When the time comes, baby don't run, just kiss me slowly
.
.
.
"Jadi, Kalian udah ngapain aja?"
Jihoon mengedipkan matanya, kebingungan. Sekarang ini, Ia mencoba mencerna pertanyaan yang tiba-tiba diajukan oleh Daehwi—yang sepertinya bukan hanya inisiatif dari center nayana itu saja, karena empat bocah-bocah lain disebelahnya juga menatapnya dengan penasaran seperti menunggu jawaban darinya.
"Apaan sih maksudnya?"
Woojin menepak dahinya sendiri. Dan daehwi berpura-pura sesak nafas mendengarnya. Jihoon tambah melongo ketika Woojin dan dongsaeng-dongsaengnya yang lain mulai mendekatinya, merubunginya seperti ia adalah kue tart pada saat perayaan ulang tahun.
"Pacarmu, Jonghyun itu umurnya berapa sekarang?"
"26 tahun, emang kenapa?"
Jihoon tambah bingung, Ngapain sih mereka tanya-tanya umur kekasihnya itu.
"Berarti jelas, kalau kamu pacaran sama orang dewasa.."
Jihoon menggangguk, iya sih bisa dibilang seperti itu. Umur mereka memang terpaut jauh. Tapi apa point mereka menanyakan ini padanya?
"Nah. Gini aja deh, berhubung Park Jihoon sepertinya pura-pura bodoh, atau mungkin dia kebanyakan makan micin jadi memang lemot beneran, Kita langsung to the point aja nih ya."
Jihoon langsung melototin woojin pas dibilang lemot, yang pastinya Woojin abaikan karena pelototannya sama sekali tidak menyeramkan malah kelihatan lucu kaya jigglypuff lagi ngambek.
"Kalian nih pacaran udah sampe mana? Udah ngapain aja." Lanjut Woojin.
"Secara kalian udah tinggal serumah—Berapa lama kamu udah pindah ke apartemen Jonghyun?"
"Kan dari bulan Januari.." Jihoon menghitung dengan jarinya. "—Jadi udah hampir 5 bulan lah.."
"Nah itu.. jadi kami penasaran nih. Secara Jonghyun kan pria dewasa. Kalian pasti pacarannya gak kaya remaja lagi lah ya. Udah gitu kalian kan serumah udah lama, dan pastinya tiap hari berduaan. Nah, kalian udah ngapain aja tuh?"
Wajah Jihoon langsung memerah setelah akhirnya ia mengerti apa yang dimaksud oleh teman-temannya yang kelakuannya diatas normal itu.
Melihat ekpresinya, semua bocah-bocah yang duduk di depannya langsung tertawa. "Mukanya merah banget ih. Hayooo udah ngapain aja tuh.." Daehwi menusuk-nusuk lengan Jihoon, mukanya usil banget.
"Kalian udah ena-ena ya?" Jinyoung yang dari tadi diam, ngomong langsung nyambar gak pake sensor.
Jihoon langsung menjitak kepala Jinyoung. "Ngomongnya pake filter dikit napa. Banyak bocah tau."
"Alaah, mana ada yang polos di Wanna One." Woojin membeberkan fakta.
Iya sih, mana ada yang polos lagi di Wanna One. Secara mereka hidup hampir dua tahun satu dorm dengan hyung-hyung yang agak-agak pervert. Pikiran Jihoon yang tadinya masih polos aja jadi ikut ternodai disana.
Nah, gara-gara ditanya begitu, Jihoon langsung mikir lagi pertanyaan mereka. Iya juga ya, Selama pacaran dengan Jonghyun ini Jihoon udah ngapain aja?
Kalau pelukan sering, pake banget—Jihoon kan kerjaannya emang nemplok terus ke Jonghyun. Cium pipi biasanya tiap pagi, pas Jonghyun mau berangkat kantor. Cium di bibir sering juga sih—kadang Jonghyun suka curi-curi pas Jihoon lagi gak siap. Tapi kalau ciuman sampai yang intens banget jarang juga. Ya intinya paling jauh cuma ciuman aja. Gak lebih dari itu.
"Kalau diliat dari ekpresinya. Kayanya mereka belum ngapa-ngapain deh."
Jleb.
Kok ngena banget ya.
Jihoon langsung menghela nafasnya, sedih.
Daehwi langsung membelalakkan matanya lebay, ekpresinya persis seperti aktris di serial Bollywood yang episodenya sampai ribuan. "Beneran nih kalian gak pernah ngapa-ngapain?"
"Bahkan ciuman pun gak pernah?"
Jihoon menggeleng. "Kalau ciuman sih sering."
