A/N: fanfic yang lahir gara-gara saya kebanyakan baca manga gender bender. Seperti yang tertera di judul, manga ini bertemakan tentang okama, yang artinya laki-laki crossdressing sebagai wanita. Hope you enjoy reading this

Warning: AU, a bit OOC, slight shonen-ai

Main Pairing: NaruSaku

OKAMA'S REPORT

Chapter 1

Welcome to Maid d'Latte's Café

Itulah tulisan yang tertera pada plat merah milik sebuah bangunan cukup besar yang terletak di persimpangan lampu merah dekat pantai, sebuah bangunan yang bergaya eropa kuno yang populer pada tahun 1800-an. Di tempat parkir mobil terlihat banyak mobil-mobil berjajar rapi dengan kerumunan orang-orang. Tempat itu tak lain bernama Maid d'Latte's Café, café yang beberapa waktu ini sangat populer di Konoha, bahkan hampir menyebar ke seluruh kota di luar Konoha.

Suasana hiruk pikuk mengalir dari dalam café. Beberapa pengunjung di antaranya kebanyakan adalah pria. Ada beberapa pria tampak sedang berbincang-bincang dengan pelayan yang sedang bertugas melayani, dan beberapa di antara mereka tampak sedang menggoda atau merayu para pelayan.

Seorang pelayan berpakaian maid berambut blondie dengan dua ponytail di kepalanya, berdiri di ambang pintu masuk café. Sebelumnya ia tampak sedang membenahi pakaiannya. Kemudian terdengar bunyi bel dari pintu masuk, dan pelayan itu langsung membungkukkan badannya, "Kangei no wakai masutou!" dua orang mahasiswa yang baru saja disambut kedatangannya oleh pelayan itu tersenyum lebar.

Pelayan itu lalu mengarahkan tangannya ke sebuah meja kosong, "Silahkan duduk di sana. Nanti pelayan lainnya akan membawakan daftar pesanan untuk Anda," ia tersenyum lebar. Kedua mahasiswa itu memerah dua-duanya, melihat pelayan seramah dan secantik pelayan itu.

Pelayan blondie itu melambaikan tangannya pada seorang pelayan lainnya, memberi isyarat bahwa ia sudah selesai melaksanakan tugas. Setelah temannya menggantikan tempatnya menyambut kedatangan pengunjung, ia berjalan menuju ke toilet. Make up di wajahnya tampak mulai luntur saat ia bercermin di kaca, bahkan wig yang dikenakannya pun sedikit miring. Naruto, alias Naruko, panggilan anak laki-laki itu ketika ia menjadi maid, menghela nafas lelah.

"Hari ini melelahkan sekali…" gumam Naruto sambil membenahi rambut palsunya. Seorang maid berambut raven panjang masuk ke dalam toilet dan menatap ke arahnya. Naruto menyadari ada orang selain dirinya lewat pantulan cermin, langsung membalikkan tubuhnya, "Oh. Kau sudah selesai, Sasuna?"

Maid berambut raven itu melepaskan wignya dan melemparkannya ke muka Naruto, "Diam kau. Jangan berani memanggilku dengan nama itu!" ujarnya gusar.

"Hei," Naruto nyengir lebar, "Kenapa kau tampak kesal begitu? Jangan-jangan…"

"Sekali lagi kau bicara kubunuh kau!" ancam Sasuke—nama asli Sasuna, pada Naruto. Pelayan cantik berambut raven itu kini menjelma menjadi seorang pria tampan berambut jabrik. Raut wajahnya bertambah kesal saat ia melihat Naruto terbahak-bahak sambil memegangi perutnya, "Ini semua gara-gara para pengunjung sialan itu! Mereka mengira aku ini benar-benar wanita, sampai-sampai mereka…" wajah Sasuke memerah sambil memegangi pantatnya.

"Mereka meremas… itumu?" tawa Naruto kembali meledak.

"Ukh! Diam!"

Sasuke mulai meremas leher Naruto sampai pintu toilet terbuka lebar, menunjukkan sesosok pelayan lainnya yang rambutnya diikat ponytail, sedang berdiri di ambang pintu. Wajahnya tampak malas. Sambil menguap ia berkata, "Hei, hei. Kalian, jangan bersantai-santai saja di sana. Kita kekurangan staff, nih. Yakkaina." Naruto refleks melemparkan kertas tisu ke mulut pelayan yang sedang menguap itu.

"Kau yang bersantai-santai, Shikako. Dari tadi wajahmu tampak seperti orang mau tidur terus," kata Naruto kesal. Sasuke mendesah panjang, menyetujui pendapat Naruto.

"Namaku bukan Shikako dan memang aku terlalu malas untuk bekerja hari ini, makanya hari ini aku mengantuk terus." Balas Shikamaru—nama asli Shikako, sambil meludahkan kertas tisu di mulutnya, "Cepat pakai wig kalian dan kembali ke pekerjaan kalian masing-masing. Jiraiya ojou-sama pasti akan marah kalau tahu bahwa kalian hanya santai-santai di sini."

Akhirnya Naruto dan Sasuke mengambil wig mereka dan memakaikannya di atas kepala mereka. Saat Sasuke bergegas meninggalkan kamar mandi, Naruto pun menebur bedak di wajahnya yang diambilnya dari kantung bajunya. Gawat sekali kalau ia tampak acak-acakan saat sedang bekerja. Lalu ia memakaikan lipstick berwarna peach di bibirnya. Ia mematut di depan cermin sambil berpose, "Yak! Perfect!" ia mengedipkan matanya.

Benar.

Maid d'Latte's Café adalah sebuah café yang seluruh staffnya merupakan laki-laki, yang di mana seluruhnya diwajibkan memakai pakaian ala maid atau pakaian wanita tiap kali mereka bertugas. Terkadang tiap ada even tertentu, mereka berpakaian dengan pakaian yang telah ditentukan. Dan tentunya, untuk saat ini, para pelayan memakai pakaian maid bernuansa gothic. Karena banyak orang yang tak tahu akan identitas asli para pelayan di sini, setiap harinya café ini selalu dipenuhi oleh pengunjung, baik dari kalangan usia dan dari laki-laki maupun perempuan, meski yang mendominasi adalah laki-laki.

