Ini FANFIC saya yang pertama, klo ceritanya terkesan mengutamakan OC maaf ya...
Secara garis besar inti cerita akan sama setidaknya untuk buku keempat ini, walau nanti mungkin akan banyak perubahan. Moga-moga idenya lancar jd bisa nulis banyak chapter.
Ah ya, di cerita ini Akira (OC) sudah berteman dengan Harry dkk. Bagaimana mereka bisa bertemu, mungkin akan saya buat ceritanya, nanti tentunya ^_^
Tapi tanpa tahu awal pertemuan mereka, ga akan mebuat bingung kok baca cerita ini (moga-moga)
MET BACA
_____________
Disclaimer : karakter-karakter yang sangat dikenal dan luar biasa terkenal di cerita ini jelas milik J.K Rowling, nama-nama yang ga pernah muncul di buku Harry Potter berarti OC-penulis
_____________
Chapter 1 : AKIRA ZACKHARY
Deringan weker memecah keheningan pagi, diikuti uluran tangan dari balik bantal yang meraba meja mencari asal kebisingan itu.
"Klek!!" akhirnya tangan itu berhasil mematikannya. Dengan malas Akira menggeliat keluar dari selimut tipis yang membungkusnya semalaman, matanya yang setengah terpejam menatap jarum jam yang menunjuk ke angka setengah lima, dan ia memutuskan untuk bangkit, meluruskan badannya mencoba mengusir rasa ngilu yang menusuk punggung akibat terlelap di atas kasur kapuk yang nyaris membatu. Suara gemericik air diluar menandakan hujan masih tetap turun sejak semalam dan ia menguap lebar.
Bocah yang tampak berusia 14 tahun itu membuka jendela kamar dengan bingkai yang lapuk termakan cuaca, bahkan catnya sudah mengelupas disana-sini, maklumlah tempat itu memang apartemen termurah yang bisa ditemukannya di sudut kota London. Ia membiarkan uap dingin dari embun menyapu wajahnya yang cukup menarik dengan rambut berwarna pirang pasir yang tak lazim ditemui. Aroma segar ilalang yang basah oleh hujan segera mengusir kantuknya dan ia tersenyum samar saat gumpalan bulu hangat mengelus pergelangan kakinya.
"Pagi Rooku" sapanya pada seekor serigala seputih salju yang mendengking pelan di kakinya "Kau lapar?"
Serigala itu menggonggong sebagai jawaban.
"Baiklah, tunggu ya kulihat dulu apa yang masih kita punya" Akira berjalan ke kulkas kecil di sudut kamar, menarik pintunya dan seketika mendesah kecewa "Sorry, makananmu sudah habis Rooku" ujarnya "Tapi masih ada sedikit sisa daging asap semalam, juga tulang kecil" Akira meletakan keduanya di piring makan Rooku lalu menyodorkan ke hadapannya, namun serigala itu tidak menyentuhnya ia memandang Akira dengan bola matanya yang kelabu pucat.
"Tenang saja" Akira memaksakan diri tersenyum "Aku akan mendapatkan sesuatu untuk sarapan di toko Mr Streemly nanti"
Tapi Rooku masih tampak ragu.
"Cepat makan" Akira menepuk kepala serigala itu berpaling kembali ke kulkas untuk mengeluarkan sebotol air dingin dan langsung meneguknya habis, 'dengan begini perutku cukup terisi' pikirnya walau merasa sedikit kembung.
Akira menghela napas melirik kalender kecil di atas meja, menyadari masih dua minggu lagi sebelum waktu keberangkatan ke Hogwart. Ini berarti ia harus melakukan sesuatu agar mereka tetap bisa makan selama dua minggu lagi, tapi untuk bocah yang baru berusia 14 tahun bukan suatu perkara mudah untuk mendapatkan uang.
