KILAS MIMPI

.

Disclaimer: Naruto by Mashashi Kishimoto

Story: Ichiro Vava

Warning: AU, OOC, Typo, dan masih jauh dari sempurna

.

.

Special for NaruHina Tragedy Day 8th

Prompt: Nightmare

.

Happy Reading!

.

.

.

~SATU~

.

Mata terbuka lebar. Nafas tak beraturan. Keringat dingin bercucuran. Jantung terpompa tak karuan. Di tengah jarum jam dinding yang berhenti di angka dua dini hari lelaki itu terjaga. Ia tidak lapar. Tidak haus. Tidak pula mendapat panggilan alam. Pikirannya mengambang. Ia baru saja bermimpi. Mimpi aneh dan membingungkan. Membingungkan, karena ia tak bisa membedakan apakah itu mimpi indah atau mimpi buruk. Aneh, karena ia tak tahu apakah itu sebuah tanda atau hanya bunga tidur tanpa arti nyata.

Dalam mimpinya ia bertemu seorang gadis. Wajahnya bulat dengan mata lebar lentik, hidung bangir, dan bibir ranum sewarna mawar merah. Gadis itu cantik. Teramat cantik malah. Jika saja wajah dan gaun ungu yang membalut tubuh mungilnya tak berlumuran oleh darah.

Dalam mimpinya gadis itu berteriak. Tapi bagi lelaki itu, gadis itu sama sekali tak berteriak. Lebih tepat jika dikatakan sang gadis tengah merintih. Rintihan yang amat menyakitkan dan memilukan.

"Menma-kun.. T-tolong aku.."

.

.

Putih. Warna yang pertama kali mendominasi penglihatannya begitu ia membuka mata. Apakah ia ada di dunia lain? Atau.. mungkinkah ia sudah mati? Ia bertanya-tanya sendiri. Ia hanya bermimpi tadi. Bagaimana bisa mimpi membuatnya mati?

Plak.. Gyut..

Ditampar dan dicubit pelan pipi tiga garisnya. Sakit. Aa.. itu tandanya ia tidak mati. Seorang Uzumaki Naruto masih hidup dari mimpi aneh yang selalu mengusik tidur kerbaunya. Ia benar-benar bersyukur. Ia tak jadi mati gara-gara mimpi.

"Huh.. mimpi itu lagi," diraihnya segelas air putih yang selalu tersedia di meja samping ranjang. Dalam seteguk, cairan tanpa warna, bau, dan rasa itu sudah raib tanpa sisa.

"Aku harus menghubungi Shikamaru."

.

.

"Merepotkan.. Kau pikir aku ahli tafsir mimpi? Kenapa bertanya padaku?!" Shikamaru berdecak lalu menguap malas. Diambilnya sebatang rokok dan pemantik api dari saku celananya. Tak lama, kumpulan asap dari zat nikotin itu membumbung ke atas memenuhi udara.

"Kau kan jenius, Shikamaru.. Kau pandai menganalisa dan mengasumsikan sesuatu. Makanya aku bertanya padamu," tangan Naruto melambai kesana kemari, menghalau asap rokok yang bergerak terbang ke arahnya.

"Kau memimpikan hal yang sama hampir satu bulan. Dan gadis dalam mimpimu itu terus menyebut nama Menma. Apa kau tahu siapa itu Menma?" Shikamaru mulai menduga-duga.

"Mana aku tahu. Nama Menma di dunia ini banyak sekali. Aku juga belum pernah mengenal orang dengan nama Menma. Ck.. lagipula kenapa gadis itu terus mengangguku? Aku kan bukan Menma.." Naruto uring-uringan. Shikamaru memandang bosan. Kembali lelaki bersurai mirip nanas itu menerawang. Mencari lebih banyak kemungkinan tentang mimpi aneh sahabatnya.

"Mungkinkah ini ada hubungannya dengan masa lalumu atau masa lalu gadis itu? Coba kau bayangkan, gadis itu selalu hadir di mimpimu. Bisa saja dia ingin memberitahu sesuatu lewat dirimu,"

"Jangan bercanda, Shikamaru. Aku tak mau berurusan dengan hal-hal yang berbau seperti itu,"

"Dasar.. Kalau begitu nanti kita coba temui Sasuke. Mungkin ia tahu sesuatu,"

"Hah? Kenapa Sasuke?" Naruto bertanya heran.

