Hay minna~ ^o^)/
Ketemu lagi sama Shera nih di sini,
nggak bosen kan?
Di Fict Shera kali ini mengangkat kisah mengenai perjodohan.
Biasa lah, dari benci jadi cinta~ #ciaaaa
Oh ya, mengenai one-Shoot Shera yang sebelumnya, mohon maaf banget itu sangat gaje... T.T
Soalnya Shera cuma pengen nyalurin perasaan abis denger lagu itu aja.
N btw kalo mau bocoran, itu lagunya B1A4-Baby, good night.
Ada yang nyangka itu lagunya GD n TOP (BigBang).
tapi setelah disearch, emang ada lagunya GD-TOP yang judulnya sama.
Nah, nggak mau basa-basi lagi, cekidot Fict ini aja deh~
Enjoy Reading~
Disclaimer Characters © Masashi Kishimoto
Disclaimer Story © Shera Liuzaki
.
.
A story which is (little) based on true story
.
Shera Liuzaki, present :
.
"LOVE PROPOSAL"
.
.
20 February 2013
.
.
Day 1 : Family's Wish
(Hari pertama : Keinginan Keluarga)
.
.
Enjoy Reading
.
.
Sebuah cerita biasanya akan diawali oleh penampilan anggun(?) sang tokoh utama, tapi sayang… cerita kali ini bukanlah yang 'biasanya'. Mari kita awali cerita ini dengan sorotan suasana yang ada di depan sebuah rumah mewah bertemakan girly.
Tuing, Tuing.
Barang-barang tak berdosa itu terlempar bebas ke lantai. Dan tak lama setelahnya seorang gadis muda ikut terjatuh di sebelah benda-benda itu. Gadis dengan sorai merah muda panjang yang menghiasi kepalanya, dan ekspresinya yang mengaduh kesakitan.
"Auch~ Apa-apaan ini?" Gadis merah muda itu merintih menahan sakit yang melanda pantatnya. Ternyata ia baru menyadari kerasnya lantai setelah mendarat sempurna di lantai itu dengan pantatnya sebagai landasan.
Di hadapannya kini berdiri tegak sepasang suami-istri paruh baya. Sang istri dengan garangnya melipat kedua tangannya di depan dada, sedangkan sang suami hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat hal ini.
"Okaasan, apa yang—"
"Ssstt!" sang wanita yang dipanggilnya Okaasan itu hanya menyumpal mulut gadis merah muda malang itu. "Haruno Sakura, kau ini memang sulit sekali dinasehati ya? Karena itu kalau ibu tak melakukan hal ini, maka kau tak akan bisa bertindak selamanya!"
Sakura—sang gadis merah muda—itu mendengus kesal. Ini benar-benar posisi yang sangat tragis sekali. Pernah membaca, menonton, melihat, atau membayangkan cerita Cinderella? Nah, mungkin situasi Sakura ini bisa saja dideskripsikan seperti itu.
"Okaasan~" rengek Sakura sambil mencoba meraih kedua tangan ibunya itu, namun sang ibu malah cuek bebek dan memasuki rumahnya.
"Nah Sakura, sekarang hidupmu bergantung kepada pilihanmu. Temui calon tunanganmu. Dia adalah pemilik mansion Uchiha. Kami akan berkunjung ke sana dalam beberapa waktu ini, kalau saat itu kau tak berada di sana…"
Sang ibu memberikan jeda pada kalimatnya. Seringai yang terukir di sudut bibir wanita itu membuat Sakura meneguk ludahnya dengan susah payah.
"Dead!"
Blam.
Suara pintu yang tertutup itu sungguh membuat Sakura merengut. Ia pun mau tak mau memberesi barang-barangnya yang telah berserakan dan memasukkannya ke dalam sebuah koper besar.
"Uhh~! Okaasan-Otousan nyebelin!"
Cklek.
Bersama dengan gumaman Sakura, pintu rumahnya—yang mungkin sebentar lagi akan menjadi 'mantan' rumahnya—itu terbuka perlahan. Menampilkan ibunya yang melongok keluar.
"Gut Lak."
Blam.
Hanya untuk mengucapkan kata itu sang ibunda menutup kembali pintu besar itu. Sakura cengo menatapnya, namun ia segera mengalihkan perhatiannya dan kembali memberesi barang-barangnya.
"Yang benar itu 'Good Luck', mana ada 'gut lak'?" gerutu Sakura lirih.
Tak lama akhirnya segala barang-barangnya yang berserakan itu bisa juga diberesinya. Inilah pertama kali dalam sejarah kehidupannya ia diusir dari rumah dengan alasan ia yang tak juga berniat menemui calon tunangannya.
"Masih juga ada yang namanya 'perjodohan' di zaman ini? Hell no!"
Sakura melangkahkan kakinya perlahan melewati gerbang utama, dan satu langkah pertamanya melewati gerbang itu akan menjadi langkah pertamanya menempuh kehidupan yang bahkan tak pernah dialaminya dalam mimpi.
-ooOoo-
Mansion Uchiha. Sebuah mansion mewah yang belum lama ini dibuka untuk umum, namun meski 'umum', levelnya tetaplah tinggi. Tak sembarang orang yang bisa berada di sini. Sebagian besar 'penduduk'nya adalah keluarga jauh atau kerabat Clan Uchiha itu sendiri.
