Hm, lucunya di fic ini ada adegan main pingpong, antara Tezuka dan Ryouma. Bagian lucunya, saya buat fic ini sebelum menonton episode Ryouma main ping pong ala tennis...Itu artinya saya sudah memahami karakter Ryoumaditabok? Ah, betapa kuatnya ikatan saya dengan Ryoumadikemplang dan dibakar.


Troublesome Kid with His Troublesome Cat

Disclaimer: Coba saya yang punya Echizen, saya bakal peluk tiap hari seperti boneka beruang. Coba saya yang punya Tezuka, saya minta nikah secepatnya. Coba saya punya Fuji, saya mau pajang dia di pintu kamar jadi boneka selamat datang. Coba tim Seigaku dan cerita Tennis no Oujisama punya saya, dunia kiamat...

Summary: mereka mendapat kesempatan bersenang-senang. Dan akan tetap sesuai visi bila misi sejalan dengannya.

Main Character: Tezuka, yes! That cool captain get the first chance.


Meskipun terancam latihan fisik tiga kali lipat biasanya, lari keliling lapangan dua puluh kali disertai tatapan membunuh Kapten Tezuka, mereka tetap memenuhi sesak ruang ganti mereka yang tidak seberapa luasnya dibandingkan jumlah mereka yang membludak.

"Kalau kalian tidak keberatan," Kawamura menggaruk-garuk belakang kepalanya.

Kikumaru merebut tiket di tangan Kawamura, "Ikut, ikut! Tentu saja mau ikut!"

"Oi, Eiji-senpai!" Momoshiro memandang cemas ke arah temannya, "Bukan hanya kau saja yang mau ikut, semua di sini juga mau ikut." Yang lain mengangguk-angguk setuju.

"Nya, pokoknya satu tiket untukku!" Kikumaru mempertahankan tiket di tangannya.

"Tidak bisa begitu!" Inui menengahi, "tiketnya hanya lima, sementara kita, hampir tiga puluh orang, semua mau pergi."

Fuji tersenyum kalem, "Kalau begitu tidak ada jalan lain lagi."

"Pertandingan," sambung Ryoma dengan senyum paling percaya diri sekaligus paling menyebalkan.

"Ssshhhh-," itu adalah signal setuju dari Kaido.

Tiba-tiba pintu membentang, sosok bayangan tinggi menghalangi cahaya sore masuk ke dalam. Namun semua orang sudah tahu siapa yang datang dengan tampang garangnya. Mereka terpekur membatu.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Latihan sudah terlambat lima menit! Aku tidak akan mengampuni pembangkang! Lari keliling dua puluh kali!"

"BA-BAIKKK!"

Mereka saling mendorong saat keluar pintu. Tanpa menoleh sedikitpun, mereka mulai lari dengan patuh.

Tezuka memandangi teman-teman satu timnya, mengedip sekali, melihat sesuatu di lantai yang tadi tidak dilihatnya.

Ini...

--HF-Smile--

"Sekian, bubar!"

Matahari nyaris tenggelam saat mereka selesai latihan. Segerombolan orang yang tadi terlibat dalam konspirasi kembali berkumpul untuk menentukan tempat dan waktu bertanding.

"Ini terjatuh di ruang ganti."

"Nanti dulu! Kau tidak lihat kita sedang sibuk?" Momoshiro mendengus jengkel pada siapapun yang mengajaknya bicara, "Apa, Echizen? Jangan toel-toel... ..., ECHIz-."

Momoshiro memucat. -Ryoma menepuk wajahnya, 'Bodoh, sudah kuperingati.'-

"Bu...Buchou...," terbata dan gugup menanti akhir ajalnya.

"Kutanya, ini milik siapa?" ekspresi Tezuka tidak berubah sedikitpun, tidak menyadari Momoshiro panas dingin karenanya.

"Eh...Itu milikku," jawab Kawamura, " Kalau mau, kuberikan satu tiket untukmu."

"Ehhh!?" Kikumaru menyela penuh protes, "Tiketnya kan cuma lima! Masa dibagi ke Kapten?"

