Eien no Hana

A/N: YAAAHHHHAAA!!!

-kok jadi niru Hiruma?-

Fic iseng-iseng yang gajhe(lagi)dari saia!

Pairing: Straight with OC. Seperti biasa laahh….

Warning: OC, OOC, agak-agak dark fic, gajhe(pastinya), Kanda bashing…. Sementara itu dulu deh.

Disclaimer: -man masih jadi properti Hoshino Katsura-sensei….. Diharap maklum…..


"Terkadang, aku ingin menjadi seperti dirinya.

Perangai lembut bersahaja yang dapat menarik perhatian setiap pria.

Wajah cantik berseri yang senantiasa tersenyum.

Sedangkan aku, apa yang aku punya?

Apa yang aku miliki untuk dapat bersaing dengannya?

Eien no Hana….."


Gadis itu nampak sayu. Sesekali tangannya mengusap pipinya yang kemerahan. Isak tangis masih dapat terdengar dari dirinya.

"Pokoknya aku tak mau kau menjadi Exorcist! Ingat itu!"

Suara pintu dibanting. Gadis berambut biru itu terdiam saja.

"Kakak…."

Suara imut itu mengagetkannya. Cepat-cepat dia menghapus air matanya. Dia mencoba tersenyum di depan gadis kecil berambut hitam itu.

"Ada apa, Reiya?" Tanya gadis itu. Gadis kecil bernama Reiya itu menatap kakaknya.

"Kakak nangis lagi?"

"Tidak, kok. Tidak apa-apa. Besok kita pergi, ya? Katanya Reiya mau jadi Exorcist bersama kakak, kan?"

Reiya tersenyum. "Iya, kak Akira."

Akira, gadis bermabut biru itu, kembali tersenyum. "Sekarang Reiya tidur, ya? Mau tidur dimana?"

"Rei mau tidur sama kakak."

"Ayo, sini…."

Mereka terlelap bersama.


Akira berdiri di depan gedung Black Order. Rumahnya dan gedung Black Order tak begitu jauh, hanya sekitar 500 meter dari rumahnya sehingga dia dan Reiya berjalan kaki.

"Reiya sudah siap, kan?" Tanya Akira sekali lagi.

"Iya, Reiya siap."

"Ayo kita masuk."

Mereka masuk ke halaman Black Order yang nampak tak terurus. Kemudian, pintu langsung terbuka. Mereka berdua disambut seorang pria berpakaian lab putih dengan topi puff putih, juga berkacamata.

"Selamat datang. Kalian pasti Akira Tendouji dan Reiya Sumeragi?" Tanya pria itu.

"Iya."Jawab Akira. "Kudengar dari guruku, Jenderal Cloud, tempat ini akan jadi tempat yang cocok untukku."

"Iya, Cloud-gensui memang sudah memberitahu tentang kalian. Namaku Komui Lee, supervisor di sini, dan yang bertanggung jawab atas pengurusan Innocence di sini. Silakan masuk."

Akira dan Reiya memasuki gedung bernuansa gothic ini, mengikuti Komui yang memimpin mereka.

"Mari, ke arah sini. Kami juga harus memeriksa synchro percentage Innocence yang kau miliki."

"Reiya tunggu disini, ya." Perintah Akira. "Tidak lama, kok."

Reiya mengangguk. Akira mengikuti Komui ke sebuah lift tanpa tutup.

"Reiya itu adikmu?" Tanya Komui.

"Ya. Adik tiriku."

Komui mengangguk-angguk. Kemudian memberhentikan lift.

"Hevlaska, keluarlah."

Lalu, dalam sekejap muncullah makhluk besar tak bermata namun memiliki mulut, dengan tanda salib di dahinya.

"Kita akan segera mulai pemeriksaan." Kata Komui.

"Oh, Exorcist baru lagi, Komui?" Tanya Hevlaska. Komui mengangguk.

"Wahai manusia terpilih, biar kuperiksa synchro percentagemu dengan Innocence yang kau miliki dalam tubuhmu."

"Baik. Aku siap." Jawab Akira lagi.

Hevlaska menempelkan dahinya yang bertanda salib itu dengan kepala Akira. Gadis itu memejamkan matanya, merasakan ada kehangatan yang mengalir ke dalam tubuhnya.

"50…. 60…. 70…. Oh, kembali ke 50…. Ya, selesai."

Akira membuka matanya. "Bagaimana, Hevlaska?"

"Cukup bagus, hampir mencapai 90 persen. Kau takkan terluka karena kau sudah cocok dengan Innocencemu."

"Baiklah. Terimakasih atas kerjamu, Hevlaska."

"Kapanpun kau butuh, Komui."

Kemudian Hevlaska kembali menghilang. Komui membawa Akira turun dari lift.

"Baiklah, itu sekian dariku karena aku banyak pekerjaan. Bila tidak keberatan, adikku bisa mengantarmu berkeliling. Lenalee…."

"Iya, nii-san. Aku disini."

Seorang gadis berambut panjang berwarna hijau pekat dan berseragam Black Order warna hitam dari bahan jersey menghampiri Komui.