Dan saat ini, tempat inilah dimana Sakura berada. Dengan berbagai alasan kepada para penjaga agar bisa diizinkan masuk ke dalam mansion ini, akhirnya ia berhasil juga. Sulit untuk membuktikan kepada mereka bahwa Sakura diminta sang ibunda untuk datang ke mansion ini dan mencari tunangannya yang bahkan ia sendiri tak tahu siapa namanya.
"Kami-sama~ ini benar-benar merepotkan!"
Sakura mengusap keringat yang membasahi pelupuknya. Ternyata untuk mendapatkan kepercayaan sang petugas, Sakura hanya perlu menyebutkan marga-nya dan memperlihatkan kartu pelajarnya saja. Mengetahui hal itu membuat Sakura sweet drop sendiri.
"Well~"
Nah, ini dia acara utamanya. Menghadapi sang pemilik mansion, setelah pion-pion prajurit dikalahkan kini yang tersisa tinggal king. Lalu…siapakah king -nya? Oh, jawabannya tentu sudah ada dalam benak kalian bukan?
Tok Tok Tok.
Ketukan ringan terdengar. Tepat di hadapan Sakura adalah sebuah pintu yang mungkin berisikan mengenai takdirnya.
"Okay… here we go~"
Jantung Sakura berdebar kencang. Bagaimana tidak, ia tak tahu akan keluar sosok seperti apa dari balik pintu ini. Ia sungguh berharap semoga saja kesan pertama yang dilihatnya cukup bagus.
Cklek.
Bersamaan dengan suara gagang pintu yang dibuka itu, Sakura berdebar bahkan sampai menahan nafasnya. Tangannya memegang erat pada koper yang dibawanya. Dengan susah payahpun ia meneguk ludahnya ketika sosok itu mulai menampakkan dirinya.
Seorang pemuda dengan mata mengantuknya kini menatap Sakura. Sakura terdiam melihatnya, setahunya ini sudah tengah hari dan pemuda itu seperti baru saja bangun dari tidurnya? Yang benar saja, tapi memang kesannya seperti itu.
Tapi… ngomong-ngomong mengenai kesan, kalau dilihat-lihat pemuda ini tampan juga, apalagi statusnya yang merupakan pemilik mansion ini. Kesan pertama? Cukup berkesan lah (mungkin) untuk Sakura.
Namun sayang, mungkin kesan selanjutnya benar-benar bertolak belakang dari apa yang dikhayalkan Sakura.
"Hn, apa?" sahut pemuda itu dengan nada dingin.
Ditanya seperti itu membuat Sakura jadi salah tingkah, ia sendiri tak tahu darimana ia harus menjelaskannya. Mengatakan kalau ibundanya menyuruhnya datang kepada sang tunangan? Dan mengatakan bahwa dirinyalah sang tunangan itu. Yang benar saja.
"Emm…sebenarnya…eng…"
Sang pemuda menarik sebelah alisnya mendengarkan ucapan Sakura yang patah-patah. Sakura sendiri sudah berusaha untuk mencari kata-kata yang tepat. Mukanya tak bisa lagi untuk tak memerah menahan malu.
"Ibu…itu…anu.."
"Ibu itu anu?" pemuda itu mengulang kembali ucapan Sakura, hal ini membuat Sakura semakin gugup saja.
"Bukan! Itu…anu…ibu…"
"Anu ibu?"
"Uhh~"
Sakura mengepalkan tangannya erat. Keringat dingin sudah dengan derasnya membasahi pelupuknya. Pemuda raven itu pun hanya dapat menggaruk kepalanya yang tak gatal. Matanya pun meredup, karna sebenarnya ia sedang terlelap tidur kalau saja suara ketukan Sakura tak mengganggunya.
"Sebaiknya kau masuk saja dulu." pemuda itu akhirnya mempersilahkan Sakura untuk masuk.
Hal ini sebenarnya malah membuat Sakura makin gugup, dengan hati-hati Sakura pun melangkahkan kakinya memasuki kamar mansion utama itu. Sakura takjub ketika mengamati ruangan super mewah itu, sangat pas dengan label 'pemilik' mansion Uchiha ini.
"Jadi?"
Sakura tersadar dari lamunannya ketika pemuda itu mempersilahkannya duduk di sofa putih besar dan dirinya yang duduk di hadapannya. Sakura pun menarik nafas panjang sebelum menjelaskannya.
"Begini—"
"Kau Haruno Sakura, benar?"
Ucapan sang pemuda memotong penjelasan Sakura, bahkan sebelum ia akan memulainya. Sakura pun melongo selama sepersekian detik sebelum menjawabnya dengan sebuah anggukan lemah.
"Darimana kau mengetahui namaku?" tanya Sakura curiga. Pemuda itu malah menyilakan sebelah kakinya dan memandangi Sakura dari atas ke bawah. Hal ini membuat sang empunya merasa risih.
"Mudah saja, tapi yang lebih penting apa urusanmu datang ke sini?"
Sakura kembali dihadapkan dengan situasi yang menegangkan. Ternyata pembicaraan ini memang tak bisa dihindari terlalu lama. Sakura menarik nafasnya dalam-dalam dan membuat keyakinan.