Karena tak ada yang tahu akan identitas para pelayan di sini, banyak pengunjung laki-laki yang selalu menggodai para pelayan di sini, bahkan sampai melakukan hal yang di luar batas pada para pelayan di sini. Sasuke-lah yang paling sering menjadi korbannya, karena ia dikenal sebagai maid paling cantik. Ia pun berkali-kali dicolek, diraba, nyaris diper*piip*sa oleh pengunjung laki-laki saat Sasuke sedang bertugas membuang sampah. Tetapi ia tetap bertahan, karena ia berusaha mencari uang untuk biaya apartemen bobroknya, apalagi gaji bekerja di café ini cukup besar.

Sedangkan Naruto, ia juga sangat dikategorikan oleh para pengunjung laki-laki di Maid d'Latte's Café sebagai maid paling moe. Untungnya ia tak pernah sekalipun mendapat masalah seperti Sasuke gara-gara penampilannya saat menjadi maid yang kelewat moe. Para pengunjung laki-laki di sini pun biasanya datang untuk meminta fotonya atau sekadar menggoda Naruto lewat kata-kata manis. Terkadang perlakuan pengunjung yang kerap memperlakukannya sebagai seorang wanita membuatnya kesal. Tetapi nasib yang sama dideritanya dengan Sasuke membuatnya tetap bertahan, apalagi ia baru saja menjadi seorang murid SMA tingkat 3, sama seperti Sasuke dan Shikamaru. Hanya dengan pekerjaan ini ia bisa bertahan hidup.

Dan sisanya, Shikamaru, ia sama sekali tidak terlalu dikenali oleh para pengunjung di sini. Biasa-biasa saja malah.

(Di lain tempat, saat Shikamaru sedang melayani pengunjung, ia bersin-bersin.)

"Lalu? Bagaimana menurutmu? Maukah kau berkecan denganku?"

Naruto diam mematung menatap pengunjung di hadapannya, 'Y-yang benar saja… O-orang ini mengajakku kencan? Hei! Aku ini laki-laki!' tetapi sebuah senyuman tetap menggantung di antara wajahnya, "Gomennasai. Saya tak punya waktu untuk berkencan. Bagaimana kalau gantinya saya berfoto dengan Anda?" tawar Naruto.

Pengunjung pria itu memerah dan langsung berseru, "T-tentu saja! Dengan senang hati!"

Naruto pun meminta salah seorang temannya untuk mengambil foto milik mereka berdua dengan ponsel milik pengunjung pria tersebut. Selesai ia berfoto, raut mukanya yang tadinya tampak berseri-seri kini terlihat pucat pasi, "A-aku ingin muntaaaaah…"

Shikamaru yang kebetulan lewat sambil membawakan pesanan menatap Naruto dengan tatapan aneh, "Hei. Jangan berdiri di sana saja. Sekarang kau antarkan pesanan strawberry shortcake dan black tea ke meja nomor 10," perintah Shikamaru tegas, sambil berlalu ke arah meja pelanggan.

Naruto menjulurkan lidahnya dengan kesal, "Ya, ya. Mentang-mentang senior di sini!" ia mengambil pesanan yang dimaksud Shikamaru. Lalu ia berjalan menuju ke meja yang dimaksud. Meja nomor 10. Hmm, Naruto ingat betul letak-letak meja di café ini. Bahkan meja nomor 10, meja yang terletak di dekat jendela besar yang menghadap langsung ke arah pantai. Saat ia berjalan ke arah meja nomor 10, sepasang mata indah berwarna hijau laut menatapnya.

Wajah Naruto berubah merah sedikit. Di hadapannya kini berdiri seorang gadis cantik berambut pink dengan kulit seputih mangkuk ramen—itulah yang ada di bayangan Naruto—dan sepasang mata berwarna hijau emerald. Naruto meletakkan pesanan di atas meja sambil tersenyum seramah mungkin, "Ini pesanannya, Misu, strawberry shortcake dan black tea."

Gadis pink itu tersenyum membalas senyuman Naruto, "Ah, arigatou. Bonapetie," katanya sambil mulai memakan pesanannya. Naruto memerah. Alangkah cantiknya gadis ini! Lalu ia mendengar gadis itu berseru, "Hmm! Enaknya~! Benar-benar enak~! Tak kusangka bisa seenak ini!"

"Syukurlah kalau Nona menyukainya," kata Naruto, masih tersenyum, "Apakah Nona masih ingin memesan makanan yang lainnya?"

"Apakah di sini juga menjual kue dango?" wajah gadis itu tampak memerah malu-malu, "Ah. Tidak! Lupakan saja! Ini kan café-"

"Pesanan akan datang dalam 5 menit," Naruto menuliskan sesuatu di daftar pesanna dan membungkukkan badannya. Gadis itu menatap Naruto dengan tatapan bingung, "Tenang saja, Nona. Di tempat ini kami juga menyediakan kue tradisional Jepang."

Gadis itu hanya mangut-mangut, tanda mengerti. Naruto pergi menuju dapur dan menempelkan pesanan di atas kaca pembatas dekat tempat memasak, "Pesanan untuk meja nomor 10. Kue Dango spesial!" ia tersenyum begitu lebar sampai-sampai matanya menyipit. Ia beruntung juga hari ini, bisa bertemu pengunjung wanita yang secantik itu!

"Kau ini seperti orang gila, senyum-senyum sendiri," suara Sasuke mengejutkan Naruto.

Naruto mengerucutkan bibirnya, "Biar saja! Kau kembali saja bekerja!" ia menendang Sasuke. Sasuke nyaris menjatuhkan pesanan yang dibawanya. Ia menggeram pada Naruto, tetapi ia langsung memasang wajah kaget saat melihat Naruto diam menatap sesuatu sambil tersenyum-senyum. Ia bertambah kaget saat mata Naruto memancarkan cinta. Apa orang ini kesambet atau kesurupan atau kemasukan? Semuanya sama saja.

