Title: Deniability
Characters: Clifford D. Lewis/Hiruma Youichi
Disclaimer: Riichiro Inagaki and Yusuke Murata
Warning(s): OOC-maybe, future fic, Slash/shounen ai, bilingual (English for conversation), drabble
Summary: Untuk satu kali saja berhenti menyangkal tidak ada salahnya, bukan? /CliffHiru/
\dē-ˌnī-ə-ˈbi-lə-tē\
: the ability to deny something especially on the basis of being officially uninformed
.
Hiruma tidak ingat bagaimana mulanya ia menjadi begitu sering menghabiskan waktu bersama Clifford.
Selepas lulus dari bangku SMU, Amerika adalah destinasi selanjutnya yang ia tuju demi karirnya di dunia amefuto. Dengan kecerdasan otak yang ia miliki, Hiruma berhasil mendapat tempat di Notre Dame dalam waktu beberapa bulan. Ia menikmatinya—bagian bermain amefuto, tentu.
Tapi yang tidak ia sadari adalah; ia mulai menikmati waktu-waktu yang ia habiskan bersama Clifford—yang notabene kini menjadi rekan se-timnya.
Hiruma sama sekali tidak mengerti, kegiatan yang ia lakukan bersama pemuda Lewis itu selain bermain amefuto hanyalah saling caci maki atau beradu di meja poker. Tidak ada yang spesial, sungguh, benar-benar tidak ada.
Tapi lalu kenapa muncul perasaan aneh ini? Kenapa bisa muncul perasaan aneh sialan ini?
Hiruma adalah tipe yang blak-blakan. Ketimbang hanya uring-uringan karena suatu hal yang tidak jelas, ia lebih memilih mendatangi langsung sumber masalahnya. Mendatangi langsung Clifford untuk membereskan semua yang terasa berantakan.
"Hey, fvcking pointed nose." Sehabis latihan, dengan santainya Hiruma langsung mengambil tempat di sebelah Clifford. Di ruang ganti yang kini hanya menyisakan mereka berdua, posisi mereka masih terpisah oleh yang jarak yang lumayan. Tapi tetap saja ini terlalu dekat! Hiruma hanya bisa berujar dalam hati.
Clifford menoleh dengan pandangan malas. Harinya sudah cukup berat tanpa perlu mendapat gangguan dari bocah Jepang ini. "What the heck is it?"
"We are not friends, right?"
Alis pemuda ini naik sebelah begitu mendengar pertanyaan barusan. Apa-apaan pertanyaan itu, mendadak sekali pula? "Definitely not." Jawabnya cepat.
Teman se-tim, mungkin iya. Tapi mereka berdua bukanlah teman dalam arti sesungguhnya. Hubungan antara Clifford dan Hiruma berada di level yang berbeda dari itu. Entah disadari atau tidak, mereka berdua sama-sama tahu akan hal itu.
Hiruma mengangguk, mengiyakan. Kembali keheningan menghampiri, sebelum akhirnya Hiruma kembali bertanya. "But—we have something special, don't we?" desisnya.
Tapi pastinya bukan cinta. Hiruma melanjutkan dalam hati. Tentu saja bukan. Bagaimana mungkin mereka bisa jatuh cinta? Itu konyol. Hiruma dan Clifford sama-sama lelaki, mereka hanyalah rekan se-tim, mereka atlet amefuto. Mereka tidak mungkin jatuh cinta, kan?
Kan?
Oh ayolah, itu tidak mungkin cinta! Hiruma masih menyakinkan dirinya sendiri.
Clifford terhenyak. Merasa ditampar hanya dengan pertanyaan yang diajukan Hiruma. Berbagai sangkalan hendak terucap, tapi pada akhirnya semua itu tertahan di ujung lidah. Ia memandang ke arah lain ketika menjawab lirih. "Yeah, I guess."
"We..." Hiruma bahkan tidak yakin apa bisa meneruskan ucapannya. "Is it possible if we are in love?" Dan ketika kalimat itu terucap di bibir, penyangkalan yang mati-matian ia lakukan selama ini terasa tidak ada gunanya. Karena ia tahu itu lah kebenarannya. "I mean—seriously, we are fvcking in love? That's ridiculous, right?"
Clifford tertawa pelan, walau ia sendiri menganggap tak ada satupun yang lucu. "Yeah, that's really such a joke." Tapi? Iris biru itu kini kembali memandang sang toska. Ada jeda sebelum akhirnya ia berucap. "But I think we are."
Untuk satu kali saja berhenti menyangkal tidak ada salahnya, bukan?
END
lalalala tau ah, udah lama ga nge-fanfic -.- #ngabur
17/6/2011 3:11 AM - Sapphire Schweinsteiger