"Ini mungkin cukup sulit diterima di zaman yang sudah maju seperti ini, tapi percayalah ini yang sebenarnya terjadi." Sakura mengawali ucapannya.
Pemuda itu meresponnya dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Sebelumnya biar kuperkenalkan diriku lebih jauh, aku adalah putri tunggal Haruno, namaku Haruno Sakura. Pagi ini entah apa yang sedang dipikirkan ibuku, tapi ia mengusirku dari rumah dan menyuruhku untuk datang menemui tunanganku yang katanya adalah pemilik mansion ini."
"Tunangan?"
Glek.
Sakura meneguk ludahnya. Sang pemuda nampaknya sudah bisa menangkap maksud dari ucapan Sakura, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah ia bisa menerima kenyataan ini?
"Oh baiklah aku mengerti, kalau begitu kau boleh tinggal sementara waktu."
Toeng.
Benar-benar diluar dugaan Sakura. Pemuda ini menerimanya yang notabe adalah orang asing dan mengaku kalau mereka telah bertunangan, bukankah itu merupakan hal terceroboh yang pernah dilakukan Clan ternama ini.
"Aku…boleh tinggal? Kau tak mencurigaiku mengarang macam-macam?"
Pemuda itu bangkit dari sofanya. Ia beranjak pergi beberapa langkah, namun langkahnya terhenti sejenak. Pemuda itu sedikit menolehkan kepalanya dan berucap.
"Namaku Sasuke, Uchiha Sasuke. Salam kenal."
Setelah mengucapkannya pemuda itu pergi menuju dapur, meninggalkan Sakura yang melongo melihatnya. Ia akan memulai kehidupannya bersama pemuda aneh ini? Yah, meski sepertinya ia bukanlah tipe yang agresif namun yang namanya laki-laki dimanapun akan sama saja kan?
-ooOoo-
Malam telah tiba, lalu apakah yang akan terjadi kepada kedua pasangan asing yang baru saja dipertemukan oleh takdir aneh ini? Saat ini Sakura tengah duduk di sofa sambil menonton televisi setelah selesai membersihkan dirinya, sedangkan Sasuke gantian berada di kamar mandi.
Sakura melirik ke arah ranjang, di mansion ini hanya ada satu ranjang berukuran king size, lantas masa iya Sakura harus tidur bersama pemuda itu? Pemuda yang baru saja ditemuinya.
Cklek.
Suara pintu yang terbuka hampir membuat Sakura melonjat kaget, dengan hati-hati ia melirik ke arah pemuda itu. Sakura mengerjapkan matanya melihat sosok Sasuke yang baru saja selesai mandi. Rambutnya sedikit turun karena basah, dan lagi ia sudah memakai pakaian lengkap beserta jaket.
"Kau mau pergi?" tanya Sakura masih dengan pandangannya yang tak lepas dari pemuda itu.
"Ya, aku ada kursus. Di dalam kulkas ada sedikit makanan, kau makan saja. Aku akan makan di luar."
Sakura hanya ber 'oh' ria menanggapinya. Tak lama setelahnya Sasuke mengambil tas ranselnya dan menggendongnya, ia pun segera beranjak pergi. Sakura sedikit banyak merasa lega juga, karena ia sendiri belum terbiasa dengan keadaan dimana dirinya hanya berdua bersama seorang pemuda tak dikenal.
"Ini semua gara-gara Okaasan!" pekik Sakura kencang.
Merasa bosan, ia pun beranjak bangun. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar mansion itu. Mansion yang begitu mewah dan rapi. Sakura mendekat menuju jendela balkon dan membukanya.
Udara segar pun langsung datang menerpa tubuhnya. Kemerlapan lampu kota pun tak bisa dielakkan keindahannya. Sakura tersenyum, setidaknya ini tak terlalu buruk juga. Merasa semakin dingin akibat angin malam, Sakura memutuskan kembali masuk dan menutup jendela itu.
Sakura kembali mengitari isi mansion itu, perhatiannya tertuju pada sebuah rak buku besar di sebelah televisi. Ia mengamati buku-buku yang berada di sana, banyak sekali buku-buku sulit yang tak diketahuinya. Sakura menduga bisa jadi Sasuke adalah anak kuliahan. Sikap Sasuke juga sepertinya dewasa sekali.
"Oh! Aku sampai lupa! Ada PR yang harus dikumpulkan besok!" Sakura kembali memekik kencang.
Dengan sigap ia segera membuka tas yang dibawanya dan mengeluarkan buku-buku yang dibutuhkannya. Sakura merupakan salah satu siswi yang terbilang pandai di angkatannya, mungkin tak butuh waktu lama untuk mengerjakan soal-soal itu.
Beberapa jam pun berlalu dengan damainya…
"Hoaaammms~" Sakura merenggangkan otot-ototnya. Sepertinya ia sudah cukup lama mengotak-atik soal-soal yang ada di bukunya itu, ada beberapa soal yang tak bisa dipecahkannya. Sepertinya Sakura pun sudah cukup lelah untuk sekedar melanjutkan.