Selama ini Akira sudah kerja serabutan mulai dari loper koran, pesuruh di salah satu toko barang bekas, sampai menjadi tukang kebun di beberapa kawasan elit daerah London. Tapi tetap saja pengeluarannya berat—terutama biaya makan Rooku, walau sebenarnya bisa saja serigalanya itu berburu hewan liar—tapi di pinggiran kota metropolis seperti ini Akira tidak yakin masih ada musang, kelinci ataupun tupai yang bisa dimangsa Rooku dan peraturan ketat kota London mengenai anjing liar juga sangat merepotkan. Kiriman dari Kazuma pun hanya mencukupi untuk biaya sekolahnya dan ia tidak ingin meminta lebih karena belum tentu nasib Kazuma lebih baik darinya. Lucu sekali pikirnya, padahal dulu mereka selalu mencemaskan cara untuk tetap hidup—tapi sekarang ia lebih memusingkan cara untuk mendapatkan makanan.
Sentuhan dingin pada tangannya menyadarkan Akira, ia menatap Rooku yang tampak mencemaskan majikannya.
"Sudah waktunya berangkat ya" gumam Akira mengusir kecemasan seraya bangkit dan mengambil jas hujan yang tergantung di belakang pintu, namun tiba-tiba Rooku menggonggong—tidak perlu waktu lama bagi Akira untuk menemukan penyebabkan.
Gumpalan bola kecil berbulu yang sedikit basah karena hujan melesat cepat melewati jendela lalu mendarat di kasur. Akira bergegas menangkap burung hantu yang kelewat bersemangat itu sebelum Rooku memutuskan untuk menyantapnya—maklumlah daging kering dan tulang tak akan cukup membuatnya kenyang. Ia mengenali burung hantu berbulu abu-abu itu, Sirius memberikannya kepada Ron akhir semester lalu.
Walau masih belum terbiasa dengan sistem burung hantu pos yang merupakan cara umum komunitas penyihir saling berkomunikasi, ia tahu burung hantu kecil yang sekarang ribut beruhu-uhu seraya terbang berkeliling ruangan penuh kebanggaan (sepertinya ia senang misi pengirimanya sukses) membawa kabar dari Ron.
Akira membuka lembaran amplop kecil yang tadi terikat di kaki burung hantu Ron, mengenali tulisan acak-acakan di depannya lalu bergegas merobeknya. Di dalamnya terdapat surat yang ditulis dengan terburu-buru
Akira—Dad dapat tiketnya, Irlandia lawan Ron
Bulgaria untuk Senin malam. Kau harus datang
Harry juga ikut, kami akan menjemputnya sore ini
dan Hermione tiba kemarin pagi. Kirim balasanmu dengan Pig
Oh ya Percy sudah mulai kerja di Departemen Kerjasama Sihir—
jangan sebut-sebut apa pun tentang luar negeri selama di sini
kalau ngak mau bosan setengah mati
Sampai jumpa….
Nb : kirim balasan secepatnya dengan Pig
Untuk sejenak Akira tampak termenung, namun senyuman segera melintas di wajahnya saat ia teringat Ron pernah menyebut tentang tiket final piala dunia Quidditch pada beberapa surat yang dikirim sebelumnya.
"Lucky" sorak Akira pada Rooku yang tak memahami kegembiraan mendadak teman kecilnya. Namun Akira sudah berpaling menarik laci meja mengeluarkan selembar perkamen dan bergegas menuliskan balasan singkat untuk Ron.
Aku pasti datang, mungkin besok pagi-pagi sekali Akira Zackhary
thanks tiketnya Ron
Salam untuk Mr dan Mrs Weasley, juga Hermione
Ia bergegas menggulung kertas itu sekecil mungkin agar cukup diikat pada kaki Pig, seraya bertanya mengapa burung ini dinamakan Pig padahal sama sekali tidak ada kemiripan dengan babi. Begitu ikatannya sudah cukup kuat dan beberapa kali mematuk tangan Akira burung itu terbang lagi, meluncur keluar dari jendela dan lenyap tertelan langit yang mulai berwarna kelabu keemasan.
"Kita beruntung" Akira berkata pada Rooku "Dengan tinggal di rumah Ron selama sisa liburan musim panas, kita tidak perlu mencemaskan suplai makanan"
***
Akira meletakan tumpukan koran disepedanya, hatinya terlalu gembira untuk perduli pada keluhan Mr Drew karena keterlambatannya mengambil koran. Ia bahkan tidak memperhatikan cuaca yang agak muram untuk pertengahan musim panas itu, pikirannya hanya dipenuhi kegembiraan karena akan menghabiskan musim panas bersama keluarga Weasley, Harry, Hermione dan piala dunia Quidditch.