"Elah, Ciuman mah biasa aja. Aku aja sering cium Jinyoung, Woojin sama Guanlin juga sering cium-cium kamu kan?"
Woojin cuma bisa geleng-geleng kepala sambil senyum ngejek, mukanya sok berpengalaman. "Ckck, jangan disamakan. Jelas beda lah kalau ciumannya mereka.."
"Kalau ciuman biasa kan asal nempelin bibir aja. Kalau ciumannya dia sama Jonghyun pake lida—AAH! sakit tau!"
Jihoon mencubit kencang lengan Woojin. "Ngomong tuh difilter!"
Woojin cuma bisa melototin Jihoon sambil mengelus lengannya yang terkena cubitan maut Jihoon, ia sedang mempertimbangkan apa ia harus membalas cubitan bocah tembam itu atau tidak.
"Dibilangin anak wanna one mana ada yang polos. Liat tuh si guanlin, aku gak jelasin aja dia udah ngerti." Protes Woojin. Ia masih gak terima kalau tadi ia dicubit cuma gara-gara ngomong asal nyeplak.
Ngerasa diomongin, Guanlin cuma cengar-cengir sambil bikin tanda peace dengan jarinya ke Jihoon. Jihoon jadi gemas sekali rasanya. Ia jadi pengen sentilin tuh bocah-bocah satu-satu.
Mereka juga kayanya kebanyakan makan micin. Makanya tingkahnya ajaib semua.
"Jadi.. kalian ini memang paling jauh cuma sampai ciuman aja?" Jinyoung bertanya, mengembalikan arah pembicaraan mereka ke topik awal.
Jihoon ngangguk.
"Beneran?"
Jihoon ngasih kode pake dua jarinya. "Suer, gak pake bohong deh."
Suasana menjadi hening.
"KOK BISAAAA?"
Keempat bocah di depan Jihoon memekik secara bersamaan. Tapi diantara mereka, Daehwi lah yang suaranya paling kencang, beneran udah kaya dipakein toA, Jihoon malu banget, orang-orang udah ngeliatin ke arah mereka dengan pandangan yang aneh. Secara mereka lagi makan siang di restoran mie yang isinya memang kebanyakan orang-orang tua. Jihoon rasanya mau kabur aja dari situ. Selain malu, ia juga masih sayang sama kejiwaannya. Lama-lama bareng mereka, ia bisa beneran gila lagi.
"Emang kenapa?"
Orang berempat itu langsung diskusi ninggalin Jihoon yang masih melongo liatin mereka yang berbisik-bisik sambil memunggunginya. Gak lama, mereka balik badan dan kembali merubungi Jihoon.
"Kamu tahu tidak Jihoon. Posisimu sekarang ini sangat berbahaya.."
"Eh?"
"Jadi begini.."
Mereka berempat ambil tangan Jihoon dan menggenggamnya erat. Mukanya jadi sok serius. "Kamu sepertinya harus siap-siap aja sih, soalnya Jonghyun bakal ninggalin kamu bentar lagi."
Denger kata-kata itu Jihoon langsung tertawa. Teman-temannya itu memang aneh, kelakuannya gak pernah bisa ketebak. Tapi kalau sekarang Jihoon yakin kalau omongan mereka ini beneran ngaco banget. "Gak mungkin lah. Mas Jonghyun tuh sayang banget sama aku tau.."
"Yakin?"
Jihoon mengangguk dengan tegas.
"Dia aja gak pernah ngapa-ngapain kamu sampe sekarang."
"Dengerin ya, yang pernah aku baca kalau suatu pasangan melakukan 'hal itu' alias ML, artinya mereka benar-benar saling mencintai."
"nah, kalau Jonghyun belum pernah 'gituin' kamu, ya artinya dia gak benar-benar cinta sama kamu.."
Benar juga ya, Jihoon baru sadar. Sejak serumah, Jonghyun tidak pernah menyentuhnya lebih jauh dibandingkan dengan sebelum mereka tinggal bersama. Apalagi untuk melakukan hal seperti itu. Dipikir-pikir lagi kok hubungan mereka begitu-gitu saja ya, kaya gak ada kemajuan sama sekali.
"Gini ya Jihoon. Kalau aku jadi Jonghyun, udah serumah sama kamu, tidur sekasur, mana mungkin gak tergoda liat kamu." Woojin ngeliatin badan Jihoon dari atas sampe bawah.
"..Secara kamu kan montok ya—Aduuuhh!"
Sekarang guanlin yang gantian jitakin Woojin. Jihoon langsung berterima kasih sama maknae Wanna One itu. Walaupun sekarang ia lagi ikutan gila sama bocah-bocah aneh itu, Guanlin tetap masih di pihak Jihoon kok, namanya juga fans berat.
