Title: When Two Worlds Collide

Fandom: Harry Potter (Indonesia)

Rate: T or M

Genre: Adventure, Drama, Romance

Word Count: 3,214

Pairings: DMHP/Drarry. Slight: NeLuna, RoMione, Nevrry

Warnings: Soft-Slash, Ravenclaw!Harry, sedikit OOC, slight AU, OCs

Setting: 7th Year, no Hogwarts

Kaze's Notes: Halo, Readers, Kaze disini lagi~ #2 multichapter. Dengan fic (main) Drarry yang diinspirasi pas lagi nonton DH7Pt2.. kebayang gimana kalo Harry hunting horcrux sendirian. Silakan flame untuk alasan jelas dan bahasa yang tidak menyakiti hati. No slash? Jangan dong, gak ada slash, gak seru. ^^a 'kay, Enjoy and Happy Reading~! :D

Reminder:: Deathly Hallows,In Horcrux Hunting, without Ron and 'Mione. Tolong jangan mikir alur ini sama ama DH, karena bakal beda banget.


Summary::

Mencari Horcrux bersama Neville dan Draco, setengah tahun bersama mereka. Harry yang selalu menjadi dinding pemisah, dan banyak kehilangan menjadi rintangan. Bertahankah mereka bertiga hidup bersama dalam pelarian? Ravenclaw!Harry. Slight AU. Drarry. RnR, da? :D

.

#

.

###=*-*-.:.-*-*=###

#1

-:: Companion, Suspicion, and Minds ::-

.

.:.

Harry Potter © J.K. Rowling

When Two Worlds Collide Kaze (kumonetskazette)

###=*-*-.:.-*-*=###

.

#

.

Ia tak mungkin membawa dua sahabatnya ke tempat berbahaya, dan Hermione yang memang cerdas sudah menyiapkan keperluan mereka; buku Rune Kuno yang belum diterjemahi, perkamen untuk komunikasi, dan beberapa barang-barang penting di dalam tasnya. Pertamanya, Harry membawa tas itu, menanyakan apa boleh ia memiliki tas itu untuk kepentingan pencarian yang dibolehkan Hermione langsung, dan melakukan 'Stupefy' tanpa mendengar protesan Hermione lagi tanpa-tongkat.

Harry meninggalkan Ron dan Hermione, lalu memulai pencarian sisa Horcruxes yang belum hancur sendirian.

Dan dua posisi itu mulai diisi ketika Harry sibuk bersembunyi dari kejaran aliansi Voldemort seperti Veela dan Werewolf, lewat baunya yang ditemukan Snatchers.

.

#

.

Harry duduk menyandar di batang pohon lontar tinggi, dan tertidur dengan gelisah. Tas yang diminta Hermione untuk dibawanya dipeluk erat, tongkat holly dan sebuah Golden Snitch digenggam masing-masing tangannya.

Belum terasa satu jam Harry istirahat dari kejaran Snatcher, ia merasakan ada sepasang mata yang mengawasinya.

Harry mengeratkan pegangannya pada tongkatnya, dan langsung mengacungkannya ketika suara langkah mendekat. Harry membuka matanya, dan matanya menangkap mata cokelat yang cukup dikenalinya. Harry menurunkan tongkatnya dengan heran tapi masih was-was.

Pertanyaan yang kurang menyenangkan keluar dari mulut Harry yang cemberut.

"Kenapa kau bisa melihatku, Neville?"

Neville Longbottom, yang sekarang menatap geli Harry, menghela.

"Aku belajar darimu, Harry, Mantra Pendeteksi untuk mencarimu lewat resonansi sihir."

Harry membetulkan posisinya, dan mengajak Neville masuk ke dalam sebuah lingkaran tembus pandang yang didudukinya. Neville mengangguk dan duduk di sebelah Harry, melihat bagaimana 'Si Jenius Hogwarts' melambaikan tongkatnya tanpa kesulitan, membuat pelindung-pelindung tingkat tinggi dengan non-verbal.

Harry selalu membuatnya kagum.

