*~* A Chance *~*

Presented by Naurovhy

Disclaimer : Naruto Masashi Kisimoto

Rate : T

Warning : AU, OOC, OC, Typo, Ide pasaran, Alur berantakan , Dll

If you don't like? So, don't read! Happy Readimg all

please RnR

Hujan yang terus menetes membasahi bumi tempatnya berpijak kini, seorang gadis berlari, berlari dan terus berlari tak memperdulikan lelehan airmatanya yang menyerupai derasnnya hujan, tak memperdulikan pakaiannya yang melekat erat membuat hawa dingin merasuki tubuh mungilnya. Semua orang memandangnya heran … kenapa ia menerobos hujan? kenapa ia tidak berteduh saja

.

Hinata POV

Mansion Hyuuga itu adalah tujuanku, aku ingin pulang, aku ingin mengatakan segalanya pada Tousan, aku sudah tak sanggup untuk menahannya lagi. Mataku perih karna menangis dan juga terpaan rintik hujan, kakiku seakan mati rasa aku tak dapat merasakan apa yang dipijak, aku hanya tau berlari, berlari dan berlari.

Kini aku sadar aku sudah egois, aku adalah gadis jahat! aku hanya memikirkan diriku sendiri, aku tau ia tak pernah mencintaiku tapi apa yang kulakukan? bukannya mengalah dan mundur, aku malah memaksa Tousan untuk menjodohkan kami berdua, bodoh bodoh bodoh. Aku pantas menerima segala kutukan dari dunia ini.

End Hinata POV

"Hinata-dono, kenapa anda kehujanan?" seorang maid menyapaku, aku tidak memperdulikannya aku terus berlari menelusuri lorong kediaman megah ini, aku ingin segera bertemu Tousan

Sesampainya aku didepan kamar Tousan, aku menagatur nafasku, menghapus airmata yang bercampus airhujan diwajahku, dan mencoba meredam rasa dingin yang menguasai tubuhku, -Tok Tok Tok- aku mengetuk pintu kayu itu

"Masuk" mendapat persetujuan dari dalam aku mulai membukanya dan melangkahkan kakiku kedalam

"Hinata, ada apa? kenapa kau basah kuyub seperti itu?" Hiashi menghampiri putrinya, mengambil selimut dikasurnya dan menyelubungi tubuh gadis itu.

"Tou .. tousan, ada yang ingin Hinata bicarakan" ucapnya sesenggukan

"Yasudah sekarang kau mandi dulu, Tousan tak ingin kau demam nanti" Hiashi menggiring putrinya menuju kamar mandi di kamar megah itu "Nanti tousan akan ambilkan salinan untukmu"

Hinata menganggukan kepalanya dan melakukan sebagaimana perintah ayahnya.

.

"Aku ingin membatalkan pertunanganku dengan Naruto-kun Tousan" Hinata membuka percakapan

"Apa?"

"…" tak mendapat respon Hiashi kemudian mendudukan dirinya di samping putrinya tersebut

"Kau yakin? hm?" ucapnya membelai surai panjang sang putri, cara yang sama yang selalu digunakannya saat sedang membujuk mendiang istri tercintanya.

"Um" Hinata hanya menggumam tidak jelas sambil menganggukan kepalanya, tanpa terasa setetes airmata lolos dari pertahanannya. namun tak luput dari irish bulan kepala klan Hyuuga tersebut.

"Kau bisa menceritakan segalanya pada Tousan-mu ini Hinata, ada apa?" seiring dengan pertanyaan tersebut Hinata tak kuasa menahan isakannya, ia menumpahkan segala kesedihannya di bahu kokoh tousan-nya.

"Kau tau bagaimana perasaanku Sakura" Naruto menundukan wajahnya, ia tak tau bagaimana lagi meyakinkan gadis dihadapannya ini

"Sudahlah Naruto kita tau posisi kita masing-masing" perkataan Sakura lebih dari cukup menjelaskan bagaimana perasaan gadis manis tersebut

"Tapi aku hanya mencintaimu Sakura" Naruto kembali menegaskan argumennya

"Aku tau" jawab gadis dihadapannya lemah, keadaan membuat mereka lemah tak dapat mengikuti kata hati mereka hanya dapat menjalankan segala hal yang keluarga mereka putuskan, hanya menjadi boneka dalam kehidupan mereka.