Setelah mengantar koran, Akira bergegas menemui Mr Streemly di tokonya, lelaki paruh baya dengan kepala yang nyaris botak itu seorang yang ramah dan mudah tertawa. Ia selalu menyukai pekerja keras karena itulah ia mau memperkerjakan Akira walaupun usianya baru 14, sedangkan Mrs Streemly seorang wanita tegas yang teliti namun baik hati. Mereka sedang membersihkan dan menyusun barang yang akan dijual saat Akira datang dengan terengah-engah. Ia memang terus berlari berharap masih ada waktu untuk ikut sarapan.
Namun Mrs Streemly memang pengertian, ia tahu Akira hanya tinggal sendiriannya di apartemen kumuh, karena keluarga satu-satunya berada jauh di luar Inggris untuk bekerja, karena itu ia langsung bertanya "Kau sudah makan?" yang dijawab Akira dengan gelengan.
"Masih ada beberapa iris sandwich dan pai apel di meja, kau habiskan saja" ujarnya.
"Terima kasih Mrs Streemly" sorak Akira bergegas masuk ke ruang makan.
"Jangan lupa cuci piringnya!!"
"Oke"
"Kasihan anak itu" Mr Streemly bergumam setelah Akira masuk.
Istrinya mengangguk setuju "Kuharap kakaknya segera pulang"
Akira duduk di belakang pick up kecil Mr Streemly dengan perasaan puas karena kenyang. Kebetulan saat keluar setelah menyantap habis hidangan yang disediakan Mrs Streemly lalu membersihkan piring makannya, di toko seorang pria jangkung dengan tampang perlente sedang berbicara dengan Mr Streemly tentang barang bekas yang ingin dijualnya. Akhirnya Mr Streemly memutuskan untuk pergi ke rumah orang bernama Mr Neil itu untuk melihat adakah benda yang menarik perhatiannya, dan ia mengajak Akira.
Semilir angin, cuaca musim panas yang hangat dan perut yang penuh terisi membuat Akira sedikit mengantuk sehingga ia tidak terlalu memperhatikan kemana mobil mereka melaju. Ia hanya merasa sedikit ganjil saat mereka memasuki salah satu komplek perumahan elit yang tertata begitu rapi dan tertib—hentah bagaimana sepertinya ia mengenal daerah ini, namun pikiran itu tidak lama mengusiknya karena Mr Streemly memarkir mobilnya di salah satu rumah berpagar coklat dengan taman mawar yang tertata sempurna—sepertinya itulah tempat tinggal klien mereka, cukup mencerminkan pribadi pemiliknya, pikir Akira.
Mr Neil keluar dari mobil diikuti Mr Streemly, maka Akira pun meloncat turun dari belakang, pria itu membawa mereka ke arah garasi yang sepertinya telah beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan sementara.
Akira menatap tumpukan barang bekas yang nyaris membentuk bukit itu dengan lelah—ini berarti kerja keras, gumamnya dalam hati sementara disebelahnya Mr Streemly memandang gundukan itu dengan mata berbinar seakan telah menemukah harta karun.
"Anda ingin menjual semua ini?" tanya Akira tak percaya, karena ia baru saja menemukan lampu kristal yang kelihatannya masih bagus—ia bahkan merasa lampu itu masih baru, sama sekali tanpa cacat kecuali balutan tipis debu.
"Ya" Mr Neil menjawab tak acuh "Kami akan segera pindah dari sini, dan benda-benda itu hanya akan merepotkan jika dibawa"
"Berapa harga yang anda inginkan?" Mr Streemly langsung bertanya.
"Terserah saja, saya hanya ingin menyingkirkan benda-benda itu"
Akira bertukar pandang dengan Mr Streemly, mereka bisa untung besar hari itu. Tapi Akira tahu Mr Streemly bukan orang yang seperti itu, maka setelah berkeliling menilai tumpukan barang itu, ia mengajukan harga yang pantas.
Mr Neil mengangguk setuju, jelas tidak terlalu mempermasalahkan jumlah uang yang akan diperolehnya. Maka dimulailah kerja keras Akira dan Mr Streemly memindahkan barang-barang itu ke pick up.