"Sudahlah, jangan banyak tanya dan ikuti saja. Kau mau mendapat jawaban, kan?"

Naruto mengangguk antusias seperti anak anjing.

"Bagus. Sekarang pergilah.. Aku mau tidur dulu. Hoahhmmm..."

"Dasar tukang tidur!"

.

.

Sasuke menatap datar dua manusia yang duduk di hadapannya. Yang satu menyembunyikan wajah di balik lipatan tangannya alias tidur, yang satunya berbalik menatap dirinya penuh harap. Ia membuang nafas kasar. Lelah. Waktu menunjukan pukul dua belas siang. Tengah hari. Saatnya istirahat dan makan siang. Tapi semuanya harus ia tunda demi meladeni dua manusia menyebalkan itu.

"Lagi-lagi kau, Naruto.."

"Hehe.." sang pelaku menyengir kuda. Matanya melirik ke samping. Ditepuk pelan pundak lelaki yang tidur sambil duduk di sampingnya, "Hoi, Shikamaru.. bangun!"

"Hmm?" Shikamaru yang masih menampakan rupa bantal itu bergumam malas. Kepalanya terangkat pelan, dan ia menegakkan duduknya kembali.

"Katakan padaku, kenapa aku harus terlibat dalam masalah kalian?" lelaki bermata jelaga itu bertanya.

"Ini bukan masalah kami. Tapi masalahnya Naruto.." ralat Shikamaru.

"Iya, iya.. Aku tahu. Tapi setiap Naruto mengalami masalah, kau pun juga ikut terlibat. Sekarang katakan apa masalahmu, Naruto.."

Naruto terlihat kikuk. Digaruk pelan helaian emasnya. Ia bingung harus memulai dari mana. Mimpi yang dialaminya bekangan ini membuatnya hampir gila. Hingga untuk bercerita pun ia kebingungan mencari kata-kata.

"Aku bermimpi. Dalam mimpiku itu aku bertemu seorang gadis yang tubuhnya berlumuran darah. Gadis itu selalu merintih dan meminta tolong padaku. Tangannya terulur minta digapai. Mungkin ia ingin aku menyelamatkannya. Tapi.. saat aku hampir berhasil menolongnya, tiba-tiba sesuatu seperti magnet langsung menariknya-"

"Lalu apa yang terjadi dengan gadis itu?" potong Sasuke.

"Tentu saja gadis itu menghilang, dan aku langsung terbangun. Tapi.. sebelum ia menghilang, ia sempat menyebut nama 'Menma'.."

"Menma ya.." tangan Sasuke mengambil bolpoin lalu menulis sesuatu di lembaran buku kecilnya, "Ciri-ciri gadis itu?"

Naruto menggeleng tak pasti, "Entahlah.. yang aku ingat, kulitnya putih dan rambutnya bewarna biru gelap. Sisanya terlihat samar-samar.."

Sasuke bergumam pelan. Matanya bergulir ke atas, mencoba mengingat sesuatu, "Aku pernah mendengar nama Menma dalam sebuah kasus yang diceritakan pamanku dulu. Sepertinya sudah lama sekali,"

"Benarkah? Kasus apa? dan apa hubungannya dengan gadis di mimpiku itu?" Naruto terlihat antusias. Binarnya seperti menemukan fatamorgana danau di tengah padang tandus kering. Walau belum pasti, setidaknya ia tahu ada titik terang.

"Aku tidak tahu. Kasus itu mungkin terjadi sebelum aku menjadi polisi. Lagipula.. selama ini aku belum pernah menangani kasus yang berkaitan dengan orang bernama Menma. Sebentar, akan kucarikan datanya," Sasuke mulai berdiri dan berjalan ke arah mejanya. Komputer ia nyalakan. Sementara menunggu proses loading, tangannya bergerilya membuka satu persatu laci meja dan tumpukan berkas-berkas. Terutama di bagian berkas lama.

