Chapter 1

"Selamat pagi, Nii-sama..."
Kulihat sesosok gadis dengan seragam sekolahnya langsung menyapaku saat tatapan kami bertemu.
"Pagi, Rukia..."
Senyumnya pun mengembang dikala aku membalas sapaannya. Gadis itupun mengikuti langkahku ke arah meja makan, bersiap untuk sarapan. Di sana sang kakek, Kuchiki Ginrei sudah duduk menunggu kami berdua. Tanpa basa-basi aku langsung menggeser kursi sendiri dan segera duduk.
"Maaf telah membuatmu menunggu lama, Kakek..." Kata gadis itu sebelum dia menduduki kursinya sendiri. Kakek pun hanya menganggukkan kepalanya saja sampai akhirnya kami mulai menyantap sarapan kami dalam keheningan. Memang sudah menjadi tradisi keluarga Kuchiki, selalu hening saat di meja makan. Hanya suara dentingan pisau dan garpu yang bergesekan dengan piring lah yang terdengar. Keluarga ini begitu kaku, tapi entah mengapa aku sendiri bersikap begitu. Mungkin memang darah keturunan Kuchiki selalu bersikap kaku. Contohnya saja Aku dan Kakekku. Tapi gadis itu berbeda, Kuchiki Rukia. Dia sama sekali tidak mempunyai sifat kaku seperti kami keluarga Kuchiki. Lihat saja, saat makan pun dia sangat menikmati makanan tersebut dengan wajah yang bahagia, senyum yang merekah saat mengunyah, bahkan kelopak matanya sampai membentuk sebuah lengkungan. Beda dengan Aku dan Kakek yang makan dengan wajah yang datar. Wajar saja menurutku. Karena walaupun gadis ini
memiliki marga Kuchiki, tapi dia sama sekali tidak memiliki darah keturunan Kuchiki...


Bleach Disclaimer: Tite Kubo

Warning: AU, OOC, Typo, Gaje.

I'm In Love With My Adoptive Little Sister


Kami berangkat ke sekolah bersama dengan menaiki mobil pribadi milikku. Kami memang bersekolah di sekolah yang sama, SMA Karakura, sekolah bangsawan nomor 1 di Jepang. Saat ini aku duduk di kelas 2 SMA, dan menjabat sebagai ketua OSIS sekaligus ketua dari klub Basket. Maklum sekolah kami juga terkenal karena klub Basketnya. Sedangkan Rukia, calon murid baru di sekolah kami dan hari ini murid-murid baru akan mengikuti kegiatan ospek sebelum mereka menduduki bangku kelas 1 di sekolah ini. Aku sebenarnya khawatir akan Rukia, apakah dia sudah membawa peralatan dan perlengkapan yg disuruh oleh para panitia ospek? Karena setiap murid baru yang tidak membawa peralatan secara lengkap akan dikenakan hukuman dari para panitia, bahkan mungkin akan dikerjai. Karena aku juga ketua dari panitia ospek, aku tak ingin menghukum adikku sendiri. Tidak, aku bukannya khawatir atau takut, aku hanya tak ingin Rukia membuat malu keluarga Kuchiki, itu saja. Tapi
setiap aku akan mencoba membuka mulutku, pasti suaraku tak bisa keluar. Entah mengapa, sepertinya egoku sebagai seorang Kuchiki memerintahkan aku untuk tidak bertanya hal macam itu pada seseorang. Sombong sekali kan aku? Itulah Kuchiki...

Tapi mataku tak bisa berbohong. Walaupun suaraku tak keluar tapi mataku tak berhenti mencuri pandang sosok dirinya yangg saat ini duduk disampingku di dalam mobil. Mungkin dia tau kalau aku melihatnya, dia pun balik menatapku.
"Ada apa, Nii-sama?"
Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya, fokus ke jalanan.
"Tidak ada apa2."
"Hmm?"
Mungkin dia bertanya2 di dalam benaknya, aku pun tak tau apa yg dia pikirkan. Tapi menurutku dia terlalu santai saat ini. Mudah-mudahan saja dia tak mendapat masalah saat ospek nanti. Mudah-mudahan aku tidak harus...

Menghukumnya...

"Ne, Kuchiki Byakuya... Adikmu tidak membawa tugas berita tentang kenakalan remaja. Sepertinya lebih baik ini menjadi tugasmu untuk menghukumnya. Aku tidak ingin mendapat masalah karena menghukum seorang Kuchiki walaupun dia hanya adik adopsimu, fufufu."
Aku pun hanya menghela nafas dan memejamkan mataku sesaat, ternyata apa yang ku khawatirkan terjadi juga. Baru pertama kali dalam sejarah seorang Kuchiki harus dihukum. Benar juga kata Cirucci, bagaimanapun Rukia harus dihukum olehku, aku tidak ingin pilih kasih terhadap siapapun, hukum harus adil dan ditegakkan.