Langit mulai berwarna pucat saat Akira meletakan dengan sangat hati-hati sebuah guci dengan pahatan naga ke dalam mobil, itu merupakan benda terakhir yang mereka beli. Ia menghembuskan napas lelah menghempaskan punggungnya di bangku taman Mr Neil, tangan dan kakinya terasa keram karena terlalu banyak mengangkat—ternyata tak boleh menggunakan heikan cukup merepotkan juga pikirnya.
Akira memandang pintu rumah Mr Neil berharap Mr Streemly yang sedang melakukan pembayaran segera keluar, perutnya sudah berbunyi karena lapar—menandakan sudah jauh lewat dari jam makan siang.
"Aku ingin makan daging……" gumamnya sedih.
"Sayangnya aku tidak punya, tapi kalau cake ada" sebuah suara di belakang Akira berkata, membuatnya otomatis berbalik.
"Harry??!!" ujarnya nyaris terlonjak karena kaget sekaligus heran "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Harusnya aku yang mengatakan itu, rumah pamanku hanya setengah blok dari sini"
"Ah!!—ini Privet Drive" gumam Akira seakan tersadar, seharusnya aku tahu ia menambahkan dalam hati, sedikit jengkel dengan kelambanannya.
"Jadi apa yang kaulakukan di sini?"
"Kerja sambilan—aku membantu Mr Streemly mengangkut barang-barang itu" Akira menunjuk tumpukan benda di bak belakang pick up.
"Kerja sambilan" ulang Harry dengan kening berkerut "Untuk apa?"
Nyaris saja Akira menjawab 'Agar bisa makan' saat ia teringat bahwa teman-temannya tak tahu tentang kehidupannya, sebenarnya sih lebih tepat ia tidak pernah menceritakannya, bukan ia ingin membohongi mereka hanya saja kisah itu akan menjadi sangat panjang jika diceritakan. Maka ia berkata sebiasa mungkin "Cari tambahah uang jajan, lumayan juga penghasilannya—kau tertarik Harry?"
"Makasih deh" jawab Harry sambil nyengir "Tapi aku belum mau cari perkara dengan paman Vernon"
Selama setahun berteman dengan Harry Potter, Akira sudah sering mendengar tentang paman Harry yang muggle dan sama sekali tidak memfavoritkan Harry sebagai keponakannya, terutama karena—kebetulan dia penyihir.
"Ngomong-ngomong, tadi kau menawarkan cake bukan" Akira bertanya penuh harap.
Harry membuka bungkusan kecil yang dibawanya, berisi beberapa potong tar strawbery dan cake coklat.
Sebenarnya rasa kue itu sudah agak tengik karena Harry menerimanya sejak tiga hari yang lalu sebagai hadiah ulang tahunnya. Tapi rasa lapar membuat mereka memakannya dengan lahap.
"Apa tidak masalah kau keluar?" Akira bertanya setelah berhasil menelan sesuap besar cake coklat.
"Tenang saja mereka sedang pergi—kalau tidak mana mungkin aku bisa jalan-jalan dengan kue di kantong" jawab Harry "Paman Vernon dan bibi Petunia akhirnya memutuskan untuk membawa Dursley ke ahli gizi, karena seperti yang kuduga dietnya tidak terlalu berhasil"
Akira ingat bahwa Harry pernah menceritakan diet sepupunya itu di salah satu surat yang dikirimnya, juga akibatnya bagi Harry yang harus ikut menyantap 'menu kelinci', padahal badan Harry seperti juga dirinya sudah termasuk kurus untuk anak seusia mereka. Untunglah ia terselamatkan oleh kiriman makanan dari Hermione, Mr Weasly dan Hagrid—walau Akira tidak yakin Harry akan menyentuh kiriman Hagrid kecuali sangat terdesak, mereka sudah cukup berpengalaman dengan makanan buatannya.
"Kau dapat surat dari Ron" Harry bertanya.
"Ya, dia juga mengundangmu kan? Apa pamanmu mengizinkan?"
Harry tersenyum getir "Dia terpaksa mengizinkan, takut aku mengatakan sesuatu yang buruk pada Sirius" ujarnya dengan suara pelan.
"Mereka masih menyangkanya narapidana ya?"
"Aku tidak sepenuhnya bohong kan? " Harry nyengir.
"Lalu, apa dia baik-baik saja?"
