Disclaimer: BOBOIBOY belongs to Monsta.

Warning : Cerita gaje , absurd , typo , adegan bunuh-membunuh , rating mungkin kelewat..

AU

The Thing.


"Cepat! Cepat-Cepatan! " arah Taufan sambil menepuk bahu sang penyetir.

Blaze langsung menekan pedal minyak. Tayar mobil berputar laju meninggalkan asap dan bunyi yang membingitkan indera pendengaran. Entah kenapa kayaknya hari ini segalanya terasa nggak menjadi. Bahkan telapak tangannya berkeringat dingin dan menggigil.

"Gila! Ini kenceng amat! ..Woi! Gue belum siap mau mati~" pekik Taufan dengan dada berombak. Taufan menatap horror ke jalanan. Nafasnya naik turun , bersiap-siaga jika ajalnya bakal ketemu di jalan raya.

Gopal di sebelahnya hanya mengeluh berat. Dia berusaha bersikap tenang coba meredakan ketakutan.

Blaze juga bungkam. Matanya tidak lekang dari memerhati jalan di kota yang masih sibuk dengan kendaraan walaupun matahari udah hampir tegak di langit. Walau apa pun dia harus memastikan mereka bertiga sampai ke gudang secepat mungkin. Persetan sama polisi yang membuntuti di belakang. Bagaimana bisa mereka dijejaki secepat itu?!

Namun ia gak akan mengalah. Gak akan.

"Cepetan! Mereka udah dekat tuh!" seru Taufan sambil mengguncangkan bahu Blaze.

Sikap Taufan membuatkan dada Blaze sesak. Rasa amarahnya makin menggila. Ia menyumpah seranah dalam hati. Dalam keadaan yang gawat sebegini , ia terus mengencangkan kelajuan mobilnya semaksimal mungkin. Ia gak bisa berhenti menyetir , tekadnya dalam hati.

"ITU DIA! ITU! ITU!" Taufan teriak-teriak kayak orang lagi kesurupan apabila terpandang sebuah mobil berwarna biru tua sedang menunggu mereka berhampiran gudang.

Bendera merah yang dipajang pada cermin mobil itulah tandanya.

Blaze tidak menunggu lagi. Lantas brek diinjak. Mobil melesat ke tepi tepi pagar. Belum sempat mobil benar-benar diberhentikan , ia membuka pintu. Begitu juga Taufan dan Gopal. Serempak , mereka bertiga terjun dan berlari ke pintu gudang , dimana mobil biru itu diparkir.

Dalam waktu sekejap kehadiran mereka menjadikan kawasan gudang yang sunyi itu gempar.

PANG!

PANG!

PANG!

Tembakan bertalu-talu dilepaskan ke arah mereka dari mobil polisi yang muncul dari sebelah kiri.

Jantung Blaze seperti mau luruh. Beberapa das tembakan tersasar hanya beberapa inci dari tubuhnya. Ia mengerah seluruh tenaganya untuk berlari menuju mobil yang menanti. Begitu juga Taufan yang tidak menoleh sedikit pun ke belakang. Namun semakin dekat Blaze mengejar mobil , ia berfirasat buruk. Sesuatu yang tidak kena.

Blaze memberanikan diri menoleh ke belakang.

'..!'

"GOPAL!" teriak Blaze.

.

.

Sedetik dirasakan terlau lama. Blaze gak nyadar kapan dia berpatah balik ke arah Gopal. Sesedarnya , tangannya terketar-ketar memangku kepala Gopal yang bergelumang darah. Bau anyir darah bercampur keringat memeritkan hidung Blaze. Tubuhnya menggetar hebat. Pandangannya nanar. Dia nggak tega Gopal dibiarin sebegitu.

"Tinggalkan dia!" arah Taufan lalu menyentap lengan Blaze. Ditariknya tubuh Blaze ke belakang.

Sentapan yang kuat itu meyebabkan kepala Gopal terlepas menghentam trotoar. Serempak dengan itu , kedengaran tembakan bertalu-talu dilepaskan semula.

