School is Monster

Chapter 1

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : School life, Drama, Tragedy, Friendship

Rate : M

Main Cast : Haruno Sakura

Uchiha Sasuke

Warning: Seluruh karakter ini milik Masashi Kishimoto, sedangkan ide ceita ini seratus persen milik saya. Pemain lain dapat kalian temukan di sini. Kemungkinan yang akan readers temui adalah typo(s), alurnya ngalur-ngidul, serta kejelekan lainnya. Fic ini mengandung adegan kekerasan yang tak pantas dicontoh dan umpatan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang anak sekolah. Oleh karena itu, harap berhati-hohoho. Mohon ambil yang positifnya aja.

Summary : Sekolah bukanlah tempat menuntut ilmu yang aman sekarang. Dewasa ini, dia telah berubah menjadi sebuah monster yang buas. Tempat dimana mungkin seseorang dapat saja terluka. Dan mungkin saja terbunuh.

Happy Reading^^

Chapter 1 : Move Out


"Cih!"

Gadis bersurai merah muda itu membuang ludahnya dan menatap laki-laki di depannya seolah laki-laki itu adalah kuman terburuk dan terjahat dari segala kuman yang ada di muka bumi ini. Anak-anak yang berdiri dengan formasi bentuk lingkaran itu hanya dapat saling berbisik, takut mengeluarkan kata-kata yang membuat gadis itu makin mengamuk. Sedangkan gadis yang ada di dalam lingkaran itu hanya menunjukkan seringaiannya. Dia melemaskan seluruh otot-otonya sembari melakukan pemanasan.

"Apa yang kau katakan tadi? Lawanmu adalah wanita lemah?" Dia berkata sambil maju ke depan laki-laki yang ada di depannya dengan berjalan santai. Laki-laki yang berambut biru layaknya air itu membalasnya dengan tawa yang memperlihatkan betapa tajamnya gigi yang dia miliki.

"Memangnya perempuan sepertimu bisa apa?" tantangnya dengan nada meremehkan. Mata gadis itu jadi tiba-tiba menjadi penuh dengan kebencian dan dengan tatapannya itu dia terlihat seperti mesin laser pembunuh.

"Bajingan! Dasar keparat kau! Beraninya kau berkata seperti itu padaku!" makinya dengan mempersiapkan kepalan tangannya yang sudah terkepal sekuatnya karena dari tadi dia menahan amarahnya yang sudah berkobar seperti api yang tak dapat dipadamkan.

BUAGH!

Satu kepalan tangan gadis itu sukses mendarat di pipi mulus musuhnya. Kepalan tangannya yang begitu kuat membuat sudut bibir laki-laki itu tersobek sedikit dan keluarlah darah segar yang dia nanti-nantikan untuk keluar. Senyum yang menyindir langsung hadir menghiasi wajahnya.

"Sakura! Sakura! Sakura! Ayo, hajar dia!"

Sorakan anak-anak yang membentuk lingkaran itu makin membakar emosi sang gadis yang bernama Sakura. Melihat kalau emerald itu lebih tajam dari sebelumnya, laki-laki itu segera mundur ke belakang. Hancur sudah mentalnya karena berhadapan dengan monster sekolah ini.

"Kau.. Sudah memilih orang yang salah, Suigetsu. Hari ini mungkin akan menjadi hari pemakamanmu, keparat!"

Sakura berlari ke arah Suigetsu lalu menduduki perutnya. Suigetsu tidak bisa melakukan apa-apa selain meringis kesakitan memohon ampun dari Sakura yang sepertinya berencana untuk mengirimnya ke rumah sakit hari ini. Tanpa rasa iba, Sakura menghujani wajah Suigetsu dengan pukulan-pukulan kuat dan bertenaga yang dimilikinya.

"Brengsek!" Sakura memukul pipi Suigetsu yang sudah membiru karena terus dipukuli. Luka-luka kecil sudah mulai berserakan di wajahnya.

"Beraninya kau menyentuh temanku! Rasakan ini keparat sialan!"

Sakura kembali mendaratkan tinjunya sehingga gusi Suigetsu berdarah. Suigetsu sudah tidak kuat lagi. Badannya sudah lemas karena usahanya untuk menghentikan monster sekolah ini sia-sia saja. Sekarang Suigetsu tinggal berpasrah diri, berharap untuk diampuni.

"Maafkan aku, Sakura! Aku sungguh-sungguh minta maaf!"