Sakura beranjak menuju ranjang itu, rasa lelahnya mendesaknya untuk berbaring dan tertidur di sana. Tak butuh banyak waktu untuk Sakura bisa menuju alam mimpinya.
-ooOoo-
Cuit Cuit Cuit.
Suara kicauan burung itu terdengar nyaringnya, menyambut datangnya sang mentari yang menyusupkan cahayanya memasuki jendela mansion yang terbuka itu.
"Engh~"
Sakura melenguh ketika dirasakannya silau mengganggu tidurnya. Ia merenggangkan otot-ototnya, sepertinya tidurnya cukup terasa nyenyak. Tapi tunggu, tidur? Di mansion ini? Mansion Uchiha dengan seorang pemuda Uchiha yang tak dikenalinya?
"Kau baru bangun?"
Sakura bangun secara tiba-tiba. Matanya terbuka lebar, ia menutupi dirinya dengan selimut dan mengamati sekitarnya. Mencoba mencari alasan bahwa ini hanyalah mimpi semata, namun nihil. Semua memang kenyataan. Untung saja ia tak menemukan hal yang aneh, seperti mendapati dirinya telanjang dan Sasuke berbaring di sebelahnya.
"Kalau kau tak cepat-cepat, kau bisa terlambat. Bukankah hari ini sekolah mengadakan gladi bersih untuk ujian akhir semester?" Sasuke terlihat telah rapi dengan seragamnya, tas pun telah menggantung di pundaknya.
"Hwe?! Benar juga!"
Berkat ucapan Sasuke itu, Sakura segera melonjat bangkit menuju kamar mandi dan bersiap menyelesaikan kegiatannya. Tak lama setelah Sakura selesai, ia berniat memberesi buku pelajaran yang semalam dikeluarkannya. Ia mendapati bahwa beberapa soal yang belum bisa dikerjakannya ternyata telah selesai. Dan lagi di atas sofa terlihat adanya selimut dan sebuah bantal. Bisa jadi Sasuke tidur di sana semalam.
Memang Sakura sempat berpikir bahwa dirinya belum siap kalaupun harus tidur bersama tunangannya. Karena bagaimanapun mereka terbilang baru saja berkenalan, syukurlah Sasuke tak terlihat seperti lelaki kurang ajar.
Sakura meraih selimut yang sudah dilipat rapi itu. Entah mengapa rasanya ia tak berkeberatan bila seandainya benar-benar harus memiliki suami seperti Sasuke. Karna sepertinya Sasuke adalah lelaki yang sangat menghargai wanita.
-ooOoo-
"Hebat sekali kau bisa menyelesaikan soal ini? Iruka-sensei saja sampai takjub akan hasil kerjamu." Seorang gadis berambut pirang terlihat sedang membolak-balikkan halaman buku merah muda yang dipegangnya.
"Sudahlah Ino, jangan terlalu dibesar-besarkan. Tapi ini berkat pemuda raven itu." Sahut Sakura sambil memainkan ujung rambut panjangnya.
"Raven?" Ino nampak tertarik dengan ucapan sahabatnya ini, ia mengalihkan pandangannya dari buku yang dipegangnya.
"Ups… eum—itu—kau tahu kan kalau ibuku selalu berkeinginan yang aneh-aneh?"
"Ya?" Ino menutup buku Sakura perlahan dan meletakkannya di atas meja. Sakura mengetahuinya, ekspresi penasaran yang sangat terbaca di raut wajah Ino.
"Kemarin aku diusir ibuku dari rumah, katanya aku harus pergi ke mansion Uchiha untuk menemui tunanganku." Jelas Sakura secara singkat.
"Apa? Jadi tunanganmu itu Uchiha?!" Ino mencoba meredam teriakannya meskipun cukup terbilang keras. Untung saja saat ini sedang jam kosong, sehingga suasana sedang ricuh dan suara mereka teredam.
"Aku juga tak tahu pasti sih bagaimana bisa terjadi. Tapi yang kutahu namanya adalah Uchiha Sasuke."
Ino kembali membulatkan matanya mendengar ucapan Sakura.
"Sasuke?!"
Kali ini sepertinya Ino tak bisa meredam teriakannya, sehingga hal ini mencuri perhatian seluruh murid yang ada di sana. Sakura pun menundukkan kepalanya sweet drop, Ino hanya bisa menggumamkan kata maaf berulang kali untuk meredam suasana.
"Kau kenal dia?" tak lama setelah suasana telah cukup meredam, Sakura kembali ke pokok pembicaraannya.
"Kau tak kenal dia? Astaga! Jangan karena kau menjadi murid unggulan lantas kehidupan asmaramu berantakan, Sakura!"
"Maksudmu?"
"Sasuke adalah murid pindahan yang langsung mendapatkan peringkat pertama dalam akselerasi ujian. Dia berada di kelas 11 unggulan. Wajahnya yang tampan, gayanya yang cool, kepandaiannya, dan label Uchiha yang terkenal membuatnya langsung menjadi pemuda pertama yang paling diincar oleh seisi sekolah."
"Wah… kau tahu banyak?" bukannya menanggapi mengenai penjelasan Ino, Sakura malah merasa kagum.
"Dasar kau ini. Kau juga harus update mengenai hot news di sekolah dong." Ino menepuk jidat lebar Sakura. Sakura pun hanya mendengus kesal sambil mengusap dahinya.