Blaze bangkit. Akhirnya ia berpaling dan mengejar langkah Taufan yang yang udah meluru masuk ke dalam mobil. Sebaik sahaja mereka berdua melompat masuk ke dalam mobil , mobil itu terus memecut laju meninggalkan kota.

Dari dalam mobil yang bergerak pantas , Blaze menatap sayu jasad Gopal yang diangkut polisi. Kaku.

Hari yang cukup malang.

"Laju doang!" pinta Taufan kepada pemandu mobil itu.

Ochobot tidak menggubris permintaan Taufan. Ia menginjak pedal minyak sekuat tenaganya. Mobil biru tua itu semakin jauh melesat meninggalkan Gopal. Sementara itu , pihak polisi tidak berputus asa mengejar mereka.

.

.

.

Dua jam setelah itu...

Sebuah mobil berwarna biru tua memasuki kawasan sebuah mansion tua. Sepi kawasan kediaman yang terbiar itu dipecahkan bunyi bukaan pagar yang berukuran besar. Dua orang pemuda segera menguncinya dari dalam , dan dari mobil itu melompat keluar tiga orang lelaki termasuk Blaze.

"Biar aku yang bilang ke dia," ujar Taufan sebaik sahaja menutup pintu mobil. Tangannya menyentuh tengan Blaze.

Blaze terus menggeleng. Sebagai kepala dalam rancangan itu , dia harus bertanggungjawab kerana Gopal udah tewas. Kehilangan Gopal sebagai ahli juga temannya meninggalkan rasa kosong yang menggerogoti jiwa.

''Nggak usah. Ini tanggungjawabku," tegas Blaze namun lirih. Taufan cuba membantah. Apa pun kata Taufan , Blaze nekad. Dia sendiri yang bakal ngasi tau.

Taufan sudah dianggapnya seperti kakak sendiri , sekaligus sahabatnya selain Gopal. Blaze tahu , laki-laki yang lebih tua dua tahun daripadanya itu merisaukannya saat ini tetapi ia bukan bacul. Ia mahu dilihat kuat. Seperti ahli-ahli yang lain , ia terdidik dengan hati sekeras batu. Tidak gentar bertindak apabila diperlukan , tidak juga gentar menerima akibat walaupun taruhannya mungkin nyawanya sendiri.

Taufan tidak membantah walaupun wajahnya jelas tampak kecewa. Akhirnya ia menunggu sahaja Blaze mendahului langkah. Belum sempat mereka bergerak jauh dari mobil , Fang udah tiba di situ.

Saat ini Blaze kehilangan kata-kata. Direnungnya wajah Fang yang tidak berkelip.

Fang menaikkan alis. Matanya meliar mencari sesuatu.

"Di mana Gopal?" soal Fang berkacak pinggang. Blaze meneguk ludah. Terasa tenggorokannya menyempit seketika. Bibirnya digigit. Nafasnya termengah.

Kelakuan Blaze yang gegabah membuat Fang sempat bingung. Dia mencurigai seseuatu.

'Kali ini apa pula alasanmu?' batinnya.

"Gopal...aku gak nyempat-" ujar Blaze namun terhenti.

"Kami nggak tahu bahawa kita punya pembelot! Tahu-tahu itu orang udah 'memakan' kita duluan!" potong Taufan.

Serempak itu juga sepucuk pistol diacukan ke wajah Taufan , mengisyaratkan untuk diam tanpa mengalihkan tatapan tajamnya pada Blaze.

Spontan , Taufan tidak berani berkutik.

"Fang , aku-!"

Kali ini pistol itu dihadapkan pula ke wajah Blaze. Iris oranye-nya mengecil. Dia dapat melihat dengan jelas , tangan Fang menggetar. Syok , mungkin. Perempatan urat-urat tercetak jelas di kulit wajahnya yang putih. Keringat mengalir membasahi pelipis hingga ke tengkuknya. Nafas hangat antara kesal , kecewa dan amarahnya mengembun di kaca mata yang dipakainya. Namun akhirnya renungan iris almond yang tajam nan menusuk itu membuatkan Blaze mengalah dan tunduk. Ia bersedia dihajar secukupnya.