"Kau sedang melihat apa, sih?" tanya Sasuke bingung.

Naruto langsung melompat dari tempatnya berdiri, "K-kau ini mengagetkanku saja! A-aku sedang tidak melihat apa-apa, kok!"

"Benarkah?" Sasuke menyipitkan matanya dan melihat seorang gadis berambut pink yang sedang duduk menghadap jendela sambil menikmati hidangan. Alisnya sedikit berkerut, "Oh. Begitu rupanya. Kau sedang mengamati seorang gadis ya?"

Wajah Naruto mulai memerah, "BU-BUKAN! Aku bukannya sedang mengamati gadis cantik di dekat jendela itu! Sungguh! Aku hanya melihatnya sa-" ia menutup mulutnya dengan terburu-buru. Wajahnya kian memerah, "K-kau mau bilang apa? Kau tidak percaya padaku, huh?"

"Tidak." Itu yang dikatakan oleh Sasuke. Naruto langsung duduk murung di pojokan. Sasuke mendekati temannya itu sambil melipat kedua tangannya di dadanya, "Kau tahu, kalau sampai ketahuan bahwa kita ini adalah laki-laki, bisa-bisa pengunjung yang berkunjung ke sini menurun drastis," ia berbisik ke telinga Naruto. Naruto merinding mendengar suara Sasuke yang sengaja dibuat berkesan horor, "Dan kalau hal itu terjadi, bisa-bisa kita akan mendapat gaji tidak lebih dari lima ratus yen perhari. Dan kau tahu, kalau gadis itu tahu kau ini adalah seorang crossdresser, pasti ia akan menolakmu habis-habisan."

Sasuke pun berjalan meninggalkan Naruto yang sedang membatu di tempat. Benar juga, kalau hal itu sampai terjadi… Ah! Ia tak mau kalau ia sampai kekurangan uang, bisa-bisa ia dikeluarkan dari apartemennya dan tak bisa membeli makanan. Kalau ditolak oleh gadis cantik itu, pastinya harga dirinya sebagai seorang lelaki hancur berkeping-keping.

"Hei, Naruto. Dangonya sudah siap," Kakashi, chef Maid d'Latte's Café yang juga berpakaian ala maid, menepuk kepala Naruto.

"Uh. Iya," sahut Naruto murung. Ia berjalan ke arah meja nomor 10. Di sana gadis itu hampir separuh telah menghabiskan cake-nya. Naruto mempercepat langkahnya dan menaruh kue dango yang telah dipesan di atas meja, "Ini pesanan tambahannya. Selamat menikmati." Saat ia hendak berjalan kembali ke dapur, tiba-tiba saja sebuah tangan menarik apronnya.

"Arigatou gozaimashita," kata gadis itu pada Naruto sambil tersenyum.

Wajah Naruto kembali memerah. Tanpa sadar ia jadi ikut-ikutan tersenyum, "Tee-hee…"

Naruto terus mengamati gadis itu dari jauh sambil terbayang-bayang akan senyumannya. Gadis yang benar-benar cantik, anggun pula. Naruto menghela nafas. Seharusnya ia tak terlalu mendengar perkataan Sasuke. Toh ia bisa sesuka hatinya jatuh cinta pada gadis manapun. Lamunan Naruto langsung buyar saat ia melihat gadis itu beranjak pergi keluar dari café. Ia pun beranjak dari dapur, "Kakashi-san, aku ingin keluar membuang sampah!"

"Hah? Huh?" Kakashi melongok dari dapur sambil memasang wajah bingung.

***RED***

Naruto menghentikan langkahnya saat ia tiba di luar café. Tetapi ia tak melihat gadis pink itu di manapun, selain para pengunjung yang sibuk mondar-mandir menatap takjub ke arahnya. Naruto tidak mempedulikan tatapan dari orang-orang, ia berlari mengitari café sampai ia terhenti saat melihat sekelompok geng bermotor menghadangnya.

"Hei, manis. Kau mau ke mana?" tanya salah seorang dari mereka yang memakai kacamata.

"Minggir! Aku sedang mencari seseorang!" seru Naruto gusar sambil menepis tangan preman yang mencolek pipinya, 'Kami-sama, kenapa aku harus berhadapan dengan orang-orang seperti ini?'

"Jangan kasar begitu, darling," kata seorang preman lainnya yang berambut botak sambil mengelus bahu Naruto. Naruto merinding, wajahnya pucat pasi, 'Darling? Dia memanggilku darling?' Naruto berjalan mundur. Tetapi pria botak itu mendekat lagi ke arahnya, tepatnya berlari menerjangnya. Naruto memasang kuda-kudanya, hendak meninju pria botak itu, tetapi sebuah suara pukulan menghentikannya.

Pria botak itu terlempar jauh sambil memegangi perutnya, "AHHHHHH!" ia meronta-ronta kesakitan. Teman-temannya yang lainnya berlutut mengelilinginya, "K-kau… beraninya kau meninjuku, gadis sialan!" pria botak itu menunjuk ke arah seorang gadis berambut pink.

Naruto berdecak kaget, "K-kau itu, kan…"

"Kalian! Dasar laki-laki tak tahu malu, beraninya menggoda seorang gadis beramai-ramai seperti ini! Kalian ini benar-benar tak punya harga diri, ya!" gadis itu berdiri di hadapan Naruto, seolah-olah berusaha melindunginya.

Kelompok preman itu berlari menerjang gadis pinkish itu sambil melolong marah. Naruto panik, ia ingin menolong gadis itu, tapi saking bingungnya, ia berteriak keras, "TOLOOONG! POLISI! TOLOOOONG! Satpol PP atau Pak Satpam, semuanya ke sini!" sontak para preman itu berhenti. Mereka berlari ke arah berlawanan.

"Gawat! Kalau ia berteriak sekencang itu, para polisi benar-benar datang ke sini!" seru salah seorang dari mereka sambil menaiki motornya. Para preman itu menghilang di jalan raya.

