Gadis manis berambut pirang itu membelah rambutnya menjadi dua bagian, lalu diikatnya masing-masing bagian dengan gaya pigtail. Gadis itu tersenyum menatap dirinya dipantulan cermin. Manik karamel indahnya meneliti bagian-bagian tubuhnya, kalau-kalau ada sedikit cacat dalam dandanannya pagi ini.

"Yosh, sempurna!" Kita sebut saja dia Lucy Heartfilia. Anak konglomerat—ehem, mantan konglomerat Heartfilia yang kini sudah menjadi penyihir di salah satu guild di kota Magnolia dan terkuat di seantero Fiore. Apalagi kalau bukan Fairy Tail.

Berkat Daimatou Enbu—atau biasa disebut Grand Magic Games, ajang pertandingan sihir yang setahun sekali diadakan kerajaan Fiore untuk merebut gelar guild nomor satu, Fairy Tail yang selama tujuh tahun terpuruk kini sudah meraih apa yang hilang dari mereka dulu—gelar guild terhebat.

Dan, sudah setahun lamanya Daimatou Enbu berakhir. Banyak yang sudah Lucy lalui bersama para nakamanya.

Bahkan yang paling parah, melihat dirinya sendiri yang datang dari masa depan harus mati karena melindunginya.

Itu masa lalu, kan?

Lucy mengunci pintu apartemennya lalu berjalan dengan senyum yang terus terpatri di wajahnya menuju rumah kedua baginya.

Fairy Tail.


Nacchandroid mempersembahkan

A Fairy Tail Fanfiction

Beyond the Boundary

Disclaimer: Siapa lagi kalau bukan si tukang troll, Hiro Mashima?

Oh, tolong baca Author Note di bawah, ya :3


"Selamat Pagi, semuanya!" seperti biasa, aku menyapa orang-orang guild dengan riang dan semangat. Tentu saja sapaanku tak hanya seperti angin lalu. Mereka—orang-orang guild yang sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri selalu membalasnya dengan ramah dan ceria.

Aku tak henti-hentinya memasang senyumanku dan melangkah dengan semangat ke arah meja bar. Di sana berdiri seorang barmaid cantik berambut putih panjang bergelombang—Mirajane Strauss. Kakak tertua dari ketiga Strauss bersaudara, model gravure majalah mingguan Sorcerer, tapi di balik wajah ramah dan kalemnya, dia adalah salah satu S-Class mage Fairy Tail dengan sihir take over: Satan Soul.

Mengerikan? Awalnya aku juga berpikir begitu. Tapi tenang saja, Mira ini orang yang paling ramah dan baik hati yang pernah aku temui.

"Pagi, Mira!" sapaku lalu duduk di kursi bar. Mira yang sedang mengelap gelas menatapku lalu tersenyum ramah.

"Pagi, Lucy! Kau semangat sekali hari ini," ujarnya sembari meletakan gelas yang barusan ia lap ke tempatnya. "Mau minum apa?"

"Milkshake vanilla saja deh,"

"Baik. Jangan terlalu sering minum es di pagi hari ya, Lucy. Kemarin pagi kau juga minum milkshake." Ucap Mira. Lalu dengan cekatan ia menyiapkan milkshake pesananku.

Aku hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataannya.

Oke, tunggu. Aku tak seharusnya santai begini.

Sekarang sudah hampir jam setengah sembilan. Seharusnya sesuai janji yang orang itu tetapkan, kami akan pergi menjalankan misi jam setengah sembilan nanti, kan?

Masa iya orang itu terlambat, lagi?

Aku menggerakkan kepalaku, menyusuri guild yang mulai ramai karena member yang satu persatu mulai berdatangan atau karena orang-orang yang sekedar ingin berkunjung. Aku menelusuri pojok-pojok guild tempat orang itu biasanya ada.

Aneh.

Padahal dia sudah janji denganku tak akan terlambat.

"—cy... Lucy?"

Aku tersentak, seketika aku menolehkan wajahku menatap Mira yang sedang menatapku dengan tatapan bingung.

"Ada apa, Lucy?" tanya Mira sembari meletakan milkshake pesananku di atas meja. Aku menggaruk belakang kepalaku yang sedikit gatal, lalu menggeleng.

Mira hanya menatapku heran, mengendikan bahunya lalu mengelap gelas lagi.