"Lenalee, kau bisa kan mengantar penghuni baru kita berkeliling?" Tanya Komui.

"Iya, nii-san. Serahkan padaku."

Lenalee tersenyum ramah pada Akira. "Namaku Lenalee Lee, dan kau?"

"Akira." Jawab Akira singkat. "Bila kau tak keberatan, aku akan mengajak adikku sekalian."

"Silakan."

Akira menghampiri Reiya, kemudian menggandeng tangannya menuju Lenalee.

"Ini adikku, Reiya."

"Hai, Reiya! Namaku Lenalee." Sapa Lenalee ramah pada Reiya.

"Beri salam." Perintah Akira.

Reiya membungkuk hormat.

"Kalau begitu, mari kita pergi sekarang." Ajak Lenalee.

Akira mengangguk.

(Berhubung gedung Black Order itu luas banget dan saia males nulisin secara rinci jalan-jalannya, kita skip aja)

"Ini kamarmu." Lenalee membawa Akira masuk ke sebuah kamar.

"Terimakasih." Akira tersenyum tipis. "Ayo, Reiya."

Akira menggiring Reiya masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.

"Kakak…."

Reiya melihat kakak tirinya itu nampak tertekan. Gadis itu berusaha menahan air mata yang akan keluar.

"Kakak kenapa?" Tanya Reiya. Dia mencoba menatap wajah Akira.

"Kak…."

"Aku tak apa-apa, Reiya. Aku…. Baik-baik saja…."

Akira tak mampu lagi membendung air matanya. Dia menangis di hadapan Reiya.

"Kakak, kakak bersabar saja."

"Sakit, Rei….. Sakit…. Ternyata gadis seperti itu yang akan menjadi sainganku…. Aku…."

Reiya memeluk Akira, mencoba menenangkannya.


Paginya, Akira sudah mengenakan seragam Black Order miliknya. Terbuat dari bahan jersey yang sama. Berwarna hitam, dengan atasan bermodel tube tanpa tali yang pas badan, rok micro mini bergaris perak, stocking panjang warna hitam, ikat pinggang besar yang dilengkapi tonfa strap berwarna putih, dan boots panjang berwarna dasar hitam bergaris merah darah.

Akira mengamati dirinya di cermin. Dia tengah menyisir rambutnya yang panjang itu. Kemudian menatanya kuncir satu diatas telinganya. Lalu dia menambahkan beberapa jepit dengan hiasan salib di samping kuncirannya.

Dia masih menata poni rambutnya. Poni yang dia gunakan untuk menutupi bekas luka di dahinya. Lalu dia mengambil dual tonfa miliknya, menaruhnya di tonfa strap.

"Duluan ya, Reiya."

Akira keluar kamarnya dan langsung menuju kafetaria.

"Akira!"

Akira menoleh dan menemukan Lenalee menghampirinya.

"Ada apa?"

"Aku berpikir, untuk menambah keakraban saja, kita makan bersama, yuk! Dengan teman-temanku."

"Boleh saja, tapi aku pesan dulu."

Akira berjalan menuju ke tempat pesan dan memesan sesuatu kepada Jerry. Setelah mendapatkan makanannya, dia juga segera menghampiri Lenalee.

"Dimana teman-temanmu?" Tanya Akira.

"Itu, disana." Lenalee menunjuk meja di sudut. "Ayo."

Akira mengikuti Lenalee ke meja sudut.

"Mari, kukenalkan. Yang rambut merah, namanya Lavi...."

Akira membeku saat mendengar nama itu. Lavi?

Nama yang sama dengan orang yang pernah mencampakkannya.

"Lavi, ini Exorcist baru...."

Akira masih mematung. Saat orang berambut merah itu menolah padanya.....

Mata Akira dan Lavi sama-sama membelalak. Nampan yang dibawa Akira terjatuh.

"Lavi....??"

"Akira?"

Akira dan Lavi menjadi patung untuk beberapa saat.

"Kenapa kau disini?" Tanya Lavi kemudian. Calon Bookman itu mendekati Akira, mencoba menyentuhnya.

PLAK!

"JANGAN SENTUH AKU!!!" Jerit Akira tak terkontrol. Mata merahnya memancarkan benci yang amat dalam.

"Akira..... Maafkan aku."

"MAAF SAJA TIDAK CUKUP, TAHU!!!! APA KAU MEMIKIRKAN HIDUPKU? TIDAK, KAN? KAU TAK PERNAH MEMIKIRKAN HASH ATAUPUN AKU!!!!!!!!!!"

Akira berlari meninggalkan kafetaria.

"Akira!"

Kantin berhenti sejenak setelah melihat pertengkaran itu.

"Lavi, apa maksud Exorcist baru itu?" Tanya seorang pemuda berambut putih yang diketahui bernama Allen Walker.

"Iya, siapa itu Hash?" Gantian Lenalee yang tanya.

"Hash.... Dia anakku....."

Lenalee dan Allen terkejut mendengar pernyataan itu.

"Berarti, gadis itu...."

"Iya. Dia.... Istriku."


Kyakyakyaa....

Kerja keras bikin chapter gajhe....

Ripiw yah! -ngarep-