Naruto terduduk lemas, "Syukurlah," ia menghela nafasnya, "Kalau saja mereka sampai menyakiti seorang wanita, aku tak dapat mema-"

"Kau kan juga wanita," gadis pink itu tersenyum pada Naruto sambil mengulurkan tangannya.

Naruto memasang senyum panik saat menerima uluran tangannya, "B-bukan itu! Maksudnya, gawat sekali kalau mereka sampai menyakiti-"

"Lain kali kau harus berhati-hati kalau sedang berjalan di daerah sini. Terkadang banyak laki-laki hidung belang yang mengganggu gadis-gadis muda yang lewat. Apalagi kalau gadis secantik dan semanis kau ini," kata gadis itu mengingatkan.

'Hei, aku ini kan laki-laki…' gumam Naruto dalam hati, "Ehm, terima kasih atas bantuanmu tadi. Kalau kau tidak datang, pasti riwayatku sudah tamat."

"Kau juga sudah menolongku tadi," kata gadis itu lagi. Ia diam mengamati Naruto lalu berkata, "Hmm? Kau ini sepertinya cewek tomboy, ya. Dari tadi kau memakai kata 'ore', bukannya 'watashi'."

"Haa, i-itu, so-soalnya… Aku hidup bersama banyak saudara laki-laki. Begitulah!" sahut Naruto mencari-cari alasan. Ia langsung mengalihkan pembicaraan, "Ehm, pokoknya aku sangat berterima kasih soal tadi. Boleh aku tahu, siapa namamu?" tanya Naruto.

"Aku? Namaku Haruno Sakura," ujar gadis berambut pink itu sambil tersenyum. Naruto kembali memerah. Manisnya gadis ini, ia juga punya nama yang bagus. Cherry blossom. Tanpa sadar Naruto nyengir bak orang gila. Sakura hanya tertawa sambil menepuk bahu Naruto keras-keras sampai blondie itu terbatuk-batuk, "Kau ini aneh sekali! Reaksimu seperti om-om mesum saat mendengarku menyebutkan namaku! Oh, ya, kau sendiri, siapa namamu?"

Naruto meletakkan jempolnya di hadapan wajahnya sambil berseru senang, "Namaku Uzumaki…" ia terdiam untuk beberapa saat. Bisa gawat kalau ia menunjukkan nama aslinya pada Sakura, "Err… Uzumaki… Naruko? Neko? Neko-mini?" ia jadi kebingungan sendiri.

Sakura menatapnya dengan tatapan bingung, "Yang mana yang benar?"

"Ah! Namaku Uzumaki Naruko! Yeah, yah, itulah namaku!" sahut Naruto akhirnya, "Salam kenal!" ia menjabat tangan Sakura dan mengguncangkannya keras-keras.

"Ya. Salam kenal juga untukmu," kata Sakura, senyuman masih tertata dengan indah di wajahnya, "Hei. Kau masih memakai seragam kerjamu. Apa kau masih bekerja?"

Naruto memegangi pakaian maidnya, "Yah… begitulah," gumamnya, "Oh, ya, Sakura-chan. Maukah kau datang lagi ke café ini? A-aku senang sekali kalau kau mau datang lagi. Soalnya, ehm, café ini jarang didatangi oleh pengunjung wanita," Naruto memegangi mulutnya. Aduh, lagi-lagi ia kelepasan bicara begitu.

Tetapi reaksi yang didapatnya dari Sakura berbeda dengan harapannya, "Kalau mau, aku bisa menungguimu. Bagaimana kalau setelah ini kita pulang bersama-sama dan berbincang-bincang?" tawarnya.

Naruto merasa dirinya seperti melayang, "Tentu saja! Aku akan kembali bekerja kalau begitu! Kau tunggu di sini, ya, Sakura-chan. Aku akan ke sini pukul lima tepat," kata Naruto sambil melirik jam tangannya yang menunjukkan waktu lima kurang lima belas menit. Ia tak perlu menunggu jawaban dari Sakura, karena ia langsung masuk ke dalam café.

***RED***

"Teme, Shikamaru, aku pulang duluan, ya!" seru Naruto sambil sibuk merapikan pakaiannya.

Kedua temannya, Sasuke dan Shikamaru, menoleh ke arahnya sambil sama-sama memasang ekspresi aneh—meski Shikamaru memasang wajah anehnya dengan tampang orang ngantuk. Sepertinya saat ini Naruto kelihatan sangat gembira sehabis membuang sampah. Memang apa serunya membuang sampah? Setidaknya itulah yang ada di pikiran mereka.

"Tumben kau pulang jam segini, Dobe. Memangnya kau ada urusan apa?" tanya Sasuke penasaran. Alisnya terangkat sedikit.

"Dan kenapa kau masih memakai wigmu? Kau tampak…" Shikamaru diam untuk beberapa saat sambil memerhatikan Naruto yang sedang mengenakan jaket trainingnya, "…moe…" Shikamaru memegangi wajahnya yang mulai memerah.

"Ini tak ada urusannya dengan kalian," Naruto nyengir misterius. Lalu ia menatap marah ke arah Shikamaru, "Dan jangan menyebutku moe Shikamaru! Kau sendiri tampak seksi dengan stocking dan skirt berenda-renda itu. Wah, sampai celana boxermu kelihatan," Naruto terkekeh-kekeh.

Shikamaru refleks memegangi skirtnya sambil memerah karena malu, "Jangan melihat ke sini terus!"

Naruto tidak mengidahkan seruan yang keluar dari mulut Shikamaru dan Sasuke. Ia terus berjalan keluar dari café dan berhenti di belakang café, melihat sosok Sakura yang sedang berdiri sambil menyender di pagar. Wajah gadis itu tampak berkilau keemasan gara-gara sinar matahari sore. Naruto mengusap air liurnya, takjub dengan pemandangan seindah itu, "Yo! Naru-chan! Kau sudah datang!" Sakura melambaikan tangannya ke arah Naruto sambil tersenyum lebar.

