Chapter 1

.

.

.

"Banci!" seru salah satu murid laki-laki.

"Eh itu kacamata apa spion!" murid lain ikut menimpali.

"Nih, gue pinjemin pita sama jepit gue buat rambut loe...hahaha." kali in murid perempuan yang berkata.

"Udah nama loe ganti aja jadi Markonah, gak usah pake nama sok bule," sahut murid lainnya.

Itulah santapan sehari-hari yang diterima oleh Mark selama setahun dia bersekolah di Seoul High School. Sempat terlintas dalam pikiran Mark bahwa di tahun ajaran yang baru ini teman-temannya akan berhenti mengejek atau mengerjainya. Namun nampaknya hal itu hanya berupa angan semata yang tak mungkin terjadi. Hari ini adalah hari pertamanya di tahun ajaran kedua di sekolah ini dan dia sudah diejek di sepanjang koridor baik oleh mantan temannya di kelas 10 ataupun teman barunya di kelas 11. Belum lagi beberapa kakak kelas juga mulai tertawa mengejek. Untunglah para siswa baru sedang berkumpul di aula. Jika tidak harga diri Mark akan semakin hancur seandainya adik kelasnya juga mulai ikut merundungnya.

Sebenarnya Mark tak tahu pasti apa penyebab teman-temannya bersikap seperti itu kepadanya. Apa karena sikapnya yang cenderung tertutup sehingga dia tampak seperti pemurung yang anti sosial. Atau karena penampilannya yang menurut anak muda jaman sekarang sangat tidak kekinian dan tidak gaul seperti anak-anak hits lainnya. Kacamatanya yang besar hampir menutupi sebagian wajahnya. Ditambah pula rambut hitamnya yang nyaris sebahu dengan poni yang melebihi mata membuat wajahnya semakin tidak kelihatan.

Namun Mark tak pernah berusaha melawan ataupun membalas jika mereka mengejek maupun mengerjainya. Yang dia lakukan hanyalah diam dan menunduk, walaupun di lubuk hatinya dia ingin sekali membalas mereka. Membalas setiap perkatan mereka ataupun melawan setiap diberi bogem mentah oleh mereka. Tapi dia mengakui bahwa dirinya terlalu pengecut untuk melakukannya. Saking pengecutnya, alih-alih melakukan perlawan, dia justru berharap akan ada anak lain yang jauh lebih kutu buku darinya yang akan dia jadikan tumbal, sehingga mereka berhenti menggangunya. Di awal tahun ajaran baru ini Mark berdoa siapa tahu ada anak baru yang bisa menggantikan dirinya untuk jadi bulan-bulanan. Sangat pengecut sekali bukan.

.

.

.

Siang itu Mark pulang dengan kaki tertatih dan bibir robek. Rupanya hari ini teman-teman barunya di kelas 11 memberi hadiah awal tahun pelajaran yang berupa pukulan di wajah dan tendangan yang menyebabkan dia jatuh dari anak tangga, karena secara tak sengaja dia memergoki mereka merokok di belakang kantin sekolah. Dan seperti biasa dia tak langsung pulang ke rumah. Toh pikirnya untuk apa pulang ke rumah yang kosong dan hampa.

Ayah dan ibunya, walaupun mereka tidak bercerai namun telah berpisah rumah. Pekerjaan ayahnya yang hanya seorang koki seolah tak seimbang dengan ibunya yang seorang dokter bedah di rumah sakit terkenal di Seoul. Mereka kerap kali beradu mulut dan bertengkar hanya karena masalah sepele, mulai dari televisi sampai makanan. Hingga akhirnya sang ayah memutuskan untuk meninggalkan rumah 3 tahun yang lalu. Dan sang ibu sendiri lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sakit tempatnya bekerja sampai malam. Mereka berdua seolah lupa jika mereka masih memiliki seorang anak. Memang secara finansial ibu Mark tidak memiliki masalah untuk mencukupi kebutuhannya. Namun mereka lupa jika seorang anak juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Terlebih lagi absennya figur seorang ayah di rumah membuat Mark merasa kehilangan panutannya.