Tapi setelahnya dia menciut dan langsung bersembunyi di balik Oishi, gosip yang beredar di klub tenis adalah fakta, Tezuka bisa membunuh hanya dengan lirikan.

'Empat tiket lagi,' Ryoma mendesah pasrah seraya menenggelamkan wajahnya dalam bayangan topinya, 'pertandingan akan sangat sengit.'

--HF-Smile--

Lima tiket ke peristirahatan onsen milik langganan sushi toko keluarga Kawamura dimenangkan oleh Ryoma, Kikumaru, Kawamura, Fuji, dan tentu saja pemenang WO, Tezuka. Di sana mereka bisa bersantai sambil berendam sekaligus menginap gratis dengan segala fasilitasnya. Sungguh sesuatu yang menyenangkan di sela-sela kesibukan mereka.

Mereka akan berangkat hari Jumat dan pulang hari Minggu sore.

Di rumah masing-masing orang, mereka sedang sibuk membereskan barang bawaan mereka tepat pada Kamis malam.

Tezuka mengecek sekali lagi barang bawaannya sebelum pergi tidur, lalu teleponnya berdering.

"Kapten? Ini aku Kawamura."

"Ya."

"Besok aku tidak bisa ikut pergi. Aku harus membantu ayahku di toko. Banyak pemesanan untuk resepsi. Aku sudah memberikan tiketku pada Momoshiro."

"Begitu."

"Sampaikan salamku pada yang lain dan selamat besenang-senang!"

Tezuka menggumam mengiyakan. Telepon diputus sesudahnya.

--HF-Smile--

"Pergantian personil?" Kikumaru membesarkan matanya karena Momoshiro yang datang, bukan Kawamura.

Momoshiro tertawa renyah, "Begitulah. Lucky!"

"Kemarin Kawamura meneleponku, katanya dia harus membantu ayahnya," terang Tezuka.

Fuji mengangguk paham.

"Siapapun yang pergi, tidak masalah! Yang penting aku tetap pergi…Mana ochibi kita? Dia selalu terlambat."

Tapi tidak dalam beberapa detik, Ryoma telah muncul di ujung jalan, "Wiz."

Momoshiro tertawa penuh semangat, "Berangkat!"

--HF-Smile--

Tokyo ternyata luas. Bahkan ia menyimpan peristirahatan onsen begitu indah di tengah bangunan-bangunan tinggi menyesakkan. Mereka tidak percaya mereka masih ada di kota yang sama ketika masuk ke dalam rumah itu.

Diawali dari bangunan penerima layaknya rumahan biasa, ditemani kamar-kamar di lantai dua yang mengelilingi taman organik dalam khas Jepang, diakhiri kolam pemandian berbatasan dengan tebing-tebing mini.

Kolam pemandiannya sangat luas, mereka bisa melihatnya dari jendela kamar mereka dan tak henti-hentinnya berdecak kagum.

"Aku mau langsung berendam!" seru Kikumaru, melempar sebagian isi tasnya hanya demi handuknya. Tanpa membereskan lagi, dia sudah lari.

"Tunggu! Aku juga ikut!" Momoshiro menyusul, diikuti Ryoma.

Fuji sedikit tercenung, bahkan ketiga orang itu membiarkan pintu kamar tetap terbuka. Hanya sebentar saja ekspresinya berubah kembali seperti biasa, "Penuh semangat ya, mereka. Bahkan Echizen pun begitu."

Tezuka acuh, tapi Fuji tahu kaptennya mendengarkan, "Apa kita juga tidak sebaiknya segera menyusul mereka?"

"Meong."

Mereka berdua menoleh ke tas Ryoma.

--HF-Smile--

"Memakai yukata sehabis berendam, indahnya hidup!" Momoshiro meregangkan otot-otot tangannya. Handuk setengah basah melilit lehernya. Dalam keadaan ini, tidak ada teman yang lebih pantas selain sake dingin. Mudah saja mencari sake dingin, karena sudah tersedia kemasan kalengnya, dia hanya tinggal memasukan uang koin ke dalam mesin penjualnya, selanjutnya harapannya terkabul.

"Dalam keadaan begini, mereka masih saja 'panas' sendiri."