Sementara itu, Sasuke dan Shikamaru yang dari jauh melihat pemandangan itu hanya bisa ternganga.

"Hei. Kenapa Naruto bisa ada bersama gadis pelanggan yang cantik itu? Apa mereka janjian?" bisik Shikamaru pada Sasuke.

"Sepertinya begitu. Hmm, kata-kataku tidak mempan padanya. Kukira ia akan menyerah untuk mendekati gadis itu…" balas Sasuke. Ia memegangi dagunya yang mulus, "Apa yang terjadi? Kenapa gadis itu juga menerima ajakannya?"

"Gadis itu kalau kulihat-lihat, sepertinya dia itu pelanggan baru di sini. Aku baru melihatnya hari ini," Shikamaru menguap lebar, "Pokoknya kita biarkan saja dia bersenang-senang. Sasuke, kau bantu aku tutup café. Hari ini Orochimaru-sama tidak datang. Merepotkan kalau hanya aku yang menutup toko."

"Baiklah," Sasuke menggeram pelan, "Mungkin besok aku memang perlu ikut membuang sampah supaya hari ini aku bisa beruntung seperti Dobe."

***RED***

"Gomen kalau kau menunggu lama," kata Naruto sesampainya ia di tempat Sakura, melihat Sakura menggelengkan kepalanya. Ia memegangi wignya yang sudah dipasangi jepitan agar tidak bergerak karena sapuan angin, "Jadi, mari kita pulang? Hei, rumahmu di mana?"

"Rumahku tidak jauh dari stasiun kereta, kok," Sakura menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya, "Bagaimana denganmu Naru-chan?"

"Aku harus naik kereta sampai ke stasiun terdekat untuk sampai di rumah," kata Naruto. Ia dari tadi sibuk memandangi Sakura dengan pandangan kagum bak orang mesum—kagum akan kecantikan Sakura sekaligus akan keanggunan gadis pink itu.

Sakura balik menatap Naruto, mendapati si blondie tengah memandanginya, "Kenapa kau dari tadi menatapku? Apa pakaianku terlalu aneh, ya?"

"Ah! Tidak, kok! Justru kau tampak manis sekali dengan pakaian seperti itu!" kata Naruto bersemangat. Ia memegangi hidungnya agar tidak mimisan, melihat pakaian yang dikenakan Sakura. Rok hitam berenda dengan belt berwarna merah yang melilit pinggulnya, long leather coat tanpa lengan dan sebuah syal berwarna merah melilit lehernya. Tidak ketinggalan sepasang boots bertali yang menambah kesan feminin Sakura.

Tepukan Sakura di bahunya membuyarkan lamunannya, "Kau sendiri kenapa memakai pakaian begitu, sih? Seharusnya gadis semanis kau memakai pakaian manis berenda-renda. Bagaimana kalau kapan-kapan kita pergi ke toko pakaian?" seru Sakura bersemangat.

"Hah?" Naruto melompat dari tempat ia berdiri. Matanya berbinar-binar. Baru kali ini ada gadis yang mengajaknya kencan! Tak mau menyiakan kesempatan itu, Naruto memegangi tangan Sakura, "Dengan senang hati Sakura-chan. Kalau bisa, besok hari minggu, sepulang dari café, kita pergi berbelanja. Kebetulan besok kerja part time-ku hanya sekitar 3 jam."

Sakura menepuk tangannya, "Setuju."

Pembicaraan terus mengalir sampai akhirnya Sakura tiba di depan rumahnya. Naruto berdiri mematung di depan sebuah apartemen mewah yang rupanya merupakan tempat tinggal Sakura. Sepertinya gadis itu orang kaya, wajar saja.

"Sampai jumpa, Naru-chan. Hati-hati di jalan. Kalau bertemu dengan orang mesum, lebih baik kau lari atau memanggil polisi saja!" seru Sakura mengingatkan, melambaikan tangannya dari jauh saat Naruto berjalan meninggalkannya.

"Iya, aku tahu!" seru Naruto.

Ia langsung berlari ke arah stasiun sambil menari-nari saking senangnya. Ini adalah kencan pertamanya, kencan pertama seumur hidupnya. Betapa bahagianya ia bisa kencan dengan gadis secantik Sakura! Naruto menghentikan langkahnya di depan kaca etalase toko. Sesaat wajahnya berubah murung, "Ah," ia menghela nafasnya dengan frustasi, "Benar juga. Ini bukan kencan sungguhan. Kenapa aku harus kencan dengan gadis secantik Sakura-chan dengan dandanan seperti ini, sih?" gumamnya marah. Ia menarik wig yang dikenakannya dan memasukkannya dengan paksa ke dalam tasnya.

Tapi tak apalah. Besok adalah hari yang tak bisa dilewatkannya.

***RED***

Pada pagi itu Naruto datang ke café bersama Sasuke. Sahabatnya itu biasanya memang yang paling rajin datang pagi ke café. Tetapi kali ini sahabatnya itu terkejut melihatnya tiba-tiba saja ngotot ingin datang pagi. Padahal biasanya di pagi hari begini ia masih ngorok di ranjang atau masih sibuk menghabiskan ramen instant yang selalu menjadi sarapan hariannya.

"Biar kutebak," ujar Sasuke sambil melirik ke arah Naruto, "Kau datang sepagi ini karena sesuatu, kan?"

"Aih, jangan berburuk sangka begitu, Sasuna!" Naruto menepuk bahu Sasuke.

Sasuke menggeram ke arahnya, "Jangan panggil aku dengan sebutan itu, Dobe!" teriaknya marah.

"Wah, Sasuna marah… Seram…" Naruto mengerucutkan bibirnya.

Sasuke mengusap-usap dahinya sambil menghela nafas frustasi, "Pokoknya, jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Atau kalau tidak, aku akan benar-benar membunuhmu," ancamnya. Lalu tiba-tiba matanya terbelalak sedikit menyadari sesuatu, "Hmm. Lalu, apa yang terjadi antara kau dan pelanggan baru itu? Aku dan Shikamaru kemarin melihatmu bersamanya berjalan pulang. Tidak terjadi sesuatu, kan? Kau tidak membocorkan soal identitasmu, kan?"

