Yah, akhirnya bisa update lagi XD

Kali ini cerita yang sudah lama tapi kupost setelah revisi :v

Karena sudah selesai, jadi update nya 3 hari sekali XD

Silahkan dibaca ya XD


"Serial of Life"

.

.

Genre : Mystery, Drama .

Disclaimer : VOCALOID/UTAULOID/FANLOID's Production that's involved in this FanFic is not mine.

Chapter 1 : Unbelievable Feeling.


Normal POV

.

Dunia yang cerah. Mentari bersinar dari timur ke barat membuat seluruh warna terlihat sangat jelas. Lekukan senyum cerah tertera pada raut muka setiap orang yang berlalu lalang. Kicauan burung nan merdu mengiringi segala kegembiraan masyarakat. Irama ketukan sepatu di sepanjang jalan juga ikut memerdukan keceriaan pengguna jalan itu.

Bagaikan semua masalah yang berubah menjadi debu. Begitu bahagianya sampai melupakan masalah yang mereka miliki.

Tapi, tidak semua kota akan merasakan keindahan dan kedamaian bagaikan surga. Di Pulau Hokkaido, terdapat kota kecil yang jarang memiliki pengunjung dari luar kota atapun luar pulau. Dulunya, kota itu adalah salah satu kota paling menarik banyak perhatian orang dengan sungai besar yang mengelilinginya. Namun, sesuatu yang mengerikan menimpa kota kecil itu.

Serial Killer, seseorang dengan niat membunuh tanpa belas kasih sedikitpun. Di kota itu hanya ada satu pembunuh berantai, namun pembunuh itu bukanlah seseorang yang bisa diatasi oleh polisi atau tentara seperti biasanya.

Menurut seluruh berita, siapapun yang menghalangi jalannya akan dibunuh secara sadis. Tercatat, hampir lebih dari tiga puluh orang telah ia bunuh. Dua puluh diantaranya adalah polisi dan tentara yang menghalangi jalannya.

Seiring beredarnya berita itu, masyarakat sekitar mulai dilanda kepanikan hebat. Alunan suara yang merdu berubah menjadi sekumpulan teriakan histeris. Perasaan takut akan kematian mengguyur seisi kota. Irama detukan sepatu menjadi sangat kacau.

Masyarakat beramai-ramai lari keluar dari kota mengerikan itu. Saling mendesak pun tidak bisa dihindari karena banyaknya populasi. Saling menabrak pun juga menambah kekacuan di kota itu.

Namun pelarian itu berubah menjadi tragedi yang mengerikan. Hampir semua orang yang ingin melarikan diri itu terbunuh dengan sadisnya. Beberapa ledakan muncul di beberapa jalur pelarian juga.

Di salah satu jalur pelarian dihadang oleh pembunuh berantai itu sendiri. Transportasi yang biasa digunakan juga ikut diledakan oleh bom. Bukan hanya di bagian bus, di bagian kereta api dan pesawat juga ikut diledakan. Semua jalur telah ditutup oleh satu orang yang sangat berbahaya.

Masyarakat semakin diguncangi oleh ketakutan. Berusaha lari pun akan berdampak kematian lebih cepat. Pembunuh berantai itu lebih cerdas dari orang lain. Merencanakan mendahului orang lain dan menyelesaikan tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

Orang-orang mulai mencemaskan diri mereka sendiri. Jalan kehidupan mereka menjadi sangat terbatas. Ekonomi penduduk setempat juga terbilang minimun. Dan satu-satunya cara agar kehidupan di kota itu kembali normal adalah dengan mengungkap siapa pembunuh berantai itu.

.

.

.

Sudah satu tahun berlalu sejak tragedi pelarian itu. Dari satu tahun, jumlah korban dari pembunuhan berantai itu mencapai lebih dari tiga ratus orang. Tidak termasuk korban dari tragedi pelarian itu.

Menurut berita yang dikabarkan, setiap harinya akan ada seseorang yang dibunuh. Terkecuali pada hari Minggu. Belum ada kepastian dari polisi juga mengapa di hari Minggu tidak ada orang yang terbunuh.

Di setiap aksinya, terdapat sebuah coretan menggunakan darah sang korban. Banyak yang menganggap coretan itu hanyalah iseng saja. Tapi ada juga yang menganggap itu adalah pesan dari sang pembunuh itu.

Dalam pesan itu, belum ditemukan latar belakang dari aksinya dan alasan dibuatnya pesan itu. Bahkan polisi yang katanya bisa meringkus berbagai kejahatan belum menemukan sedikitpun celah. Sampai-sampai melibatkan masyarakat untuk ikut memecahkan misteri itu.