"Nah, Nevi," kata Harry, kembali melingkar bersama jaket tebalnya, tas Hermione, dan tongkat holly-nya, "Apa kau disuruh Hermione—atau Ron—atas siapapun dari Hogwarts, kemari mencariku?" tanya Harry agak tajam.

Neville menautkan alisnya ke bawah mendengar ucapan Harry. Tidak biasanya Harry segalak ini pada siapapun. "Tidak," jawab Neville, "Hanya karena aku yang satu-satunya bisa melacak keberadaanmu, bukan berarti aku jadi pesuruh mereka."

Harry menghela. Untung sekali Neville tidak menyadari bahwa saat Longbottom itu masuk ke lingkarannya, Harry merapal Jimat Pendeteksi-Mantra—yang hasilnya negatif, tak ada mantra apapun yang terpasang di diri Neville—Karena kalau iya, Neville pasti tersinggung. "Bagus, kalau begitu."

Neville memerhatikan wajah Harry yang lurus ke depan, tidak memandangnya. Ia melihat mata hijau itu tidak seterang saat di Hogwarts, dan banyak kantung mata di bawah matanya. Bibirnya tidak ramah lagi (biarpun agak pedas, Harry masih cukup sering tersenyum menurut Neville), tapi waspada.

Neville tidak tahu kalau sebulan setelah kepergian Harry yang melukai Ron dan Hermione ini berdampak pada Harry juga. Memang, Harry sangat terlihat tenang dan lebih sering bicara saat dibutuhkan, tapi sekarang, atmosfir yang biasanya—dingin tapi menentramkan, menjadi lenyap. Rambutnya juga lebih liar dan wajahnya semakin pucat...

"Apa ada sesuatu yang berada di wajahku, Neville?"

Neville mengalihkan pandangannya dengan semu kemerahan di pipinya, malu tertangkap basah memandangi Harry.

"M-maaf, Harry, hanya melihat—wajahmu saja. Kau agak.. pucat."

Harry menatapnya, lalu mengalihkan pandangan lagi perlahan. "Tidak masalah."

Sunyi, dan bunyi lembaran dibuka membuat mata Neville yang terarah ke pohon pinus berselimut salju kembali ke Harry, menemukan Harry memangku sebuah buku yang diyakini Neville memiliki jumlah lembaran paling sedikit 2000-an lembar.

Apa orang yang berpergian membawa buku setebal itu?

"Buku apa itu, Harry?" tanya Neville, memecah suasana senyap.

"Sihir hitam. Sejarahnya, juga pembuatan Horcrux, Nevi," jawab Harry singkat. "Kau tahu Horcrux, tentunya."

Neville melirik sekilas untaian kalimat super kecil dan beragam disana, dan menggeleng. "Kau tidak pernah memberitahuku." ia sudah cukup sering melihat Harry membaca buku yang 'gelap', tapi ia tahu tujuan Harry hanya untuk mencari informasi. Yah, soal ke peraturan Hogwarts, Neville tidak tahu.

"Karena aku bukan gurumu." balas Harry lembut, namun menusuk. Neville paling tidak tahan menghadapi Harry yang lagi dalam mood 'snappish', dan biasanya menghindar sejauh mungkin. Ravenclaw itu memang kadang galak, tapi sebenarnya teramat baik dan—cantik, kalau ia tidak mengerutkan wajah galak begitu.

Neville merasa waktu tiga tahun di'galakkin' Harry sudah sampai di ambang batas, karena keinginannya sejak dulu; berkerja sama dengan Harry Potter, adalah keinginannya nomor satu.

"Kau terdengar galak," komentar Neville, tidak peduli kalau nanti sebuah kutukan melemparnya ke pohon seberang. "Apa masalahmu? Kau bisa berbagi padaku."

Neville bersumpah pohon di sebelahnya itu bergetar seakan sedang dicabut raksasa, dan ia rela sumpah pocong melihat mata Harry jadi sangat-sangat-sangat tajam saat itu.

Untungnya, Harry menghela nafas, dan semua keganjilan itu menghilang.