Suigetsu berusaha memohon maaf agar Sakura dapat memberinya sedikit pengampunan dengan gigi yang berlumuran darah segar. Namun sepertinya, gadis itu sudah sengaja membuat indra pendengaran dan pengelihatannya tidak berfungsi lagi. Dia membuat telinganya menjadi tuli seketika serta matanya tidak lagi melihat bagaimana wajah Suigetsu yang sudah babak belur karena hantaman tangannya.

"Berdiri!" teriak Sakura sambil mencekik leher Suigetsu dengan kencang.

Suigetsu tidak dapat mengelak lagi. Untuk hari ini nasibnya ada di tangan Sakura dan bergantung pada kemurahan hatinya. Saat ini yang dapat dia lakukan adalah menuruti segala perintah Sakura. Tak mau mencelakakan diri, mereka yang membentuk lingkaran langsung bubar, membuka jalan tanpa diperintah oleh Sakura.

Dengan menahan rasa menjemput ajal, Suigetsu berdiri lalu mengikuti Sakura yang mendorongnya terus ke belakang sampai punggungnya menabrak tembok kasar sekolah mereka dan menimbulkan bunyi yang cukup keras. Mereka yang menonton langsung bergidik ngeri ketika mendengar punggung Suigetsu bentrok dengan tembok itu.

"Kau harus merasakan apa yang temanku rasakan, Suigetsu."

Sakura menampilkan senyum iblisnya. Suigetsu hanya dapat komat-kamit melafalkan doa agar Sakura tidak mengakhiri hidupnya hari ini juga. Sakura melepaskan cekikannya pada leher Suigetsu dan membalikkan badannya hingga dia mencium tembok dengan mesra. Lalu dengan cepat, tangan kanan kirinya memelintir tangan Suigetsu ke belakang. Kemudian tangan kanannya mendorong punggung laki-laki itu agar badannya kembali berdempet dengan tembok itu.

"Ahh.. Sa-sakit Sakura, lepas.. ahh~!"

Suigetsu merintih. Mereka sang penonton hanya dapat membelalakkan mata tak percaya atas apa yang mereka lihat sekarang. Suigetsu mendesah karena Sakura baru saja meremas pantatnya lalu menamparnya dengan keras. Sakura berulang kali melakukan hal itu dengan tawa senang yang berkumandang dari bibirnya yang juga menyindir Suigetsu dengan berbagai cibiran yang merendahkan harga dirinya.

"Bagaimana? Kau tahu rasanya? Dasar brengsek!" seru Sakura kesal. Suigetsu hanya terdiam. Ia tak dapat menjawab karena dia benar-benar kehabisan energi.

Sakura memutar badannya dengan cepat dan langsung melepaskan tangan Suigetsu sehingga laki-laki itu jatuh tak berdaya di depan kaki Sakura. Posisinya pas sekali jatuh di depan kaki Sakura seolah dia sedang minta ampun dan belas kasihnya. Namun Sakura hanya tersenyum sinis. Lalu membuang ludahnya ke wajah Suigetsu.

"Cih! Mengingat bagaimana responmu saat aku meremasnya, aku tahu apa pekerjaan yang sesuai untukmu." Ujar Sakura dengan memandang rendah Suigetsu. Sudut bibirnya terangkat.

"Sepertinya profesi yang cocok untukmu adalah menjadi seorang GIGOLO! Jadi, tidak ada gunanya lagi aku berurusan dengan manusia berharga diri rendah sepertimu! Kau juga harus melayani tante girang yang ada di bar, kan? Karena itu, aku akan membiarkan kau pergi dari hadapanku!" Sakura berseru dengan menendang wajah Suigetsu yang jatuh mengotori sepatunya yang bersih. Dengan merangkak, Suigetsu pun beranjak menuju teman-temannya yang menunggu keselamatan temannya yang malang.

"Hei, para laki-laki pecundang! Dengarkan aku! Jika kalian berani menyentuh seorang perempuan pun di sini, akan kupastikan tulang kalian patah!"

Suasananya hening, tak ada orang yang berani membuka mulut ketika sang pemimpin sekolah mereka berbicara. Mereka hanya bisa menganggukkan kepala untuk menjawab apa yang gadis itu perintahkan. Begitu ia menyelesaikan peringatan singkatnya, Sakura berjalan meninggalkan arena pertarungan itu.

Ya, dia adalah Sakura, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Monster Sekolah. Sebutan itu muncul karena dia merupakan satu-satunya siswi yang tidak takut pada peraturan sekolah dan selalu berusaha untuk menegakkan keadilan, walaupun caranya seperti monster. Di daerah Otogakure, tidak ada yang tidak mengenalnya.