"Tentu saja tidak!" bantah Naruto, "Aku hanya mengantarnya, ah, tepatnya kami pulang bersama-sama."

"Kalian cepat sekali akrab."

"Karena sebenarnya kita cukup beruntung menyamar sebagai seorang wanita."

"Aku tetap merasa kesal tiap kali harus memakai baju wanita."

"Kalau kau tidak suka memakainya seharusnya kau berhenti bekerja di sini."

"Lalu aku harus bekerja di mana lagi? Dasar okama sialan."

Naruto membelalak marah, "Siapa yang okama? Kau yang okama! Bahkan sampai kau nyaris diper*piip*sa oleh lelaki hidung belang!"

Sasuke tak mau kalah, "Kau okama! Kau tak pernah tampak keberatan tiap kali memakai pakaian wanita! Aku tahu bahwa sebenarnya kau sangat menikmati saat berpakaian sebagai seorang wanita!"

Mereka saling melempar death glare sampai akhirnya tiba di depan café. Naruto menyipitkan matanya melihat sesosok gadis berambut yang sedang berdiri di depan kaca etalase café. Gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Sakura. Pasti Sakura sedang menunggu kedatangannya. Naruto berlari menghampiri Sakura sambil menyeringai lebar.

"Sakura-chan!" panggilnya berseri-seri.

Sakura menoleh ke arah Naruto. Wajahnya tampak kaget. Saat Naruto berjalan mendekatinya, ia memasang wajah garang, "Siapa kau? Kenapa kau berani sekali mendekatiku?"

Naruto berdecak kaget. Ia lupa bahwa ia tak mengenakan wignya dan tak memakai make upnya. Naruto bisa mendengar suara Sasuke yang sedang mendengus menahan tawanya, "Eh, eh. Gomen. Aku salah orang," katanya akhirnya sambil berlari menjauhi Sakura. Seksama ia melihat wajah Sakura tampak menyeramkan di matanya.

Naruto membanting pintu kamar mandi dan mencuci mukanya. Ia mematut dirinya di cermin. Tadi kenapa Sakura bisa memasang wajah segarang itu saat ia mendekatinya dalam sosok prianya? Dan kenapa Sakura bersikap manis saat ia dalam sosok perempuannya? Naruto menoleh saat ia melihat Sasuke sedang memasuki toilet.

"Kau ditolak?"

"Berisik," ujar Naruto gusar.

Sasuke mengusap bagian tengkuknya dan berdiri di samping Naruto, "Sepertinya ia bersikap berbeda sekali saat kau dalam wujud pria dan wanita."

"Karena ia tak tahu kalau aku ini maid yang berbicara dan menemaninya pulang kemarin," sahut Naruto cepat. Ia mulai mengeluarkan peralatan make up-nya dan wig yang selalu dikenakannya tiap kali bekerja. Ia mulai berdandan. Naruto menoleh ke arah Sasuke saat pria raven itu menatapnya, "Apa?"

"Menurutmu apa yang terjadi kalau gadis itu tahu identitasmu yang sebenarnya?" pertanyaan itu meluncur dari bibir Sasuke.

"Semoga saja ia tak akan pernah tahu."

"Bodoh. Sebuah rahasia suatu saat pasti akan terbongkar. Kau tahu itu, kan?"

"Aku tahu, makanya aku berusaha agar tidak ketahuan."

Sasuke menggeleng pelan. Ia tahu bahwa Naruto tidak tahu dengan keadaan yang sebenarnya dan apa resikonya. Temannya yang satu ini memang berpikiran pendek dan selalu bersikap sesukanya.

***RED***

"Sakura-chan, gomennasai. Lagi-lagi aku membuatmu menunggu," Naruto membungkukkan badannya di hadapan Sakura.

"Sudahlah. Tidak apa. Ini salahku yang ingin datang lebih cepat dari jam yang sudah kau tentukan," Sakura memasang senyum sambil mengusap bagian belakang kepalanya, "Kau masuklah ke dalam. Nanti 2 jam lagi aku akan datang ke sini." Sakura melambaikan tangannya meninggalkan Naruto. Naruto membalas lambaiannya sambil tersenyum tipis.

Si blonde itu menoleh ke belakangnya saat mendengar suara gonggongan anjing, "Akamaru! Kau tunggu di sini sebentar, ya! Aku akan kembali sebentar lagi!" rupanya Kiba, salah seorang maid yang bekerja part time di Maid d'Latte's Café. Naruto mengenal baik Kiba. Dia adalah maid yang bekerja di bagian kasir bersama Hidan-senpai. Ia terkenal sangat senang membawa anjing peliharaannya ke café tiap kali ia bekerja. Pria berambut coklat itu menoleh ke arah Naruto, "Hei. Naruto-maksudku Naruko!"

"Hei, Kiba," sahut Naruto mengangkat tangannya. Ia membungkuk ke arah Akamaru sambil mengusap kepalanya, "Dan kau juga, halo Akamaru. AH!" Naruto berteriak kesakitan saat Akamaru menggigit tangannya, "Kiba! Suruh anjingmu berhenti menggigitiku! Hei! Lepaskan rokku! Ah, rambutku!" Naruto menarik-narik roknya dan rambutnya di saat bersamaan.

Kiba tertawa terbahak-bahak, "Itu artinya dia cukup menyukaimu, Naruko."

"Kalau dia menyukaiku dia tak perlu menggigitiku begini!" Naruto masih berusaha melepaskan dirinya dari Akamaru. Tapi ia terus gagal, "KIBA! Tolong aku!"

"Akamaru, berhenti!" Kiba menyuruh anjingnya. Anjingnya duduk di tempatnya sambil menjulurkan lidahnya. Naruto berjalan menjauhi Akamaru sambil membenahi pakaiannya, "Hei, Naruko, barusan gadis yang kau ajak bicara itu… Dia itu Haruno Sakura, kan?"