"Memang, Nevi," suara Harry pelan, dan senyuman mini minta maaf muncul di bibirnya yang membiru kedinginan. "Sebetulnya, apa yang kau lihat ini hasil pelarianku. Aku lelah diburu dimana-mana..."

"Apa yang mengejarmu?" tanya Neville penasaran, karena kata 'dimana-mana' Harry diucap dengan makna. "Death Eater?"

Harry tampak bimbang—gestur bimbangnya itu saat Harry menggigiti bibirnya sampai kadang darah menetes dari sana, dan Harry pasti bilang, 'aku hanya berpikir.'—dan kemudian ia menjawab,

"Veela," katanya, membuat Neville melongo. "Werewolf, Vampir, dan—Death Eater yang kau maksud, dan pasukan Scabior, Snatchers, yang entah makin hari makin pintar bisa menelusuri jejakku," jelas Harry, "Yah, aku tidak akan membiarkan mereka mengikutiku lagi, sih."

Neville buru-buru menutup rahangnya yang bagai menggantung di udara ketika mata menyelidik Harry menatapnya sedikit mencela.

"A-aku..." Neville menelan ludah, "Dari kapan kau dikejar mahluk-mahluk begitu?" tanya Neville.

Harry kembali memusatkan perhatiannya kepada buku tebal di pangkuannya, ekspresinya datar. "Seminggu empat hari. Sekarang akan ganjil lima hari." jawabnya pelan.

Neville melotot. Seminggu? Dari kejaran Veela dan Werewolf yang berkemampuan hidung yang tajam? Yang bisa menghirup bau tiap manusia dengan teliti?

Bagaimana Harry bisa bertahan hidup?

"Nevi," kata Harry, "Aku selamat karena mantra Pembaur-Aroma dan Selimut-Bau."

Neville menatap blank sosok mungil berambut liar di sebelahnya yang tetap meluruskan matanya ke banyak kata kecil yang sebagiannya Rune.

"Kau selalu melakukan itu," kata Neville, kagum dan takjub. "Bagaimana caranya?"

"Apa? Menerjemahkan Rune ini?" Harry berpaling dari bukunya, dan sekejap saja rona merah muda menyapu pipinya ketika melihat tatapan Neville. Harry menggigit bibirnya, matanya tidak bertemu Neville. "A-aku mempelajari dasarnya dari Remus di tahun ketiga di Hogwarts. Aunt Dromeda juga mengajariku Rune di d—"

"Bukan," sanggah Neville, sedikit senang bisa membuat Harry tidak dingin seperti batu es. "Bukan itu. Kau selalu bisa membaca pikiranku—dan pikiran Hermione. Atau Ron.. dan bahkan Luna." jelasnya. "Apa kau punya bakat meramal? Dari dulu aku ingin menanyakan ini.. tapi sifat.. yah, Gryffindor-ku baru tumbuh, kau tahu."

Harry menunduk, wajahnya makin merah, tapi mata hijaunya agak terkesan tersinggung. "Tidak, tentunya, aku bukan seperti Prof Trelawney, Neville." katanya pelan. Neville mencatat kelakuan Harry yang sedang malu-malu; bicaranya pelan.

"Lalu apa?" tanya Neville.

Harry kembali menatap Neville, membuat Neville serasa menyeburkan diri ke samudra hijau cemerlang itu—walau tidak seterang saat di Hogwarts, dan Harry menghela, matanya tertutup. "Jangan sebarkan ini."

Neville mengangguk, dan saat ia akan mengucap sumpah layaknya sang Gryffindor sejati, Harry sudah memotongnya, senyuman kecil di bibirnya—tahu yang akan Neville lakukan—dan senyuman itu hilang.

"Ini kemampuan dari Ibuku," kata Harry, "Aku bisa membaca pikiran seluruh orang. Bukan Legilimency, dan Occlumens tidak bisa menyembunyikan pikiran mereka kalau aku menatap mata mereka," Neville diberi senyuman yang teramat singkat oleh Harry, "Kecuali Tekanan sihir mereka tinggi, atau keturunan mereka adalah Pure-blood. Aku hanya bisa menafsirkan beberapa kata dan pikiran."

