"Just Break, Not Over"
.
.
Belongs to Skyzhe Kenzou
Disclaimer by Masashi Kishimoto
Warning Inside! Alternative Universe and Out Of Character
Rate T for story and M for writing-style*
Two shots
.
.
Chapter 1: Break?
"Aku bosan, Sakura."
Sakura menghentikan gerakan mengaduk jus strawberry dengan sedotan yang sejak tadi digelutinya. Mata hijaunya dengan cepat beralih dari jendela kaca café yang memperlihatkan derasnya hujan di luar sana, kepada sosok yang duduk di seberang mejanya. Mata hitam dari sosok itu seakan menusuk hatinya, perlahan namun pasti, tak ada keraguan sedikit pun dari sorot tajamnya.
"Bosan eh, Sasuke? Itu jawaban finalmu?" Sakura membalas tatapan tajam Sasuke dengan datar. Sasuke mengangguk.
"Lalu? Apa yang kau mau? Putus?" Sakura mengangkat alisnya melihat reaksi Sasuke, pemuda itu berjengit seakan disengat lebah saat mendengar pertanyaan terakhirnya.
"Aku tidak mau putus, Sakura. Singkirkan satu kata itu dari kepalamu selamanya. Forever, you're mine. We won't ever be over." Penuh tekanan di kalimat terakhirnya. Sakura mendengus mendengarnya. Kata-kata yang manis. Tapi Sakura kebal dengannya. Bagi Sakura yang telah mengenal Sasuke sejak lama, kata-kata itu hanyalah menunjukkan keegoisan dan keposesifan pemuda itu. Meskipun tak urung dia tetap merasa lega karenanya. Jika Sakura milik Sasuke, hal itu juga berarti sebaliknya. Sasuke milik Sakura.
"Lalu kau mau apa?" Tanya Sakura tanpa ingin basa-basi lagi. Sasuke menghela napas dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kita break dulu."
Otak Sakura berputar cepat. Break di sini bukan berarti hancur, karena Sasuke sendiri tak mau putus dengannya. Apa maksudnya 'istirahat'? Sakura mendengus pelan, meyakini bahwa jawaban terakhirnya benar. Gadis itu memandang Sasuke yang kini memandangnya dengan lekat, menunggu jawabannya.
Tak bisa dibantah. Harus diikuti. Dua pelajaran yang Sakura dapat dari berhubungan dengan Sasuke selama empat tahun ini, jika pemuda itu meminta—baca: menyuruh—nya melakukan sesuatu. Apa yang Sakura lakukan? Tentu saja kebanyakan menurutinya. Kalau tidak tentu mereka tak akan bertahan selama ini. Menyedihkan? Mungkin.
Tapi sayangnya Sakura menikmatinya. Sinting? Tentu saja. Tapi sekali lagi, Sakura menikmatinya. Sangat. Baginya berhubungan dengan Sasuke selama ini seperti hiburan yang menenangkan dan membuatnya kecanduan—seperti menghirup udara di pagi hari. Sakura menyukai tantangan, dan Sasuke memilikinya.
Tampan, jenius, kaya. Itu semua tak terlalu berarti—bukan berarti tak berarti—bagi Sakura, tak seperti yang orang-orang pikirkan saat mereka menganalisis alasan mengapa Sakura menerima 'penembakan' Sasuke di wisuda SMA mereka. Karakter. Itu yang membuat Sakura menerima Sasuke. Sasuke memiliki karakter yang kompleks dan unik. Membuat Sakura tak bosan melihatnya—bersamanya.
Kesannya seperti permainan, bukan? Tapi jangan pernah bermain-main dengan Sakura. Sakura sangat serius, jauh lebih serius dari yang orang lain pikirkan tentang dirinya. Masih diingatnya Lee yang langsung diputusnya ketika ia tahu pemuda itu berbohong padanya. Tentang hal sepele sebetulnya. Pemuda itu berbohong tentang warna kesukaannya, makanan favoritnya, tempat yang sering dikunjunginya, dan hobinya. Lihat! Sakura bahkan masih ingat apa saja kesalahan Lee. Bukankah hal ini cukup membuktikan bahwa Sakura serius? Terlalu berlebihan? Hell, mungkin iya.
