standard disclaimer applied.


Author's Note: Remake from my oldie fanfiction—also published on my Fictionpress account. I didn't do plagiarism or stuffs!


|| 0068 || 779910 || 217 || 61412 || 9488 ||

Ada rasa sakit yang mendera di dalam tubuhku. Luka tak terlihat yang menyiksaku.

Aku tak melihat darah yang mengalir keluar.

Aku tak melihat belati yang menyebabkan luka ini. Namun aku merasakan sakitnya.

Apa yang harus aku lakukan?

Aku ingin belajar menerima kenyataan, betapa pun sakitnya itu.

Namun… Aku ingin mengucapkannya. Satu dialog yang kurancang bertahun-tahun. Untuk sosoknya.

"Annyeonghaseyo, Kim MinSeok imnida. Senang berkenalan denganmu… Oh SeHun…"

.

.

.

.

.

.

February 8th, 2013

BubbleTea: Suaramu sangat merdu, Hyung.

Baozi: Jinjja? Aku senang kalau kau menyukai suaraku. Besok kita bisa melakukan AudioChat lagi 'kan?

BubbleTea: Tentu, Hyung! Mendengarkan suaramu tidak pernah membosankan. Sekarang maukah kau menekan ikon Audio Chat sekali lagi? Nyanyikan lagu pengantar tidur untukku ^^

Jemari itu tanpa ragu menekan ikon audio chat di sudut kiri atas window Yahoo Messenger yang dibukanya.

Lalu, sebuah suara indah dari pemuda pemilik pipi chubby itu pun mengalun pelan.

.

.

.

.

.

Namanya Kim MinSeok.

Ia hidup sendirian di sebuah apartment kecil yang ia sewa tidak jauh dari universitas tempatnya menuntut ilmu. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat tujuh tahun yang lalu, sejak saat itulah MinSeok memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk biaya kuliah dengan menjadi waiter di sebuah café. Kadang kalau pemilik café sedang berbaik hati, ia akan meminta MinSeok menyanyi. Yang itu artinya menambah penghasilannya. Walau pada akhirnya saat itu MinSeok harus lembur.

Semua yang mengenalnya pasti akan menganggap sosok MinSeok sebagai pribadi yang tertutup. Bahkan beberapa menganggap dia sangat dingin. Walau sebenarnya MinSeok tidak begitu, namun dia tidak berusaha merubah image tersebut. Karena masih ada seseorang yang mau menerima semua sikap dan mengerti siapa MinSeok sebenarnya.

Sosok itu… Oh SeHun.

Sesama orangKorea yang kini sedang berada di Jerman. MinSeok mengenalnya dari sebuah chatting acak di Omegle dan berujung pada saling bertukar Y!M. Sudah hampir tiga tahun ini mereka berhubungan lewat Y!M. Tepat jam delapan malam MinSeok sudah harus duduk manis menunggu pemuda penggemar Miranda Kerr dengan nick name BubbleTea itu—bubble tea adalah minuman favorite-nya.

Walaupun SeHun tak pernah mau chatting lewat Video Chat, tapi MinSeok cukup puas, dan mulai berhenti memaksanya. Dia berkilah bahwa wajahnya sangat jelek, padahal dengan suara yang MinSeok dengar lewat Audio Chat yang akhir-akhir mereka lakukan, karena SeHun bilang dia kecanduan dengan suara MinSeok, suara pemuda itu terdengar sangat lembut. SeHun memiliki aksen 's' yang unik. Walau terkesan dingin—sama dengan MinSeok— tapi, terkadang SeHun bersikap manja dan MinSeok senang mengenalnya—hal itulah yang sangat ingin ia katakan padanya jika mereka bisa bertemu nanti.

"Oh SeHun, aku senang mengenalmu."

.

.

.

.

.

Langit di malam musim gugur terlihat cerah.

Angin menerpa kisi-kisi jendela, menimbulkan suara yang sedikit mengusik pemuda yang sedang duduk tenang di depan sebuah laptop yang menyala. Tangannya bergerak lincah menekan tuts-tuts keyboard.

February 14th, 2013

BubbleTea: Semua orang bilang hari ini adalah Hari Kasih Sayang. Bagaimana denganmu, Hyung? Apakah kau merasakan hal yang sama?

Baozi: Hahaha kurasa kau lebih mengerti aku, Hunie. Aku tak peduli dengan hari-hari seperti itu :D Bagiku hari itu dan biasanya tak ada bedanya.

BubbleTea: Jinjja? Kukira kau akan dapat banyak cokelat, Hyung ;-)

Baozi: Siapa yang akan berbaik hati memberiku cokelat?

BubbleTea: Kalau aku di sana, aku menghujanimu dengan banyak cokelat, Hyung :p

Baozi: Aku akan menunggu saat itu, Oh SeHun ^^

BubbleTea: Hyung, kau tidak akan menunggu lama untuk semua itu.

Baozi: Apa maksudmu?

BubbleTea: Aku sudah di Korea, Hyung. Dua hari yang lalu. Jadi maukah kau besok menemuiku?

Baozi: JINJJA? Kau tidak sedang mengerjaiku atau sekedar ingin membuatku tidak bisa tidur, 'kan?

BubbleTea: Aniyo, Hyung ^^ Besok aku, Oh SeHun akan menemuimu di café tempatmu bekerja. Aku janji.

