ruangan itu terlihat bosan. Namun, tidak dengan pemuda itu, dia mendengarkan dengan baik semua yang dikatakan oleh dosennya. Terkadang dia mencatat hal-hal yang dianggapnya penting.
Berbeda lagi dengan mahasiswi yang satu ini. Dia mahasiswi jurusan sastra yang sama sekali tidak menyukai hal-hal yang berbau ilmiah, terutama MIPA. Dia hanya menyukai hal-hal yang berbau keindahan dan seni.
"Hidup dengan keindahan, mungkin sesuatu yang bisa menyebabkan kita bersyukur. Hidup itu bergerak di dalam, jauh, seperti tatkala kita mendengarkan suara gerimis. Itulah filosofi hidup menurutku," katanya seraya tersenyum.
"Bagus juga filosofimu itu," puji dosennya.
"Terima kasih," jawabnya. Dia pun kembali duduk di tempatnya.
"Sasuke, tolong kau jelaskan kembali tentang apa yang kukatakan," perintah dosen itu dengan nadanya yang halus. Pemuda bernama Sasuke itu segera mengambil posisinya, berdiri di depan kelas. Tatapannya begitu fokus dan dia menjelaskan segalanya layaknya seorang profesional.
"Efek samping dari penggunaan botox adalah sakit kepala, infeksi saluran pernapasan, dan gejala influenza sebagai reaksi alergi. Ada kemungkinan juga terbentuknya antibodi terhadap botox sehingga pasien kebal terhadap terapi selanjutnya."
Semua mahasiswa yang ada di ruangan itu bengong mendengar apa yang dikatakan oleh pemuda itu. Bagaimana tidak, Sasuke bisa dibilang hanyalah mahasiswa biasa. Dia juga tidak terlalu terkenal di kalangan mahasiswa lainnya. Namun, berbeda jika sudah menyangkut para gadis. Bisa dijamin, semua gadis mengenalnya.
"Tidak kusangka dia pintar."
"Kau benar. Kupikir dia hanya bermodal wajah."
"Mungkin para gadis itu menyukainya bukan hanya karena dia tampan, tapi juga karena dia pintar."
—bisikan pun mulai terdengar.
.
.
.
.
.
.
"Sasukee!" Gadis-gadis itu langsung menyerbu dirinya. Namun, Sasuke tetap tenang, tak menghiraukan gadis-gadis yang kebanyakan mahasiswi di universitas itu. Dia terus berjalan karena jam kuliahnya sudah selesai. Mahasiswa Fakultas Kedokteran itu menuju rumahnya. Tidak ada seorang pun yang tahu kalau dia adalah putra bangsawan di Jepang.
Sesaat kemudian, langkahnya terhenti.
Gadis itu...
Dia menatap gadis itu dari kejauhan. Satu-satunya gadis di univesitas itu yang tak mengejar dirinya. Namun, Sasuke terlihat mengaguminya. Di matanya, gadis bermata emerald itu adalah gadis yang tangguh, cerdas, dan berbeda dari gadis lainnya.
"Eh, Sakura, besok ada pameran seni di galeri Art For Art. Kau mau ikut?" tanya seorang temannya.
"Alirannya apa saja?" tanya Sakura yang tertarik dengan ajakan temannya.
"Kebanyakan menonjolkan impresionisme dan ekspresionisme. Tapi ada juga yang beraliran romantisme," jawab temannya.
"AH! Aku ikut!"
"Ya sudah, besok kutunggu di sana. Tidak apa-apa kan? Kau datang sendiri?"
"Sudahlah, tak usah kau pikirkan," jawab Sakura santai.
"Kalau begitu aku duluan ya," pamit temannya.
"Hati-hati!" seru Sakura. Gadis itu pun membalik badannya dan dia melihat pemuda itu sedang terpaku menatapnya.