Hinata membatalkan niatnya menaiki tangga apartemen pemuda yang akan menjadi pendamping hidupnya, tak berniat sedikitpun menunjukan eksistensinya pada pasangan yang tengah bersedih di depan pintu apartemen pemuda itu. Ia sadar ialah penyebab segala kesakitan yang mereka alami, andai ia tidak egois, andai dirinya mampu menerima kenyataan.

Hinata menceritakan segalanya pada pria di hadapannya, pilar kokoh dalam dunianya yang terombang-ambing, penerang dalam segala kegelapan hidup yang dialaminya.

"Kau sudah memikirkannya baik-baik?" Hiashi kembali meyakinkan putrinya, ia akan mengabulkan segala keinginan Hinata, tentu saja. Hanya saja ia mengetahui dengan jelas bagaimana perasaan yang dimiliki putrid suslung ini terhadap putra tunggal sahabatnya, bagaimana Hinata selalu bersemu merah, selalu gugup, salah tingkah dan banyak hal aneh lainnya.

"Iya tousan"

"Baiklah, lusa Tousan akan bicara dengan Minato-san, semoga mereka dapat menerimanya"

"Arigatou"

"Baiklah, sekaran lebih baik kau istirahat"

"Ha'i"

-naurovhy-

"Aku ingin bicara denganmu" Ucap Naruto menatap Hinata setelah ia mendengar apa yang dikatakan ketua Hyuuga itu pada Tousannya

Hinata beranjak meminta izin pada kedua pria yang ada disana untuk berbicara dengan mantan tunangannya tersebut. Mereka berjalan menuju taman belakang kediaman tersebut memutuskan akan membincangkan apapun itu disana.

"Ada apa Naruto-kun?" Tanya Hinata

"Ada apa? –Naruto menaikan sebelah alisnya- Kau yang ada apa?"

"Aku baik-baik saja" jawab Hinata

"Lalu apa yang membuatku meminta hal tersebut pada ayahmu Hinata-dono?"

"Apakah aku melakukan sesuatu yang salah?"

Naruto POV

Oke, aku sudah cukup berbasa-basi, aku tak habis fikir dengan gadis ini, aku rasa saat terakhir kali kami bertemu semuanya baik-baik saja, lalu mengapa secara tiba-tiba gadis ini ingin mengakhiri hubungan ini, walaupun setengahnya aku merasa senang dengan keputusan itu, namun tak ayal juga merasakan rasa janggal yang menggelitik hatiku.

Hyuuga Hinata, dimataku akan selalu menjadi sahabat, gadis kecil nan cantik putri sulung sahabat Tousan. Aku tak pernah menyangka jika gadis tersebut menaruh hati padaku, dan lebih mengejutkannya lagi saat aku mendapati kabar bahwa aku dan gadis itu akan dijodohkan.

Bukannya aku tak menyukainya, jika saja ia datang lebih cepat, jika saja aku mnegenalnya lebih dulu mungkin aku akan menyukainya, namun untuk saat ini dan seterusnya ia yakin hanya irish sewarna batu emerald itulah yang akan mengihiasi mimpi-mimpiku.

End Naruto POV

"Berhentilah bercanda, dan jelaskan apa alasanmu?!"

"Aku tidak sedang bercanda Naruto-kun, aku hanya merasa inilah yang terbaik"

"Untuk?" walaupun samar Naruto tetap dapat mendengar kesedihan pada nada suara gadis itu.

"Kita berdua"

"Aku benar-benar tidak mengerti, aku … bukankah kau yang menginginkan perjodohan ini?"