"Siapa dan apa maksudmu?"

"Kapten dan ochibi kita, itu di sana," Momoshiro melihat arah pandang Kikumaru. Tidak jauh di belakang mereka, sedikit terhalang dinding, ada ruangan ping-pong. Benturan bola plastik itu menggema di mana-mana.

"Aku juga tidak akan kalah dalam ping-pong, Senpai."

"Coba saja, Echizen."

Cukup semenit Kikumaru mengamati rally panjang yang sebenarnya lebih mirip permainan tenis daripada permainan ping-pong –bagaimana tidak? Di ping-pong tidak ada drop shot, backhand, lob, dan sejenisnya kan?-, dia sudah bosan dengan intensitas melebihi kapasitas relaksasinya, "Aku jadi kepikiran Kapten yang mendapatkan tiket tanpa bertanding."

"Memang kau yakin bisa mengalahkannya?"

"Tidak juga sih. Tapi kalau tidak bertanding, tidak pasti hasilnya. Aku kurang puas...Aku kesal," Kikumaru melipat tangannya hingga masuk ke dalam lengan yukatanya yang lebar, duduknya merosot.

Tiba-tiba seringai licik Momoshiro muncul, "Aku punya ide..."

Mereka terkikik-kikik berduaan penuh rahasia.

"Aku dengar lho," Fuji muncul dari balik dinding seperti hantu. Asap mengepul di kepalanya menandakan dia baru saja selesai berendam.

Momoshiro dan Kikumaru bersedekap. Bagaimana kalau Fuji memberitahunya tentang rencana kita? Kita pasti akan mati!

Senyum Fuji lebih menyeramkan daripada biasanya, tidak sepenuhnya literal. Kedua temannya merasakan perubahan atmosfer dari sesuatu yang tidak berubah secara harafiah, senyum Fuji maksudnya. Buktinya mereka bergidik melihat wajah ramah Fuji.

"Aku punya ide yang lebih baik."

--HF-Smile--

Ryouma melangkahi kaptennya, mada mada dane

Tapi usahanya tidak bisa dibilang sia-sia sepenuhnya melihat peluh yang mengaliri pelipis Tezuka.

Mereka berdua lebih mengalokasikan tenaga ke kaki daripada ke mulut. Perjalanan kembali sehening danau yang tenang di awal musim dingin.

"Echizen," tanpa diduga Tezuka mengawali pembicaraan, "apa kau tahu..."

"Apa, Senpai?" Ryouma memandang Tezuka dari sudut matanya.

Sesosok hitam berlari sepanjang lorong ke arah mereka. Bahkan dia tidak mengenakan selopnya, situasi bahaya lebih dari perhitungan, "Echizen, gawat! Karupin hilang!"

Ryouma membelalakan matanya, tidak percaya. Mendengus, permainan anak-anak ini tidak akan mengecohnya, "Karupin?Momo-Senpai, jangan bercanda. Karupin tidak ada di sini. Carilah lelucon yang lebih berkualitas."

Lain dengan Tezuka, wajahnya semakin serius memandang Ryouma, "Momoshiro tidak bercanda. Saat kau keluar untuk berendam, kucingmu keluar dari dalam tas. Fuji yang mengikatnya di kamar supaya tidak kabur. Tapi sepertinya dia berhasil lolos."

Ryouma terhenyak. Tezuka tidak akan berbohong kan? Lain ceritanya kalau hanya Momoshiro yang ngotot. "Ka-Karupin...!" dia gelagapan, melesat secepat kilat.

Ryouma menemui Kikumaru dan Fuji di dalam kamar. Fuji memegang seutas tali, tali yang digunakan untuk mengikat Karupin.

Fuji nampak menyesal, "Echizen, maaf. Tidak sangka kucingmu bisa melarikan diri walaupun sudah diikat."

Nafas Ryouma tertahan-Tezuka dan Momoshiro sampai juga di sana-.Matanya terpaku pada tali di tangan Fuji. Tanpa banyak bicara, dia berbalik dan segera menghilang kembali di ujung lorong.

"Kita harus membantunya mencari Karupin," ucap Momoshiro cemas, "Mungkin kucing itu belum pergi jauh."