Untuk ke sekolah, Sakura selalu saja tampil dengan kemeja sekolah putih yang pas dengan badannya. Alasannya adalah supaya lebih mudah untuk melindungi diri. Memangnya siapa yang berani mencari masalah dengannya? Lalu karena rok sekolah mereka pendek, dia memakai legging atau training dan memakai rompi agar lekuk tubuhnya tidak terlihat. Kadang-kadang ia memakai jaket bertudung yang dipakai seorang mata-mata untuk menyamar.

Kedua orang tua Sakura tak dapat lagi menemui pihak sekolah karena hampir setiap hari dia membuat keributan. Mungkin dia adalah mimpi buruk bagi semua guru. Dia adalah seorang biang onar yang tidak ada tandingannya. Dari caranya berpakaian, Ibunya sendiri berpikir seharusnya dia melahirkan anak laki-kaki bukan perempuan.

Sakura itu memang tidak suka yang namanya belajar. Pekerjaannya di sekolah adalah menjalani hukuman yang diberikan karena ulahnya sendiri. Dia kerap kali membolos, dia hanya masuk pada jam olahraga. Jadi, secara akademik dia adalah anak yang bodoh. Untuk ulangan pun nilainya yang paling besar adalah lima. Begitu ia pulang sekolah, dia langsung membantu Ibunya untuk mengurusi kedai kecil mereka. Saat malam dan kedai ditutup, ia menonton perkelahian antara Ibu dan Ayahnya. Jadi, wajar saja kan kalau kelakuannya di sekolah seperti itu. Itu karena dia mengalami konflik batin yang tak diketahui dan tak bisa ditolong oleh siapa pun.


"Berhenti di sana!"

Suara yang lantang itu membuat langkah kaki Sakura berhenti dan mulailah mulutnya untuk menggumamkan segala umpatan kasar dengan lancar tanpa hambatan. Sakura berbalik badan dan di depannya langsung muncul seorang laki-laki yang paling malas untuk dilihatnya.

Siapa lagi kalau bukan Orochimaru? Dialah kepala sekolah dengan dandanan paling aneh sejagat raya dan kabarnya dia memiliki gangguan kejiwaan. Karena penampilannya paling khas dari guru yang lain, Sakura dengan mudah dapat mengenali siapa dia. Rambutnya yang berwarna hitam panjang yang dibiarkannya jatuh tergerai seperti pemeran iklan sampo itu adalah salah satunya. Tapi, yang membuat ia dapat dengan mudah untuk mengenali guru ini adalah matanya yang terlihat seperti ular dengan lidah yang panjang yang menjulur dari sudut ke sudut lainnya. Ah, jangan lupakan kulitnya yang putih pucat itu. Semua yang ada di dirinya membuat Sakura memanggil guru ini dengan sebutan siluman ular.

"Kenapa? Mau membawaku ke kantor? Atau mau menyuruhku untuk memanggil Ibuku untuk datang ke sekolah?" Sakura mengajukan pertanyaan dengan ketus sekaligus untuk menebak pikiran kepala sekolahnya.

"Ya. Aku ingin kau ikut aku ke kantor karena Ibumu sudah ada di sana."

Sakura yang tadinya acuh-acuh saja kini langsung tertarik dengan jawaban yang diberikan oleh kepala sekolah super aneh ini. Sakura hanya tersenyum sinis untuk menanggapi bualan Orochimaru. Ibunya datang? Astaga. Omong kosong macam apa ini? Mana mungkin Ibu super sibuk seperti itu sempat untuk datang ke sekolah dan mengurusi masalahnya. Sekali pun dia punya waktu, pastilah dia lebih memilih untuk menyiapkan potongan ikan laut untuk membuka kedai.

"Jangan membual seperti itu," balas Sakura dengan sudut bibir yang terangkat sebelah. Orochimaru tidak membalas Sakura, dia hanya menarik tangan Sakura untuk mengikutinya ke ruangannya, tempat dimana Ibu Sakura sedang menunggu kedatangannya dengan Sakura.

Mereka berdua pun berjalan menuju ruang kepala sekolah. Melihat bahwa seluruh murid memperhatikannya, dia melepaskan tangan Orochimaru dengan kasar. Alhasil, Orochimaru berjalan di depan dan dia mengekor di belakang. Setiap pasang mata yang melihatnya, langsung Sakura balas dengan memberi deathglare mautnya. Tak lama mereka sampai di deretan ruangan. Orochimaru membuka pintu ruangannya dan menyuruh Sakura untuk segera masuk.