"Sepertinya, aku sudah dua kali menerima surat darinya"
"Begitu ya, syukurlah" gumam Akira.
Sejenak Harry terdiam memandang sahabatnya seakan ada sesuatu yang ingin dikatakan, tapi setelah menghela napas tertahan sepertinya ia mengurungkan niatnya dan memilih untuk diam.
"Apa?" Akira berkata.
"Eh?!"
"Kau ingin mengatakan sesuatu bukan"
Harry tertawa "Kadang kupikir kau bisa membaca pikiran"
"Tidak, tapi membaca ekspresi itu mudah—jadi…"
Harry menghela napas, memikirkan kalimat yang baik untuk memulainya—bagaimanapun ia tidak ingin terdengar terlalu cemas, karena itulah ia belum menceritakan masalah mimpinya baik pada Ron maupun Hermione. Tapi hentah mengapa ia merasa Akira mungkin bisa memberi saran atau mungkin ia hanya sekedar ingin menceritakannya pada seseorang yang akan menanggapinya dengan tenang sehingga diapun tidak terbawa panik—bagaimanapun kadang ia berpikir Akira bisa bersikap lebih dewasa dari usianya. Dan ia tidak akan menganggap Harry konyol.
"Jadi….." Akira kembali berkata, karena Harry tetap bungkam.
"Aku bermimpi tentang Voldemort" akhirnya Harry berkata berusaha agar terdengar sebiasa mungkin.
Untuk semenit Akira tidak terlihat merespon "Apa yang dilakukannya?"
"Mereka membicarakan seseorang yang telah mereka bunuh, aku juga melihat mugle tua terbunuh karena mendengar pembicaraan mereka" kali ini mata Harry tampak merenung.
"Mereka?!" potong Akira.
"Wormtail bersamanya" Harry menjelaskan.
"Lalu, apa lagi yang mereka bicarakan?"
"Sepertinya mereka berencana membunuh seseorang lagi" Harry memutuskan untuk tidak mengatakan 'membunuh dia' karena sepertinya kabar itu hanya akan menambah kecamasan yang tidak perlu "Dan saat bangun bekas lukaku kembali sakit"
Akira meluruskan tubuhnya tampak berpikir "Kau sudah menghubungi Sirius?" ia bergumam.
"Aku menceritakannya di surat, tapi baru dikirim kemarin malam kemungkinan ia belum menerimanya" Harry berkata sedikit merasa lega karena pemikiran pertama Akira sama dengannya.
Akira menghela napas "Setidaknya kau tidak perlu cemas masalah kehadiran Voldemort" ia yakin sekali hal ini, karena hampir setiap malam ia mengirim Rooku mengawasi Privet Drive, menyamar sebagai seekor anjing yang iseng berjalan-jalan.
"Maksudmu ia tidak ada di dekatku sekalipun bekas lukaku terasa sakit"
"Jadi karena itu kau berkeliaran di luar dengan tongkat" Akira melirik tonjolan panjang pada jaket Harry.
"aku tidak suka membayangkan kemungkinan Voldemort muncul di depanku begitu saja sementara aku tidak punya persiapan apapun—setidaknya lebih baik menemukan daripada ditemukan"
"Rencana yang berani tapi ceroboh" komentar Akira "Tapi sesuai dengan gayamu" ia tertawa.
Harry ikut tersenyum, ia merasa lebih lega karena bisa menceritakan masalah ini pada orang lain—diluar dugaannya Akira dapat menanggapi masalah ini jauh lebih baik dari bayangannya.
"Lalu menurutmu apa yang terjadi?"
Akira mengerutkan keningngnya "Kau bertanya pada orang yang hanya satu peringkat diatas Neville dalam sihir" gerutunya jujur "Tapi mungkin ini masalah resonansi"
"Resonansi?" ulang Harry tak mengerti.
"Kau tahu kekuatan manusia terpusat pada pikirannya, bahkan pada saat kita menyihirpun kita harus melakukan hal itu—nah seringkali jika aku berpikir sangat kuat tentang Rooku, aku dapat menyampaikan apa yang kupikirkan padanya, bahkan kadang apa yang kulihat ataupun yang sedang dilihatnya. Mungkin hal yang sama terjadi padamu"
"Maksudmu aku terlalu memikirkan Voldemort"
"Tidak" Akira menggeleng "Mungkin yang terjadi justru sebaliknya"
"Eh?!"