Kesolidan mereka diuji.

Telepon genggam Kikumaru berbunyi, "Kikumaru di sini."

Dia sibuk dengan percakapan di telepon, setelah dia mengembalikan teleponnya ke saku tas ranselnya, dia malah sibuk menjejalkan barang-barang miliknya yang lain ke dalam tas, "Gawat! Harus pulang, keponakanku akan melahirkan, tidak ada yang menemaninya!"

"Eh?" yang lain terkejut.

Kalau diingat-ingat, alasan melahirkan populer belakangan ini. Waktu itu Ryouma-BOHONG BESAR-, kemudian Oishi, sekarang Kikumaru.

Alasan paling absurb yang tak dapat dielakkan.

Kikumaru selesai membereskan isi tasnya, dia bangkit seraya menyandang tasnya, "Maafkan aku...Benar-benar maaf...Tidak bisa membantu."

"Apa boleh buat, masih ada kami bertiga," ucap Fuji menenangkan.

Tezuka mengangguk memberi kelonggaran. Kikumaru melewati teman-temannya sambil terus meminta maaf, "Maaf, nanti tolong tetap kabari aku!"

"Jangan buang waktu, hari semakin malam. Momoshiro, ikuti Echizen. Aku akan mencari bersama Tezuka," Fuji mengkomando. Momoshiro mengangguk, dia berlari ke arah Echizen menghilang.

"Bagaimana kalau kita mulai mencari di sekitar taman?"

Tezuka mengangguk, "Ayo."

--HF-Smile--

Keremangan sore sungguh merugikan pencarian.

Tezuka perlu memicingkan matanya benar-benar setiap kali mendengar gemerisik daun bergetar ataupun sosok kecil yang tiba-tiba melompat dari persembunyian satu ke persembunyian yang lain.

"Aku akan memeriksa ke tebing-tebing," informasi Fuji.

"Ya, berhati-hatilah," Tezuka tidak memperhatikan ke mana Fuji pergi, dia berkonsentrasi pada semak-semak yang sedari tadi bergoyang-goyang cemas. Mendekat dengan sangat hati-hati, tidak berniat mengagetkan apapun yang bersembunyi di sana, merendah sedikit dengan membungkukkan badannya, membiaskan matanya segera dengan kegelapan.

Tangannya terulur, siap menangkap.

Yang ada berikutnya seekor kucing melompat. Tapi ciri-cirinya bukan Karupin. Kucing biasa, mungkin kucing liar yang dipelihara rumah peristirahatan ini. Kucing itu menegakan bulunya, menggeram, melemparkan cakarnya dengan defensif.

Tezuka sedikit terlambat menarik tangannya, kulit punggung tangannya mengelupas tertarik kuku melengkung milik si kucing. Setelah puas melukai orang yang dianggapnya berbahaya, kucing itu melompat kembali ke semak-semak.

Tezuka tidak akan panik seandainya saja hanya kulitnya yang terkelupas. Detik yang sama dia mendengar teriakan.

"Fuji!"

Dia tergesa menuju sosok ramping yang terlentang di lembah bukit-bukitan. Merunduk untuk memeriksa, "Kau tidak apa-apa, Fuji?"

Fuji merintih sedikit, mengecek pergelangan tangannya dengan memuntirnya sendiri. Dia tambah meringis, "Sepertinya pergelanganku terluka."

"Biar kulihat," Tezuka menyambar tangan Fuji, memijat sedikit.

Fuji menahan sakitnya, konsekuennya impuls lari kembali ke otaknya membuat keningnya berkedut.

Sedikit warna khawatir yang sempat menebal di wajah Tezuka kembali mengabur hingga tidak pasti, "Mungkin hanya otot. Tulangnya baik-baik saja."

Fuji tersenyum, mengangguk dalam, "Aku terpeleset. Tapi aku masih bisa membantu mencari Karupin."

"Tidak," suara Tezuka tegas, nada kapten yang memerintah, "Sebaiknya kau ke rumah sakit untuk mengeceknya."

"Tapi," Fuji berniat memprotes.