"Ibu?!"

Mata Sakura terbelalak tidak percaya. Ibunya benar-benar ada di sini, duduk manis di depan kursi boss Orochimaru. Dia masih mengenakan baju biasanya. Baju kaos polos yang dilapisi jaket coklat dengan celana panjang hitam. Ibu Sakura yang mendengar panggilan dari puterinya yang nista pun menoleh ke belakang, mendapati anak gadis semata wayangnya yang kumuhnya mengalahkan pengemis di jalanan.

Rambut merah mudanya yang diikat itu sudah keluar kemana-mana. Bahkan ikat rambutnya terlihat hendak jatuh ke bawah. Seragamnya yang putih bersih kini sudah berlumuran dengan noda kecoklatan karena tumpukan debu menempel di sana. Bahkan roknya kini sudah mendapat cap sepatu pas di tengah-tengah. Dia juga tidak memakai dasi. Dan wajahnya kusam seperti tidak mandi seharian. Melihat penampilan putrinya, Ibu Sakura hanya menghembuskan napas menahan amarahnya.

"Lebih baik kau duduk dulu," Ujar Orochimaru yang sudah duduk di singasananya. Sakura pun duduk di sebelah Ibunya. Entah apa tujuan Ibunya saat ini. Yang dapat ia tebak adalah namanya pasti tersangkut dalam diskusi ini.

"Ibu Sakura, anda su.."

"Ya. Kau tidak perlu repot-repot untuk menjelaskan kepadaku bagaimana perilaku Sakura di sekolah ini." Potong Ibu Sakura. Sakura hanya diam saja, untuk saat ini jabatan yang dipegang oleh Sakura adalah sebagai pendengar setia.

"Jadi, kalau begitu anda tahu ba…"

"Tentu saja. Pokoknya hari ini adalah hari terakhir anakku membuat kekacauan di sekolah ini. Aku berjanji."

Lagi-lagi Ibu Sakura memotong apa yang mau Orochimaru ucapkan sambil melirik wajah Sakura dengan sorot mata sinis. Raut lega bercampur senang tercetak jelas di wajah Orochimaru yang biasanya suram. Hal itu ditunjukkan dengan lidahnya yang bermain dari sudut bibirnya ke sudut yang lain, persis seperti ular yang mendesis senang karena berhasil menangkap mangsanya. Mendengar penuturan Ibunya, Sakura syok di tempat. "Hari ini adalah hari terakhir anakku membuat kekacauan di sekolah ini."

Itu berarti, dia akan pindahkan ke sekolah lain, kan? Keputusan macam apa ini? Untuk masalah pindah sekolah, Ibunya bahkan tidak pernah bicara apa-apa padanya. Dan sekarang, dengan seenaknya dia mau memindahkan dirinya ke sekolah lain tanpa sepengetahuannya? Dia saja tidak tahu mau dipindahkan kemana. Memangnya ada sekolah yang mau menerima anak nakal seperti dia? Ia menatap Ibunya dengan pandangan yang mengatakan "kau-mau-aku-hidup-lebih-sengsara-lagi?"

"Maksud Ibu, aku harus pindah ke sekolah lain? Kenapa tidak bicarakan hal ini padaku lebih dulu? Lagipula, sekolah mana yang mau menerima murid bengal sepertiku di Otogakure ini?" tanya Sakura dengan kesal. Namun Ibu Sakura tidak menjawab. Dia hanya menghembuskan napas panjang.

"Benar. Tidak ada sekolah yang mau menerimamu di Otogakure ini." jawab Ibu Sakura. Sakura tersenyum puas mendengar pengakuan Ibunya. Kalau Ibunya menyadari ini, berarti dia tidak akan dipindahkan. Benar kan?

"Kalau begitu, aku ti…"

"Karena itu kau akan bersekolah di Konoha."

Kalimat yang digunakan Ibunya untuk memotong persepsi indahnya itu sangat memukulnya dengan keras. Konoha? Daerah itu kan sangat jauh dari Otogakure. Lagipula apa Ibunya telah mempersiapkan semuanya untuk kepindahan mendadak ini? Dan apakah keluarganya sudah siap untuk tinggal di lingkungan yang baru?

"Karena itu, aku datang ke sini untuk mengurus kepindahan Sakura sekaligus meminta izin agar Sakura dapat pulang lebih cepat untuk mengemasi barang-barangnya." Ujar Ibu Sakura dengan tegas tanpa mempedulikan Sakura yang tengah meledak diam-diam.