"Ya, tapi aku telah menjadi gadis egois karna itu, dan kau serta Sakura-san yang harus menerima akibat dari keegoisanku … Gomen" Lirihnya

"Sakura? apa hubungannya dengan dia?" walupun sudah mengetahui kemana arah pembicaraan ini Naruto enggan mempercayainya

"Aku sudah tau kemarin" Ia menunduk, lalu tertawa kecil "Aku berbohong lagi –Airmatanya tumpah- aku sudah tau dari awal bahwa Naruto-kun hanya mencintai Sakura-san, dan aku dengan sangat egois merebut kau darinya" ia membekap mulutnya menahan isakan yang mengancam akan mewarnai penjelasannya.

"Aku sadar tidak akan pernah bisa masuk di antara kalian, tapi aku tetap memaksa aku benar-benar jahat" tak kuasa dengan ucapannya sendiri Hinata berjongkok tak mampu menahan berat badannya

Naruto terpaku, tak siap dengan pengakuan gadis itu. Bagaimana ia bisa tau? ia tak ingin melihat gadis ini bersedih apalagi menangis, ia ingin selalu menjaganya, tapi … saat ini masih pantaskah ia mengatakan hal itu? setelah semua yang dilakukannya yang ada dirinyalah yang menyakiti gadis tersebut.

Naruto tenggelam dalam pikirannya ditemani isakan dari Hinata, seolah menjadi pengiring, symphoni yang menyayat hati. Setelah sadar ia berjongkok dan membawa gadis itu dalam dekapannya, ia tak mampu mengeluarkan penghiburan yang menenangkan gadis itu karana ia tau, segalanya hanya kebohongan, hanya akan membuat gadis itu semakin tersakiti. Terlebih kenyataan yang diutarakan Hinata bahwa dirinya hanya mencintai Sakura.

.

.

7 bulan berlalu sejak kejadian pembatalan tersebut, bagaimanapun masih tetap menyisakan segala hal pahit bagi Hinata, 15 tahun mencintai pemuda itu, selalu berusaha menjadi yang pertama, menjadi yang terbaik, menjadi yang paling berharga bagi sang Namikaze tunggal.

Namun apapun yang ia lakukan, apapun yang ia kerjakan keberadaannya tak akan mampu menggeser sedikitpun posisi Haruno Sakura dalam hati Naruto, sedikitpun tak akan pernah. Hinata sadar, sangat sadar namun hati kecilnya tak dapat dibohongi ia tetap ingin menjadikan pemuda itu miliknya seutuhnya.

"Hinata" suara barithon yang belakangan ini selalu menyapanya.

"Ya"

"Apa yang sedang kau pikirkan" selalu, selalu saja pria ini dapat membacanya dengan sangat mudah, hanya dengan menatapnya, pria itu akan mengetahui segala kecemasannya.

"Tidak ada" tapi Hinata selalu menutupinya, menutupi kenyataan apapun dari pria disampingnya.

Gaara POV

Pernyataan itu, bagaimanapun lembutnya tetap membuat sayatan lebih pada hatiku, masih belum cukup, apapun yang kulakukan selama 6 bulan terakhir tak pernah cukup untuk membuka hati Hinata gadis yang selalu kucintai. Tak pernah mampu memperoleh tempat walau hanya sedikit dalam pikirannya.

Bagiku mengenal cinta berarti mengenal Hinata, memahami Hinata berarti mendalami cinta, Hinata adalah perwujudan Cinta untukku. Sejak pertama kali nama Hinata kudengar itulah saat aku mulai bersahabat dengan Cinta. Hinata adalah cinta pertamaku, satu-satunya wanita yang aku cintai selama 22 tahun hidupku, tak pernah berubah dan tak pernah tergoyahkan, takan pernah selama aku masih menghirup udara di dunia ini.

Namun mengapa begitu sulit, Hinata tak dapatkah kau merasakan sedikit saja perasaanku? tak dapatkan sedikit saja merasakan eksistensi kehadiran ku disisimu? tak pernahkah kau memberiku kesempatan untuk melingkupi hatimu dengan hangatnya cintaku? Kenapa selalu saja Naruto? kenapa selalu pemuda Namikaze itu yang kudengar dalam helaan nasafmu?

Hinata tak dapatkah kau menerima cintaku?