"Dengarkan perintahku," putus Tezuka. Sesaat bertukar pandang dengan temannya. Fuji mengerti, sorot mata Tezuka tidak menginginkan pembantahan lebih lanjut. Ia pun tersenyum seraya menghela nafas, "Kau terlalu mencemaskanku, Buchou. Kalau begitu aku ke rumah sakit sekarang. Aku akan kembali secepatnya."

Orang-orang di sekitarnya, seperti terkena suatu kutukan, satu per satu hilang berguguran dengan berbagai alasan. Kikumaru harus menemani sepupunya yang akan melahirkan, Fuji melukai pergelangan tangannya.

Semoga saja tidak ada yang lain, Tezuka berpikir. Matanya terus mengawasi Fuji hingga masuk ke dalam taxi dan kendaraan itu mulai melaju meninggalkan parkiran onsen.

--HF-Smile--

Sepanjang pencarian, ke manapun itu, Karupin tidak berhasil ditemukan.

Apa mungkin dia sudah lari keluar? Tezuka memikirkan alternatif selama perjalanan kembali ke kamar. Bila dia memang harus keluar dari penginapan, maka dia harus membicarakannya dengan Momoshiro dan Ryouma.

Bunyi geseran halus terdengar ketika pintu dibukanya.

"Wiz," Ryouma, tanpa diduga sudah berada di sana, Karupin tidur malas di pangkuannya.

"Di mana kau menemukannya?"

"Aku menemukannya lari keluar dari sebuah kamar di belakang sana," jelas Ryouma, tangannya mengelus surai Karupin, kucing itu mendengkur senang, "kurasa mencium harum makanan dari sana."

Kucing ini sudah menjatuhkan satu korban. Tezuka mengamati Karupin tanpa rasa bersalah mengibaskan ekornya ketika bertemu pandang dengannya. Pandangan Tezuka kembali ke Ryouma, "Lalu di mana Momoshiro?"

"Momo-Senpai?" Ryouma membalas bingung, "aku tidak melihatnya."

"Kami berpencar. Aku dengan Fuji, Momoshiro menyusulmu. Seharusnya dia ada bersamamu," tukas Tezuka. Ada apa lagi ini?

Ryouma menggeleng, "Tidak. Aku tidak melihatnya sama sekali... ...Bagaimana dengan Fuji-Senpai dan Kikumaru­-Senpai?"

"Eiji pulang karena ada sepupunya yang mau melahirkan. Fuji tangannya terluka saat mencari Karupin di taman, sekarang dia di rumah sakit."

Kalau begitu, di mana Momoshiro?

Keduanya terdiam.

Ryouma bangkit berdiri, "Aku akan ke receptionist, menanyakan apakah mereka melihat Momo-Senpai keluar."

"Kalau begitu aku akan menanyakan pegawai," sambung Tezuka sigap.

Ryouma cuma merenung, memperhatikan Tezuka dengan tatapan ganjil. Tanpa berusaha menyembunyikan seringainya, dia berkata, "Sebaiknya Senpai membersihkan diri dulu. Sebenarnya saat Senpai masuk tadi, aku hampir tidak mengenali...Dan jangan lupa pendarahan di tanganmu." Ryouma berbalik tanpa menunggu reaksi Tezuka.

Langkah-langkah di koridor berstakato lambat. Terlalu tenang untuk mencari orang yang hilang.

Untunglah Tezuka mengindahkan peringatan Ryouma.

Dia tidak pernah melihat dirinya se...Sekucel ini.

Keringat yang sudah membeku membuat otot wajahnya tambah kaku dan menjadi medium sempurna untuk segala jenis debu, mulai dari halus sampai ke agregat yang sedikit kasar-setidaknya bukan batu yang menempel di wajahnya-. Kausnya tampak tambah bernoda karena warnanya putih.

Lalu ada daun kering tersangkut di rambutnya. Mungkin daritadi dia sudah menjadi atraksi menarik tanpa disadarinya.

Sambil berpikir pasrah, dia mengangkat tangannya yang kena cakar. Guratan warna merah gelap meliuk-liuk dan menjalar seperti urat nadi berpangkal dari tiga ceruk cukup dalam di punggung tangannya. Darahnya sudah lama kering, tapi bekas lukanya merah nyala. Kabar baiknya, luka itu tidak membengkak, jadi mungkin belum terjadi infeksi. Setidaknya belum stadium gawat.