"Ketemu!" seru Sasuke. Mendengarnya, dua laki-laki yang sedari tadi memerhatikannya ikut mendekat.

"Seperti yang diharapkan dari seorang Uchiha. Kau memang dapat diandalkan," Shikamaru menyahut. Jujur, ia salut dengan ketelatenan pemuda bermarga Uchiha itu. Walau dari luar Sasuke nampak dingin dan tak peduli, tapi sebenarnya dia begitu bertanggung jawab akan segala hal yang menyangkut pekerjaannya. Apalagi yang meminta bantuan adalah teman-teman dekatnya sendiri.

"Aku mau melihatnya, Sasuke!" Naruto hampir saja menyambar map bewarna hijau itu, namun kalah cepat dengan tangan gesit Sasuke yang menghindarinya.

"Tunggu dulu Naruto.. Di sini, kasus dengan nama Menma tidak hanya satu, tapi ada beberapa," Sasuke mulai membaca sekilas artikel kasus itu satu per satu, "Emm.. ada Furukawa Menma, Yamada Menma, Namikaze Menma, Natsuki Menma, kemudian Mikaze Menma, lalu Yoshida-"

"Sebentar.. kalau tidak salah, kau tadi menyebut nama 'Namikaze Menma'? Benar begitu?" interupsi Naruto.

"Iya. Kau mengenalnya?" tanya Sasuke balik.

"Tidak. Tapi sepertinya aku pernah dengar nama 'Namikaze'. Entah kapan, aku lupa. Boleh kulihat datanya?"

Akhirnya Sasuke menyerahkan berkas itu kepada Naruto. Naruto diikuti dengan Shikamaru membaca isi dokumen itu dari awal sampai akhir. Kasus kebakaran yang terjadi lima tahun lalu. Cukup lama memang. Di mana Namikaze Menma dan juga istrinya tewas dalam peristiwa kebakaran itu. Setelah diselidiki, rupanya itu bukanlah kebakaran biasa yang terjadi karena ketidaksengajaan, seperti konsleting listrik atau tabung gas bocor. Kebakaran itu memang disengaja. Atau mungkin bisa dibilang itu adalah pembunuhan berencana.

Saat Naruto tahu nama istri Namikaze Menma, ia langsung berhenti membaca. Tubuhnya terpaku dan matanya tak berkedip membaca dua baris kata yang tercetak di sana. Naruto teringat pernah mengenal nama itu, seolah ada yang mengetuk memorinya. Ingatannya terseret ke masa lampau. Tepatnya saat ia masih berada di taman kanak-kanak.

"Namikaze Hinata.."

Semakin tak percaya, matanya membola begitu melihat wajah dari sosok bernama Namikaze Hinata tersebut. Kembali ia teringat dengan mimpi yang selama ini mengusiknya. Keringat dingin mulai berkumpul di dahinya.

"Jadi, selama ini dia yang selalu hadir di mimpiku. Namikaze Hinata.."

Sekarang, tinggal mencari tahu alasan gadis itu selalu menghantuinya lewat mimpi.

.

To Be Continued

.

A/N:

Cerita ini aneh? Saya juga merasa begitu, haha.. #plakk. Nggak tahu dapat ide ini dari mana. Idenya muncul begitu aja begitu dikasih tahu ada event NHTD dan ada pilihan prompt-nya. Ngomong-ngomong, ini pertama kali saya ikut event NHTD. Sejujurnya saya nggak begitu suka nulis genre seperti ini, tapi yah.. hitung-hitung buat belajar. Maaf kalau masih ada banyak kekuarangan di sana-sana. Entah itu ceritanya yg gak nggak nyambung sama genrenya, alurnya aneh, dan lain-lain. Karena nggak ada manusia yg benar-benar sempurna

Kemungkinan akan saya buat jadi dua chapter. Pengennya dibuat jadi oneshoot, tapi rasanya kok rada aneh ya kalau saya pikir.

Sekian dari saya, and Happy NaruHina Tragedy Day's 8th!

Terima Kasih.

Review please...