"Jadi?" suara rendah Sasuke membuyarkan lamunan Sakura. Sakura mengerjapkan matanya membalas tatapan tajam Sasuke dengan tatapan polos. Senyum tipis tersungging di wajahnya. "Ok, kita break. Aku tak akan mengganggumu selama yang kau mau …,"
"Kau tidak menggangguku, Sakura. Tak pernah. Aku hanya bosan dengan keadaan. Bukan. Dengan. Mu." Sasuke menekan tiga kata terakhirnya dengan nada getas, Sakura ingin tertawa mendengarnya. Gadis itu merasakan kehangatan menjalar di dadanya dengan cepat, nyaman. "Berhentilah berbicara seolah kau ingin meninggalkanku," imbuh Sasuke kaku.
Sakura tertegun menatap Sasuke. Mata hitam pemuda itu menatapnya intens seperti biasa, tapi ada yang lain dari mata itu. Lelah dan takut. Sasuke mengalihkan matanya keluar jendela, mengawasi derasnya hujan yang seolah tak mau berhenti mengguyur bumi.
"Kau tahu aku tak akan meninggalkanmu, Sasuke. Kenapa kau berpikir begitu?" lirih Sakura, menatap nanar Sasuke.
Sasuke memejamkan matanya sesaat. "Aku tahu kau mudah bosan, Sakura. Kau selalu berubah-ubah, dan perubahan … itu yang membuatmu tertarik denganku, 'kan?" menoleh sekilas pada Sakura lalu kembali asyik mrenenggelamkan pikirannya di antara rintik hujan. "Dulu aku berusaha membuat diriku semenarik mungkin di matamu, bahkan kadang-kadang sampai sekarang. Tapi usahaku sia-sia, aku tak bisa membohongi diriku sendiri di hadapanmu," gumam Sasuke dengan nada mengambang, seakan dia tak ada di sana.
Sakura mengerutkan alisnya, wajahnya terlihat bingung dan kesal. "Jadi kau berbohong padaku selama ini? Kau bosan terus berbohong?" sindirnya tajam.
Sasuke menoleh padanya dengan cepat. "Bukan, Sakura. Justru itu masalahnya. Aku tak pernah berhasil berbohong padamu. Selama ini yang kau lihat adalah aku yang sebenarnya. Aku yang awalnya hanya ingin bermain-main denganmu, tapi selalu berhasil kau kacaukan. Membuatku berubah pikiran dengan cepat dan … menginginkanmu! Kau … terlalu kuat untukku." Sasuke memijit keningnya, seakan berpikir keras.
Sakura mengangkat alisnya, bingung. Tapi dia menutup mulutnya rapat-rapat, menunggu penjelasan Sasuke selanjutnya. Sasuke kembali mengalihkan matanya, kali ini mengawasi seluruh orang yang ada di dalam café. Hening selama beberapa saat. I Can Wait Forever mengalun tenang dari seperangkat sound system dan vcd player di pojok ruang itu.
.
Another day without you with me …
Is like a blade that cuts right trough me …
But I can wait … I can wait forever …
.
Sasuke kembali memandang Sakura yang masih menunggunya berbicara. Ia menghela napas dalam. "Perasaanku mungkin akan seperti itu, kau tahu?" ucapnya tiba-tiba. Sakura kembali mengangkat alisnya, masih tak ingin membuka mulut. "Another day without you with me … is like a blade that cuts right trough me … but I can wait … I can wait forever …,"
Mata Sakura membulat mendengarnya. Bukan hanya karena ini untuk pertama kalinya Sasuke bersenandung di depannya—walaupun pelan. Suara Sasuke cukup bagus, Sakura berani bersumpah—, tapi juga karena maksud dari lirik lagu itu.
"Hei-hei … jangan berbicara seolah-olah aku yang memutuskan semua hal ini terjadi. Kau yang minta break, ingat?" cetus Sakura dengan gestur tubuh tak terima. Sasuke tersenyum kecil melihat ekspresi tak mau kalah dari gadis di hadapannya itu.
"Hn. Aku hanya bosan, Sakura. Itu saja. Sederhana, bukan?" Sakura menelengkan kepalanya mengamati wajah tenang kekasihnya. Senyum manis kemudian terukir di bibirnya.