"Oh, baiklah. Tapi Ino… kau harus merahasiakan mengenai hal ini ya.. bisa gawat kan kalau sampai tersebar gossip yang tidak-tidak."
"Gosip yang tidak-tidak?" Ino menyeringai menggoda Sakura, akibatnya ia mendapatkan cubitan keras di lengannya. "Baiklah, baiklah. Percayakan saja kepadaku."
Sakura tersenyum membalas ucapan Ino. Merekapun mengganti topic pembahasan dengan yang lainnya. Sakura bersyukur ia memiliki teman yang bisa mengerti keadaannya, dan memiliki tempat untuknya menceritakan hal yang mungkin tak bisa diceritakannya kepada orang lain.
-ooOoo-
Sore telah menjelang, sinar senja mulai terlihat memenuhi langit. Sakura memasuki mansion barunya(?) itu. Ia awalnya merasa khawatir karena mungkin ia harus menunggu sampai Sasuke kembali, berhubung ia belum memiliki kunci cadangan mansion itu.
Tapi saat Sakura mencoba memutar knop pintu, dengan mudahnya pintu itu terbuka begitu saja. Sakura melongok ke dalam sebelum akhirnya ia masuk dan menutup pintu itu kembali.
"Tadaima~"
Sakura memberikan salamnya sambil melepaskan sepatu dan kaos kakinya. Beberapa saat Sakura merasa tak ada jawaban untuk salam itu, akhirnya Sakura pun memilih untuk masuk mencari tahu sendiri apa yang terjadi.
Dan benar apa yang telah diduganya, sesuatu memang terjadi. Sakura mengerjapkan matanya, di hadapannya ada seorang pangeran tidur. Ups—maksudnya Sasuke yang sedang tertidur di atas meja depan televisi.
Sakura berjalan mendekatinya perlahan untuk dapat melihat lebih jelas wajah elok sang pemuda itu. Di sebelahnya terdapat banyak buku-buku yang bersebaran, bisa jadi kasusnya sama seperti semalam saat Sakura menyelesaikan PR-nya dan berakhir dengan dirinya yang tertidur.
"Aku belum berterima kasih kepadamu yah~" bisik Sakura sambil mensejajarkan dirinya untuk bisa menatap kelopak mata yang terpejam itu.
Tiba-tiba sepertinya sebuah ide cemerlang terbesit dalam otaknya. Ia pun segera melepaskan tas-nya dan menaruhnya di atas ranjang. Setelahnya ia mengikat kuda rambut merah mudanya dan bergegas memulai aksinya.
Beberapa jam berlalu, malam semakin larut dan bulan telah menggantikan singgasana sang matahari untuk memerintah langit. Saat itu pula lah Sasuke mengerjapkan matanya. Perlahan kelopak matanya terbuka. Ia mengerjapkan matanya, sepertinya sudah cukup lama waktunya untuk tertidur.
Kruyuuuk.
Nah sepertinya kita tahu alasan apa yang membangunkan sang tuan muda Uchiha ini. Sasuke mengelus perutnya yang terasa perih, ia berniat bangkit dan membuat sedikit makanan namun tiba-tiba saja ia mencium sebuah bau masakan yang harum.
Dengan mengikuti nalurinya, ia pun berjalan menuju dapur. Dan benar saja, di sana ia menemukan sosok misterius. Yah, dengan balutan celemek yang belepotan dan dapurnya yang berantakan. Sosok merah muda itu terlihat senang menggulati sesuatu yang sedang disusunnya rapi di atas meja.
Menyadari seseorang sedang memperhatikannya, Sakura menoleh.
"Ah! Sa—Sasuke-kun!" Sakura memekik kaget. "Aduh, aku ketahuan yah? He he he. Apa boleh buat, ayo sini makan dulu."
Sasuke terdiam menuruti perkataan Sakura, karena memang tak bisa dibohongi lagi kalau ia juga sangatlah lapar. Sasuke menempatkan dirinya duduk di salah satu kursi di sana. Dan Sakura duduk di hadapannya.
"Kau yang membuat ini semua?" Sasuke mengamati satu per satu makanan yang disajikan Sakura di hadapannya.
Sakura mengangguk, "Aku tak tahu apa makanan yang kau suka, tapi aku berharap setidaknya yang kubuat ini bukanlah makanan yang kau benci."
Sasuke terdiam sejenak mendengar perkataan Sakura, ia masih mengamati satu per satu makanan itu. Hampir sebagian besar bahan dasar yang dibuat adalah tomat, sesuatu yang SANGAT kebetulan disukainya. Mungkin karena yang bisa ditemukan Sakura hanyalah tomat segar di dalam kulkas.
Sasuke menyendok sup tomat dan menyuapnya. Sakura terdiam melirik akan seperti apa reaksi Sasuke, sejujurnya ia memang tak terlalu pandai dalam membuat makanan, tapi beberapa waktu yang lalu ibunya mendadak mengkursuskannya di kelas memasak.
"Lumayan." Komentar Sasuke sambil kembali menyuap sup tomat itu. "Tapi akan lebih enak kalau kau memasukkan tomatnya saat air sudah cukup mendidih, sehingga tomatnya tak akan benyek dan terlalu matang."