"Tidak apa-apa, Sakura bisa pulang sekarang juga. Dan untuk masalah kepindahan itu, aku akan membantumu agar semuanya dapat lebih cepat." Orochimaru tersenyum.

"Aku pergi!" seru Sakura kesal.

Dia berjalan keluar dari ruangan dengan menutup pintu ruangan dengan satu bantingan keras yang membuat kaget seluruh warga sekolah yang ada di sekitar. Ternyata sedari tadi ada banyak orang yang menguntit untuk mendengar apa yang sedang diskusikan di dalam sana. Tetapi begitu Sakura menatap tajam mereka semua, nyali semua anak pengintip tadi ciut.

"Apa yang kau lihat?! Enyahlah sebelum kucongkel keluar matamu!" seru Sakura dengan wajah memerah seperti bom atom yang meledak hebat. Mereka pun memutuskan untuk pergi menjauh dari ruangan.

Dengan gerutuan yang tidak ada habisnya, Sakura berjalan menuju ruang kelasnya yang ramai. Di depan pintu kelas, anak-anak berkerumun bak penggemar yang menanti-nantikan datangnya sang idola.

"Jangan menghalangiku, keparat!" bentak Sakura dengan keras. Anak-anak yang berkerumun itu pun bubar dan memberi jalan pada Sakura. Namun, perhatian mereka masih tertuju pada Sakura yang sedang berada di mood yang sangat buruk.

Tanpa banyak basa-basi lagi, Sakura segera membenahi barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas punggung hitam itu. Sampai meja dan laci itu bersih dari semua barangnya, barulah Sakura memutuskan untuk pergi keluar dari kelasnya. Dia pun berjalan pulang ke rumahnya yang tak pula jauh dari sekolahnya ini.

"Rupanya Ibu sedang mengadakan perang denganku. Dan ini adalah strategi peratamanya, eh? Memindahkan aku ke sekolah yang baru dan berharap aku akan berubah menjadi anak yang baik? Salah besar, Ibu. Sayangnya kau telah membuat pilihan yang salah! Tetapi tak masalah, kuikuti alur permainanmu untuk permulaan. Kita lihat saja. Kira-kira apakah akhir dari game buatanmu ini?" Sakura tersenyum sinis.


Sesampainya di rumah, Sakura langsung melemparkan tasnya di sofa begitu saja. Dia masuk ke kamarnya yang polos. Sakura pun mengganti seragam yang mungkin tak akan dipakainya lagi menjadi baju hariannya. Kaos polos abu-abu yang dipadukan dengan jaket putih dan legging hitam. Setelah itu dia mengambil koper hitam yang ada di atas lemari pakaiannya. Sakura pun membuka lemarinya dan menyusun semua bajunya ke dalam koper itu. Semua barang-barang yang ia butuhkan telah tersusun rapi. Sakura menutup kopernya dan mengiringnya ke luar kamar menuju ruang keluarga.

"Lengkap sudah. Aku hanya perlu menunggu kedatangan nenek lampir itu. Kalau begitu, aku memiliki waktu senggang terakhir di rumah terkutuk ini." Sakura mengambil remote untuk menyalakan televisi dan menonton film yang ada sembari menghilangkan bosan.

Ting.. Tong.. Ting.. Tong..

Suara bel bergema di seluruh ruangan. Berarti ada seseorang yang datang, dan pastilah itu bukan Ibunya karena Ibunya pasti tidak akan menekan bel terlebih dahulu. Dengan malas-malasan, Sakura beranjak dari sofa. Memangnya siapa yang mau membukakan pintu selain dirinya? Yang ada di rumah ini kan hanya dirinya seorang.

"Apakah ini kediaman Haruno?" tanya salah satu dari tiga orang yang muncul di hadapannya. Sakura tidak langsung menjawab, dia lebih memilih untuk memperhatikan orang asing yang ada di depan rumahnya terlebih dahulu.

Ada pria yang sepertinya seumuran Ayahnya. Dia nampak tenang dan berwibawa. Dia mengenakan setelan kemeja hitam dan celana dasar hitam. Ya, setelan formal. Di sampingnya, berdiri seorang wanita yang sebaya dengan Ibunya. Dia nampak sangat elegan dengan terusan biru dongker yang melekat indah pada tubuhnya. Yang terakhir adalah orang yang bertanya kepadanya. Dia ini sepertinya anak kuliahan menurut posturnya. Rambutnya yang hitam panjang diikat pas di tengkuk. Wajahnya mulus tetapi ada garis tua di sana. Dia nampak santai dengan kaos hitam lengan panjang dan celana panjang. Mungkin dia adalah anak dari sepasang insan manusia berumur di sampingnya. Dan menurutnya, mereka bertiga sepertinya sebuah keluarga karena mereka mirip satu sama lain.