Untunglah dia mendengarkan.

--HF-Smile--

Dia sudah kembali ke bentuk muasalnya ketika keluar lagi dari kamar mandi.

Tapi dia tidak bisa bersantai, menikmati teh panas di samping jendela besar yang dibentangkan lebar-lebar sambil menikmati pemandangan onsen malam hari-Tengah malam kalau boleh memperbaiki-.

Ryouma belum kembali, apalagi Momoshiro.

Ke mana semua manusia di dunia ini?

Dia akan segera keluar, tapi sorot matanya bersitegang dengan Karupin. Kucing itu mengatakan sesuatu padanya. Seperti mengatakan, "Aku ikut. Aku tidak mau sendiri."

Diibaratkan lukisan, mereka akan dilebeli dengan judul 'Komunikasi Melewati Batas Logika'.

Dengan pengertian yang dipaksakan-sedikit logika tidak mau kucing ini berkeliaran tanpa sepengetahuan lagi-, Tezuka mengangkatnya, membiarkan kucing itu menggosok muka bundar berbulu di bahunya dengan manja. Karupin mengeong, menandakan dia pun siap berangkat.

--HF-Smile--

Tezuka sampai ke receptionist. Tempat itu sudah kosong melompong. Sangat sepi, tidak ada lagi yang lewat di sana, bahkan pegawai front desk pun sudah tidak ada. Hanya ada bocah laki-laki di sana, tertidur dalam posisi duduk.

Siapa lagi?

Tidak ada yang bisa disalahkan, hari ini terlalu banyak kejadian. Lagipula ini hari pertama mereka ada di sini, masih kelelahan karena perjalanan, ditambah mencari Karupin, dan memusingkan banyak orang. Beban menjadi dua kali lebih berat, mental dan fisik.

Tezuka sendiri pun lelah. Tapi dia tidak mungkin membiarkan juniornya tidur semalaman di lobby.

Dia mencoba menghubungi Momoshiro untuk kesekian kalinya. Selama perjalanan dia sudah menelepon Fuji dan Eiji. Kabar terbaru untuk Eiji dan sinkronisasi situasi dengan Fuji.

Katanya Fuji terjebak macet. Tapi dia akan segera tiba.

Hanya Momoshiro saja yang tidak bisa dihubunginya sampai...

"Ah-Eh, Senpai!" suara Momoshiro gugup di seberang sana. Baru saja Tezuka akan menghentikan panggilan.

"Momoshiro, kau ada di mana?" ingin menaikkan nada suarapun sudah tidak ada tenaga.

"Duh, maafkan aku, Senpai! Aku mencari Echizen terlalu jauh, akibatnya aku tersesat! Tapi sepertinya aku sudah mengenali jalan yang kulalui."

"Echizen ada di sini, kucingnya sudah ditemukan. Kau cepat kembali kemari!" mungkin suaranya terdengar tegang.

"Ba-Baik, Senpai!"

Tezuka memasukan telepon genggamnya ke dalam kantung celananya. Dia memikirkan cara lain selain memanggul Ryouma, termasuk membawa Karupin. Menilik dari tidurnya yang sudah terlalu nyenyak dan wajah tidak berdosa, cara lain tidak mampir di otaknya.

Tanpa mengoceh, mendumal, merutuk dalam hati pun tidak, Tezuka memindahkan Karupin ke dalam jaketnya, di depan dadanya, sementara memanggul Ryouma di punggungnya.

--HF-Smile--

Tezuka tidak terlalu jauh dari pandangan mereka, tapi mereka cukup jauh supaya Tezuka tidak menyadari eksistensi mereka.

Mereka berada di balik perdu rendah, di halaman depan, waktu Tezuka menggendong Ryouma. Selain cekikikan tertahan, mereka sempat mengabadikan imagi paling konyol abad ini, juga potensial berpangsa tinggi.