"Oh? Begitu ya, kalau kutambahi sedikit garam bagaimana?"
"Tak perlu, ini sudah cukup asin. Kau perlu menambahkan beberapa sayuran lain saja."
"Seperti brokoli?"
"Tidak, aku membencinya. Mungkin sedikit wortel?"
"Wah, baiklah!"
Percakapan pun berjalan ringan dan teratur, sedikit banyak mereka mulai menyesuaikan diri dengan keadaan aneh ini. Sakura pun merasa nyaman berada di samping Sasuke. Hari ini ia mempelajari makanan yang disukai oleh Sasuke, semakin lama ia mengenalnya semakin ia merasa penasaran.
Acara makan malam mereka pun berlalu. Sakura kini memberesi piring-piring yang telah dipakai, sedangkan Sasuke telah beranjak menuju ruang televisi. Tak lama pun Sakura menyusul Sasuke, ia melihat Sasuke yang sedang berkutat dengan buku-bukunya.
Sakura pun berinisiatif untuk belajar bersama, ia segera meraih tasnya dan mengeluarkan beberapa buku. Sakura berjalan hati-hati menuju ke arah Sasuke. Langkah Sakura terhenti tepat di hadapan Sasuke.
"Hn?" Sasuke menoleh melihat kehadiran Sakura. Ia menghentikan kegiatannya. Sakura merasa gugup saat tatapan tajam Sasuke mengarah kepadanya, seakan terasa ditelanjangi oleh tatapan itu.
"Boleh… belajar bersama?" tanya Sakura hati-hati. Rona merah tergurat di kedua pipinya. Sasuke masih terdiam tak merespon.
"Tidak boleh."
Toeng.
Jawaban Sasuke sungguh membuat Sakura merasakan jantungnya berdetak lambat. Dengan raut muka bingung dan cengo-nya Sakura mengangkat kepalanya dan menatap Sasuke. Sedangkan Sasuke masih menatap Sakura dengan datar.
"Eh? Ke—kenapa?" Sakura nampak merengut.
"Aku tak ingin diganggu." Dengan jawaban itu Sasuke kembali berkutat dengan buku-bukunya. Sakura tiba-tiba merasa kesal dengan sikap Sasuke sekarang.
"Jadi aku mengganggu?"
"99,9% ya." Jawaban singkat Sasuke kembali membuat mata Sakura membelalak kaget.
Mendengar hal itu Sakura pun mengerutkan dahinya. Tanpa persetujuan dari Sasuke, ia segera memposisikan dirinya di hadapan Sasuke. Sasuke sendiri masih terdiam.
"Apapun yang kau katakan aku akan tetap belajar di sini!" Ucapan Sakura seakan menantang Sasuke. Tanpa dilihat Sakura, Sasuke mendengus menahan tawa.
"Apa boleh buat, karna hari ini kau telah memasakkanku, aku akan mentolerir yang 0,1% itu."
Sakura mendecih menanggapinya, jujur saja Sakura merasa sepertinya karakter Sasuke sedikit berubah. Tapi ia sadar, Sasuke hanya tak ingin membuat keadaan menjadi tegang, dan membuat Sakura terbiasa dengan keadaan ini.
Sakura tersenyum menatap Sasuke. Kalau diperhatikan, wajah serius Sasuke keren juga. Tanpa sadar beberapa menit dilalui Sakura hanya dengan menatap keelokan wajah pemuda Uchiha itu.
"Apa pelajaran yang akan kau pelajari ada di wajahku?"
Lamunan Sakura buyar begitu saja mendengar penuturan Sasuke. Sakura langsung salah tingkah sendiri. Ia tak menyangka bahwa Sasuke menyadarinya, bahkan Sasuke tak mengalihkan perhatiannya dari buku saat mengucapkan pertanyaan itu.
"Em… Sasuke-kun~" Sakura memajukan sedikit tubuhnya ke arah Sasuke.
"Hn."
"Kau satu sekolah denganku?"
"Sialnya itu benar."
Sakura mendengus, "Kau seniorku dan belum lama menjadi murid pindahan di sana."
"Benar lagi."
"Hey, Sasuke."
Kali ini panggilan Sakura tak ditanggapi oleh sang pemuda. Yang ada malah dahi lebarnya terkena pukulan telak dari bolpoin Sasuke. Sasuke menatap malas ke arah Sakura yang kini mengelus-elus dahinya.
"Aku akan pergi ke tempat kursus."
"Hey, tunggu!"
Sasuke segera meraih jaketnya dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, ia merangkul tas itu. Sakura hanya merengut melihat sosok Sasuke yang mulai berjalan keluar. Ia melirik ke meja di hadapannya. Di sana terdapat sebuah note kecil. Sakura meraih itu.
Aku mungkin akan pulang terlambat, jangan lupa kunci pintunya.
Dengan note singkat itu Sakura merona. Ia merasakan adanya perasaan melindungi hanya dari kalimat-kalimat itu. Sakura menggenggam note itu dan menyelipkannya ke dalam buku.
Ia pun memulai kembali kegiatan belajarnya.