"Apa yang dia lakukan di situ?" gumamnya dalam hati dengan heran. Sasuke menghampirinya. Pandangan Sasuke tak lepas dari Sakura.
"Sasuke!" seru Sakura hingga menyadarkan Sasuke. Mereka memang saling kenal, hanya saja tidak dekat. Seperti yang sudah dikatakan tadi, Sakura tak menyukai yang namanya MIPA, dan fakultas tempat Sasuke menimba ilmu berkaitan dengan MIPA. Itu sebabnya, Sakura enggan mendekati Sasuke meski hanya sekedar mengobrol.
"Kau belum pulang?" tanya Sasuke pelan sambil menyembunyikan raut wajahnya yang sedikit memerah.
"Aku baru mau pulang," jawab Sakura sambil tersenyum tipis. Tatapan kekaguman itu sangat terpancar dari mata Sasuke. Dan Sakura tahu itu.
"Berhentilah menatapku seperti itu! Aku risih," kata Sakura tegas.
"Eh?"
"Aku tahu, aku bisa membacanya," kata Sakura.
"Maksudmu?" tanya Sasuke bingung.
"Mata adalah bagian tubuh yang paling tidak bisa berbohong," sindir Sakura. Sasuke langsung memalingkan pandangannya.
"Dan mata juga, bagian tubuh yang paling kusuka," balas Sasuke.
Sakura hanya diam. Dia menundukkan wajahnya dan tak berani menatap Sasuke lagi. Rupanya dia sendiri tak mampu menyembunyikan perasaannya dan Sasuke melihat itu.
"Kuantar kau pulang," ajak Sasuke.
"Eh?" Sakura bingung dan kembali menatap Sasuke.
"Udara malam tidak baik untuk kesehatan," kata Sasuke.
"Malam?" Sakura baru sadar, ternyata hari sudah malam, matahari telah tenggelam.
"Kau mau kuantar pulang atau tidak?" tanya Sasuke.
"Hmm, baiklah," jawab Sakura sambil tersenyum setelah cukup lama dia berpikir.
Mobil Jaguar milik Sasuke menjadi saksi bisu atas kedekatan mereka yang tiba-tiba. Selama perjalanan, Sasuke hanya diam. Begitu pun dengan Sakura. Sasuke sibuk menyetir dan Sakura secara diam-diam memperhatikan Sasuke.
"Apa kau tahu di mana letak hati?" tanya Sasuke tiba-tiba.
"Eh?"
"Hati..." Ucapan Sasuke terputus.
"Ada apa dengan hati?" tanya Sakura bingung.
"Hati menampung banyak penyakit. Dan semua penyakit itu sulit disembuhkan," jelas Sasuke.
"Kau benar. Hati... penuh dengan perasaan. Dan semuanya ada di sana. Benci, iri, dendam, rindu, cinta..." Sakura menghentikan ucapannya. Sasuke menatap sekilas lalu dia kembali fokus pada jalan.
"Penyakit hati memang sulit disembuhkan. Liver, hepatitis, sirosis, kanker hati... aku bahkan belum mempelajari cara mengobati penyakit itu," kata Sasuke yang agak menyesalkan keadaan dirinya sendiri. Sakura bengong mendengar ucapan Sasuke. Sementara Sasuke masih memikirkan penyakit itu. Sepertinya sulit menemukan kesamaan dalam pendapat, terutama yang menyangkut organ tubuh.
"Kau tahu... Kau dan aku berbeda," kata Sakura dengan nada sedikit kesal.
"Apa maksudmu?" tanya Sasuke bingung.
"Apa yang aku pelajari berbeda dengan apa yang kau pelajari. Bagiku sastra adalah sebuah kehidupan. Di dalamnya hanya ada rangkaian kata-kata yang indah. Sedangkan kau—"
"Semua yang ku pelajari juga berkaitan dengan kehidupan. Semua ini tentang fakta. Bukan seperti kau yang hanya berpikir lewat perasaan. Apa itu sastra? Aku sama sekali tak menyukai itu," sahut Sasuke dengan gaya cool-nya.