Neville masih tampak mencerna perkataan pemuda mungil di sebelahnya, sampai ujung buku hard-cover hitam tanpa gambar maupun judul yang dibaca Harry menyodoknya pelan di siku. Neville mau protes, tapi tatapan yang diberikan Harry membuatnya batal. "Maaf, melamun," kata Neville, "Kau sungguh brilliant, Harry. Sangat keren dan seandainya aku menceritakan ini pada Seamus atau Dean—"

"Aku akan mengutukmu."

"Itu hanya perandaian, Harry," Neville mengerutkan dahi. "Maaf. Lagi. Tapi itu akan sangat spektakuler dan mengesankan—" Neville cepat-cepat memberikan tiada ruang untuk komentar saat Harry siap meluncurkan kata-katanya yang pasti pedas, "—dan kau akan masuk di media manapun karena keturunanmu yang sangat.. hebat."

Harry terlihat risih, dan dalam hati Neville merasakan kesenangan sendiri telah membuat anak itu memerah, lagi.

"Ibuku Muggle," kata Harry, dan matanya menyipit sedikit memandang mata cokelat Neville. "Setidaknya. Dan kau Pure-blood."

Neville merasa tatapan menusuk itu dituju padanya, dan Neville segera membela diri. "Aku berbeda dari keluarga Pure-blood sombong itu, Harry," katanya lembut, "Aku berbeda, aku Blood-traitor—"

"Maaf, Nevi," Harry menutup bukunya, dan mata hijau itu menutup kembali. Neville merasa bahunya lebih hangat, dan baru menyadari bahwa semenjak tadi Harry tidak bersandar pada pohon di belakang mereka. Neville agak tersinggung mata itu kembali dingin menatapnya. "Kau memang teman terdekatku. Bersama Ron dan Hermione, Luna dan Ginny, Terry dan Draco, juga Blaise dan Daphne," kata-kata itu sangat perlahan diucapkan, "Tapi status darah Pure-blood tidak pernah membuatku nyaman."

Neville tidak mengetahui alasan Harry mengapa ia sebegitu bencinya pada Pure-blood.. padahal James Potter itu Pure-blood asli dari keturunan Peverell langsung. Kenapa sebegitu bencinya? Apakah ada hubungannya dengan Lily Potter? "Kami tidak membencimu, Harry." gumam Neville.

Harry tersenyum samar, dan kurang sedetik, senyuman itu lenyap bagai tidak pernah diberikan pada Neville. "Tapi aku tidak terlalu menyukai kau, Ron, Ginny, Luna, Draco, dan Daphne."

Neville entah merasa kecewa atau ingin marah mendengarnya. Harry mengucapkannya tanpa rasa bersalah! Memang, anak itu terlalu datar dan teramat pendiam, hanya bicara di waktu yang tepat, dan sangat jenius. Banyak murid yang mengagumi Harry dari kejauhan. Membicarakan hal baik tentang Harry tanpa Harry di dekat mereka, membicarakan 'diam emas' dan bakat Harry di bidang manapun.. tapi mendengar kata-kata Harry cukup menyakitkan.

Harry selalu terlihat sempurna di mata semua orang. Dan orang pintar kedua di Hogwarts, Hermione, hanya bisa menandingi sebelas O.W.L. bertuliskan Outstanding, sementara Harry mengambil semua mata pelajaran dengan seluruhnya Outstanding.

"Kau melamun. Apa perkataanku menyinggungmu sangat, Neville?"

Neville menggeleng, tapi perkataan Harry sebelumnya memang cukup membuatnya sedikit emosi. Kalau begitu, kenapa Harry menyebutnya sebagai 'teman terdekat' kalau statusnya dibenci Harry?

"Teman dan status itu berbeda, Nevi," kata Harry, dan mata Harry masih tertutup. Bukunya dimasukkan ke tas mungil hitam yang berada di pelukannya sedari awal. Neville mendadak merasakan rasa lega menjalar ke hatinya yang sempat panas. "Aku menyukaimu, sungguh.. dan status darahmu tidak membuatku membencimu," jeda, "Ada bagian diriku yang membencimu karena status darahmu. Mengertilah, Nevi."