-ooOoo-
Sakura menopang dagunya dengan tangan, pandangannya terarah ke luar jendela kelasnya. Di sana ia menemukan sesosok pemuda berambut raven yang sedang membaca sebuah buku dengan sebelah tangannya memegang kue sandwich yang dibelinya di kantin.
Tanpa Sakura sadari seseorang tengah mengintainya, orang itu berjalan mengendap-endap menuju meja Sakura. Akibat asyik memandangi kegiatan sang pemuda itu, Sakura sampai tak memperhatikan sekitarnya.
Bruk.
Tangan yang menopang dagu Sakura disenggol, membuat dagunya terjatuh sempurna di atas meja. Orang yang menjadi tersangka malah terkekeh geli melihat ekspresi kesakitan dari Sakura.
"Ino-pig! Sakiiiiiit!"
"He he he. Gomen~" Ino kini memposisikan dirinya duduk di kursi depan meja Sakura. Ia melirik ke arah jendela dimana sedari tadi diperhatikan Sakura. "Oh, sang pangeran es?"
"Pangeran es?" Sakura merasa tertarik akan pembicaraan Ino.
"Oh, itu hanya julukan yang kudengar di kalangan fangirls-nya saja. Mungkin karena sikapnya yang seperti sulit didekati, sehingga ia dipanggil begitu."
"Benarkah? Tapi memang awalnya aku juga berpikir begitu."
Ino menyernyit, "Halah~ kau bahkan berpikir kalau dia anak kuliahan karena sikapnya yang kalem itu kan?"
"Memang sih." Sakura membenarkan ucapan Ino. "Tapi itu semua diperkuat dengan kutemukannya buku-buku sulit dan tebal yang bagiku saja sangat sulit dimengerti. Levelnya seperti anak kuliah di Oxford."
"Hah? Oxford? Mimpimu kaleeee~!"
"Lagipula kurasa ia juga tak terlalu pendiam. Ia sedikit jahil kepadaku." Sahut Sakura kembali menolehkan perhatiannya kepada sang pemuda.
"Mungkin karena kau tunangannya?" goda Ino. "Ngomong-ngomong Sakura, apa saja yang sudah terjadi antara kalian sampai sekarang?"
"I—Ino~ Apa-apaan sih kau ini! Tak terjadi apapun! Jangan berpikiran macam-macam ah~"
"Tak melakukan apapun? Yakin? Mencurigakan~" Ino menaruh telunjuk dan ibu jarinya membentuk angka 7 di bawah dagunya.
"Yang mencurigakan itu justru otakmu." Ucapan Sakura langsung mendapat deathglare singkat dari Ino.
"Seharusnya sebagai seorang lelaki, wajar saja kalau ingin melakukan 'sesuatu' ketika ia tinggal bersama seorang gadis." Ino kembali mencoba menganalisa.
"Atau…" Ino mengamati Sakura secara keseluruhan, membuat sang empunya merasa risih.
Sakura memiringkan kepalanya menatap Ino yang kini berkilat nakal.
"Kau sama sekali tak memiliki sex appeal?"
-ooOoo-
Berterima kasihlah kepada Ino sekarang Sakura menjadi kepikiran atas ucapannya.
Sasuke duduk di atas sofa menonton televise. Sedangkan Sakura hanya menatapnya dari jauh sambil memeluk bantal putihnya. Sakura tentu membenarkan kesimpulan Ino.
'Masa iya aku sama sekali tak menarik?'
Sakura bangkit dan berjalan menuju kaca besar yang ada di kamar, ia memperhatikan sekujur tubuhnya. Ia berputar perlahan memperhatikan setiap lekuk tubuh yang dimilikinya.
"Kurasa aku cukup sexy, iya kan?"
Dengan rasa penasarannya ia meraba-raba seluruh tubuhnya, bahkan menurutnya proporsi tubuhnya ini sudah sangat seimbang, meski mungkin ia sedikit 'pendek'. Dada-nya yang kencang dan berbentuk, pinggangnya yang ramping. Mungkin satu-satunya hal yang membuatnya tak percaya diri adalah dahinya.
"Apa yang kau lakukan?"
Sebuah suara sontak membuat Sakura melonjak kaget. Ia segera berbalik dan melihat Sasuke tengah bersandar di pintu dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dada. Matanya dengan tajam menatap lurus ke arah Sakura.
"Kyaaaa~! Sasuke, seharusnya kau ketuk pintu dulu sebelum memasuki kamar seorang gadis!" pekik Sakura.
"Bagaimana ya…" Sasuke menurunkan tangannya dan berjalan masuk perlahan. "Pada kodratnya kau hanya 'menumpang' di sini, bukan?"
Sakura merengut mendengar penuturan Sasuke. Ia pun kembali meraih bantal putihnya dan memeluknya. Sasuke kini berjalan menuju lemari pakaiannya dan membukanya.
"Kau mau pergi lagi?"
"Aku akan ke kursus."
"Kenapa kau rajin sekali sih ke tempat kursus? Padahal kudengar kau juara pertama dalam stimulasi ujian, kurasa kau sudah tak perlu lagi ke kursus-an, kan?"
"Karna aku masih kurang bila dibandingkan dengan orang itu."
"Orang itu?"
