Romance
Hurt/Comfort
Terluka Karenamu
Chapter 1
Musim semi ketika menjadi murid SMP kelas 3
"Nanoha, aku menyukaimu sejak dulu..maukah kamu menjadi pacarku?"
Wajah memerah karena malu-malu, tubuh gugup karena menyatakan cinta dan jantungku yang berdebar-debar mendengarnya.
Hanya satu kalimat itu dan akhirnya kami pun jadian.
Dunia terasa begitu indah dan berbunga-bunga ketika kita bisa bersama dengan orang yang disukai. Pada mulanya kami malu-malu tapi sekarang kami berjalan bergandengan tangan menuju sekolah. Dan ciuman pertama juga. Aku masih benar-benar polos dan tidak tahu apa-apa sehingga aku benar-benar senang karena memang sejak SD aku sudah menyukai Fate.
Third Person POV
Suatu hari
"Fate-chan, SMA nanti kamu sekolah di sekolah mana?"
"Aku di sekolah P, kamu?"
"Ah itu kan sekolah yang elit yang orang-orangnya nilai rata-ratanya diatas 7,5 Fate-chan sudah diterima?"
"Iya"
"Wuahh, Fate-chan hebat sekali nggak kayak aku, aku diterima di sekolah putri M"
"Bukankah itu bagus"
"Bagus apanya? Di sekolah itu sih cuma daftar dan ikut ujian masuknya siapapun juga bisa masuk meskipun nilai ujian masuknya jelek."
"Haha..benarkah?"
Nanoha menghela nafas.
"Nanoha, kenapa?"
"Kalau lulus bentar lagi, kita akan berpisah ya..."
"Nanoha, bicara apa kamu, kita kan masih pacaran."
"Ya, tapi waktu kita bersama jadi berkurang"
Fate menjadi sedih.
"Ah tapi Nanoha, kita kan masih bisa bertemu sebelum dan sepulang sekolah di stasiun, terus aku juga bisa main ke rumahmu atau kamu yang main ke rumahku kan."
Mendengar itu Nanoha jadi sedikit lega. "Iya juga ya.."
Fate tersenyum.
"Fate-chan..aku ingin bisa selalu bersama denganmu.."
"Aku juga Nanoha.." Fate memegang tangan Nanoha.
__________________________________________________________
Kupikir aku bisa terus selalu seperti ini.
Tapi ketika mendekati ujian akhir aku baru mengetahui bahwa cinta kami adalah cinta yang terlarang. Dan pemahaman itu menghapus seluruh keyakinanku yang kutanam sejak kecil yaitu cinta adalah sebuah kebebasan. Aku benar-benar syok, sementara orang-orang mulai membicarakan hubungan kami.
Suatu hari saat istirahat siang kami makan bekal berdua di atap sekolah seperti biasa.
"Ujian akhir sudah semakin dekat, rasanya jadi benar-benar sibuk ya?"
"..."
Aku membereskan bekal makanku karena tidak nafsu makan.
"Nanoha? Kok kamu makannya sedikit sekali?"
Tapi aku tidak menjawab. Lalu Fate pun ikut membereskan kotak makannya. "Hei Nanoha" wajahnya khawatir.
Aku berdiri dan berjalan pergi.
"Tunggu Nanoha!" Fate berdiri mengejarku.
Satu tangannya memegang tanganku.
"Sebenarnya ada apa?"
Aku melihat sekelilingku memastikan tidak ada seorangpun yang melihat.
"Fate-chan..aku ingin kita putus.."
Fate menjatuhkan kotak makannya sehingga sisa makanannya yang masih banyak tumpah keluar.
"Kenapa Nanoha…? Apakah aku mengganggu belajarmu..?" wajah Fate terlihat syok.
"Karena ini adalah cinta terlarang Fate-chan…kita tak seharusnya bersama."
Aku dengan takut-takut akhirnya melihat wajah Fate-chan, matanya berair seperti mau menangis.
"Ka kalu bisa aku ingin kita berteman saja.."
Sebenarnya aku sendiri juga sedih tapi aku merasa aku tidak boleh terjerumus dalam cinta terlarang lebih dalam lagi.
Fate terdiam. Sesaat kupikir Fate akan memaksaku atau memohon-mohon padaku.
"Aku mengerti...Nanoha..aku tidak akan memaksamu..." setetes air mata mengalir di pipi kiri Fate.
Padahal kalau seandainya Fate memaksaku atau memohon-mohon padaku untuk kembali padanya mungkin aku akan membatalkan niatku untuk memutuskannya.
Aku mendekat pada Fate "Maaf ya Fate-chan.."
"Tidak apa-apa..itu bukan salahmu..." katanya sambil mengusap air matanya. Aku merasa dadaku sakit.
Aku membelai pipinya dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Lalu aku mendekat dan mencium bibirnya sekilas.
"Bye bye Fate.."
Fate terlihat terluka ketika mendengar kata-kataku dan air matanya menetes lagi. Aku sendiri merasa mau menangis sehingga aku cepat-cepat berlari meninggalkan Fate sebelum keputusanku goyah.
Aku berlari tanpa memedulikan sekelilingku sehingga aku menabrak beberapa orang. Tapi aku langsung segera berlari dan masuk ke toilet dan mulai menangis meskipun bel pelajaran telah berbunyi.