"Ya kan aku cuma ngasih tau, yaelah."
"Tapi mukanya gak usah ikutan cabul juga bisa ga?" Daehwi nambahin.
Woojin memutar matanya. "Iya, iya.. jadi mau dilanjut gak nih?"
Jihoon mengangguk, lebih baik ia pasrah aja deh.
"Kalau sampai Jonghyun gak tergoda padamu. Artinya kamu gak menarik lagi, atau dengan kata lain kamu udah gak seksi lagi menurut dia."
"Nah itulah alasan kenapa Jonghyun gak pernah ngapa-ngapain kamu."
Jihoon langsung cemberut. Matanya sekarang mulai berkaca-kaca. Jihoon emang agak montok sih, tapi dari dulunya emang dia udah begitu. Apa dia gendutan ya sekarang? Tapi terakhir ngecek, berat badannya masih sama kaya dulu kok. Apa karena pipinya tembam jadi kaya bocah, jadinya Jonghyun gak nafsu sama dia. Atau mungkin karena Jonghyun udah bosan sama dia?
Gak mungkin, Jonghyun kan udah pernah bilang dia bakal cinta sama Jihoon selamanya. Gak mungkin dia gak sayang lagi sama Jihoon cuma karena hal semacam itu.
"Gak mungkin mas Jonghyun begitu. Dia tuh benar-benar sayang sama aku!"
"Aku mau pulang aja ah, aku gak percaya sama kalian!"
Woojin, Daehwi, Jinyoung dan Guanlin cuma melongo aja lihat Jihoon yang tiba-tiba berdiri dari kursinya sambil ngegebrak mejanya dengan kencang. Dia langsung dengan barbar ngegeser-geserin guanlin yang duduk di sampingnya,supaya bisa ngasih dia jalan buat keluar dari meja mereka.
"Yaudah, kita sih cuma ngasih tau aja sebagai teman.."
Daehwi menarik lagi lengan Jihoon dan menyuruhnya duduk kembali.
"Sebenernya kita ngasih tau begini supaya kamu bisa jaga-jaga kedepannya, kalau emang beneran kaya begitu kenyataannya nanti, setidaknya kan hati mu sudah siap."
"Tsaah.. Mantaap jiwa! " Woojin mengomentari perkataan Daehwi yang terdengar sangat drama.
Jinyoung sama guanlin cuma bisa meringis, geli sama kata-kata sok puitis dari daehwi.
"Tapi kak Jihoon , menurut aku sih lebih baik kakak tanya aja deh sama abang Jonghyunnya. Buat memastikan aja sih. Tanya aja alasannya kenapa dia gak ngapa-ngapain kakak sampai sekarang.."
"Daripada penasaran kan? Ini sih aku ngasih saran aja ya, terserah sih mau diikutin atau gak.."
Jihoon ngangguk, Guanlin walaupun paling muda tapi paling bijaksana ngomongnya.
Sepertinya benar kata mereka, bagaimana pun juga sebenarnya agak tidak wajar kalau Jonghyun sama sekali belum pernah ngapa-ngapain dia. Mereka kan udah lama bersama, bukan hal yang aneh kan, kalau mereka melakukan hal yang lebih jauh lagi pada hubungan mereka.
Pokoknya pulang ini Jihoon mau Tanya langsung sama Mas Jonghyunnya. Ia tidak mau mengasumsikan apa-apa dulu sebelum ia tahu yang sebenarnya.
-0-
Jonghyun belum pulang kerja saat Jihoon sampai rumahnya. Yang lebih tua itu memang sudah bilang padanya kalau ia akan ada kerja lembur malam ini. Jihoon masuk ke apartemennya dan langsung menyalakan semua lampunya. Ia lalu menuju ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Perutnya terasa sangat lapar, padahal ia baru saja makan dua potong kue coklat di kafe setelah makan siang tadi. Mungkin karena banyak yang ia pikirkan sekarang, makanya perutnya jadi cepat kosong deh. Jihoon mengubek-ubek isi kulkas dan menemukan sisa pasta yang mereka beli tadi malam. Ia memasukkannya dalam microwave, dan memutuskan untuk berganti baju dulu sambil menunggu makanannya siap.
Jihoon masuk ke kamarnya, ia mengganti pakaian perginya dengan sweater oversized warna pink bergambar Jigglypuff yang baru dibelikan Jonghyun sebagai oleh-oleh sewaktu ia pergi perjalanan dinas ke Jepang sebulan yang lalu. Jihoon mengecek lagi penampilannya di depan cermin dan tiba-tiba ia teringat kembali dengan perkataan teman-temannya.