Penilaian selesai. Mari kita kembali ke topik dimana keluarga ini bertanya "Apakah ini kediaman Haruno?". Sebenarnya Sakura ingin berteriak sekencang-kencangnya pada laki-laki yang bertanya padanya itu. Jelas-jelas, di atas bel ada papan nama pemilik rumah yang bertuliskan "Haruno" yang terpampang nyata. Namun, karena ia merasakan aura yang sedikit menyeramkan, Sakura mengurungkan niatnya. Mana mereka memakai dress code gelap seperti ini, aura itu tambah menguar saja. Baiklah, dia tahu apa sebutan yang cocok untuk keluarga ini. Kalian tahu apa? Jawabannya adalah keluarga vampir.

"Hallo.." Sang penanya melambaikan tangannya di depan wajah Sakura. Sakura pun segera tersadar dengan mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Ohh.. Benar. Ini kediaman Haruno," jawab Sakura dengan wajah datarnya.

"Lalu, apa Nyonya Haruno ada di dalam?" tanya wanita berkesan anggun itu.

"Maaf. Dia sedang di luar. Ada pesan?" jawab Sakura yang sudah malas berurusan dengan keluarga vampir ini.

"Sebenarnya aku ingin se…"

"MIKOTO!"

Teriakan membahana itu sukses merusak gendang telinga Sakura dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Siapa lagi kalau bukan Ibunya? Di komplek perumahan ini, suara Ibunya lah yang paling lantang dan keras. Ibunya segera berlari dengan merentangkan kedua tangannya ke arah wanita anggun yang dipanggilnya dengan nama Mikoto itu. Dan mereka pun berpelukan dengan riang seperti Ibu-Ibu yang terpisahkan selama sepuluh tahun. Persisi di drama kebanyakan. Picisan sekali.

"Ayo-ayo, silahkan masuk. Putriku ini memang kurang ajar. Bukannya disuruh masuk, tamu malah dibiarkan di luar."

Ibunya memandang Sakura dengan sinis sambil merangkul bahu Mikoto. Keluarga vampir pun masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkannya sendirian di depan pintu rumahnya. Sakura hanya bisa menahan emosinya dengan berdecak sebal. Sakura pun mengekori keluarga vampir itu dan Ibunya yang sudah terlihat akrab sekali. Sakura baru saja mau duduk, tetapi Ibunya sudah melotot padanya dengan wajah garang.

"Kau ini apa-apan, sih? Kalau ada tamu, kau harusnya membuatkan minuman untuk mereka. Bukannya ikut mengobrol, lagipula obrolan kami ini bukan konsumsi bocah ingusan sepertimu."

Kembali Ibu Sakura meluncurkan kata-kata pedas dari mulutnya. Sakura pun mengurungkan niatnya untuk duduk. Dengan tatapan ingin membunuh, Sakura melihat Ibunya yang sedang asyik bercengkrama dengan Ibu vampir. Ternyata Ibunya benar-benar menyatakan perang padanya.

Dengan terpaksa Sakura pun berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman. Dia mengambil empat gelas dari rak dan sebotol orange juice dari lemari es. Sakura pun menuangkannya ke masing-masing gelas. Ta da! Selesai, tidak perlu repot-repot. Yang penting minuman, kan? Sakura juga mengambil nampan dan menyusun gelas-gelas itu di atasnya.

"Ternyata Ibu benar-benar ingin berperang denganku, ya? Hari ini mungkin aku kalah telak karena semua celotehan busukmu. Mempermalukanku di depan kepala sekolah si siluman ular itu. Lalu mempermalukanku untuk kedua kalinya di depan keluarga vampir itu. Lihat saja, pasti ada pembalasan untukmu akan semua ini. Aku akan mengerjaimu tanpa ada habisnya. Jadi, bersiaplah untuk datangnya hari pembalasanku, Ibu! Hahaha.." Sakura tertawa jahat.

"Sepertinya hubunganmu dengan Ibumu itu harmonis sekali, ya?." Sahut suara baritone dari pintu kamar mandi yang ternyata sudah mendengar semua keluh kesahnya.