Kemudian , detik-detik seterusnya bagaikan terhenti. Tidak ada pihak yang berani membuka mulut. Mereka terus menuggu. Blaze juga begitu.

"Pulang." kalimat itu dilontarkan dengan penuh penegasan.

'Beneran? Pulang?' Batin Blaze tidak percaya.

"Kita ketemu lain kali..Tapi awas lo jangan lari dari gue!"

Blaze meneguk ludah. Dilihatnya lelaki bersurai ungu acak-acakan itu melangkah gontai ke arah pagar. Blaze hanya menghantar langkah Fang dengan lirikan mata. Dia tahu Fang teramat marah kerana belum pernah walau sekali pun pria itu menghalakan pistol ke mukanya sehinggalah hari ini. Jujur aja..sebagai ahli yang tidak lagi dianggap amatir sama para ahli atasan yang lain , Blaze berasa benar-benar telah mengecewakan bos dan kumpulannya. Dan apa yang lebih memalukan , dia kecewa kerana dia gak bisa melindungi Gopal.

.

.

.

"INI GAK ADIIILLL..POKOKNYA GAK ADIL BENERAN..!" Taufan merutuk sambil menggedor-gedor meja dengan penumbuknya.

Taufan dan Blaze lagi menikmati sarapan di sebuah warung di ujung kota.

Meja yang bergoyang lalu isi kopi dari cangkir yang tergeletak di atas meja sedikit tertumpah , membuat anak mata Blaze melirik ke arah Taufan , kesal. Alisnya terangkat sebelah , kurang mengerti dengan kata-kata Taufan.

"Seharusnya Fang memilihku untuk rencana itu! Kok Fang ngirim Ejo Jo?!" ujar Taufan sambil menghembus asap rokok.

"Kapan? Apa rencananya?"

"Dua minggu yang lalu. Kok kamu gak tahu soal rencana itu?"

Blaze mengangkat bahu.

Blaze benar-benar nggak tahu soal rencana yang satu itu. Mungkin kerana pada waktu itu dia terlalu sibuk dengan satu tugas di luar negeri.

" Kau tahu tempat yang..yang..ah apa ya namanya?" Taufan cuba mengingat nama tempat yang dimaksudkan.

Blaze dibuat makin bingung.

"Oh iya! Pulau Rintis! Ya itulah tempat yang kumaksudkan," sambung Taufan.

Blaze kaget. Ia terdiam.

Taufan nyengir lalu mengangguk. Langsung ditanya pada sahabatnya itu, " Tahu nggak tempat itu?"

Blaze menggeleng. Laju.

"Ya sudahlah~ Lupain aja , paling-paling besok dapat lagi kok tugas kayak gitu," hibur Blaze. Tembak-menembak orang bukan kerja asing bagi kumpulan mereka.

"Kudengar Ejo Jo dapat wangnya lumayan loh..Dia diupah sama orang kaya!" cerita Taufan.

"Suka hati aja dia mau dibayar sama siapa. Toh , aku gak peduli. Bukan urusanku juga kali," balas Blaze sumringah. Jujur aja , dia juga cemburu..tapi mau gimana lagi?

Ejo Jo udah sering diupah sama orang. Orang kesayangan tiap ahli lagi. Juga rapat sama Fang. Apa-apa hal , dikemukakan pada Ejo Jo.

Makin jemu , Taufan mengubah topik pembicaraan.

"Agaknya apa yang lagi dibuat sama Si Landak Ungu itu?" tanya Taufan sebelum menghembuskan asap rokok.

Kopi hangat yang mulai menyejuk ditinggalkan begitu saja.