End Gaara POV

"Baiklah ayo pulang" Gaara merangkul bahu gadis itu, Hinata mengangguk dan tersenyum menanggapi perintah sahabat sekaligus suaminya tersebut. Kini ia bukan lagi Hyuuga Hinata, tak ada seorangpun yang memanggilnya 'Hinata-dono' lagi, kini setiap orang yang ditemuinya akan memanggil Nyonya Sabaku.

2 bulan yang lalu, ia meresmikan pernikahannya dengan sahabatnya, teman semasa kecilnya, pemuda yang harusnya Hinata syukuri, yang selalu ada disaat ia membutuhkan, kapanpun dan dimanapun. Hinata sadar dan kini sejak ia mengikrarkan janji setianya pada pemuda itu, ia berjanji pada dirinya sendiri akan menghapuskan nama Namikaze Naruto dan menggantinya dengan Sabaku Gaara.

.

"Hinata kau tidurlah, kau pasti lelah" kata Gaara menatap istrinya

"Kau tidak tidur?" Hinata berkata seraya meniki kasurnya, acara kunjungannya ke rumah lamanya mendapat sambutan sangat meriah. Bagaimanapun juga ia sangat merindukan Tousan dan Imotou-nya tersebut, dan Gaara dengan senang hati meninggalkan segala pekerjaannya di Suna lalu menemani Hinata menjenguk keluargaya.

"Nanti, masih ada yang harus aku kerjakan?" Hinata hanya menatap pemuda itu sendu, kembali membulatkan tekad jika ia akan menjadi Nyonya Sabaku yang sesungguhnya, bahwa ia akan melupakan segala cintanya pada Naruto. Bahwa ia akan membahagiakan Gaara sebagaimana pemuda itu selalu berusaha membahagiakannya.

"Baiklah, Oyasumi Gaara-kun"

"Hn, Oyasumi"

Gaara beranjak menuju meja besar yang ada diruangan itu, megeluarkan laptopnya dan mulai memeriksa pembukuan yang dikirimkan sekertarisnya tadi sore, 1,5 jam berkutat didepan laptop tersebut akhirnya Gaara menyelesaikan segala pekerjaannya, ia mematikan dan menutup laptop itu. Tapi bukan kasur yang ia tuju ia mengambil selimut dari lemari dan beranjak menuju sofa besar yang ada disana, selama 2 bulan menikah tak pernah sekalipun Gaara dan Hinata tidur bersama dalam satu ranjang. Gaara takut, takut Hinata menolaknya, takut Hinata menjauhinya.

.

.

11.30 am

Kini pasangan muda itu berada dalam suatu pusat perbelanjaan, keluarga Hyuuga berencana membuat pesta BBQ nanti malam, dan kini Hinata bertugas untuk membeli segala keperluannya.

"Sudah semua?"

"Um" Hinata mengangguk dan tersenyum manis pada suaminya, saat bangun tadi Hinata merasakan hatinya tercubit melihat suaminya tidur disofa, bukan disampingnya. 'Sebesar itukah rasa cinta pemuda itu padanya? dia memenuhi segala permntaanku bahkan tanpa mendebatnya sedikitpun, hanya mewujudkannya.' itulah pemikiran pertama yang terlintas dalam benaknya.

"Gaara-kun, kau ingin aku memasakan sesuatu untukmu?" pertanyaan itu membuat jade Gaara membulat, sesaat kemudian ia terseyum lembut, senyum yang tidak pernah ia tunjukan pada siapapun, membuat rona merah mewarnai pipi bulat Hinata.

"Tidak, aku tidak ingin makan apa-apa" Hinata mengerutkan keningnya mendapati pernyaan itu

"Kenapa?" lanjut Gaara, ia sedikit tersenyum mendapati reaksi istrinya

"Kenapa kau selalu mengatakan tidak saat aku menawarimu sesuatu"

"Karna aku tidak membutuhkannya" Gaara sangat menyukai moment-moment seperti ini, saat ia bisa berbincang banyak dengan istrinya

"Lalu apa yang kau butuhkan Tuan Sabaku" Hinata kembali tersenyum

"Aku sudah mempunyai Nyonya Sabaku, apa lagi yang kuinginkan?" ucapnya mencubit gemas hidung mungil Hinata

Perlakuan lembut Gaara, sontak membuat beberapa orang yang berada dekat dengan mereka dan kebetulan mendengar percakapan pengantin baru itu berbisik-bisik mengatakan betapa manisnya perbuatan Gaara pada Hinata yang tentu saja berefek dasyat pada jantung gadis indigo tersebut.