Naruto menoleh ke arah Kiba, "Kau mengenalnya?"

"Dia itu bersekolah di sekolah yang sama denganku," kata Kiba memberitahu. Naruto membuka mulutnya. Artinya Sakura bersekolah di sekolah orang kaya sama seperti Kiba. Meski Kiba bekerja sebagai seorang maid di Maid d'Latte's Café, begitu-begitu ia anak orang kaya. Tetapi karena ia orang yang mandiri, Kiba tetap berusaha untuk menghasilkan uang sendiri.

"Lalu? Apa yang kau tahu darinya?" tanya Naruto lagi, memasang wajah penasaran.

Kiba nyengir lebar, "Sepertinya kau tertarik padanya," ia mendekat ke arah Naruto, "Dia itu murid paling terkenal di sekolahku. Kudengar dari para gadis di sekolahku, katanya dia itu putri seorang presdir. Tapi sayangnya, ia sudah punya pacar. Ia memilih murid yang paling populer di sekolahku di antara murid laki-laki lainnya."

Wajah Naruto berubah pucat pasi, "P-pacar…"

"Wah. Gawat, aku harus segera masuk ke café! Baiklah, sampai ketemu di dalam, Naruko!" Kiba langsung menghilang di dalam café.

***RED***

Sakura dan Naruto berjalan beriringan di sepanjang trotoar sambil melihat-lihat pajangan di kaca etalase toko-toko. Sakura tampak tertawa saat Naruto menceritakan beberapa leluconnya. Naruto menghela nafas lega, tak percuma ia pergi bersama Sakura hari ini, meski harus dalam sosoknya sebagai seorang wanita, dan meskipun ia tahu bahwa Sakura sudah memiliki seorang kekasih. Kalau seandainya saja Sakura masih belum punya pacar dan ia bisa berkencan dengan Sakura dengan sosoknya sebagai laki-laki, ia pasti akan merasa bahagia sekal.

Sudah menjadi impian semua lelaki bisa bersama gadis yang mereka sukai!

Mereka berhenti di depan sebuah toko fashion bernama Liz Lisa, "Hei. Lihat, Naru-chan! Itu kan toko fashion yang sedang populer tahun ini! Ayo kita masuk Naru-chan!" seru Sakura kegirangan. Ia menarik tangan Naruto dan menggiringnya masuk ke dalam toko.

Sakura mengambil beberapa pakaian dan menempelkannya ke tubuh Naruto. Ia berteriak senang, "Astaga, Kami-sama! Kau tampak cantik sekali dengan baju-baju ini, Naru-chan!"

"Aku… cocok?" Naruto memasang wajah bingung.

Sakura memberi Naruto sepasang pakaian, "Ini Naru-chan. Pakailah ini!"

Naruto memekik kaget, "Ta-tapi…"

"Sudahlah. Pergi ke ruang pakaian. Aku akan membelikannya untukmu!"

Mau tak mau Naruto berjalan ke ruang ganti. Ia mengintip sedikit, melihat Sakura sedang menunggunya di luar ruang ganti. Ia melihat pakaian di tangannya. Pakaian bermodel lolita dengan hiasan bulu-bulu dan renda-renda, rok mini kotak-kotak di atas lutut dan sepasang boots ringan. Wajah Naruto mendadak berubah pucat pasi, 'Masa aku harus mengenakan pakaian ini?'

"Naru-chan, kau sudah selesai? Bisa kulihat?"

"Jangan masuk!" seru Naruto panik. Ia buru-buru mengenakan pakaian yang diberikan oleh Sakura.

Dalam beberapa menit, ia keluar dari ruang ganti. Ia bisa mendengar suara seruan Sakura dan para pengunjung maupun pegawai toko begitu melihat sosoknya begitu ia keluar dari ruang ganti. Mereka langsung gaduh melihat seorang gadis cantik—itu yang ada di pikiran mereka—bisa berada di toko. Naruto memaksakan dirinya untuk tersenyum, "B-bagaimana? Bagus tidak?"

Sakura berlari menerjang Naruto. Naruto memerah saat ia merasakan dada Sakura menyentuh bahunya, "Astaga! Kau tampak cantik sekali, Naru-chan! Sini, biar aku belikan baju-baju ini untukmu!"

"Lalu, kau sendiri? Kau tak membeli pakaian?"

"Aku sudah membelinya saat kau berada di ruang ganti," gadis pink itu menunjukkan tas-tas belanjaan di hadapan Naruto. Mulut Naruto menganga lebar.

Setelah mereka selesai membayar di kasir, Sakura mengajak Naruto untuk melihat-lihat ke toko-toko pakaian lainnya. Wajah Naruto kembali memerah saat ia merasakan tangan Sakura menyentuh tangannya, kemudian menggenggamnya sehingga mereka saling bergandengan tangan. Naruto rasanya ingin meloncat-loncat saking gembiranya. Ternyata memang tak buruk berdandan menjadi wanita. Selama Sakura berbicara, Naruto menghirup aroma parfum yang dipakai Sakura. Wangi bunga sakura.

"Naru-chan?"

Kembali Sakura memanggil Naruto yang dari tadi memandanginya, "Eh? Ada apa Sakura-chan?" tanya Naruto.

"Bagaimana kalau kita pergi ke restoran di sana? Aku yang akan membayarnya," tawar Sakura.

Naruto mengerutkan dahinya. Tetapi sepertinya Sakura bersikap terlalu baik padanya, "Tidak usah. Kalau mau, kita bayar bagian kita masing-masing. Kau terlalu baik padaku hari ini," katanya saat Sakura hendak memprotes ucapannya, "Aku merasa seharusnya kalau kau tak perlu bersikap sebaik ini padaku. Apalagi kita baru berkenalan kemarin. Aku jadi merasa berhutang budi banyak padamu."