Jihoon memandangi pantulan dirinya dari cermin. Ia melihat wajahnya yang sebagian besar memang hanya didominasi oleh pipinya. Ia jadi kelihatan bocah banget gara-gara itu. Selain itu juga, sepertinya kok itu pipi jadi tambah tembam ya? Jangan-jangan memang benar Jihoon tambah gendut. Dan dia jadi gak seksi lagi sekarang.
Jihoon seketika langsung badmood. Ia kesal melihat dirinya sendiri di kaca. Ia pun cepat-cepat pergi dari kamarnya sebelum ia bertambah kesal. Ia lalu ke dapur untuk mengambil pastanya yang sudah selesai dihangatkan. Jihoon segera menghidangkan di piring dan mulai memakannya. Setelah suapan pertama tiba-tiba ia ingat lagi akan dirinya yang sepertinya tambah gemuk. Ini sudah lebih dari jam makan malam kalau makan lagi nanti jihoon bisa tambah bulat. Jihoon langsung gak nafsu makan. Ia menyingkirkan pasta yang ia makan, dan tiba-tiba lagi ia jadi ingat soal Jonghyun yang tidak pernah melakukan hal yang lebih jauh lagi dari sekedar menciumnya. Jihoon berlari ke kamar mandi untuk melihat dirinya di kaca kamar mandi yang besar.
Jihoon langsung cemberut. Ia memegang pipinya dan menepuk-nepuk pantatnya. Ia bisa merasakan adanya lemak berlebih pada bagian itu.
"Aku tambah gemuk.."
Pantas saja Jonghyun gak nafsu liat dia. Pasti gara-gara ini..
Sepertinya memang benar kata teman-temannya. Ia sudah tidak menarik lagi dan Jonghyun pasti sudah bosan dengannya. Kalau begini, bentar lagi Jihoon pasti beneran bakalan diputusin sama kekasihnya itu.
Tapi..tapi.. Jihoon gak mau.. ia gak rela kalau sampai jonghyun memutuskan dia. Jihoon kan sudah cinta mati dengan Jonghyun.
Jihoon jadi sedih. Ia pun pergi ke kamarnya dan mulai menangis.
Jihoon masih gak siap, dan mungkin sampai selamanya juga ia gak akan siap untuk diputusin oleh Jonghyun.
-0-
Jonghyun akhirnya sampai di apartemennya. Saat masuk, seluruh lampu sudah dinyalakan. Ia tersenyum saat melihat sepatu dengan tali yang berbeda warna favorit Jihoon sudah ada di rak sepatunya. Ia pasti sudah pulang. Jonghyun segera melepas sepatunya dan mencari kekasih imutnya itu. Ia rindu sekali dengan Jihoon hari ini.
"Adek.. mas pulang..."
Tidak ada jawaban. Jonghyun melongok ke ruang TV, biasanya jihoon masih menonton variety show jam-jam segini.
Tidak ada.
Jonghyun pergi ke dapur dan hanya menemukan sepiring pasta yang tidak dimakan di atas meja.
Ia merasa aneh, kemana anak itu? Biasanya ia masih terbangun untuk menunggu sampai Jonghyun pulang kerja. Jonghyun pun akhirnya memutuskan pergi ke kamarnya, mungkin saja Jihoon sudah tidur karena kecapaian. Hari ini yang lebih muda itu memang sudah mengabarkannya kalau ia ada janji untuk pergi hangout bersama para dongsaeng eks-Wanna One nya.
"Adek, mas udah pulang nih? Mas bawa pizza loh.. Sayang, kamu dimana?"
Jonghyun membuka pintu kamarnya, dan isinya kosong tidak ada orang. Jonghyun sudah mulai panik, ia takut kekasihnya itu diculik. Tidak biasanya Jihoon pergi sampai larut malam tanpa mengabarkannya terlebih dahulu.
Kemana ya anak ini?
Ketika Jonghyun sudah sibuk mengambil ponselnya untuk menelpon Jihoon, tiba-tiba ia mendengar suara sayup-sayup.
Jonghyun langsung berhenti dan mencari sumber suara. Ternyata suara itu itu berasal dari gundukan selimut di tengah tempat tidurnya. Jonghyun menghela nafasnya lega. Sepertinya orang yang ia cari-cari ada disini.
Jonghyun mendekati gundukan selimut yang ia yakini berisi kekasih tercintanya didalam. Ia membuka selimut itu dengan hati-hati dan menemukan Jihoon sedang meringkuk sambil menangis. Jonghyun seketika langsung panik, ia segera memeluk yang lebih muda, dan membelai lembut rambutnya untuk menenangkannya.