"Ya. Sederhana. Aku juga selalu mengatakan satu kata itu jika orang-orang bertanya kenapa aku bisa bertahan denganmu selama ini dan apa yang kusukai dari dirimu." Sakura berkata ringan, menyeruput jus strawberry-nya hingga tandas.
Sasuke menaikkan sebelah alisnya, tak merasa heran dengan topik yang tiba-tiba berubah. Pikiran Sakura memang seperti itu, melompat-lompat dan susah ditebak. "Kau bilang apa pada mereka?" berharap mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Sakura tertawa. "Sederhana. Karena aku menyayangimu dan tak ada yang tidak kusukai sekaligus kubenci dari dirimu," jawabnya lugas mulai melirik-lirik jus tomat Sasuke yang masih sisa setengah. Sasuke mendengus lalu menyorongkan jusnya ke depan Sakura.
"Kau membuatku ingin mengurungkan niatku untuk break denganmu, kau tahu?" Sasuke bergumam pelan, mengamati wajah ceria Sakura saat menyeruput jusnya. Nafsu makan gadis itu kadang melebihi dirinya di waktu-waktu tertentu. "Mau tambah?" imbuhnya ketika jus di gelasnya habis ditandaskan Sakura.
"Tidak, trims … dan jangan urungkan niatmu!" Sakura menggoyang-goyangkan jari telunjuknya di depan wajah Sasuke dengan ekspresi mengancam. Sasuke mengerutkan keningnya. "Terkadang kita butuh hal-hal seperti ini untuk membuat hubungan kita lebih menarik … perubahan dan kesadaran untuk menikmati apa yang kita miliki sekarang … kita harus memahami itu. Sebelum kau melamarku."
.
.
Hening sejenak. Sakura langsung meledak tertawa saat melihat wajah kaget Sasuke yang tak sempat dikontrol pemuda iru. "Aku hanya bercanda, Sasuke-kun! Kenapa ekspresimu ketakutan seperti itu? Lagipula kau sudah pernah melamarku tiga kali saat tahun pertama jadian kita, kau ingat?" ledek gadis itu geli sambil menaik-naikkan alisnya. Sasuke menyibir dan mendengus jengah.
"Itu karena Lee terus mengejarmu dan kau belum benar-benar menyukaiku saat itu," kilahnya cepat, membuat Sakura kembali tertawa.
"Aku akui aku memang belum menyukaimu saat itu, tapi aku juga tidak menyukai Lee … asal kau tahu, Sasuke-kun … aku tak pernah berhasil menyukaimu seperti yang kau mau …," mata Sasuke membulat mendengarnya. "… tapi aku menyayangimu. Sangat. Jadi awas jika kau berani selingkuh selama kita break, Sasuke-kun. Aku akan membuatmu menyesal jika kau berani melakukannya." Semanis madu Sakura mengucapkannya, semanis senyumnya yang masih setia terpampang di wajahnya.
Sasuke tertegun menatap gadis itu. Sakura tak pernah berteriak atau mengamuk padanya jika sedang marah atau dalam kondisi mood yang buruk. Menangis pun tidak pernah, justru kata-kata kalem namun tajam yang Sasuke dapatkan jika gadis itu kecewa padanya. Sampai sekarang, Sasuke hanya berhasil melihat riak-riak air mata yang menggenang di kedua mata gadis itu saat Sakura sedang sedih. Hal ini membuat Sasuke sadar, bahwa Sakura adalah gadis yang kuat sekaligus rapuh dalam satu waktu. Membuatnya bersikap hati-hati dan ingin melindungi gadis itu.
Sasuke berdeham. "Tentu tidak, Sakura. Aku sudah pernah melakukan itu dan aku sangat menyesal, kau ingat?" gumam Sasuke pelan sambil mengalihkan matanya dari Sakura. **
Sakura tersenyum tipis. "Aku mengingatnya, Sasuke-kun. Tapi kau tak perlu menyesalinya lagi … jadi, berapa hari tepatnya kau ingin kita break? Satu bulan?" Sakura mencoba mengalihkan pembicaraan dan tampaknya dia sukses besar karena Sasuke menoleh secepat kilat padanya dengan kedua mata yang membulat.
"Kau bercanda! Itu terlalu lama, Sakura." Untuk pertama kalinya Sasuke tak dapat menahan emosinya selama pembicaraan ini.