Aku menghela napas berat lalu meminum milkshake vanillaku.

"Ah, dasar Natsu, padahal dia sendiri yang janji jam setengah sembilan. Sekarang dia sendiri yang terlambat." Gumamku di sela-sela minumku.

"Eh, Lucy... kau mencari Natsu?" aku sedikit tersentak mendengar pertanyaan Mira tadi. Aku menatapnya dan mengangguk.

"Natsu itu, padahal dia yang janji akan menjalankan misi denganku jam setengah sembilan ini. Tapi dia sendiri terlambat. Huh, aku kesal!" gerutuku.

"Lucy... kalian berjanji sejak kapan?" tanya Mira dengan nada yang terdengar...ragu?

Eh, kenapa?

"Da-dari dua hari lalu... kenapa, Mira?"

"Tapi tadi Natsu... pergi menjalankan misi dengan Lisanna dan Happy, satu jam yang lalu."

Eh?


"Ahh... aku tidak mau naik kereta lagi," gerutu seorang penyihir Dragon Slayer api yang kini berjalan lemas dan wajahnya sudah kelewat pucat.

"Kau selalu mengatakan itu, Natsu." Jawab si kucing berwarna biru yang kini dengan santainya terbang di samping penyihir yang hampir sekarat karena menaiki kereta api, siapa lagi kalau bukan Natsu.

"Jangan begitu, Happy... kasihan Natsu," ujar gadis manis berambut putih pendek yang berjalan beriringan dengan Natsu dan si kucing yang kita ketahui bernama Happy. Si gadis tersenyum ke arah Natsu yang wajahnya makin pucat. "Kau baik-baik saja, Natsu?"

Natsu hanya mengangguk pelan. "Aku lapar. Lisanna, beri aku makanan~" ucapnya lemas.

"Baiklah, ayo kita makan dulu sebelum menjalankan misi," ucap gadis itu—atau bisa disebut Lisanna.

Mereka bertiga berjalan beriringan melewati kerumunan orang-orang yang sedang melakukan aktivitas mereka. Langit yang berwarna biru tampak sangat tenang dengan taburan awan-awan tipis yang bergerak perlahan. Matahari pun bersikap baik pada para penyihir muda ini sekarang, ia menyinari mereka, menghangatkan mereka dengan cahayanya yang tak begitu terik.

Langkah kaki mereka terhenti ketika melihat sebuah papan berwarna cokelat tua yang sedikit lusuh bertuliskan 'restoran' yang digantung tepat di atas pintu masuk. Tanpa aba-aba lagi, Natsu dan Happy langsung menyerbu pintu masuk restoran ketika asap putih yang beraroma lezat yang mengepul dari dalam restoran melewati hidung mereka.

Lisanna yang melihat kejadian itu hanya menghela napas pelan lalu menggelengkan kepalanya ringan. Ia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran itu, menyusul kedua rekan mereka yang lebih dulu menyerbu surga makanan tersebut.

"Lisanna! Sini, sini!" Happy melambaikan tangannya riang memanggil Lisanna yang masih berjalan menuju bangku yang sudah dipilihkan Natsu dan Happy. Ia lalu duduk menghadap Natsu yang sudah fokus dengan menu makanan yang ada ditangannya.

Pelayan restoran itu menghampiri mereka dengan membawa buku catatan kecil untuk mencatat pesanan mereka. Natsu masih menatap menu makanan sambil mengernyit dan mengusap-usap dagunya—tipikal orang bingung.

Happy menggeser sedikit buku menu yang ada ditangan Natsu agar ia bisa melihat jelas. Happy pun kebingungan karena makanan yang tertera di sana kebanyakan berbahan dasar ikan.

Bisa dilihat wajah Happy yang sudah siap ngeces.

Lisanna memiringkan kepalanya, dia mencondongkan badannya agar ia bisa membaca menu makanan bersama dengan Natsu dan Happy. Tak lama, ia menghela napas lalu menoleh ke sang pelayan.

"Menu spesial hari ini apa?"

Sang pelayan yang sudah memasang wajah cemberut karena mereka sangat lama dalam memilih makanan akhirnya memasang senyum ala salesnya. Lalu ia menggeser sedikit menu makanan yang dipegang Natsu lalu membolak-balikkan halaman buku itu.