"Jangan ceritakan kejadian gila itu lagi. Sudah puluhan kali kau menceritakannya," geram Gumiya di bangku kelasnya.

Megpoid Gumiya, siswa kelas 2-B SMA Gukouko yang saat ini sedang dilanda kebosanan. Rambut hijau daunnya seakan-akan membuatnya terlihat cerah. Namun tatapan lesu iris emerald-nya membuat kecerahannya luntur. Bukan hanya kali ini Gumiya terlihat lesu, hampir kesehariannya hanyalah bermalas-malasan. Sampai-sampai ketakutan akan pembunuhan itu tidak bisa menyelimuti dirinya.

"Ayolah Gumiya, bersemangatlah untuk memecahkan misteri pembunuhan itu," sahut Kaito, sahabat Gumiya sejak kecil.

Shion Kaito, sahabat Gumiya yang duduk di kelas 2-A. Tampang cerianya selalu mendukung Gumiya untuk selalu bersemangat. Surai biru cerah dan iris Sapphire-nya membuat keceriaannya disukai oleh para gadis di sekolah.

Tidak seperti Gumiya, Kaito tidak pernah ingin bermalas-malasan di sekolah ataupun di rumah. Semangat hidupnya seakan-akan menganggap kematian akan datang kapan saja.

"Meski hadiahnya jutaan, itu tetap tidak akan membuatku bersemangat," balas Gumiya membersihkan mejanya dan bersiap pulang.

"Oh! Mau pulang?"

"Tentu saja. Aku tidak ingin membuat Rin menunggu terlalu lama," setelah mengucapkan itu, seketika mimik muka Kaito berubah drastis.

"He~ jadi sudah waktunya untuk menjadi siscon kah?" sindir Kaito dengan senyum aneh.

"Lebih baik daripada memburu orang misterius," balas Gumiya menarik tasnya.

"Oh! Sebelum itu..." Kaito menggeledah tasnya dan mengambil sebuah foto, "ambil ini!" kata Kaito menyerahkan foto.

Gumiya mengambil dan melihati foto itu. Foto itu berisi kode terakhir dari sang pembunuh berantai itu. isi kode itu adalah:

NO.326

96KN

LE 'ZWANG' 14

K.O

"Sudah kubilang, aku tidak butuh kode ini," Gumiya menggeram lalu melemparkan foto itu ke Kaito.

Gumiya pun memulai langkahnya meninggalkan sahabatnya. Sebelum mencapai pintu kelas, Kaito sempat memperingati Gumiya untuk segera pulang. Gumiya meliriki tatapan Kaito yang sangat serius itu. Tidak bisa Kaito menatap Gumiya seperti ini. Biasanya akan ada lekukan senyum meski sedikit. Tapi kali ini lekukan itu terbalik. Gumiya tidak membalas perkataan itu lalu pergi begitu saja.

Sore pun tiba. Gumiya masih berjalan menyusuri gang-gang perumahan. Sesekali ia harus melewati jalan raya untuk sampai rumah dengan cepat. Begitu sampai di jalan raya, Gumiya teringat soal perkataan Kaito begitu melihat minimarket di seberangnya. Namun perkataan Kaito begitu bertentangan dengan permintaan adik iparnya, Kagamine Rin.

Sebelum berangkat sekolah, Rin sempat menitipkan pesan untuk membeli beberapa roti tawar beserta selai kacang kepada Gumiya karena persediaan di rumah sudah habis. Awalnya Gumiya ingin menolak. Tetapi karena Rin memaksa, Gumiya mau tidak mau harus menuruti perintah adiknya.

Pikiran Gumiya menjadi sangat kacau. Ia tidak tahu harus mengutamakan perkataan sahabatnya atau adiknya. Ketakutan akan keputusan yang salah membuatnya harus berpikir melebihi biasanya.

Di akhir pemikirannya, Gumiya memutuskan untuk mengirim pesan kepada Rin agar mengunci semua pintu. Begitu selesai mengirimkan pesan, Gumiya segera masuk ke minimarket untuk membeli kebutuhannya.

"Selamat datang,"

Di dalam minimarket itu, tidak ada pengunjung kecuali Gumiya sendiri. Hal seperti ini sudah sering terjadi ketika Gumiya datang di waktu sore. Sepi pembeli. Alasannya cukup sederhana, takut akan kegelapan. Kebanyakan, penduduk setempat memilih untuk berbelanja di pagi atau siang hari. Sore hari adalah waktu dimana mereka harus menyembunyikan dan mengunci diri di dalam rumah.