"Dek, kenapa nangis?"
Jihoon tidak menjawabnya, ia malah semakin nangis, tubuhnya bergetar dipelukannya. Jonghyun jadi khawatir. Jihoon baru saja pergi hari ini. Ia memang menggunakan angkutan umum. Jonghyun jadi takut Jihoon mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di jalan. Bisa saja ia dilecehkan di angkutan umum, Jonghyun langsung gemetar membayangkannya.
Jonghyun memeluk erat Jihoon dan menciumi rambutnya, ia mengusap-usap punggung yang lebih muda agar ia lebih tenang.
"Sshhh, adek kenapa? Kok nangis begini?"
"Mas Jonghyun.. mas ja..jahaaat..."
Jonghyun terkejut. Kok jadi Mas yang jahat?
"Loh, mas kenapa emangnya?"
Jihoon mengangkat wajahnya dari pelukan Jonghyun. Jonghyun jadi gak tega, wajah remaja itu sekarang sudah tidak karuan lagi, matanya merah dan bengkak sepertinya karena terlalu lama menangis. Jonghyun menghela nafasnya, ia mengusap ingus Jihoon yang mengalir di hidungnya.
"Jadi ini salah mas ya? Coba diceritain ke mas ya, takutnya mas gak sadar buat salah ke adek.."
.. Apa adek kesal ya gara-gara mas kerja lembur?"
Jihoon menggelengkan kepalanya. Air matanya masih deras mengalir di pipinya. Jonghyun jadi sedih, ia padahal gak mau lagi lihat Jihoon nangis. Dan yang tambah bikin Jonghyun tambah merasa bersalah adalah saat ia tahu kalau penyebabnya adalah ia sendiri.
"Bukan karena itu ya? Terus karena apa? Coba dibilang ke mas ya, mas gak tau soalnya.."
Jihoon berusaha menghentikan tangisnya sendiri. Ia mengusap air matanya dengan kasar. Jonghyun tidak tega melihatnya, ia pun menahan tangan yang lebih muda, dan menggantikannya dengan tangannya untuk mengusap air mata kekasihnya itu dengan lembut. Jihoon menghela nafasnya, ia lalu menundukkan wajahnya, seperti menghindari tatapan Jonghyun, tangannya memainkan ujung dasi yang dipakai kekasihnya itu. "Mas udah gak sayang lagi sama aku kan.."
Jonghyun harus mengecek lagi telinganya. Apakah ia tidak salah dengar? Jonghyun tidak sayang lagi dengan Jihoon?
"Apa dek, coba ulangi?"
Jihoon merengut. "Iya, mas udah gak sayang lagi kan sama aku?"
"Huaaaaaa..."
Jonghyun langsung kewalahan, ia langsung menarik kekasihnya itu masuk dalam pelukannya sambil mengusap lembut rambutnya, berharap tangisan remaja itu bisa berhenti karenanya. Diperlakukan seperti itu, Jihoon malah semakin menangis sejadi-jadinya. Jonghyun tidak habis pikir kenapa yang lebih muda itu bisa berpikir kalau Jonghyun sudah tidak menyayanginya lagi. Memang apa yang sudah Jonghyun perbuat? Jonghyun mengusap-usap lagi punggung Jihoon, ia masih berpikir keras untuk menemukan letak kesalahannya sampai-sampai kekasihnya itu berpikiran hal yang aneh seperti itu.
"Mas masih sayang kok sama adek. Sayang banget malahan. Dan kedepannya pasti bakal lebih sayang lagi.."
"Gak mungkin mas gak sayang lagi sama adek..Kok adek bisa mikir kaya gitu? "
Jihoon menatap mata Jonghyun. Dan ia pun berhenti menangis saat melihat kesungguhan di mata pemuda tampan itu. "So..soalnya.. tadi kata temen-temen aku.."
Kata teman-teman Jihoon?
Duh, apalagi yang udah dibikin sama teman-teman eks Wanna One nya itu? Jonghyun benar-benar pusing setiap Jihoon habis ketemuan dengan anak-anak itu—khususnya geng dongsaengnya. Soalnya, setiap pulang ketemuan pasti akan terjadi hal yang aneh-aneh. Masih jelas di ingatan Jonghyun, sepulangnya Jihoon dari ketemuan dengan gengnya itu sebelumnya, Jonghyun hampir terkena serangan jantung saat ia menemukan dapur apartemennya yang hampir kebakaran karena Jihoon mencoba memasak makan malam untuknya—Jonghyun hanya bisa memijit keningnya saat Jihoon bilang kata teman-temannya ia harus coba memasak untuk latihan sebagai istri yang baik. Dan untuk yang sekarang ini ia juga pusing setengah mati karena Jihoon tiba-tiba berpikir bahwa Jonghyun sudah tidak menyayanginya lagi.