Baozi: Aku akan menunggumu. Atau aku akan membunuhmu jika kau tidak datang. #dan aku sangat serius asal kau tahu saja Oh SeHun

BubbleTea: Wow! Aku takut dengan ancamanmu, Hyung

Baozi: SeHun…

BubbleTea: Waeyo, Hyung? O.o

Baozi: Maukah kau Video Chat denganku sekrang? Aku ingin melihat wajahmu… tidak lucu bukan jika besok aku salah orang.

Lama… tak ada balasan dari pemuda di seberang.

Baozi: BUZZ

BubbleTea: Kau yakin, Hyung?

Baozi: Sangat teramat yakin, Oh SeHun. Dengan begitu kalau wajahmu jelek aku bisa langsung meninggalkanmu :p

BubbleTea: Yah, kau jahat sekali, Hyung! T-T Tapi baiklah…

Baozi: ^^

Jantung pemuda itu berdetak teramat kencang saat menekan icon video chat yang memanggilnya dari pemuda di seberang. Hati-hati jemari itu menekan answer.

Dan munculah satu wajah yang cukup membuatnya terpana dan terpesona.

Wajah dengan bibir tipis yang menampilkan satu senyum manis. Teramat sangat manis. Hoodie warna orange menutup kepalanya, menyembunyikan helaian rambutnya. Kulit pale sewarna porselen terlihat di depan layar laptop MinSeok. Lukisan wajah itu semakin sempurna saat dua sorot permata sewarna lelehan caramel memandangnya dari seberang. Mata itu sedikit sendu. Tapi, MinSeok seolah telah terjebak dalam pesona satu karya Tuhan. Kebisuan yang dilatari senyum sang pemuda di seberang sontak terpecah saat pemuda itu berucap lembut.

"Annyeong, MinSeok-hyung. Oh SeHun imnidaBangaptaseumnida…"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

February 15th, 2013

Hari ini, MinSeok menuju café tempatnya bekerja lebih semangat dari biasanya. Tentu saja sosok pemuda yang semalam chatting dengannya itu yang menjadi alasan utamanya. MinSeok tak sabar untuk bertemu dengannya secara langsung. Matanya yang sedang sibuk mengelap gelas-gelas di meja tak pernah lepas dari lalu-lalang pengunjung yang keluar masuk café. Namun hingga gelas ke tiga puluh selesai, wajah pemuda bernama Oh SeHun itu tak terlihat.

"MinSeok-hyung. Tolong layani meja nomor 5." MinSeok mendengar suara KyungSoo, salah satu pekerja di café ini juga. Mengangguk singkat, MinSeok meraih note dan bergegas menuju meja nomor 5.

Sesosok pemuda berwajah gelisah terlihat duduk sendirian di meja yang terletak di samping jendela yang tepat menghadap ke taman di luar café. Wajahnya yang kelewat cantik untuk seorang pemuda itu terlihat gelisah.

"Annyeong," sapa MinSeok pada pemuda yang berjengit karena terkejut dengan kedatangannya.

"Annyeong. Ugh, mianhae, saya tidak ingin memesan. Saya hanya ingin bertemu dengan—Kim MinSeok?"

Pemuda itu memandang name tag yang tertempel di dada MinSeok.

"Ya?"

"Kau benar-benar Kim MinSeok atau Baozi?" tanya pemuda itu sekali lagi.

"Ya," jawab MinSeok singkat.

"Bisa kita bicara sebentar?"

MinSeok mengangguk seraya menarik sebuah kursi di depannya.

"Namaku Oh LuHan… Aku kakak dari Oh SeHun…" Pemuda bernama Oh LuHan itu memperkenalkan diri. Sementara satu perasaan tak nyaman mulai menyelinap dalam hati MinSeok.

Apalagi saat LuHan mengaku sebagai kakak dari SeHun.

"SeHun hari ini tidak bisa datang menemuimu," lanjutnya pelan.

"Kenapa? Kemana SeHun?" MinSeok semakin tak mengerti. "Kenapa dia mengingkari janjinya untuk datang menemuiku?"

"SeHun…" Hati-hati sekali LuHan mengucapkan kata-katanya. "SeHun meninggal, MinSeok-sshi."

Deg.

Satu batu besar yang tak terlihat seolah menimpa MinSeok. Telak ke dalam hatinya.

"Ti-tidak mungkin…" tolak MinSeok mengingkari kenyataan yang coba diterangkan LuHan. "Jangan bercanda, LuHan-sshi…"

"Tapi itu kenyataannya. SeHun sakit."

"Dia tidak pernah bilang padaku kalau dia sakit!" elak MinSeok keras. Ia tak peduli nada suaranya mulai menarik perhatian pengunjung café untuk melihat ke arah mereka.

"Dia berada di Jerman untuk mengobati sakit kanker otak stadium akhir yang dideritanya selama ini!" Kali ini suara LuHan mulai mengeras.

"TAPI, TADI MALAM DIA BARU SAJA CHATTING DENGANKU!" MinSeok berdiri seraya menatap LuHan tajam. MinSeok tak mau begitu saja menerima kenyataan menyakitkan mengenai SeHun-nya.

"S–semalam?" LuHan terkejut dengan pengakuan MinSeok.

"Kenapa? Kau terkejut?" tanya MinSeok kasar.

"Tapi, SeHun sudah meninggal sejak tiga hari yang lalu…"

...

SELESAI


( © AL, 2013 )