"APA KAU BILANG?" Nada Sakura mulai meninggi. Sasuke menghentikan mobilnya dan mereka siap berdebat.
"Aku berkata yang sebenarnya. Penilaian secara subjektif itu tidak adil karena perasaan dan pendapat setiap orang berbeda-beda. Yang dia suka, dialah yang mendapat pujian. Sedangkan yang tidak dia suka, dia direndahkan," jawab Sasuke dengan argumennya yang membuat hati Sakura panas tidak karuan.
"Setiap manusia lahir dengan perasaan. Dan perasaan itu alami. Itu adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk kita dan ada kalanya manusia tidak bisa berpikir dengan objektif. Apa kau paham itu?" tegas Sakura.
"Huh, berpikirlah dengan logika!"
"APA!"
"Jangan-jangan ada syaraf otakmu yang terganggu. Lebih baik kau ke dokter," saran sasuke dengan nada meledek.
"Dan yang lebih baik lagi, kau pergi ke psikiater. Jangan-jangan kau sudah tidak waras. Mungkin kejiwaanmu terganngu," balas Sakura.
"Sudahlah, aku malas berdebat lagi denganmu." Sasuke akhirnya mengalah dan dia kembali menyetir. Senyum kemenangan terlihat jelas di wajah Sakura. Dia sangat puas dengan kekalahan si bungsu Uchiha itu. Walau sebenarnya dia tahu, Sasuke hanya mengalah.
"Kenapa kau mengalah?" tanya Sakura yang sudah agak mulai tenang.
Sasuke hanya diam, tidak menanggapi pertanyaan Sakura.
"Aku tahu, kau memiliki banyak argumen yang mungkin saja bisa mematahkan argumenku. Tapi kenapa kau—"
"—aku kan sudah bilang, aku malas berdebat denganmu," kata Sasuke memotong ucapan Sakura.
"Aku tidak berniat berdebat denganmu," bantah Sakura dengan nada yang terdengar manja. Namun, Sasuke tidak terpengaruh.
"Apa kau tahu? Kau sudah membuatku kesal." Kali ini Sasuke menatap tajam emerald Sakura.
"Ngg... Maaf..." sesal Sakura.
"Sudahlah..."
Suasana hening. Sasuke sudah benar-benar kesal. Namun, dia menahan itu. Mengalah bukanlah sifatnya, tapi jika semua diteruskan, Sasuke bisa kalah argumen. Dan dia tidak akan terima jika Uchiha dikalahkan.
"Ini rumahmu?" tanya Sasuke ketika berhenti di depan sebuah rumah bergaya tradisional Jepang.
"Ya," jawab Sakura singkat. Dia sudah sangat malas mengingat perdebatannya dengan Sasuke tadi.
Sasuke ikut turun dari mobilnya dan mengantar Sakura sampai depan pintu rumahnya.
"Terima kasih..." kata Sasuke.
"Eh?" Sakura bingung. "Apa yang kau harapkan dariku?" tanya Sakura penasaran.
"Aku hanya mengucapkan terima kasih. Kenapa kau malah bertanya seperti itu?" tanya Sasuke balik dengan tatapan heran.
"Terima kasih itu lambang sebuah harapan," jawab Sakura. Sasuke semakin menahan rasa kesalnya.
"Kalau begitu aku tarik kembali kata-kataku," kata Sasuke dingin. Dia pun kembali ke mobilnya. Sakura tersenyum senang.
"Kau tidak akan pernah menang melawanku. Sekalipun kau memiliki alasan kuat untuk mematahkan argumenku," kata Sakura dengan devil smile-nya setelah Sasuke menghilang ditelan kegelapan malam.
TO BE CONTINUED
A/N :Ini saya publish ulang biar agak panjangan. Saya harap kalian suka. Saran dan kritik diterima dengan baik...