Neville hanya mengangguk.

"Aku juga benci status darah ayahku."

Dahi Neville sangat mengerut sampai luka kecil di dahinya jadi sangat perih dilipat kulit. "Kenapa?"

"Jangan melihat seseorang dari sampulnya, Neville," ujar Harry, dan mata berkacamata itu terbuka. Banyak emosi yang tersirat di mata zamrud itu. "Dumbledore itu omong kosong."

Neville merasa otaknya mendadak blank karena informasi itu. "Apa maksudmu...?"

"Kita semua diburu—" Harry melantunkan sebuah mantra yang latinnya kental, membuat bentuk aneh dengan tongkatnya, "Voldemort," Neville sadar itu mantra Pematah Kata Tabu. "Karena Dumbledore. Dumbledore menjebak kita semua. Dia sialan, sungguh."

Neville menahan keterkagetannya yang berlebihan. "Apa maksudmu, Harry? Dumbledore itu tidak—"

"Tidak jahat, ya, benar," Harry terbatuk. "Tapi licik. Sangat Slytherin, dan sangat pandai mengelabui orang lain dengan kata-kata manis yang menjanjikan," Harry memeluk jaket di pelukannya lebih erat, dan menenggelamkan kepalanya ke buntalan itu. "Aku benci orang itu..."

Neville merasa telinganya mengalami gangguan, karena suara itu terdengar sangat sangat-bukan-Harry. Suaranya terdengar lemah dan putus asa.. seakan harapan terakhir kita dicabut tanpa jejak ke suatu tempat yang tidak bisa digapai.

"Harry..."

"Aku," Neville mendengar suara tersedak Harry, dan ia menyadari telinganya tidak salah. "Aku benci orang itu, Neville..." Neville takut kalau-kalau Harry menangis sekarang. Ia tidak tahu bagaimana menenangkan seseorang yang sedih. Sejauh ini, Luna tak pernah menangis. "Aku benci mereka..."

Neville tidak terlalu takut air mata lagi, karena sekarang tubuh Harry gemetar dan pepohonan di dekatnya (termasuk yang mereka pakai untuk bersandar bersama) berguncang cukup kuat. Butir salju berjatuhan menumpuk di kepala Neville dan Harry yang sekarang bagai ditelan tumpukan salju yang bagaimana Neville tidak tahu—telah menumpuknya bagai roti berselai. Hanya kepala hitam Harry yang muncul di gundukan putih dingin itu.

"H-Harry," Neville menggigil, bukan hanya salju yang menimpuki kepalanya, suhu udara menurun juga. Neville menyingkirkan salju dari tubuh Harry dengan tongkatnya. "A-aku mengerti, jangan marah begitu dong."

Pohon yang berguncang tak lagi menjatuhi mereka salju putih yang mengotori, suhu udara juga langsung kembali normal bertahap. Neville melihat Harry tampak tidak nyaman, dan dipastikan rona kemerahan yang cukup.. manis di pipinya muncul.

"Harry?" panggil Neville ketika kesunyian jadi cukup tak mengenakkan. "Kau tak apa?"

Harry menggelengkan bahunya, dan wajah itu terlihat. Matanya merah sekali, tapi tak ada tanda-tanda ia menangis di pipinya. Tak ada jejak air mata yang mengalir.

"Mm. Trims, Nevi."

Neville mengangguk sambil tersenyum, dan ia lebih senang mendapati Harry tersenyum tidak sesingkat yang sebelumnya. "Baikan, Harry?"

"Lumayan."

"Aku," kata Neville, "Aku takkan memberitahu siapapun di Hogwarts tentang itu."

Mata Harry mencerah, dan Neville merasa sangat hangat di hatinya. "Aku menghargai itu."

"Terima kasih." gumam Neville.

"Terima kasih kembali."

Neville sudah akan merasa nyaman ketika bunyi derap kaki dari kejauhan terdengar, makin keras dan membuat tanahnya berguncang. Neville menatap Harry penuh harap, dan mendapati mata itu sudah melebar dan wajahnya memucat. Neville bisa merasakan atmosfir di antara mereka menegang.