Sasuke terdiam. Pertanyaan Sakura berlalu begitu saja. Sasuke memakaikan jaketnya dan meraih tasnya. Sesaat sebelum Sasuke berlalu keluar dari kamar itu, Sakura mencegahnya.
"Sasuke, malam ini apa kau ingin makan sesuatu? Biar kubuatkan untukmu."
Sasuke tersenyum sambil perlahan melepaskan tangan Sakura, "Aku akan makan di luar setelah kursus nanti. Jadi kau tak usah memasakkan apapun untukku dan segeralah tidur."
Sakura kembali mencegah tangan Sasuke, "Sasuke, apa kau…gay?"
Toeng.
Pertanyaan Sakura sungguh men-ctar-kan perasaan Sasuke. Dengan tidak elitnya Sasuke berhenti dan mengangkat sebelah alisnya. Ia menoleh dengan garang ke arah Sakura, membuat Sakura bergidik ngeri melihatnya.
"Maaf? Kau bilang apa barusan?"
Sasuke secara perlahan mendekati Sakura, sedangkan Sakura melangkahkan kakinya mundur perlahan. Situasinya sekarang seperti macan yang mengendap-endap akan menerkam mangsannya. Mengerikan juga.
"Itu… aku… habisnya…selama seminggu ini kita tinggal bersama, kenapa kau…" jawab Sakura hati-hati. Kalau sampai salah bicara lagi bisa-bisa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Sasuke kembali terdiam mendengar ucapan Sakura, sepertinya ia mengetahui maksudnya. Sakura menatap hati-hati ke arah Sasuke, perlahan Sasuke pun melangkah mundur menjauhi Sakura.
"Sasuke?"
Sakura hanya termenung menatap punggung Sasuke. Ia mengerutkan dahinya, apakah perkataannya telah melukai atau menyinggung Sasuke? Sungguh ia tak pernah memiliki maksud seperti itu.
"Aku hanya mencoba menghormatimu sebagai calon tunangan Uchiha."
Dan ucapan itu menutup pembicaraan mereka. Sasuke beranjak pergi meninggalkan Sakura dalam keheningan. Sakura merasa sangat buruk sekarang, maksud Sasuke baik, tapi ia malah menyangka Sasuke yang bukan-bukan.
Kriiiinggg.
Suara deringan kembali membuyarkan lamunan Sakura. Sakura pun menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Ia pun beranjak untuk meraih telepon itu.
"Moshi-moshi?"
"Sakuraaaaa~!" suara pekikan kencang dari seberang sana membuat Sakura mau tak mau refleks menjauhkan telepon itu dari telinganya.
"Okaasan?" duga Sakura.
"Apa kabarmu, Sakura? Bagaimana rasanya tinggal di mansion Uchiha yang terkenal itu? Dan bagaimana pula dengan pemuda Uchiha itu? Dia dewasa sekali bukan? Iya kan~?"
"Ini semua salah Ibu! Kenapa ibu mendadak menyuruhku tinggal bersama seorang pemuda yang tak kukenal?! Apa jadinya kalau aku diapa-apakan, Ibu?!"
"Ho ho ho. Itu sudah ibu perhitungkan, sewaktu muda ibu juga sering melakukannya. Tak apa, tak apa, itu adalah untungnya masa muda~ Tenang saja, pemuda itu pasti akan bertanggung jawab dengan menikahimu. Itu pasti."
"Okaasan! Apa-apaan itu! Lagipula kami tak melakukan apapun yang perlu dipertanggung jawabkan."
"Benarkah? Itu tidak mungkin. Kurasa kau tak terlalu buruk. Oh~! Atau seleranya memang tinggi ya?"
"Kaasan!"
"Ha ha ha. Tenang saja, Sakura. Mungkin itu karena ia sedang sibuk dalam skripsinya. Kau hanya perlu sedikit bersabar, sebentar lagi kuliahnya akan selesai dan kalian bisa cepat-cepat menikah. Wah~ Kaasan sudah tak sabar ingin melihat anak kalian seperti apa nantinya."
"Tunggu, skripsi? Kuliah? Setahuku ia masih SMA, dan juga satu sekolah denganku. Seniorku pula."
"Apa? Sudahlah jangan bercanda terus Sakura, Kaasan tahu ia memang masih muda bahkan masih seperti anak SMA, tapi ia sudah hampir menyelesaikan kuliahnya. Oh ya, Kaasan dan Tousan akan datang berkunjung besok."
"Tapi Kaasa—"
"Sampai jumpa besok, Sakura~"
Klik.
Dan dengan itu telepon diputus sepihak. Sakura mendengus kesal merutuki ibunya yang menyebalkan. Sakura pun mengembalikan gagang telepon itu dan mendesah pasrah.
Ada banyak hal yang tak diketahuinya dari Sasuke. Ditambah lagi ia juga tak mengerti mengenai pembicaraan ibunya di telepon tadi. Cerita baru saja dimulai, masih banyak kejutan-kejutan yang akan muncul. Sakura berharap semoga kehidupannya tak akan menjadi serumit rumus-rumus matematika yang sedang dipelajarinya.
-TBC-
Nah lo nah lo..
Gimana sama Fict ini?
Nggak usah Shera banyak cekcok lg yah,
review aja~ ok?
See you next chap,
Keep trying My Best!
Shera.