Sakura mendesah. "Baik-baik. Dua bulan?" Sasuke menyipitkan matanya. Sepertinya Sakura ingin bermain-main dengannya.
"Sakura!" Sasuke mengatupkan rahangnya kuat-kuat. Sakura hanya tersenyum manis menanggapinya. Mata hijaunya berkilat-kilat jenaka. Hal yang selalu terjadi saat gadis itu menemukan sesuatu yang menarik untuk mengerjai orang-orang di dekatnya—terutama kekasihnya.
"Tiga bulan?" lanjut gadis itu tanpa merasa gentar. Sasuke mendesis gusar. "Jangan bercanda denganku, Nona Haruno!" gertaknya dingin dengan penuh penekanan di setiap kata.
Sakura meringis, sedikit merasa terintimidasi. Sekilas diliriknya jendela yang ada di sampingnya. Hujan telah reda dengan menyisakan genangan air di sudut-sudut jalan dan rintik kecil gerimis yang sesekali masih terlihat.
Sakura menghela napas panjang. "Baiklah, kita break. Sampai jumpa tanggal 5 Januari tahun depan, Sasuke-kun!" ucapnya buru-buru bangkit dari duduknya. Setelah mengacak sekilas rambut Sasuke, dia langsung berlari dari tempat itu menuju pintu keluar cafe yang ada di sebelah jendela, berjarak dua meja dari mejanya dan Sasuke.
Sasuke yang terlalu terkejut untuk memberikan respon sempat terpaku selama beberapa detik. Dia hanya mampu melongo saat Sakura telah berdiri di depan jendela—di depannya—, mengetuk pelan kaca jendela dari luar untuk menyadarkannya dan tersenyum manis sambil melambaikan tangan riang. Sasuke sempat menangkap kata "Jaga dirimu baik-baik" ketika gadis itu menggerakkan bibirnya dan berjalan mundur.
Otak jenius Sasuke segera berputar cepat menganalisis berapa lama hari yang akan mereka lalui untuk break. Hari ini tanggal 5 Desember, berarti sampai tanggal 5 Januari itu 30 hari. Oh … hanya satu bulan. Tunggu … Satu bulan?
Sasuke tergeragap bangun dan ikut berlari keluar menyusul Sakura, namun gadis itu lebih gesit dari yang ia duga. Sasuke melihat sekilas ujung rambut merah muda itu telah menaiki bus yang langsung melesat begitu penumpang terakhirnya itu naik. Yang bisa dilakukan Sasuke sekarang hanyalah mengumpat dan merutuki kejahilan gadisnya yang terkadang sangat mematikan.
"Dia ingin membunuhku!" maki Sasuke sambil berjalan kembali memasuki café di belakangnya. Merasa depresi juga ia karena musik yang menyambutnya cukup menyindirnya habis-babisan.
.
Broken hearts parade and I'm putting my heart out on display …
There's no … masquerade …
Just a funeral march for love today …
The band strikes up and they're playing a song …
Dressed in black and we're singing along to the …
Broken hearts parade, I've never been better than I am today …
.
Jadi … apa kau merasa lebih baik sekarang, Sasuke? Umpat Sasuke dalam hatinya sinis saat mengenyakkan tubuhnya ke kursi yang tadi diduduki Sakura. Wangi tubuh gadis itu masih tertinggal di sana.
.
.
~ Sky ~
.
.
"Kau yakin akan melakukan ini, Saku?"
Sakura menghela napas berat dan melirik sebal ke arah Ino yang duduk di pinggir ranjangnya. Pasalnya ini untuk yang ketujuh kalinya sahabat berambut pirangnya itu mengucapkan pertanyaan yang sama padanya dalam sepagian ini dan ini pukul—Sakura melirik jam tangan digital yang melingkari pergelangan tangannya—Well, 11.37.
"Aku yakin, Ino. Yakin sekali. Bisakah kau berhenti menanyakan pertanyaan yang sama dan membantuku membereskan pakaian-pakaian ini?" sahut Sakura cepat sambil melipat asal pakaian yang berceceran di atas ranjang dan memasukkannya ke dalam koper berukuran sedang di depannya. "Keretaku berangkat kurang dari satu jam lagi!" tambahnya.