Sesuatu yang paling tidak ingin ditemui Neville (dan Harry), menjadi perandaian dan kenyataan ketika bisikan Harry membuat bulu kuduknya meremang.

"Aliansi Riddle."


"Alhena,"

Suara itu dingin, tapi Alhena tidak merasakan kebengisan disana. Itu suara Godfather-nya.

Suara Severus Snape.

"Kakakmu masuk buku buronan para Auror. Lihat ini," Severus menyerahkan koran Daily Prophet, dan wajah familiar dengan rambut hitam tak pernah rapi, mata hijau kenari, dan ekspresi dingin yang bagai beton terpampang besar di halaman depan. Kamera berkelip-kelip, dan mata itu tak kunjung berkedip—hanya sekali-dua kali. Di bawah foto pemuda mungil berkacamata itu, tulisan tebal hitam besar tercetak jelas:

U N D E S I R E A B L E NO. 1

HARRY JAMES POTTER

— ATAS KEKUASAAN —

Dolores Jane Umbridge, Mentri Sihir British.

Mata hazel itu menyipit, dan kepangan panjang rambut merah gelapnya jatuh ke lembar koran bergerak itu.

"Umbridge? Jadi Mentri Sihir?" suaranya meninggi dan ia hampir meremukkan kertas koran itu, "Apa mereka terlalu buta, sampai mengejar Harry—begini?"

"Pangeran Kegelapan sudah bergerak sejak dua tahun lalu, Alhena, sudah saatnya Kementerian jatuh ke tangan Kegelapan."

"Kita harus membantu Harry sekarang!" Alhena memutuskan. "Kita kejar Harry diam-diam—"

"Aku memiliki kewajiban sebagai mata-mata Orde dan mengelabui Pangeran Kegelapan, Alhena." potong Severus. Mata hitamnya menajam. "Berpikirlah sebelum bicara atau bertindak, Miss Potter."

Alhena beradu pandang. Mata hazel-nya menatap mata hitam Severus sama keras kepalanya.

"Terus, kita harus apa? Diam menunggu sampai saluh satu dari aliansi Vo—Kau-Tahu-Siapa membunuhnya?" tanya Alhena agak tersinggung. Beradu mata dengan Severus takkan pernah membuatnya bangga akan kemenangan. "Dia kakakku, Sev, tentunya—"

"Aku tidak mentolerir perbuatan sembrono yang mirip Ayahmu, Miss Potter." Severus memotong lagi, lebih menyakitkan hati dengan kalimatnya.

"Aku tidak semb—"

"Ya, kau sangat sembrono," pancing Severus, "Kau keras kepala, bandel, tidak sabaran, dan tak ada satupun sikap yang menunjukkan bahwa kau adalah keturunan perempuan Potter dalam empat generasi."

Wajah Alhena, yang sangat mirip Ibunya dengan tulang tinggi congkak James Potter, memerah. "Kau selalu mengatakan itu, Sev, tiap ada kesalahan—"

"Maka dari itu, minimalkan kesalahanmu!" kata Severus, "Kontrol emosimu. Kau dan Mr Potter sama saja. Umurmu hanya lebih muda lima detik, dan itu bukan alasan untuk manja. Buktikan kecerdasanmu, jangan bicara saja."

Alhena mati kutu. Ia menggerutu samar, lalu mengangguk setengah menyesal.

"Aku ingin kau tetap disini sampai aku kembali, Alhena." kata Severus mendadak.

Alhena merasakan hatinya menjadi lebih berat. Ia sudah terlalu lama ditinggalkan di Prince Manor. Kenapa saat ia ingin berduaan sebagai keluarga dengan Godfather-nya, selalu ada cek-cok dan berakhir dengan kepergian Severus? "Kemana?" tanya Alhena, berusaha mengontrol suaranya agar tetap netral.