"Ini menu spesial hari ini, khusus untuk couple dengan harga ekonomis," pelayan itu tersenyum makin manis—tentu saja masih ala sales. "Bonus parfait jumbo juga." Kata si pelayan itu lagi.

Tunggu, couple?

Eh?

Wajah Lisanna kini sudah dihiasi semburat merah tipis, ia agak salah tingkah mendengar kata couple yang dilontarkan si pelayan tadi.

Apakah mereka terlihat seperti couple?

"Ka—kami bukan..."

"Ayolah, Lisanna! Kami sudah lapar," gerutu Natsu dan Happy yang sudah cemberut menatap Lisanna.

Lisanna hanya menghela napasnya, lalu memesan menu yang dianjurkan sang pelayan tadi.

"Aku mau ikan!" teriak Happy riang.

Okelah.

Beberapa menit berlalu setelah mereka memakan semua makanan yang mereka pesan. Tentu saja, makanan belepotan di sana-sini dan tumpukan piring, mangkok dan beberapa gelas minuman.

Kau tanya kenapa bisa banyak begitu?

Yah salahkan saja si Natsu dan Happy yang berulang kali memesan makanan sampai pelayan yang melayani mereka terheran-heran.

"Fuwaaah, kenyang sekali ya, Happy." Gumam Natsu sambil menepuk-nepuk perutnya yang sudah menggembung layaknya bola dan bersandar pada tembok putih yang ada di belakang bangku miliknya. Ia menggigiti sebatang tusuk gigi sambil tersenyum lebar.

"Aye," jawab Happy sekenanya. Sama seperti Natsu, dirinya juga telah menggembung seperti bola.

Lisanna hanya melihat mereka berdua sambil menyendok parfait yang ia pesan—oke, bonus dari couple meal yang barusan ia makan. Wajahnya terlihat cemberut sedikit, kesal dengan Natsu yang menyuruhnya memakan parfait itu sendirian.

Padahal ia ingin makan parfait ini berdua dengan Natsu, layaknya couple. Lisanna memilih diam walau ia kesal terhadap Natsu. Mau apa lagi? Pemuda di depannya ini badannya saja yang laki, tapi pikirannya masih kekanakan. Tidak mungkin Natsu berpikiran untuk memakan parfait ini berdua dengan Lisanna layaknya couple.

Mustahil.

Padahal Lisanna telah menantikan saat-saat seperti ini, menjalankan misi dengan Natsu—dan Happy, bertiga. Sudah lama ia tidak bersama mereka semenjak orang-orang di guild menganggap ia sudah meninggal. Padahal ia hanya terserap anima dan terdampar ke dunia lain bernama Edolas.

Sekembalinya ia ke Edolas, ternyata Natsu dan Happy malah dekat dengan seorang gadis, anggota baru Fairy Tail, Lucy Heartfilia.

Tentu hal itu membuat dirinya merasa tersingkir dari Natsu dan Happy, walaupun perasaannya sedikit terobati karena akhirnya ia bisa bertemu dengan kakak-kakak aslinya.

Lisanna tak pernah bisa mengajak Natsu dan Happy pergi menjalankan misi bersama. Kenapa? Tentu saja karena mereka selalu bersama Lucy.

Jealous? Iya, Lisanna cemburu. Apalagi saat Daimatou Enbu setahun yang lalu. Lihat saja betapa ngototnya Natsu ingin menyelamatkan Lucy saat dia ditangkap prajurit kerajaan sampai mengalahkan Future Rogue dan menyelamatkan masa depan karena janjinya dengan Future Lucy.

Natsu selalu melakukan hal-hal nekat demi Lucy. Lisanna tak habis pikir, seberapa pentingnya kah Lucy bagi Natsu?

Lisanna juga tak bisa memungkiri, Lucy memang gadis yang baik. Ia cantik, ramah, ceria, dan semakin hari semakin bertambah kuat. Lisanna tahu, Lucy bukanlah tandingannya.

Tapi ia hanya tak ingin Natsu berpaling pada Lucy. Dia dan Natsu sudah berjanji akan menikah jika mereka sudah dewasa, kan? Walaupun itu hanya janji sepihak yang terucap dari mulutnya. Iya, Natsu tak pernah mengatakan dia setuju untuk menikah dengan Lisanna. Apalagi janji itu saat mereka masih kecil.