Ino mendesah namun akhirnya tangannya bergerak untuk membantu Sakura memasukkan pakaian sahabat pink-nya itu ke koper. "Kau sinting, Saku. Mana ada orang yang menerima begitu saja saat pacarnya mengajak break? Itu sama saja dengan putus! Dan lihat … kau sekarang malah akan pergi. Lalu siapa yang akan mengawasi Sasuke? Kalau dia selingkuh bagaimana?" tapi ternyata Ino tetap meneruskan ceramahnya, tanpa mengindahkan ultimatum-nya.
Sakura memutar bola matanya. "Orang sinting itu sahabatmu. Ino … dan ya! Sekarang ada … tidak. Break berbeda dengan putus, karena kami masih terikat. Kami hanya tidak akan berkomunikasi selama beberapa waktu. Aku hanya mengunjungi nenekku dan Sasuke tidak perlu diawasi … dia bukan anak kecil," jelas Sakura panjang lebar tanpa menghentikan kegiatannya.
"Dan lagi … aku percaya dia tak akan selingkuh, Ino!" tambah Sakura saat Ino akan membuka mulutnya.
Ino mengerucutkan bibirnya. "Tapi kau keterlaluan, Sakura! Satu bulan itu bukan waktu yang singkat dan rumah nenekmu itu 12 jam dari sini! Kau sengaja ingin melarikan diri dari Sasuke, huh? Bahkan di sana tidak ada sinyal telpon!" protes Ino diakhiri dengan terengah-engah.
Sakura tersenyum tipis melihat kegusaran sahabatnya itu. Setelah menutup resleting kopernya dengan sekali sentakan, dia duduk menghempaskan diri di samping Ino.
"Aku tidak melarikan diri dari Sasuke, Ino. Aku hanya ingin memberikan jeda di antara hubungan kami. Aku akui kami memang sedang dalam masa jenuh antara satu sama lain. Jadi break tidak ada salahnya, 'kan?" Sakura berujar ternang, mengedipkan sebelah matanya pada Ino yang menyebik kesal.
"Terserah kau sajalah, Saku! Aku sudah memperingatkanmu, jangan menyesal jika terterjadi hal-hal yang mengerikan selama kau pergi!" Ino mendesah menyerah, mengakhiri kata-katanya dengan ancaman.
Sakura tertawa ringan. "Itu tak seharusnya terjadi, Ino. Bukankah aku … sumber dari hal-hal mengerikan itu akan pergi?" Ino mendelik, Sakura buru-buru melanjutkan perkataannya untuk menahan amukan Ino. "Lagipula jika memang terjadi hal yang mengerikan kau bisa mengirimiku email, 'kan? Aku akan menerima semua resikonya darimu dengan lapang dada … mengingat omelanmu lebih mengerikan dari apapun," Sakura menggumamkan satu kalimat terakhir dengan cepat dan pelan sambil buru-buru bangkit menjauh dari Ino.
"Kau bilang apa barusan, Sakura?" Ino menyipitkan matanya berbahaya. Sakura meringis takut-takut.
"Bukan apa-apa. Lupakan! Ah, sebaiknya aku berangkat sekarang," ujarnya buru-buru mengambil kopernya dan menyeretnya keluar dari kamarnya. Masih sempat didengarnya Ino yang mengumpat pelan tapi bangkit mengikutinya keluar menuju teras depan flat kecil yang mereka tempati berdua.
Flat itu ada di lantai dua dan berdesain minimalis. Di dalamnya hanya ada dua kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang tamu, dan satu ruang tengah yang merangkap jadi ruang makan—berbatasan langsung dengan dapur kecil.
"Kirimi aku satu email saja setiap minggu, Ino. Jangan terlalu bersemangat untuk membuatku buta. Kau tahu aku hanya akan ke kota yang paling dekat dengan perkebunan nenekku setiap minggu, 'kan? Jika kau lupa, kuingatkan padamu, kota yang paling dekat itu dua jam naik mobil dari rumah nenekku. Jadi berhentilah menggerutu seperti itu!" Sakura mengakhiri celotehannya, bergerak untuk memeluk Ino.
"Ya-ya … hati-hari di sana. Jaga dirimu baik-baik," gumam Ino masih menyerupai gerutuan, balas memeluk Sakura erat.
