Disclaimer: Gundam Seed/Destiny −Sunrise

[apatite] −original works by narryP, utaite by inakamono (nicovideodotjp: sm25615025 or you can watch it here youtubedotcom-slash-watch? v = APzm3D0udIg)

Warning:

Judul ini nantinya berisikan tentang cerita yang berbasis dari lagu-lagu yang diproduseri oleh Narry. Bisa oneshots atau drabbles tergantung mood. Judul tiap chapter adalah judul dari lagu Narry yang dikreditkan, yang kesemuanya memiliki nama dari bebatuan permata (apatite, ametrin, angelite, amethyst, garnet, celestite, lapis lazuli, dan judul lainnya.)

Bisa jadi berisikan kesalahan penulisan atau karakter yang tidak sesuai dengan canonnya. AU. AC. Dan, maaf chapter ini ditulis dengan cepat.

Terimakasih buat yang sudah baca :') ...


Apatite

.

.

.

.

.

Klise rasanya jika berbicara tentang hujan di antara mereka. Laki-laki dan wanita itu selalu di takdirkan bertemu di bawah bentangan biru yang diusir oleh si kelabu penumpah titik-titik air. Bukan adegan romantis, tapi justru memiliki kesan tragis. Kedua sejoli yang selalu bersisian tak satu wadah pemikiran. Entah apa maksud si Takdir yang selalu melukis alur yang senada pilu di setiap waktu mereka bertemu.

Kadang mereka bosan, maka benak mereka akan bertanya-tanya, "Sampai kapan?"

Tidak ada yang tahu.

Nyatanya Takdir tak sekejam itu, Dia hanya ingin memberi waktu untuk si kedua manusia yang tak pernah menemukan satu jawaban.

Sekali lagi mereka dipertemukan di bawah guyuran bekas siklus alam. Setelah semua ini sekarang mereka berpikir kalau pertemuan itu adalah kutukan.

Biru ... semua biru. Hati mereka pernah membiru.

Si wanita terpekur saat melihat pria yang pernah ia lukai berdiri dengan tatapan janggal. Tidak menyangka bahwa dirinya akan datang bersamaan dengan derasnya hujan. Hanya saja pria itu terlihat lebih siap, karena dia menggenggam payung yang dapat melindungi tubuh tegap itu dari tempaan tetesan air.

Tubuhnya yang ringkih mulai berdesir sebab tak kuasa menahan temperatur udara yang menurun. Pun kaki wanita itu terasa kebas, sudah bagus jika ia masih mampu berdiri. Tidak terlewatkan pula karena hati wanita itu masih ngilu ketika mengingat persoalan yang tidak pernah tandas. Paling tidak sekarang ia sudah menemukan jawaban yang telah ditemukan oleh pria itu lebih dulu. Bukankah ini sebuah kabar yang baik?

Ya, tapi ... andai dia bisa lebih jujur sebelum ini. Bisa jadi Takdir berlaku lebih baik kepada mereka.

Di antara helaian pirang yang turun dan menempel di kulit pipi basahnya nampak bibir pucat yang biasa memberengut tak puas akan sesuatu berubah menjadi senyum kelegaan, walaupun kedua sudutnya tidak tertarik dengan jelas. Wanita itu masih menahan perasaan yang membuncah, meletup-letup oleh keantusiasan samar.

Meski masih biru, perlahan cahaya itu mulai datang. Dia hanya perlu percaya kutukan akan hilang.

Tetesan air dari langit membaurkan likuid asin yang berasal dari kedua netra madu wanita itu. Derasnya hujan menyapu suara-suara yang tak lagi terbendung di hati dan jiwanya. Tiga menit tadi ia berlaku sama dengan langit di atas sana.

Menangis ... kemudian terisak, karena terluka.

Kegelapan pernah mengelilingi, membungkus hati yang sendu, menjadikannya sekuat batu. Berakhir di saat ini, seperti sinar matahari yang menyeruak masuk di antara celah si pekat kelabu, menjadikannya mampu bernapas lega walaupun ada harga yang harus terbayar di balik itu semua. Sekali ini saja, dia akan jujur, demi hati yang terluka. Meskipun tampaknya si hujan masih belum mau memberi petunjuk kapan dia akan berhenti memberikan kesan dramatis di waktu tertentu.

Jadi dia tersenyum, tidak peduli bahwa kedua mata itu sudah terasa perih karena hujan dan tetesan air mata yang tak terhitung, yang jelas kali ini hanya satu yang ia percaya pada pemilik kedua netra hijau yang berdiri di sana. Sekali lagi wanita itu memantapkan diri, membulatkan angan yang telah lama tersapu oleh ketidakberuntungan. Memohon kepada sang pencipta mimpi. Wanita itu juga berusaha meraih tangan si pria yang terulur yang bermaksud untuk memberi pertolongan, membimbing menuju ke sebuah jawaban yang sudah lama ia pelihara demi si wanita yang ia cintai.

Satu kalimat yang keluar dari bibir yang rindu akan ia kecup −lagi dan lagi, cukup membuatnya bertekad tak patah harapan. Cagalli Yula Athha, di bawah guyuran hujan bernuansa biru-kelabu, di hadapan pria itu, memohon dengan iba, terluka ...

"Jangan tinggalkan aku sendiri."

.

.

.

.

.

[My voice, my tears, in this rain maybe washed away, but my heart still believes that it can reach you.

Right now, that's the only wish I have.]

(apatite: End)


Apatite is a dual-action stone, known for its positive use of personal power to achieve goals. It clears away confusion, apathy or negativity, then, stimulates the intellect to expand knowledge and truth, which may be used for personal growth or for the collective good. [Raphaell, 163][Melody, 126][Hall, 62] taken from: crystalvaultsdotcom/crystal-encyclopedia/apatite-blue