"Apa Fang buat? Gila apa?! Gak mungkin ah dia lagi nyempet makan-makan pula kayak kita! Pastinya dia bakalan mengincarku..,"desah Blaze , lirih. Dia juga percaya polisi juga tidak sukar langsung mengesan alamat Gopal yang mempunyai rekod polisi. Yah tepatnya , mereka buronan. Kumpulan mereka pasti dalam bahaya.

Kemudian , perasaannya mulai dihujani rasa bersalah semula.

"Bukan salahmu," bujuk Taufan.

"Aku sepatutnya melindungi Gopal. Itu janjiku. Sekarang , malah maruah kumpulan kita bakal tercalar jika salah satu antara kita bakal tertangkap. Pemimipin anggota seperti Fang masti malu besar."

Lagian juga dahulu Gopal yang pengen bangat menyertai ahli kumuplan Wun Tai. Sememangnya menyerah diri ke polisi adalah pantang mana-mana kumpulan.

"Kerja beginian , nyawa gak punya harga sama sekali. Gopal juga pasti tahu.." ujar Taufan sebelum menggeleng.

Blaze mengangguk. Dia mengakui , kata-kata Taufan itu ada benarnya tetapi kematian Gopal di hadapan matanya masih sukar diterima. Kalau orang lain mungkin tidak sesukar itu tetapi Gopal adalah kawan baiknya.

"Bukan gak pernah ada orang kita tewas sebelum ini. Bersepah , relax brother~" tokok Taufan. Nafasnya dilepas perlahan dan menggeliat manja , melingkarkan kedua-dua lengannya pada bahu Blaze.

Taufan menoleh , digamitnya seorang gadis supaya mendekatinya.

"Halo , sayang~"

Seorang gadis yang bertubuh agak seksi terus datang dengan senyuman manis dan melenggok manja , lantas memeluk tubuh Taufan dari punggungnya.

"Hi Taufan..Mau apa? Hihihi," gadis itu tertawa geli. Taufan sudah lama berkenalan rapat dengan gadis anak pemilik warung tersebut, sebab itu dia selalu ke situ. Bisa-bisa dia diberi diskon lagi.

"Pijit dong~"

Jemari lentik gadis itu kemudian merayap dan memicit bahu Taufan dengan mesra. Taufan tersenyum senang menerima pijitan khas dari gadis itu. Raut wajahnya menunjukkan perasaan yang amat lega.

Sikap Taufan yang sok tenang membuat Blaze makin muak. Dia merasa jengkel. Pemuda itu hanya menganggap Gopal lebih daripada satu nyawa yang langsung nggak punya harga di matanya. Akhirnya dia melemparkan puntung rokok yang diisapnya sejak tadi ke lantai. Diambilnya kunci mobil dan kotak rokok lalu bangun , tetapi tangannya ditangkap cepat oleh Taufan.

"Tunggu woi~ Lagi enak ni," tahan Taufan melemparkan pandangan pada pemuda berkaos merah tanpa lengan itu.

Blaze membalas pandangan Taufan. Yang seterusnya dia mendobrak meja hingga semua yang ada di atas meja itu berantakan. Akibatnya pengangan tangan Taufan terlepas. Dia memandang wajah Blaze yang merah padam.

Blaze mendengus. Dia berpaling lalu meneruskan langkah menuju parkir. Namun sebaik sahaja kakinya menginjak tanah , dia ditegur seorang perempuan yang melihatnya kaget.

"A-Api?"


TBC..

Makasih mau baca~

Ada yang pernah baca ceritanya? Ini inspirasi dari sebuah novel serem yang baru kubaca. Maaf jika ada yang gak jelas. Nanti lanjutannya di chapter depan. Oh dan prolog mengikut novelnya..agak meriding kok. Bisa ku tulis kalau mahu..yah kalau aku kuat..soalnya banyak bloody scenes.

Oh iya~

Mana Gem2 sama Hali? Air? Tenang aja. Mereka bakal kubuat muncul kok. ^^