Senyum lebar Kikumaru tidak pernah sedetik pun absen, "Kikumaru's pictures gallery." Dia baru saja selesai mengambil foto dari sudut berbeda. Dia sudah punya koleksi lengkap yang disebutnya 'foto aib Kapten Tezuka'.

"Ochibi kita memang bisa diandalkan."

"Sebenarnya aku sedikit memasukan obat tidur ke dalam teh yang disediakan di kamar, Echizen pasti sudah meminumnya. Bila tidak, dia tidak mungkin ketiduran di lobby," bisik Momoshiro, sulit sekali mengontrol otot wajahnya agar tidak nampak terlalu senang.

"Kita sungguh keterlaluan. Kalian tidak melihat Kapten sampai acak-acakan karena mencari Karupin," Fuji kedengaran menengahi, tapi senyumnya lebih lebar dari biasanya.

Kikumaru menyikut-nyikut lengan Fuji, menggoda, "Kau sendiri berakting sangat meyakinkan, sampai benar-benar menjatuhkan dirimu sendiri."

"Kalau aku tidak benar-benar terluka, bagaimana aku bisa menyingkir?"

"Oi! Kapten sudah jauh! Sebaiknya kita kembali ke markas. Kita biarkan kapten kita cemas lebih lama."

Mereka bertukar pandang, dua seringai nakal, satu senyum imitasi malaikat menyembul.

--HF-Smile--

"Sampai berapa lama lagi kita harus menunggu?"

"Kita tunggu sampai Tezuka menelepon kita lagi," Fuji membaca jam. Lima belas menit sudah mereka ada di markas.

"Aku tidak menyangka kau kenal dengan pemilik tempat ini," Momoshiro sudah mengguling-gulingkan dirinya di lantai semenjak lima menit yang lalu. Sekarang dia hanya tidur terlentang, kedua tangan memangku kepalanya.

"Keluarga kami sering datang kemari," terang Fuji.

"Rencanamu brilian sekali, aku tidak pernah berpikir membuat Tezuka kerepotan gara-gara junior," Eiji menatap kagum dan penasaran pada Fuji, dari otak cemerlang bisa muncul ide apa saja, termasuk ide usil.

"Kalau kau perhatikan, kau pun pasti tahu. Biasanya kita ini yang sibuk mengurus junior. Apa yang dilakukan Tezuka cuma memerintah dengan muka galak," Fuji tersenyum polos, "apalagi ada Karupin. Memang saat paling tepat untuk mengerjai Tezuka...Kesempatan yang sangat langka."

"Pantas tadi kau lama keluar dari pemandian, sebenarnya kau sedang menyembunyikan Karupin di sini," pencerahan baru mampir di benak Kikumaru, dan dia semakin euforia.

Fuji menjawab dengan senyum Kau-Tahu-Maksudnya.

"Meong."

Ketiganya langsung senyap.

Berpandangan.

Tersenyum ragu, Momoshiro mengatakan, "Kalian dengar apa yang baru kudengar?"

Perasaan mereka tidak pernah lebih buruk daripada ini.

"Aku akan...Periksa," Kikumaru sama ragunya. Tapi tidak ingin terus dilanda firasat buruk.

Fuji terperangah, menjerit tertahan, "Jang-."

Dua puluh senti, pintu terlanjur digeser.

Seekor kucing, berwajah bulat dengan lingkaran warna gelap di sana, berbulu lebat dengan warna yang lebih pastel daripada di kakinya dan wajahnya, menyelundup masuk. Duduk di muka daun pintu, mengeong sekali lagi.

Kikumaru menyentak jatuh, bahkan tidak punya keberanian mundur ke area kedua temannya hanya supaya perasaan berbagi tetap ada, berbagi penderitaan. Dia terlalu terpaku, atau mungkin ada paku yang segera menghujam kaki dan tangannya begitu melihat sosok di hadapannya.

Siluet sesosok jangkung seolah akan menelan mereka ke dasar neraka, menimbulkan tekanan jauh lebih besar daripada berada di pusat gravitasi. Meskipun dia menggendong anak kecil, pemandangan ini sama sekali tidak konyol maupun menggemaskan.