"Go-gombal" tukas Hinata dan kembali mendorong troli belanjaannya, Gaara terkekeh kecil melihat tingkah menggemaskan istrinya

Lalu semua moment itu rusak oleh kehadiran seseorang, seorang pemuda berambut Blonde yang selama ini mengisi hatinya, entah ini takdir atau cobaan untuknya, Hinata lantas menoleh kearah kanannya dan mendapati pria disampingnya membeku melihat pemuda blonde itu.

.

"Hinata" sapa Naruto

"Naruto-kun" balas Hinata sopan, lalu seakan tersadar dari keterkejutannya ia menambahkan "Apakabar?"

"Aku baik, kau? –kata Naruto tersenyum- dan siapa dia?"

"Aa, kenalkan ini Gaara-kun suamiku, Naruto-kun" mendengar itu Gaara mengulurkan tangannya

"Sabaku Gaara" Gaara mengulurkan tangannya

"Namikaze Naruto" sambut Naruto mantap, lalu pandangan Naruto kembali mengarah pada gadis didepannya "jadi gossip bahwa kau sudah menikah itu benar?"

"Ya"

"Kenapa sangat mendadak?"

"Apakah ada masalah dengan anda Namikaze-san?" sela Gaara

"Tidak, hanya saja … kenapa semuanya sangat mendadak"

"Tidak ada yang mendadak, aku sudah mengenal Hinata sejak kami berumur 4 tahun, dan aku mencintainya sejak saat itu" ucap Gaara mantap. Pernyataan itu bukannya hanya membuat Naruto terkejut tapi juga membuat Hinata melebarkan lavendernya.

.

Pertemuan mereka dengan Naruto tadi menciptakan suasa yang sangat canggung untuk keduanya, perjalanan pulang mereka diisi dengan kebungkaman yang sangat menyakitkan, seakan menghimpit, menghilangkan udara untuk mengisi paru-paru mereka, berulang kali Hinata menoleh kearah Gaara, namun pandangan pemuda itu terfokus pada jalanan didepan mereka.

Hinata mengerti sangat mengerti perubahan sikap dingin Gaara karna pertemuannya dengan Naruto tadi, apakah Gaara masih belum mempercayainya? apa Gaara masih meragukannya? bagaimana? ia harus bagaimana agar Gaara percaya bahwa Hinata sudah menghapuskan Naruto dalam pikiran dan hatinya.

Sementara Gaara pikirannya berkecamuk dengan segala kemungkinan, rasa takut kehilangan Hinata mendominasi hatinya, membuat kepala berdenyut pening. buku jarinya mengepal erat pada stir hingga warnanya memutih, mencoba meredam kesakitan yang berkecamuk dalam hatinya mengingat cara Hinata memandang pria itu tadi, pandangan yang …. entahlah lah rindu mungkin.

-naurovhy-

Hujan, hujan itu kembali menguyur kota Konaha, hal yang sangat jarang terjadi di Suna tempat kelahirannya, tapi kini bukan hujan yang membuat Gaara khawatir melainkan Hinata yang belum kunjung sampai dirumah, istrinya setengah jam lalu berpamitan hendak mengunjungi suatu tempat dan menolak Gaara antar, dan kini hujan mulai turum membuat kecemasanya membuncah.

"Kau dimana Hinata?" Tanya Gaara melalui sambungan telepon

"A-aku masih di halte dekat pemakanan Gaara-kun, sedang menunggu bis"

"Kau mengunjungi Kaa-san?"