"Voldemortlah yang memiliki pikiran sangat kuat tentang dirimu, walau mungkin ia sendiri belum menyadari—ia dan Wormtail berencana akan membunuhmu kan?"
Harry tertegun sejenak, tak mencoba bertanya bagaimana temannya itu bisa tahu lalu mengangguk dalam diam.
"Hasratnya untuk membunuhmu itulah yang memunculkan pikiran sangat kuat tentang dirimu sehingga terjadilah resonansi, tanpa disadarinya ia mengirimkan gelombang pikirannya kepadamu dan kau menerimanya dalam mimpi karena pada saat itulah alam bawah sadar manusia berada dalam kondisi terkuat"
"Tapi hal ini tidak pernah terjadi pada orang lain—maksudku aku tidak pernah mengalami hal yang sama pada Ron, Hermione ataupun dirimu sekalipun aku sedang memikirkan kalian"
"Itu karena kau terikat dengannya Harry, seperti halnya aku terikat dengan Rooku—kutukan yang dilancarkan Voldemort 13 tahun yang lalu membuat kalian saling terikat, hal ini mungkin membuat kalian dapat memasuki pikiran masing-masing.
Harry tertegun, pemikiran tentang Voldemort yang bisa memasuki otaknya sama sekali bukan kabar yang nyaman.
"Tenang saja" Akira menumbuk punggung Harry "Itu hanya dugaan, lagipula ia tidak akan bisa melakukan apa-apa dengan kondisinya yang sekarang, dan Wormtail saja tidak akan cukup untuk memulihkan kekuatannya—setidaknya kupikir begitu" ia mengernyit.
"Tapi suatu saat ia akan bisa melakukannya" ujar Harry muram.
"Ya—dan pada saat itu kau sudah siap menghadapinya"
"Dengan apa?"
"Keberanian dan sihir—mungkin—setidaknya kau memiliki keduanya kan?, juga teman" Akira tersenyum "Mungkin ada sihir yang bisa memblokir pikiran, Hermione atau Profesor Dumbledore pasti bisa memberi saran yang jauh lebih baik mengenai hal itu"
Harry menarik napas lalu tertawa "Sekarang aku mengerti kenapa Hermione selalu tampak heran melihat peringkatmu yang selalu berdampingan dengan Neville—darimana sebenarnya kau mengetahui semua itu"
"Buku dan pengalaman bisa memberi tahumu banyak hal" itu yang selalu diucapkan Kazuma, jawab Akira "Tapi sebenarnya kata-kataku tadi hanya mengulang yang pernah diucapkan Kazuma" ia nyengir
"Sepertinya kakakmu itu mengetahui banyak hal"
"Dia jenius atau mungkin gila—yah batasannya memang tipis"
Percakapan mereka terhenti karena keduanya kembali sibuk mengunyah tar strawberi.
"Jadi kapan kau akan ke the Burrows?" Harry berkata, merasa sudah saatnya mengganti topik, karena ia tahu tak ada gunanya terus merasa cemas—apalagi mengingat mereka akan menonton final piala dunia Quiditch.
"Mungkin besok pagi-pagi sekali, aku bermaksud mengatakannya pada Mr Streemly selesai kerja nanti" jawab Akira.
"Apa masih ada yang harus kau kerjakan?"
Akira mengambil potongan ketiga kuenya lalu bergumam "Sepertinya tidak ada, barang-barang itu akan diurus Hans di toko, tugasku sudah selesai—memangnya kenapa?"
"Kalo begitu ikut saja denganku"
"Eh?!"
"Ron dan Mr Weasley menjemput sore ini, kurasa akan lebih baik jika kita berangkat bersama"
"Ide yang bagus, kenapa aku tidak memikirkannya saat membaca surat Ron, ya" sambut Akira gembira "Tapi apa tidak masalah dengan pamanmu?"
Harry tertawa "Ia sudah terlalu marah saat mengetahui Mr Weasley akan datang jadi kurasa tidak ada hal lain yang bisa membuatnya lebih kesal lagi"
"Aku akan mengatakan pada Mr Streemley sekarang" Akira bangkit berlari menghampiri Mr Streemly yang kebetulan telah selesai bertransaksi dengan sangat baik—sepertinya, jika melihat dari wajah bulatnya yang berseri-seri.