"Mmm-hmm … kau juga," Sakura melepas pelukannya dan mengganti sandal ruangannya dengan sepatu kets-nya. Ino hanya memutar bola matanya dengan dramatis melihat sikap-cuek-pada-penampilan yang tak bisa dilepas sahabatnya itu.
"Kau yakin aku tak perlu mengantarmu? Aku hari ini senggang, kau tahu?" Ino bertanya memastikan, tangannya bergerak mengambilkan mantel hijau lumut Sakura yang tergantung di gantungan sebelah rak sepatu dan memberikannya pada Sakura yang telah memakai topi wol serta sarung tangan sewarna dengan mantelnya. Di luar suhu telah mencapai titik rendahnya, mengingat minggu-minggu ini adalah akhir musim gugur.
"Trims," ujar Sakura saat menerima uluran mantel dari Ino dan segera memakainya. "Tidak usah, Ino. Aku tahu jam dua siang nanti kau ada janji dengan Sai dan stasiun setengah jam dari sini. Kau akan kehabisan waktu untuk berdandan. Jangan buat Sai menunggumu," lanjut Sakura tersenyum ringan.
Ino mendesah, mengangkat bahu pasrah. "Baiklah, kau menang, Saku. Taksimu sudah datang?" mengikuti Sakura yang sudah berdiri di beranda depan flat mereka.
Sakura mengintip ke bawah melalui pagar pembatas, tersenyum mendapati taksi yang dia pesan sudah stand by di depan bangunan flat mereka. "Sudah … bye, Ino. Sampai jumpa bulan depan nanti!" menuruni tangga depan dengan hati-hati dan melambai sekilas pada Ino.
"Hati-hati! Aku akan merangkum setiap kejadian selama seminggu untukmu!" seru Ino saat Sakura akan memasuki taksinya. Sakura menoleh, tersenyum lebar. Sekilas dia mengangguk lalu memasuki taksinya—setelah melambai pada Ino sekali lagi.
Ino masih berdiri mengamati kepergian taksi Sakura dari atas balkon, hingga taksi itu menghilang di tikungan. "Ckck … Sakura akan membuatku sibuk dengan Sasuke! Uukh … aku harus minta bantuan Sai sepertinya. Hhh … dingin sekali," gumam Ino merapatkan sweater merah marun yang dipakainya. Buru-buru dia memasuki kembali flatnya dan menutup pintunya rapat-rapat.
.
.
~ End of Chapter 1 ~
.
~ To be continued ~
.
.
*writing-style yang dimaksud Sky di sini gaya penulisan dan bahasa yang dipakai. Minim deskripsi dan lebih berat.
** Sky berniat mem-publish cerpen Sky yang Sky modif untuk nyeritain bagian ini.
Hi! Hi! Sky datang lagi dengan fic baru … *nyengir sambil melambai-lambai* Fic ini Sky buat saat Sky lagi depresi, soalnya Sky sempat kehilangan motivasi nulis. *curhat* hehe
Fic ini sebetulnya dari pengalaman Sky … Sky dulu pernah minta break ke mantan pacar Sky dan dituruti. Sekarang seh kami masih sahabatan, tapi dianya udah punya pacar lagi … jadi ya Sky nggak ganggu dia lagi. *Tahu diri* hehehe … eh, kenapa kami putus? Rahasia, dong! Mau tau aja … *melelet* (emang sapa yang tanya? Ditabok) xD
Dan Saphi Pyon Jr. … thanks a lot for you! Ceramahmu berhasil membuatku merasa lebih baik dan bertahan di sini. I love you 'cause Allah …^_^
Untuk teman-teman semua yang udah mendukung Sky selama ini … Makasih banget! Sky masih butuh bimbingan dari kalian semua … *membungkuk hormat*
Ini adalah fic SasuSaku Sky yang pertama, dan Sky sadar banget kalau pasangan ini memiliki fans yang ih-waw-banget. Hahah … jadi maklumi kalau fic ini kalah kualitas dari para senpai, ya? *dijitak*
For the last …
Untuk yang udah bersedia mampir di sini … bersediakah kalian meninggalkan pesan di kotak review, Sky? Apapun akan Sky terima dengan lapang dada … Syukron …
Salam,
~ Sky ~