Gumiya merasakan hawa buruk akan terjadi. Secepat mungkin ia mengambil roti tawar dan selai kacang lalu membayarnya di kasir. Tampang Gumiya memang tidak terlihat panik, namun dalam hatinya dipenuhi oleh perasaan khawatir soal perkataan Kaito beberapa waktu yang lalu.

Saat di kasir, Gumiya melihat gadis seumurannya dengan surai pink agak keputihan. Sudah pasti kalau gadis itu adalah penjaga kasir. Tapi baru kali ini Gumiya melihat seorang gadis yang berani bekerja di waktu malam.

"Kau terlihat tidak takut sama sekali," sapa gadis kasir itu.

"Begitulah," balas Gumiya sangat dingin.

Gadis kasir itu melihati Gumiya dari atas sampai bawah lalu kembali ke atas lagi. Tatapan mata gadis itu begitu aneh. Bahkan hampir menyamai Kaito waktu itu, "Apa kau mengkhawatirkan sesuatu?" ujar gadis itu diselangi memasukkan roti tawar dan selai kacang yang Gumiya beli ke dalam kantong plastik.

Gumiya terkejut. Seorang gadis di awal pertemuannya bisa tahu apa yang saat ini ia rasakan. Gumiya berusaha mengelak. Tapi tatapan gadis itu membuatnya harus mengatakan apa yang ada di benaknya. Gumiya melirik ke arah tanda pengenal gadis itu. Tertulis 'IA' yang membuktikan kalau itu adalah nama sang gadis kasir.

"Ugh—"

"Sudah malam. Lebih baik kau pulang secepatnya," IA memotong perkataan Gumiya dengan tatapan anehnya.

Perasaan Gumiya semakin khawatir. Sudah kedua kalinya ada seseorang yang mengkhawatirkan dirinya dengan tatapan aneh. Gumiya menyempatkan berterima kasih lalu pergi meninggalkan minimarket itu. Tak disangka, saat keluar dari minimarket langit sudah gelap. Genggaman Gumiya semakin kuat. Ia pun langsung berlari menuju rumahnya.

Setiap langkah larinya, selalu ada perasaan gelisah yang berlebihan. Pikirannya tidak luput dari perkataan IA dan Kaito sebelumnya. Dua orang itu berkata seolah-olah bisa melihat masa depan. Mata yang dipancarkan juga membuat perasaan takut yang selama ini Gumiya pendam muncul dengan sendirinya.

Drrttt

Ponsel Gumiya bergetar. Gumiya meraih kantongnya sambil berlari. Tinggal beberapa meter lagi ia akan mencapai rumahnya. Sesaat membuka pesan itu, Gumiya dikagetkan dengan suara vas yang pecah.

Suara itu membuat langkah Gumiya semakin kencang. Asal suaranya tidak salah lagi berasal dari rumahnya. Setelah suara vas, disusul dengan gebrakan pintu yang sangat keras. Gumiya semakin panik. Kepanikkan itupun bertambah ketika ia melihat isi pesan itu.

From : Kagamine Rin

Subject : Kosong

Lari

Begitu memalihkan pandangan dari HP-nya ke jalan sempit, Gumiya di hadapi oleh sesosok gadis berambut pirang berjalan pincang ke arahnya. Mata Gumiya melototi gadis itu. Bau asing mulai menyelimuti hidungnya. Semakin dekat gadis itu, semakin paniklah dirinya jika dugaan di pikirannya benar.

"Nii-san... L-Lari."

Kali ini Gumiya benar-benar panik. Semua kejadian hari ini ia satukan. Kekhawatiran Kaito, ucapan IA, pesan dari adiknya barusan, dan ucapan gadis pirang yang terbujur kaku di hadapannya. Begitu cahaya bulan menyinari gadis itu, sungguh terpukullah dirinya untuk kedua kalinya.

Itu adalah Adiknya, Kagamine Rin. Tubuhnya bersimbah darah. Pakaiannya penuh sayatan pertanda sang pelaku menyiksa Rin dengan katana.

Dengan paniknya, Gumiya menyentuh adiknya yang terbujur di hadapan. Meski rambut pirangnya berlumur darah, Gumiya tidak segan-segan memegangnya. Saat Gumiya merubah posisi Rin untuk melihat wajahnya, betapa terkejutnya saat mengetahui kalau mata kirinya sudah hilang.

Muka Rin pun mulai tertetesi oleh air mata sang kakak. Ia menggenggam tangan kanan adiknya dengan erat berharap Rin masih bisa mengatakan sesuatu kepadanya. Tapi itu hanyalah andaian saja. Seseorang yang sudah mati tidak akan bisa mengucapkan kata-kata lagi.

- TBC -


Terima kasih yang sudah membaca ^^

Nantikan Chap selanjutnya ^^