Raut wajah Sakura berubah murung, "Jadi, menurutmu aku ini terlalu berlebihan, ya? Jadi kau mencurigaiku karena aku bersikap baik padamu yang merupakan orang yang baru pertama kali kukenal?"

"Bu-bukan itu maksudku!" seru Naruto panik saat melihat raut wajah Sakura yang murung, "Aku bukannya bilang kau ini mencurigakan atau sebagainya… Aku hanya bilang bahwa kau terlalu bersikap baik pa-" Naruto bertambah panik saat ia melihat mata Sakura berkaca-kaca, "Hei, hei! Jangan menangis, Sakura-chan! Aku hanya…"

"Gomen, ne. Karena aku sangat membenci laki-laki, entah kenapa, aku sangat mudah bersikap ramah dengan anak perempuan," kata Sakura menegaskan, sambil berusaha menahan air matanya, "Tapi sepertinya aku terlalu berlebihan, ya, Naru-chan? Gomen, aku tak akan bersikap seperti itu lagi. Aku hanya kagum padamu sejak aku pertama kali melihatmu di dalam café, makanya kemarin aku memutuskan untuk bertemu dengan-" Sakura menutup mulutnya dan wajahnya memerah.

"Dengan?" Naruto memasang wajah penasaran.

"Denganmu. Kau dikagumi oleh banyak laki-laki di sekolahku, kata mereka kau adalah pelayan yang paling ramah di café dan paling cantik. Saat aku melihatmu, aku pun juga berpikir demikian dan ingin dekat denganmu," ujar Sakura melanjutkan.

Wajah Naruto kembali memerah. Jadi selama ini sebenarnya Sakura sudah mengaguminya, bahkan sebelum mereka bertemu? "A-ano…"

"Kumohon jangan benci padaku kalau aku bersikap seperti orang yang terobsesi begini. Aku hanya mengagumimu dan ingin dekat denganmu…"

"Aku tidak membencimu, Sakura-chan," kata Naruto, "A-aku hanya berpkir bahwa sebaiknya kau tidak perlu bersikap terlalu baik padaku. Aku tidak tahu harus membalasnya seperti apa. Tapi kalau kau mau, sekali-kali kita bisa bergantian saling membelikan satu sama lain. Bagaimana menurutmu?"

Wajah Sakura kembali cerah, "Tentu saja! Kalau begitu, bagaimana dengan restorannya?"

"Ayo kita ke sana. Tapi kali ini kita membayar jatah makan masing-masing, sebagai awal perkenalan kita. Oke?"

Ia berjalan mengikuti Sakura. Ternyata begitu, kenapa Sakura tampak garang saat ia dalam wujud pria dan kenapa Sakura tampak begitu ramah dalam sosok wanitanya. Naruto tersenyum pada dirinya sendiri. Tetapi kemudian wajahnya berubah bingung, 'Sakura kan punya kekasih, tetapi kenapa ia bisa membenci anak laki-laki, ya?'

Kini Naruto dan Sakura hendak menyebrangi jalan raya, di mana di seberang mereka terletak restoran yang mereka tuju. Saat mereka hendak menyebrang, tiba-tiba saja sebuah mobil melaju kencang ke arah mereka. Sakura yang terlebih dahulu menyebrang, tiba-tiba saja tasnya jatuh. Ia masih belum menyadari akan keberadaan mobil itu dan memungut tasnya. Naruto berteriak keras ke arah Sakura dengan panik.

"Sakura-chan!"

Sakura menoleh ke arah mobil dan wajahnya berubah panik. Ia hendak berlari menjauh, tetapi mobil itu sudah ada di dekatnya dalam radius kurang dari semeter. Naruto, dengan reflek menarik tubuh Sakura menjauh dari terjangan mobil. Keduanya jatuh di trotoar. Sedangkan mobil yang nyaris menabrak Sakura barusan mengerem mendadak.

"Sakura-chan, kau tidak apa-apa?" tanya Naruto panik. Ia mengguncang-guncang tubuh Sakura.

Sakura terduduk di atas jalan sambil menoleh ke sekitarnya, melihat kerumunan orang-orang yang mengelilinginya, "Aku tidak apa-apa…" ia menatap wajah Naruto. Naruto langsung menarik wajahnya dari Sakura dengan muka memerah. Dalam beberapa senti saja mereka bisa berciuman! Sakura sendiri hanya mengerutkan dahinya saat Naruto menjauhkan wajahnya darinya.

Tiba-tiba seseorang turun dari mobil yang barusan nyaris menabrak Sakura. Seorang pemuda berkulit pucat, namun memiliki ketampanan yang tak bisa dipungkiri lagi. Ia berjalan mendekati Sakura sambil memasang wajah kaget.

"Sakura? Apa yang kau lakukan di sini?"

Sakura dan Naruto menoleh ke arah pria itu. Naruto menangkap ekspresi dingin di wajah pria itu saat menatap Sakura dan eskpresi marah di wajah Sakura. Kedua orang ini saling mengenal rupanya, "Kalian… Kalian saling kenal?" tanya Naruto bingung.

Sakura memasang wajah marah, "Sai…"

***RED***

A/N: akhirnya chapter pertama selesai! Chapter berikutnya saya akan publish bersama chapter 5 MLMS. Maaf kalau lagi-lagi saya membuat para karakter di sini kelewat OOC dan maaf kalau ada beberapa kalimat dan beberapa adegan yang kurang enak dibaca. Beginilah jadinya kalau seorang author fujoshi membuat fanfic. Read, flame and review! XD

Naruto: gw jadi okama? *bingung*

Sasuke: gw diraep? *pasang death glare ke author*

Shikamaru: kenapa gw nguap melulu, ya? *nguap lagi*

Kiba: gw karakter asal lewat ya… *frustasi*

Sakura: gw kelewat OOC, nih… Kenapa gak ada adegan gw mukul Naruto sih? Dan kenapa bukannya Sasuke yang pacaran sama gw?

RED: hush! Jangan begitu! Yang penting kalian bisa muncul di cerita ini. Ya, nggak, sih?

All character: *bakar author*

Click review button below

I

V