Mulai sekarang, Jonghyun sepertinya harus membuat mental note untuk selalu menemani Jihoon setiap ia ketemuan dengan teman-temannya itu, setidaknya berjaga-jaga saja dari hal yang tidak diinginkan. Anak jaman sekarang suka aneh-aneh soalnya, dan Jonghyun sendiri sama sekali tidak bisa mencerna pola pikir mereka.
Jonghyun mengusap air mata Jihoon, dan membelai lembut pipinya. Ia menatap mata Jihoon lekat. " Memangnya apa yang dikatakan teman-teman adek?"
Jihoon menggeleng, ia masih terisak. "Mas..mas kenapa sih gak pernah ngapa-ngapain aku.."
Eh?
"Maksudnya dek?"
Air mata jihoon semakin deras mengalir di pipinya. "Ki..kita kan udah lama lama pacaran mas "
"terus kita kan udah tinggal bareng juga, ..pi kita paling jauh cuma ngelakuin ciuman aja.."
"Padahal kan kata orang kalau sepasang kekasih melakukan 'hal itu' artinya mereka saling mencintai.. ta.. tapi mas aja gak pernah ngapa-ngapain aku.. "
"Apa karena mas gak sayang lagi sama aku? Mas pasti gak selera lagi sama aku.."
"Aku ngebosenin ya? tambah gendut udah gak seksi lagi..huaaaaaa..."
Jonghyun memijat keningnya yang berdenyut kencang sekarang. Jadi ini penyebab kenapa Jihoon menganggap ia sudah tidak sayang lagi dengannya. Jonghyun jadi bingung bagaimana harus menjelaskannya pada Jihoon. Ia memang tidak pernah melakukan hal yang lebih jauh dari mencium kekasihnya itu. Bukan karena ia tidak mau. Tapi karena ia tidak bisa untuk sekarang ini. Dan ia punya alasan untuk itu.
"Dek, bentar deh.. coba dengerin mas.."
Jihoon akhirnya menatap Jonghyun, tapi air matanya masih mengalir deras di pipinya. Jonghyun menghela nafasnya, ia tersenyum pada yang lebih muda untuk menenangkannya. "Bukannya mas gak mau ngelakuin hal itu sama adek.."
"Tapi mas punya alasan.."
Jihoon menatap Jonghyun, wajahnya terlihat kebingungan.
"Sebenarnya hal ini mau mas simpen sendiri aja. Tapi karena kejadiannya udah kaya begini ya mau gak mau mas kasih tau ke adek.."
"Mungkin kalau mas kasih tau alasannya kenapa mas gak pernah menyentuh adek lebih dari sekedar berciuman. Adek mungkin bisa jadi gak terima.."
Jihoon masih menunggu penjelasan dari Jonghyun. Yang lebih tua itu tidak berhenti membelai pipinya saat menjelaskan semuanya. Dan itu lumayan bisa menenangkan Jihoon.
"Ini adalah komitmen mas dari awal—kalau mas gak akan melakukan hal yang begitu jauh sampai kamu masuk usia yang legal. Ketika umur adek sudah lebih dari 20 tahun."
"Lucu sih, karena sebenarnya mas aja udah ngelakuin banyak hal yang mungkin sudah merusak kepolosanmu. Tapi.. kalau soal yang ini, mas udah benar-benar berkomitmen. Itu janji untuk diri mas sendiri. "
"Jadi, adek jangan pernah pikir kalau mas tuh gak sayang sama adek.. Mas kan udah bilang sama tiap hari betapa sayangnya mas sama adek..Masa iya mas bohong?"
"Kalau mas memang gak sayang, ngapain mas minta kamu tinggal sama mas? Untuk apa mas waktu itu sampai memohon-mohon didepan kedua orang tuamu untuk membawamu kesini. Kamu ingat kan, mas waktu itu sampai mules-mules saking nervousnya bicara sama papa mu yang pura-pura galak waktu itu.."
Jonghyun akhirnya bisa lumayan lega saat Jihoon mulai tertawa. Ia pun tidak bisa menahan dirinya untuk mengecup bibir Jihoon, yang membuat kekasih manisnya itu langsung tersipu setelahnya.