Lisanna menghela napas. Ia tersadar dari lamunannya saat melihat Natsu yang sudah berdiri dengan Happy yang terbang di sebelahnya.

"Ayo, Lisanna. Klien kita sudah menunggu!" ucapnya.


"Berhenti!" aku terus berlari mengejar ketua bandit sialan yang tak kunjung tertangkap olehku. Aku memegang erat Fleuve d'etoile dan sesekali mengayunkannya agar bisa menjerat bandit yang berlari seperti monyet di depanku.

Sial, larinya cepat sekali, sih.

"Aku bilang berhenti, bodoh!" aku mengayunkan Fleuve d'etoileku sekali lagi. Hap! Tertangkap! Aku tersenyum lebar melihat cambukku mengikat kaki kanan bandit itu hingga ia jatuh tengkurap. Aku menghampirinya dan mengikat bandit itu dengan tali tambang yang diberi oleh klien tadi. Ia terus meronta-ronta minta dilepaskan. Hah... berisik sekali.

Tanpa basa-basi, aku menggeret ketua bandit itu menuju rumah klienku, untuk menyerahkan bandit ini dan meminta bayaran, tentunya.

Aku menghela napas lega, tak rugi juga waktuku mengejar-ngejar bandit ini sampai tubuhku penuh keringat begini.

Tak lama berjalan, aku melihat bangunan megah di hadapanku. Ya, itu rumah klienku. Aku langsung masuk dan menyerahkan bandit ini kepada klienku. Setelah berterima kasih dan menerima bayaran, aku pamit undur diri dan pergi dari rumah itu.

Aku melangkahkan kakiku gontai, menatap jalan setapak yang aku injak. Penuh debu, kotor. Pikiranku melayang, bisa-bisanya Natsu melupakan janjinya padaku dan memilih pergi mengambil misi dengan Lisanna? Sebegitu bodohnya kah dia sampai-sampai janji dua hari lalu dengan mudahnya ia lupakan?

Begitu mendengar dari Mira bahwa Natsu mengambil misi bersama Lisanna dan Happy, jujur saja... hatiku sakit. Aku juga tak mengerti kenapa badanku seketika menegang ketika mendengar berita itu.

Aku iri, iri dengan Lisanna.

Lisanna menurutku cukup manis, baik hati, riang dan bersahabat. Banyak yang menyukai dirinya—bukan berarti orang-orang guild tidak menyukaiku, ya. Orang-orang di guild tak pernah membeda-bedakan sesamanya. Mereka menganggap semua orang di guild itu adalah keluarga, sahabat.

Aku juga menganggap semuanya begitu. Bagiku, Fairy Tail adalah rumah, keluarga, tempat kembali.

Aku juga menganggap Lisanna sama dengan yang lain. Aku hanya sedikit iri dengannya ketika mendengar bahwa Lisanna adalah teman masa kecil Natsu dan dialah yang membesarkan Happy bersama Natsu. Lisanna juga sangat dekat dengan Natsu sebelum ia dikabarkan meninggal.

Natsu juga membuatkan kuburan untuknya di bukit tempat mereka bermain dulu.

Masa kecil mereka... begitu bahagia. Tidak sepertiku.

Aku mendengus.

Saat Lisanna kembali, semua orang bersorak. Mereka langsung mengadakan pesta besar-besaran. Berpesta untuk Lisanna sampai larut malam, wajah mereka begitu bahagia menyambut keluarga mereka yang mereka anggap sudah meninggal, kembali lagi.

Aku juga ikut senang, jujur, walaupun waktu itu aku belum mengenal Lisanna, aku telah mendengar beberapa cerita tentangnya. Aku juga bahagia melihat Mira dan Elfman yang akhirnya bersatu lagi dengan adik kesayangannya. Aku bahagia melihat ketiga saudara itu bersatu lagi.

Dan aku bahagia bisa mendapatkan teman baru.

Tapi, aku juga sekaligus iri... dan cemburu?

Iya, mendengar orang-orang mengelu-elukan Lisanna yang akhirnya kembali dan mulai memasang-masangkan dirinya dengan Natsu.

Hahaha, aku tahu mereka teman semasa kecil, aku tahu.

Baiklah cukup.

Si Natsu itu...