Aku pun berjalan keluar tenda untuk memberi hukuman kepada murid-murid yang melanggar, tapi alangkah kagetnya aku di dalam hatiku. Satu-satunya anak yang melanggar hanyalah adikku sendiri, Rukia! Satu-satunya! Ah...nama keluarga Kuchiki...

Bisa dibilang saat ini aku memasang muka kejam, mata menyipit, alis menukik kebawah, garis mulut melengkung kebawah... Tentu saja orang yang melihatku langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, karena ngeri melihat mimik wajahku. Tapi hanya orang terdekatku lah yang berani mendekatiku saat ini, yaitu Renji dan Kaien. Mereka berdua secara bersamaan menepuk pundakku, akupun hanya menoleh ke arah mereka berdua.
"Ne Byakuya, jangan terlalu keras padanya." Kata Kaien.
Aku tak menghiraukan mereka, aku tetap berjalan mendekati Rukia, tapi Renji dan Kaien masih tetap mengekoriku dari belakang. Kulihat Rukia hanya menundukkan kepalanya saja. Tapi saat aku sudah berada dihadapannya, dia pun langsung mendongak menatap mataku.
"Nii-sama aku..."
"Mengapa kau sampai bisa lupa membawa tugas itu, Rukia."
"Nii-sama dengarkan aku dulu... Aku yakin sekali aku sudah membuat dan membawa tugasnya..."
"Lalu sekarang apa?"
"Aku juga tidak tau, Nii-sama. Tadi aku hanya meninggalkan tasku sebentar di loker tapi aku lupa menguncinya karena buru-buru ke toilet. Tapi setelah aku berkumpul di lapangan, tiba-tiba tugas nya sudah tidak ada..."
"Apa kau mw bilang kalau tugasmu dicuri orang?"
"Ano, aku tidak yakin tapi..."
"Rukia, sebagai seorang Kuchiki kau harus bisa bertanggung jawab dengan apa yang kau perbuat! Jangan mencoba berdalih dengan menyalahkan orang lain!"
"Tapi...aku..."
"Kau membuat malu keluarga Kuchiki!"

DEG! Oh Tuhan, mengapa aku berkata seperti itu padanya...

"Hikz..."
Oh tidak, jangan bilang dia akan menangis sekarang.
"Ruki-"
"Nii-sama... Jahat..." Dia segera menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Dan pemandangan ini pun dilihat oleh semua org. Oh Tuhan, aku kehilangan kontrol, tapi tak kusangka Rukia akan selembut ini. Tak kukira dia akan menangis.
"Rukia, hentikan. Aku minta maaf karena sudah membentakmu. Jangan menangis lagi." Kupegang dan kusingkirkan tangannya dari wajahnya. Kulihat cairan bening mengalir dari kedua mata indahnya.
"Nii-sama, aku tidak berbohong, hikz..."
Ukh! Aku tidak kuat menatap tatapan nya. Aq pun langsung berpaling dari tatapannya.
"Kaien, kuserahkan saja pdamu. Terserah mau dihukum apa, kau kuberi ijin untuk itu, tapi hukumannya harus sesuai standar manusiawi, ingat itu."
Aku hanya melihat Kaien menghela nafas, namun aku langsung menjauh, pergi dari tempat itu. Mungkin orang-orang akan mengira kalau aku ini kejam. Tapi, sebenarnya aku rasa aku tidak bisa berbuat kejam pada Rukia... Aku juga tidak tau mengapa...

"Ne, namamu Rukia kan? Aku Shiba Kaien."
Rukia merasa ada yang menepuk pundaknya, diapun mendongak dan mendapati seorang lelaki berambut hitam tersenyum lembut ke arahnya.
"Sudahlah jangan menangis, Byakuya tidak bermaksud kasar padamu."
Rukia hanya menganggukkan kepalanya.
"Nee, masalah hukuman... Bagaimana kalau kau bawa saja besok tugasnya, kau buat ulang lagi, oke?"
"Baiklah, Senpai. Ano, senpai. Bolehkah aku ke toilet sebentar?"
"Ya, silahkan saja."


BRAK!
Suara pintu toilet di banting kasar pun menggema. Di dalamnya terdapat seorang gadis berambut raven sedang mengusap bekas-bekas airmata di pipinya. Dia pun berkaca di wastafel dan tersenyum licik.
"Siapapun kau yang sudah mengerjaiku, awas saja... Kau pasti akan kutemukan dan kubalas..."

To Be Continue