Damn! Semua beban hatinya yang barus saja dia ungkapkan telah didengar oleh anak vampir yang berdiri di depan kamar mandi. Perasaannya, tadi anak vampir itu ada di ruang tamu dan duduk bersama keluarga aneh dan mengerikannya. Tetapi, dia sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. Jangan-jangan, dia benar-benar vampir?! Eh? Kalau benar iya, kenapa dia tidak melepuh saat terkena sinar matahari? Berarti dia manusia normal, kan? Dan karena kecerobohannya ini, pastilah di sadar bahwa Sakura sudah mengejek keluarganya dengan sebutan keluarga vampir. Sakura mengakhiri pikirannya yang sudah melambung jauh.

"Bukan urusanmu!" ketus Sakura dengan membawa nampan itu menuju ruang tamu dan meninggalkan anak vampir sendirian.

"Dia lumayan," komentar sang anak vampir dengan senyum tipis dengan menyusul Sakura.

Tiga pasang mata mengamati Sakura saat dia memberikan minuman. Yaitu mata sang keluarga vampir. Tetapi sepertinya Sakura merasa tenang-tenang saja. Begitu gelas tertata di meja, dia segera undur diri karena muak melihat si anak vampir yang tersenyum ke arahnya.

"Tunggu dulu, duduk sini sebentar." Ibu Sakura menarik tangan Sakura sehingga Sakura duduk tepat di sebelahnya.

"Aku tidak mau," tolak Sakura dengan malas.

"Memangnya kenapa? Duduk dulu sebentar," Sakura memutarkan bola matanya dengan malas.

"Karena ini bukan konsumsi bocah ingusan sepertiku." Balas Sakura dengan tersenyum sarkastik.

"Baiklah. Aku tarik perkataanku," Ibu Sakura mengalah dengan terpaksa sedangkan Sakura tersenyum penuh dengan kemenangan.

"Kau ingat masalah pindah sekolah kan?" tanya Ibu Sakura. Mendengar pertanyaan itu muncul, Sakura sontak menghilangkan senyum di wajahnya.

"Tentu saja, kita baru saja bicara mengenai hal itu. Aku akan bersekolah di Konoha yang jauh itu," jawab Sakura sekenannya.

"Kalau begitu, kau bisa pindah sekarang." Ibu Sakura berkata dengan datar. Sakura menautkan kedua alisnya.

"Apa yang Ibu maksud dengan aku bisa pindah sekarang? Bukannya keluarga kita akan pindah ke Konoha?" tanya Sakura kebingungan. Ibu Sakura menggeleng cepat.

"Aku tidak mungkin menutup kedaiku yang ramai." Jawab Ibu Sakura yang sukses membuat Sakura cengo di tempat. "Karena kedai? Omong kosong macam apa itu?" batin Sakura kesal. Persimpangan muncul di kepalanya jika saja ini adalah sebuah kartun.

"Karena kedai? Ibu! Masalah kedai, kita bisa membukanya di Konoha! Kalau aku tidak pindah bersamamu, lalu aku akan ke sana dengan siapa? Ibu pikir aku hafal semua jalan di sana? Menginjakkan kaki di sana pun belum pernah sama sekali." Protes Sakura karena alasan hebat Ibunya. Namun Ibu Sakura langsung melirik keluarga vampir itu. Sakura mengikuti arah pandangan Ibunya lalu dia kembali menatap Ibunya dengan tatapan yang mengatakan "Jangan-bilang-kalau-aku-harus-ikut-dengan-mereka-ke-Konoha"

"Kau akan tinggal di Konoha bersama keluarga Uchiha. Ibu sudah membicarakan hal ini dengan mereka, dan mereka setuju. Jadi kau tidak perlu khawatir. Kau hanya perlu belajar dan merubah perilakumu karena urusan sekolah sudah kami tangani." Jawab Ibu Sakura dengan tegas. Sakura membelalakkan matanya tak percaya.

"Kenapa Ibu tega sekali merepotkan keluarga orang lain? Memangnya me.."

"Ah, tidak. Kami tidak merasa direpotkan karena kami sangat ingin memiliki anak perempuan." Potong Mikoto dengan tersenyum lembut.

"Lagipula, aku dan Sasuke pasti akan senang karena ada seorang gadis manis di rumah kita. Terlebihnya Sasuke yang mendapat teman sekolah secantik dia," tambah si anak vampir. Sakura memberinya deathglare mautnya, tetapi laki-laki itu hanya balas tertawa saja.

Sakura menelan ludahnya.

Skak mat.