Oke, setiap orang pasti pernah lupa, aku juga begitu. Tapi yang benar saja, dia yang mengajakku menjalankan misi denganku dua hari lalu tapi kenapa dia juga yang lupa?

Aaargh!

Aku menendang batu berukuran sedang di depanku dengan kencang, karena terlalu kencang, bukannya batu itu yang terlempar malah aku yang terjungkal kebelakang lalu jatuh terduduk.

Bruk.

"Awww!" aku mengusap pantatku yang bertubrukan dengan jalan. Ugh, kau tanya apa? Sakit? Ya iyalah sakit! Aku terus mengerang kesakitan sambil berdiri. Aku menghentakkan kakiku keras-keras. Aku kesal, iya, emosiku memuncak. Si bodoh itu, kalau ketemu di guild nanti lihat saja dia!

"NATSU BODOOOOOH!" aku menendang batu yang gagal aku tendang tadi ke sembarang arah dengan kencang dan penuh emosi. Batu itu terlempar—

—namun, batu itu malah membentur tembok yang tak jauh dari tempatku berdiri dan berbalik ke arahku dan mengenai keningku dengan keras.

JDUK.

"AAAAAAAAAAH SAAAKIIIIT!"

Aku mengusap-usap keningku pelan lalu berjalan sambil menghentakkan kakiku keras-keras pulang menuju ke guild.

Terserahlah, aku kesal! Siaaaaaaal!


"Kenapa kau menghancurkan permata itu! Kita tak jadi dibayar, 'kan? Aaaah!" Lisanna menghentak-hentakkan kakinya kesal, ia berjalan beberapa langkah lebih dulu daripada Natsu yang cemberut mendengar ocehan Lisanna.

"Ayolah, Lisanna... aku tidak sengaja, kok! Dan aku juga sudah berjanji denganmu akan menggantinya, kan," dengus Natsu malas.

Lisanna menoleh, kedua tangannya ia silangkan di depan dadanya. Ia menatap Natsu kesal.

"Hah! Pokoknya seminggu ini kau harus menjalankan misi denganku untuk ganti rugi, Natsu!" titah Lisanna. Natsu hanya mengangguk-angguk malas. Lisanna yang melihatnya kemudian tersenyum tipis lalu melanjutkan jalannya.

Natsu melirik ke sebelahnya, dilihatnya Happy yang berjalan tak jauh dibelakangnya sedang tertunduk melewati ekor matanya. Ia lalu memperlambat langkahnya, menunggu Happy mensejajari langkahnya.

"Happy, kau kenapa sih dari tadi?" ucap Natsu. Lisanna yang mendengarnya langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah mereka berdua.

"Nee, Natsu... kau tidak melupakan sesuatu, 'kan?" ucap Happy setengah bergumam.

Natsu memiringkan kepalanya. "Maksudmu apa, Happy?" ucapnya terheran-heran.

"Aye... janji dengan seseorang atau apa, nee, Natsu... kau tidak lupa, 'kan? Aku merasa ada yang aku lupakan,"

Natsu mengusap dagunya, ekspresinya seperti sedang berpikir. Ia mengingat-ingat jika ada yang ia lupakan. Ia menutup matanya sembari bergumam pelan.

Deg.

Beberapa saat kemudian, Natsu tersentak. Matanya membulat sempurnya. Ia membeku, keringat dingin mengucur dari keningnya.

"Happy..."

"Aye?"

Natsu menatap Happy horor. "Kita... melupakan janji dengan Lucy,"


To be continued


Author Note:

HAAAI! Bertemu lagi dengan saya di fanfiksi terbaru ini, hohoho.

Oke, ini bukan fanfiksi baru sih, fanfik ini sudah dibuat lama, tapi sempat di tahan karena masih banyak fanfik yang menumpuk, hehe 'orz

Tapi pada akhirnya malah aku publish juga... ah biarlah, mumpung liburan.

Oh iya, saya dan teman-teman mengadakan suatu event untuk NaLu day Juli mendatang. Mungkin sebagian sudah ada yang saya beritahu lewat PM, ya... namun yang belum tahu, silakan melihat rincian event ini pada official account NaLu Day Annual Event, ya! Linknya bisa dilihat di bio saya

Jaa, kalau begitu...

Review please?

-Nacchan