Sketch
Disclaimer: Yamaha Corporation
Rated: K+
Warning: typo, cliche, etc
.
.
.
Sketch
.
.
.
Kaito tidak dapat menggambarkan Miku di buku sketsanya.
Dalam kehidupannya, Kaito menggoreskan pensilnya di atas kertas. Putih, bersih, tanpa cela. Goresan halus, sedikit berantakan, kadang tebal menghiasi. Ada serpihan debu dari pensil yang digenggamnya, kemudian ia tiup hingga hilang dari permukaan. Kadang, noda-noda hitam muncul yang membuatnya mendecak kesal. Namun kembali disikapinya dengan riang. Sebab, ia tak dapat berkata-kata, mengungkapkan kebahagiannya ketika garis-garis keabuan ada di buku sketsanya, impiannya, imajinasinya. Ia tak keberatan jika sebenarnya ia berada di titik imajiner. Melewati batas garis horizin dunia. Mengapung-apung di lautan abu-abu, penuh serpihan yang kadang membuatnya sesak. Tak masalah; dia hidup dengan itu.
Maka dunia adalah tempatnya untuk berkreasi. Berimajinasi, tanpa halangan. Suara goresan pensil merupakan musik sehari-hari. Tak terhitung, tak berbatas. Ia akan selalu mencintai; setiap detiknya, setiap detak jantungya. Betapa Kaito menghargai waktu yang Tuhan kepadanya. Waktu baginya untuk merasakan momen euforia saat pensilnya menyentuh kertas. Saat arsirannya terbentuk dengan sempurna. Saat gambarnya dipenuhi dengan gelap-terang. Saat karyanya memiliki arti seni, indah dan sederhana.
Dan nyatanya, perwujudan iru ada di depan matanya.
Rambutnya panjang, diikat dua. Kurva manis menghiasi wajahnya. Ia natural, tak menutupi kekurangannya. Tubuhnya mungil, ringkih. Kulitnya seputih susu, bibirnya ranum. Iris matanya, oh, indah. Elok, bersih, namun sederhana. Pakaian yang dikenakannya berwarna merah jambu, putih, abu-abu, biru, toska; Kaito menyukainya. Tatapannya lembut, jemarinya lentik. Tawanya ringan, dan hatinya bersih. Suci, indah, lembut.
Ketika jemarinya menyentuh tuts-tuts piano yang lembut, maka tak ada yang bisa berbicara. Apakah itu burung yang bercicit, anjing yang menggonggong dan derapan kaki anak kecil yang berlari.
Miku indah, tetapi Kaito tak dapat menggambarkannya di atas kertas.
Ia tak mampu untuk menggoreskan pensilnya. Tak mampu membuat lengkungan halus, arsiara, atau bayangan. Sebab ia terpaku. Pun begitu, ia tetap tersenyum. Ia tak punya waktu untuk menumpahkan imajinya. Tak mapu berjalan lurus di atas garis horizonnya. Tak mampu menenggelamkan diri di lautan pemikirannya yang begitu abstrak; penuh dengan imajinasi dan mimpi. Ia tak mampu. Peralatan gambarnya terbiarkan begitu saja. Kertas sketsanya terbang karena angin, dan Kaito tak peduli. Ia tak ingin peduli.
Sebab gadis itu adalah garis horizonnya. Segalanya. Pendampingnya di dunia nyata dan di dunia mimpi.
Selalu, selalu, selalu begitu.
Hingga ajal menjemput nanti.
.
.
.
The End
.
.
.
Setelah hiatus bertahun-tahun, akibat masuk SMA, akhirnya bisa menulis fict juga :D
Huweee, kangen banget nulis lagi. Tapi apa boleh, inspirasi tak selalu bisa dihamburkan di Microsoft Word #heleh :"v
Pokoknya, senang banget bisa kembali nulis. Udah mau naik kelas dua dan bentar lagi ujian. Semangat yang mau ujian! Semangat juga untuk aku sendiri ! \^o^/
So,
Mind to Review? ;)