"Jangan mikir yang enggak-enggak lagi ya.. adek harus percaya kalau mas tuh sayang, cinta banget sama adek.. duh kok bahasanya kaya ngegombal gini ya jatuhnya." Jonghyun menggaruk kepalanya yang tidak saja meringis mendengar perkataannya sendiri. Jihoon tersenyum, ia tahu kalau Jonghyun memang tidak terbiasa mengungkapkan kata-kata yang romantis, makanya ia geli sendiri.
"Tapi ini benar-benar ungkapan dari perasaan mas. Dan mas harap adek gak ngeraguin itu lagi.. "
"Oke?"
Jihoon mengangguk, ia pun memeluk Jonghyun erat sebelum memberikan kecupan di pipi yang lebih tua. Jihoon sekarang sudah bisa tersenyum dengan lebar, walaupun matanya masih bengkak karena bekas menangis sebelumnya. Jonghyun mencubit pipi Jihoon gemas, sebelum mencium bibirnya sekali lagi.
"Udah ya, gak nangis lagi.. "
"Iya mas, maaf aku ngeraguin mas.. aku cuma takut kalau mas sampai gak sayang lagi sama aku karena aku udah gendut kaya gini."
Jonghyun mencubit pipi Jihoon gemas. "Siapa yang bilang gendut? Lihat ini..
Jonghyun mengambil lengan Jihoon dan melingkarkan jarinya disekeliling pergelangan tangannya.
"Udah kurus begini. Apanya yang gendut.."
"Tapi pipi aku mas.."
Jonghyun tertawa, ia mencubit kedua pipi Jihoon. " Pipi kamu itu adalah salah satu pesona dari Park Jihoon.. dan mas malah suka banget sama ini pipi.."
"Lucu banget.."
"Gak usah mikir yang aneh-aneh lagi deh. Mas gak peduli kamu bagaimana, yang penting kamu bahagia, kamu sehat, bisa terus disamping mas.. apa lagi yang mas harapkan?"
Jihoon tersenyum lebar. Ia sangat bahagia mendengar penjelasan dari Jonghyun. Sepertinya memang ia berpikiran terlalu jauh tentang itu. Ia jadi merasa bersalah sudah berfikiran buruk tentang Jonghyun.
"Aku juga sayaaaang, cintaaaa banget sama mas."
"Dan aku juga menghargai komitmen mas untuk tidak melakukan hal yang terlalu jauh sebelum aku legal."
"Maafin aku ya mas."
Jonghyun tersenyum, ia pun memeluk kekasih manisnya sekali lagi dan mencium ujung hidungnya gemas.
"Tau gak dek, perjuangan mas untuk mempertahankan komitmen mas yang satu ini tuh susah banget tau gak?"
"Pertama-tama mas itu kan sudah dewasa, mas pasti punya dorongan yang lebih dari dalam. Dan dengan keberadaanmu di sekitar, kadang bikin mas suka mau lepas kendali. Kadang mas harus benar-benar menahan diri untuk tidak menyerangmu ketika dirimu bertingkah begitu menggemaskan. "
"Sebenarnya semuanya memang salahku sendiri karena begitu egois memintamu untuk tinggal bersamaku sejak awal—tahu kalau aku pun punya komitmen untuk tidak menyentuhmu lebih jauh. Tapi aku benar-benar gak bisa hidup terpisah darimu. dengan melihatmu setiap pagi, aku bisa lebih bersemangat menjalani hari-hariku yang begitu sibuk.. "
"Aku benar-benar mencintaimu Park Jihoon. Jadi jangan sekalipun meragukannya.. oke?"
Jihoon mengangguk. "Aku juga mas. Aku cinta banget sama mas."
"Ngomong-ngomong mas. Bulan depan kan umur aku 20 tahun. "
Jonghyun tersenyum. Ia mencubit ujung hidung Jihoon. "Ya, adek akan legal sebulan lagi.."
"Jadi karena masih sebulan lagi.. adek bisa mempersiapkan semuanya sampai waktu itu datang, sampai mas bisa menunjukkan padamu bahwa Jihoon adalah milik mas sepenuhnya.."
Wajah Jihoon langsung merona merah saat mendengar perkataan Jonghyun. Iya juga ya, waktunya sebulan lagi sampai ia legal. Dan dari janji Jonghyun yang akan mulai melakukannya dengan Jihoon pada saat itu. Kalau dipikir-pikir Jihoon saja tidak tahu sama sekali soal hal dewasa seperti itu. Sepertinya, Ia harus cari tau lebih dulu deh, jadi ia bisa mempersiapkan mentalnya. Namun sekarang dengan hanya membayangkan ia akan bersatu dengan Jonghyun saja sudah bikin ia benar-benar malu.