Entah kapten mereka sudah menjadi titisan setan atau –pangkat yang lebih menjanjikan kesengsaraan- raja neraka, yang manapun itu, berapapun nyawa mereka, semua akan dihabisi.

--HF-Smile--

Minggu sudah berlalu, kembali ke kehidupan sekolah dan latihan klub yang normal, tidak secara harafiah integral menyeluruh. Ada minoritas yang harus merasakan anomali.

"Anggota inti yang kusebutkan; Kikumaru, Momoshiro, Fuji, Echizen, lari keliling lapangan dua ratus lima puluh kali! Siapapun berhenti sebelum mendapat izinku, akan merasakan akibatnya!"

Tidak ada dari nama yang disebut mengajukan protes. Minoritas sudah menunggu semenjak akhir pekan tanggal dijatuhkannya eksekusi, yang telah diprediksi secara akurat tanpa ilmu nujum maupun astronomi, bertepatan dengan hari ini.

"Lain kali aku tidak mau mengerjai kapten lagi," Kikumaru nyaris berlari sambil nangis.

"Aku juga tidak jadi menyebarkan foto-foto kapten, aku merinding kalau kapten tahu fotonya tersebar," Momoshiro sudah membayangkan dirinya berlari dari Hokkaido sampai Kyushu.

Fuji cuma tertawa ringan, "Makna yang kusimpulkan, berani berbuat, berani menerima akibat."

Momoshiro dan Kikumaru menjengit menatap Fuji, tidak bisa berkomentar.

"Lalu kenapa aku juga harus lari?" Ryouma bertanya-tanya heran sekaligus jengkel. Seingatnya dia tidak terlibat dalam kolusi apapun.

"Jangan melambat! Lari lebih cepat!" seru Tezuka dari garis start.

"BAIK!" keempat orang itu menambah kecepatan dengan sangat patuh.

"Cih, apa-apaan mereka? Porsi mereka dibedakan dari anggota inti yang lain?" Kaido berkomentar pedas. Oishi menanggapi, "Semenjak mereka pulang dari onsen kemarin, Kapten Tezuka menjadi sangat tegas pada mereka."

"Mungkin mereka terbakar semangat pertandingan?" Ryuzaki-Sensei ikut berspekulasi.

Inui menghampiri Tezuka, "Tezuka, sebenarnya apa yang ingin kau lakukan? Mereka bisa cidera kalau berlari sebanyak itu."

Sorot mata Tezuka sudah menjawab pertanyaan Inui, bahkan cukup menciutkan otaknya hingga tidak akan ada lagi yang muncul.

"A-Anggap saja aku tidak tanya," Inui terbata, lalu mundur perlahan-lahan sebelum kabur.

--HF-Smile--

Author's note : My very first TeniPuri Fiction! Yey! Jangan berharap menemukan yaoi di sini…Masih cerita pembuka, baru hint-hint kecil…. Ide ini muncul setiap kali melihat Tezuka yang bossy-biarpun tetap keren!-dan galak dan berpenampilan perfek! Saya sedikit ingin mengacak-acak image sempurnanya…Silakan bayangkan Tezuka yang mukanya cemong tanah dan debu, di rambutnya banyak nyangkut dedaunan dengan ekspresi kaku seperti biasa…HA!drool with fun. Lanjut lagi, Tezuka yang bawa kucing di jaketnya, sambil gendong Ryouma this one make mah nose bleeding. Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya menunjukkan sisi baiknya si bos, ternyata dia perhatian sama juniornya!

Saya juga senang menunjukkan sisi absurb nan keji Fuji. Kalau ingat episode TeniPuri Chibi, ada satu episode yang Fuji mencoret foto Mizuki-orang yang sudah menyiksa Yuuji- dan Ryouma-saingan-…hahahaha, brother-complex, pendendam, maniac! Seharusnya kosakata itulah yang menggambarkan Fuji, bukan malaikat, penuh senyum, baik hati nan penyayang….di higuma otoshi.

Terakhir, saya mendedikasikan fic ini untuk kembali berduo, Kikumaru dan Momoshiro. Meskipun pasangan sampai mati Kikumaru adalah Oishi, tapi senang juga waktu mereka berganda.

C ya in next chap!