Pembicaraan mereka tidak berlangsung lama, Akira memang hanya kerja part time saja di toko Mr Streemly jadi tidak ada masalah jika ia mendadak berhenti. Bahkan lelaki baik hati itu berpikir akan sangat baik bagi Akira menghabiskan waktu bersama temannya mengingat setengah liburan musim panasnya ini dihabiskan hanya seorang diri di apartemen, karenanya ia langsung setuju, bahkan memberi bonus gaji cukup banyak padanya.
Mr Streemly menyalami Harry dengan ramah saat Akira memperkenalkannya dan setelah mentraktir mereka burger dan cola di salah satu café terdekat ia kembali mengendarai pick upnya meninggalkan deretan rumah elit privet drive menuju toko kecilnya seraya bersiul ringan.
"Jadi bagaimana rencananya" Akira bertanya setelah bayangan mobil Mr Streemly menghilang dibalik tikungan.
"Kupikir walau paman Vernon sudah terlalu cemas menunggu kehadiran Mr Weasley, tapi kalau kau datang sekarang dan kuperkenalkan sebagai temanku dari Hogwart—ia pasti akan langsung menendangmu keluar bahkan sebelum kau sempat menyebutkan namamu, kau tahu sendirikan bagaimana sikap pamanku terhadap bangsa kita"
Akira mengangguk setuju.
"Jadi kurasa sebaiknya sebelum Mr Weasley datang kau kenakan saja jubah gaib ayahku"
"Tapi bukannya kemunculanku yang mendadak setelah kedatangan Mr Weasley justru akan membuat kacau, maksudku mungkin saja pamanmu mengira itu sihir dan ia akan ngamuk"
"Memang mungkin" ujar Harry "Tapi setidaknya dengan adanya seorang penyihir dewasa, kita akan lebih aman"
"Kurasa…Kau benar"
Rencana sudah dibuat, walau disusun dengan terburu-buru. Maka kedua sahabat itu bergegas kembali ke privet drive nomor 4, berharap cemas agar konsultasi Dudley berjalan lebih lama sehingga mereka memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan semuanya.
Untungnya saat mereka tiba tidak terlihat mobil parkir di garasi, Harry mengisyaratkan Akira untuk masuk dan langsung membawanya ke kamar Harry yang kecil. Akira langsung menyadari Harry sudah sangat tidak sabar untuk pergi ke the Burrow, ini terlihat dari koper di sudut kamar yang tampak menggelembung terlalu padat diisi peralatan sekolah, Harry terpaksa membongkarnya lagi untuk mengeluarkan jubah gaib peninggalan ayahnya lalu memberikannya pada Akira.
"Paman Vernon bilang mereka akan kembali jam 5, agar sempat bersiap" Harry berkata seraya melirik weker tua di kasurnya.
"Itu tidak akan lama lagi" ujar Akira dan seakan membenarkan perkataannya derumaman suara mobil terdengar memasuki halaman, Harry bergegas memasukan buku sihirnya kembali ke tas, sementara Akira langsung menyelubungi tubuhnya dengan jubah gaib agar tidak terlihat.
"Sial" seru Harry "Sudah kuduga kita melupakan sesuatu"
"Apa?" Akira bertanya cemas.
"Bagaimana dengan barang-barangmu, buku sihir, jubah sekolah, tongkat—kau tidak sedang membawanya kan?"
"Tidak" Akira menjawab "Tapi tenang saja Rooku akan membawanya ke rumah Ron"
"Dia bisa melakukan itu?" Harry berkata heran.
"Tidak ada yang tidak bisa dilakukannya" Akira berkata tenang dan langsung menambahkan "Sstt…..!!!!" karena ia mendengar langkah-langkah berat memasuki rumah.
_____________
TBC
_____________
Salam hormat buat yang dah mo baca cerita ini
Penulis menerima dengan senang hati semua komentar, kritik dan saran 'yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang' (walah....kaya nulis pendahuluan di tesis nih) bercanda-bercanda, pokoknya penulis tunggu koment, saran, and kritikannya!!!
ARIGATOU NE......