Severus nampak menyadari getaran di suaranya, karena sedetik kemudian, Severus sudah mendekap anak perempuan itu di pelukannya. Ia mencium sekali puncak rambut merah yang sama tebalnya dengan Lily, dan melepaskan pelukan itu lembut. "Panggilan dari Pangeran Kegelapan."

Alhena sudah menyangkanya. Tidak ada alasan untuk menunda panggilan dari Voldemort.

Alhena mengangguk agak sayu, dan ia melihat Severus langsung meninggalkannya sendirian di ruang tengah itu setelah bunyi 'crack' berdenging di telinganya.

Alhena selalu merasakan kesepian, apalagi di Manor sebesar itu. Ia tidak tahan dan...

...Ia selalu ingin berada dekat dengan kakak kembarnya, Harry, dan merasakan pelukan hangat darinya. Di Hogwarts, Harry sangat dingin dan tidak peduli pada siapapun, dan tidak memiliki banyak teman yang dekat.

Sepertinya yang masuk di Slytherin, yang Slytherin tahu kalau ia adalah Goddaughter Severus sembunyi-sembunyi.

Ia sering memandangi punggung Harry yang tegak di bangku saat Ramuan, punggung Harry yang melemas kalau pergi meninggalkan Perpustakaan, punggung kakak kembarnya yang malas-malasan di waktu upacara pembukaan tahun baru yang wajib dihadiri.. dan masih banyak lagi.

Alhena sudah tujuh tahun mengenakan nama Allen Prince, dan hanya Theo dan Daphne, beberapa orang di Hogwarts, yang mengetahui nama aslinya di balik topeng itu.

Alhena Sevrina Potter.


To Be Continued...


.

.

Kaze's Note::

Very grateful for anyone that read this 'till the end! XD makasih! *tebar bunga lili* maaf ya nama adek kembar Hary kecacatan gitu. Itu nama Albus versi cewek Kaze sendiri, jadi ya.. gitu... *digaplok* gimana pendapat readers? Apa ini berharga buat dilanjutin? Apa terlalu gaje? Terlalu cacat? Tumpahkan itu semua pada kolom review! Tinggal bulatkan jawaban dengan pensil 2B. :D *dibakar* Nah, saatnya sedikit...

Pojok SBS! \(^0^\)

1) Kenapa Harry disini jenius banget?

Kaze: Ibunya Harry pinter 'kan? Ya udah Kaze pake otak Lily di di otak Harry. Toh, kepinteran menurun dari ibu, dan untuk kepentingan cerita. :)

2) Kenapa RonMione gak hunting ma Harry?

Kaze: Supaya beda sama Deathly Hallows asli, dong. Jadi, Kaze tambah Neville, Draco, dan mungkin si *piiip* *ditendang*

Harry: Halah, alesan. -_- (Kaze: Harry versi dingin tsuntsun itu imuuut! x* *di-sectumsempra*)

3) Harry punya kembaran? Cewek?

Kaze: Iya, supaya makin beda gitu.. Kaze daridulu seneng ma Twins!Harry. Jadi ngambil nama ASP, diubah, dan jadi cewek kayak penjelasan di atas! *dipentungin*

4) Ada alesan lain kenapa cepet banget posting baru?

Kaze: Banyak.. karena Kaze udah mau pre-hiatus, ma karena fic terakhir Kaze terlalu membingungkan banyak pihak.. jadinya, terserah itu mau diterusin atau apa, padahal itu masih prolog. Ini juga masih awal~ :3

Hokay, sekian buat SBS-nya. *nyontek dari OnePiece © Eiichiro Oda* buat yang nanya bakal ditampilin begini buat kebersamaan.

BTW, ada yang bisa nebak 'Alhena' itu nama apa? Bukan nama Kaze, loh. *w* 'kay, ditunggu review dan Q-nya ya. Terus, ada yang tau gak, kenapa PM akun Kaze ke-disable terus? T^T It means a lot to me. 8) Telat review? Ga masalah, Kaze usahain bales kok, nyohehe. Better late than never, ne?


Comments such reviews will make the Authors happy! Review, da? ;)

Dengan kue keju :9,

-Kaze,

Finished in 20th of August, 2011.