"Ha'i"

"Kenapa tidak bilang? aku kan bisa mengantarmu" protes Gaara

"Aku lihat kau semalam kurang tidur Gaara-kun, gomen"

"Baiklah aku akan menjemputmu sekarang, kau tunggu disana ya"

"Baiklah, arigato nee"

Begitu memutuskan sambungan tersebut Gaara bergegas memasuki mobilnya dan melaju ketempat yang diberitahukan Hinata barusan.

.

"Hai" sebuah suara yang cukup familiar dengan indra pendengarnya menyapanya

"Na-naruto-kun" Hinata terbata, atara kaget dan juga gugup.

"Yo, sedang apa disini?" Naruto menurunkan payungnya dan ikut berteduh bersama Hinata

"Aku mengunjungi Kaa-san, Naruto-kun sendiri"

"Ah, aku rindu Jiraiya Jiisan sebab itu aku disini."

"Souka"

Diam, lalu Naruto memandangi Hinata lama, membuat gadis itu kikuk dan bertanya "Ada apa Naruto-kun?"

"Kenapa kau sendirian? mana suamimu?"

"Gaara-kun sedang banyak pekerjaan, maka aku pergi sendiri"

"Kh, alasan, hal itu tidak dapat kau jadikan alasan untuk sikapnya menelantarkanmu saat ini"

Jujur, Naruto bukannya ingin berkata sinis seperti ini, hanya saja berita pernikahan Hinata belakangan ini, ditambah pembenaran mutlak dari gadis itu mampu membuat Naruto uring-uringan, entah, ia sendiri tak mengerti mengapa perasaannya sangat gundah seperti ini. Bukan cemburu seperti yang ia rasakan saat melihat Sakura bersama pria lain hanya saja, ia benar-benar tak rela mendapati kenyataan bahwa Hinata telah menikah, terlebih dengan orang yang ia tak kenal.

"Em, ba-bagaimana kabar Sakura-san?" Hinata mengalihkan pembicaraan

"Dia baik, kami berencana bertunangan bulan depan" dan kali ini Naruto menyetujui pengalihan pembicaraan tersebut "Kau harus datang"

"Hm, akan aku usahakan"

.

Disisi lain Gaara kembali mendapati keadaan yang sanggup merobek hatinya …. istrinya bersama mantan tunangan gadis itu tengah bersama, menunggu dibawah halte terlebih hanya ada mereka berdua…

Jadi kau bersamanya Hinata? apakah karna pemuda itu maka kau tidak mengajakku? apa kau hanya ingin dia yang menemanimu? kenapa kau melakukan ini Hinata? bukankah aku suamimu? bukankah aku yang seharusnya bersamamu di bawah hujan? kenapa kau menyakitiku sampai seperti ini? mengapa kau menghianatiku?

Gaara tak keluar dari mobilnya memutuskan untuk mengamati apapun yang dilakukan kedua orang itu, walaupun tak mendengar apa yang mereka bicarakan namun gerak-gerik Hinata mampu mendeskripsikan apapun yang ingin Gaara ketahui, tanpa terasa airmata menetes dari jade indahnya, ia menangis dalam diam, kesedihan dan kemarahan berbaur membuat aura yang menyesakan dalam mobil itu. Gaara tak ingin melihat kejadian itu, ia lebih baik buta disbanding harus melihat istrinya, kekasihnya, wanita yang dicintainya harus bersama dengan pria lain, terlebih pria itu adalah satu-satunya orang yang pernah mengisi hati Hinata.

Entah apa yang terjadi, Naruto kemudian kembali membuka payungnya dan beranjak meninggalkan gadis itu, sesaat kemudiaan ponsel Gaara bordering …

"Hn" jawab Gaara datar

"Kau masih jauh Gaara-kun?" terdengar suara Hinata di seberang sana

"Kau sudah selesai?"

" … ya sudah"

"Aku sebentar lagi tiba, kau sendiri?" Gaara memancing

"Baiklah, aku tadi bers-…" tuttt tuttt tuttt Gaara memutus sambungan itu, tak ingin mendengar nama pemuda itu terucap dari bibir Hinata.

… TBC …

*:: Mind to Review ? ::*