Ibunya benar-benar menang di permainan ini. Sepertinya Ibunya sudah memilih sekutu dengan matang-matang. Sekarang tidak ada pilihan lain selain menuruti alur permainan yang diciptakan Ibunya. Tidak mungkin kan dia melawan arus? Ya, mau bagaimana lagi? Mungkin dari sini, alur hidup Sakura akan bertambah menyebalkan dan menjadi rumit.

"Maafkan aku, Mebuki. Tapi Fugaku ada rapat hari ini, jadi kami tidak bisa lebih lama lagi di sini." Ujar Mikoto masih dengan senyum lembutnya.

"Tidak apa-apa! Aku memaklumi hal itu." balas Ibu Sakura dengan senyum manis.

"Aku akan menyiapkan mobil. Itachi, kau tolong Sakura untuk membawa barang-barangnya." Suami Mikoto, Fugaku, keluar dari ruang tamu diikuti dengan Ibu Sakura dan juga Mikoto. Sedangkan anak Uchiha yang membuat Sakura muak berdiri dengan senyumnya.

Sakura pergi ke ruang keluarga yang diikuti dengan Itachi. Sakura langsung memakai tas punggungnya dan Itachi mengiring kopernya. Tetapi dengan cepat Sakura menghalangi Itachi.

"Aku bisa membawanya sendiri." tegas Sakura dengan galak. Sakura pun menyingkirkan tangan Itachi.

"Tapi ini tugasku." Itachi melepaskan tangan Sakura dari koper itu. Sakura menatap Itachi dengan kesal.

"Dan ini koperku!" seru Sakura dengan melepaskan tangan Itachi dan segera menarik kopernya meninggalkan Itachi di belakang. Namun dengan cepat Itachi menyusul Sakura dan menghentikan langkahnya.

"Biarkan aku yang membawanya. Perempuan tidak pantas melakukan pekerjaan berat seperti ini," Itachi pun mengambil alih koper Sakura dan berjalan di depannya. Tetapi Sakura menarik baju laki-laki itu sehingga dia mundur ke belakang.

BUAGHH!

Dada Sakura turun-naik dengan tangannya berkacak di pinggang. Itachi tersungkur ke lantai. Ya, tebakan kalian benar. Sakura baru saja memukulnya sehingga Itachi jatuh tersungkur. Wajah Sakura merah padam seperti bom atom yang baru saja meledak. Dia memukul Itachi mungkin karena dia sudah sangat kesal sekarang. Sakura menghela napasnya dengan berat.

"Grrr… Dengar. Hari ini aku sudah sangat sial karena segala permainan yang dibuat oleh nenek lampir mengerikan itu. Jadi, jangan membuat hari-hariku yang sudah sangat menyebalkan menjadi lebih menyebalkan lagi." geram Sakura dengan memegang kopernya kembali.

"Dan, perlu kau tahu. Mengangkat koper seperti ini bukanlah pekerjaan berat untukku. Aku bisa melakukannya sendiri, tanpa bantuamu. Jadi, jangan membuatku kesal dan ingin memukulmu lagi karena tingkahmu yang sok manis itu!" tambah Sakura dengan berjalan cepat untuk keluar rumah karena kedatangannya sudah ditunggu-tunggu. Dia meninggalkan Itachi di belakang yang masih terpaku akan perilaku Sakura.

"Dia… Mungkin dia yang dapat menyelamatkan Sasuke," gumam Itachi dengan sudut bibir yang terangkat ke atas.


To Be Continue

Hallo! Jumpa lagi dengan author bangke di sini!

Sehubungan dengan author yang lupa sama password akunnya, cerita ini akan author repost di akun baru ini. Sebelumnya author minta maaf karena sudah menghilang begitu saja tanpa pertanggungjawaban atas kelanjutan fic kemarin. Tapi author janji, di akun baru ini, author akan menyelesaikan fic pertama ini.

Author nista ini minta bantuan kalian semua dengan review. Author sangat menunggu kritik atau saran yang membangun.

Akhir kata, author yang sok sibuk ini tidak bisa berlama-lama karena semua tugas menunggu giliran untuk dikerjakan.

Author mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kata. Author juga minta maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan di hari para readers semua karena untuk penggunaan kata, author beri rate M hehehe. Sebelumnya author ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian yang sudah mau menghabiskan waktunya demi membaca fic amatir dengan reader yang kamu memberikan reviewkwkwk

Dengan bacotan ini, author pamit undur diri. Sekali lagi author minta maaf dan mengucapkan terima kasih banyak.

Akhirnya author hanya dapat mengucapkan,

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!^^

Bhay.