Mark berjalan tertatih menuju tempat favoritnya untuk menghabiskan sore, yaitu di bukit belakang sekolah. Tempat itu sangat nyaman. Rumputnya yang hijau dan udara yang sejuk membuat Mark betah berlama-lama menghabiskan waktu disana. Terlebih lagi di sana terdapat sebuah pohon apel besar yang rindang tepat untuk berteduh. Saat Mark keluar melewati gerbang sekolah, dia melihat kerumunan orang di seberang jalan. Tapi seperti biasa, Mark yang pada dasarnya tidak peduli dengan urusan orang lain memutuskan berbelok ke kiri untuk meneruskan perjalannya ke bukit belakang sekolah. Terlebih lagi ketika dia menyadari jika sebagian besar dari kerumunan itu adalah murid-murid sekolahnya dan beberapa guru. Sudah cukup Mark bertemu dengan mereka hari ini.

Begitu sampai di bukit itu, Mark langsung duduk di bawah pohon sambil merebahkan badannya bersandar pada batang pohon. Dia mengambil mp3 player yang dibawanya dari dalam tas dan mulai memilih-milih lagu untuk diputar. Ketika dia sudah menemukan lagu yang dicarinya dia pun memutuskan untuk berbaring dan mengistirahatkan matanya. Saat dia merebahkan dirinya di rumput, dirasakanya sesuatu yang mengganjal di punggungnya. Ternyata itu adalah sebuah kalung emas putih. Kalung itu memiliki design yang sederhana sehinga dapat dipakai oleh semua gender. Sebuah liontin dengan inisial NJM tergantung menghiasi kalung itu.

"Ini kalung siapa ya?" pikir Mark sembari mengambil kalung itu.

Tiba-tiba seekor burung datang dan hendak mematuk kalung itu. Bukit ini dekat dengan hutan jadi banyak binatang seperti burung, kelinci sampai musang berkeliaran di sini. Mark cepat-cepat memasukkan kalung itu ke saku jas seragam sekolahnya dan mengusir burung itu.

"Hus pergi sana! Ini bukan makanan tau!" Mark berusaha untuk mengusir burung itu. Namun alih-alih pergi jumlah burung yang datang semakin banyak.

"Aduh burungnya kok tambah banyak. Ya udah aku pulang aja ah." Mark akhirnya memutuskan untuk membereskan barang-barangnya dan pulang ke rumah.

.

.

.

Sesampainya di rumah, Mark mendapati rumahnya gelap gulita. Diapun menyalakan saklar dan langsung menuju dapur untuk mengambil segelas air demi meredakan dahaganya. Ketika dia hendak membuka pintu kulkas ditemukannya sebuah pesan yang ditulis ibunya.

.

Hari ini mama lembur, ada pasien gawat darurat.

Di kulkas ada sayur sisa tadi pagi.

Kamu hangatkan saja untuk makan malam.

Mama

.

"Hmph, pasien gawat darurat terus tiap hari!" keluh Mark.

Mark tahu seharusnya dia tidak boleh menyalahkan pasien gawat darurat ibunya, lagipula mana ada orang yang meminta untuk masuk rumah sakit. Namun rasa kesal Mark sudah sampai ubun-ubun dan dia butuh orang yang di salahkan. Akhirnya diapun memutuskan pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian dan mengobati lukanya. Ketika dia melepas seragamnya sesuatu terjatuh dari saku jas sekolahnya.

"Eh, aku lupa ada kalung ini. Punya siapa ya? Tau ah, simpen di laci aja."

Mark membuka laci meja belajarnya dan diletakkanlah kalung itu ke dalam laci. Namun saat dia hendak menutup lacinya sesuatu menarik perhatiannya. Di sana jauh di sudut laci meja belajarnya, tergeletaklah sebuah pisau lipat bergagang perak yang Mark beli secara on line beberapa bulan silam. Sejenak Mark terpaku menatap pisau tersebut. Lalu tanpa disadarinya tangannya telah mengambil pisau itu dan memasukkannya ke dalam tas sekolahnya.

"Mungkin ini sudah saatnya," kata Mark dengan suara yang sama sekali tidak mirip dengan dirinya.

Mark memutuskan untuk tidak makan malam maupun mengobati lukanya. Dia langsung tidur dengan perut kosong namun dengan pikiranyang penuh.

TBC

.

.

.

Hello kali ini aku coba bikin ff Markmin. Fanfic ini aku buat sebagai pengobat rasa rinduku buat Markmin moment yang makin dikit (kenapa selalu pilih kapal yang jarang moment ya T_T). Dan ini juga ff berseri pertamaku. Tapi chapternya gak akan banyak, aku gak bisa bikin konflik panjang-panjang. So please review ya, biar semangat nulis chapter berikutnya. Tenkyu~

-Ang-