Jonghyun yang melihat wajah Jihoon yang sudah berubah menjadi merah padam saat ini langsung tertawa. Ia gemas sekali melihatnya, tapi Jonghyun harus menahan dirinya sekali lagi. Hanya tinggal beberapa hari lagi sampai ia bisa melakukan hal lebih pada kekasihnya itu.
Jonghyun akhirnya hanya bisa menghujani Jihoon dengan ciuman dari dahi, hidung, pipi, sampai berakhir di bibirnya yang manis. Mereka pun tertawa setelahnya.
"Mas bawa pizza favoritmu tadi.. ayo kita makan sebelum dingin.."
"tapi udah malam mas, nanti aku tambah gemuk.." Jihoon merengut.
"Beneran gak mau? Mas tadi pesannya pake extra cheese loh.."
Jihoon langsung sumringah mendengar topping pizza favoritnya itu. Sudahlah, tadi kan Jonghyun sendiri yang bilang dia tidak peduli jika Jihoon gemuk, yang penting ia sehat.
"Jadi gimana? Mau makan gak? Kalau besok lagi udah gak enak loh.."
Jihoon mengangguk senang. Jonghyun tertawa melihat tingkah menggemaskan kekasihnya itu. Jihoon pun membiarkan Jonghyun menarik tangannya dan menggandengnya menuju pizza favoritnya. Ia pun kemudian memeluk lengan Jonghyun dan melendot dengan manjanya.
Setelah yang terjadi hari ini Jihoon menjadi lebih yakin kepada Jonghyun. Ia sekarang benar-benar percaya dengan perasaan yang lebih tua itu padanya. Dan ia janji untuk tidak akan meragukannya lagi selamanya. Begitu pula dengannya, ia akan menjaga kepercayaan Jonghyun padanya, dengan terus mencintai yang lebih tua, apapun yang akan terjadi.
Karena Jihoon yakin ia terlahir hanya untuk bersama Jonghyun. Jonghyun adalah takdirnya.
-fin-
.
.
.
Extra :
"Ooh, Jadi begitu alasannya kenapa dia gak ngapa-ngapain kamu sampai sekarang?"
Jihoon mengangguk dengan bangga. Ia tersenyum lebar. Ia sudah menjelaskan pada teman-teman dan ditambah hyung-hyungnya Wanna One nya, mengenai alasan Jonghyun tidak pernah ngapa-ngapain dia selama ini. Dan sekarang ia tidak akan mudah terbawa omongan teman-temannya lagi karena ia sudah yakin dengan perasaan Jonghyun.
"Baik banget dia ya kak. Aku jadi tambah ikhlas kamu sama dia." Guanlin menambahkan.
"Aku senang kakak dapat orang baik kaya dia.."
Jihoon tersenyum. "Makasih Guanlin.."
"Btw, mas Jonghyun kemaren itu jadi supir ojek apa ya?"
"Do-jek. Emang kenapa?"
Jihoon langsung bingung ngeliat semua orang didepannya termasuk hyung-hyung yang baru nimbrung sekarang sibuk buka ponselnya dan mencari sesuatu.
"Do-jek kan nama aplikasinya?" Daehwi nanya.
"Iya.. kenapa sih emangnya?"
Jihoon melongok ke dalam ponsel member Wanna One lainnya untuk melihat apa yang sedang mereka lakukan.
Oh, mereka semua bersamaan menginstall aplikasi do-jek.
"Kalian ngapain sih tiba-tiba install aplikasi itu sama-sama?"
Daehwi langsung menimpali. "Kami mau pake do-jek, siapa tau nemu lagi yang kaya Mas Jonghyun-mu itu.."
"Dia idaman banget deh.."
Dan Jihoon langsung facepalmed.
.
.
.
.
Authot Note:
Yay, aku kembali lagi :)
Btw, ini semacam sequel dari fic I'm into You kemarin yaaa.. settingnya tentu saja kehidupan sesudah mereka tinggal bersama.
Ngomong-ngomong disini yang aku tau kalau legal age di Korea itu umur 20 tahun saat mereka sudah boleh meminum alcohol, kalau masalah hal-hal lainnya aku gak tau batasan umurnya berapa, tapi anggap saja sama lah ya. Aku gak begitu ngerti banyak soal budaya di Korea soalnya.
Oh iya, mau minta usul, kira-kira kalian mau gak kalau aku buat kisah-kisah keseharian mereka setelah hidup bersama, tapi dengan tema yang berbeda setiap chapternya? Tapi kalau kalian mau aja hehehe. Kalau mau, nanti aku lanjutin di fic ini.
Anyway, selamat menikmati ceritanya, semoga semuanya terhibur :'))
