Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

A-ano… fic yang satu ini hadir murni karena imajinasi aja. Kalau gak suka pair-nya, langsung teken tombol "back" aja, ya.

Saya pasti baru aja kepentok sesuatu, bisa membuat fic dengan crack pair seajaib ini. Tapi saya memiliki alasan tersendiri:

1. Pernah lihat Lyon dan Mira menghias Weekly Sorcerer.

2. Rambutnya sama-sama menjurus pada warna putih. (ALASAN MACAM APA INI? #ditoyor)

3. Karena ini imajinasi saya~ #PLAKS

Dozo, Minna Sama!

.

Disclaimer: Hiro Mashima

Warning: modified canon, OOCness, crack pairing, typo(s), fluffy.

.

Have a nice read. ^_~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Serikat Fairy Tail biasanya selalu ramai dan penuh keceriaan. Kendati seringkali diselingi pertengkaran, namun hal itulah yang justru membuat setiap anggota semakin dekat satu sama lain. Sungguh cara yang unik untuk mengakrabkan diri.

Namun, hari ini saja, serikat Fairy Tail begitu heboh karena alasan yang berbeda.

Tangisan terdengar di mana-mana, lolongan dan ratapan yang tidak merdu didengar rasanya bergema memilkan hingga ke seluruh penjuru kota Magnolia. Hiperbolis, namun itulah kenyataannya.

"Ada apa, sih?" tanya Lucy, sepasang mata coklatnya bergulir mengamati sekelilingnya, menemukan fenomena tak lazim yang memenuhi ruang pandangnya.

Natsu mencak-mencak. "BERHENTI MENANGIIIS, DASAR KALIAN CENGENG!"

"URUSAI, BAKA NATSU!"

Benda-benda dilayangkan pada Natsu, namun dampak negatif itu dapat mengenai rekan-rekan setimnya. Lucy dan Happy melompat menaiki meja, kemudian bersembunyi di balik meja bar. Erza masih duduk manis di kursinya, tetap tenang memakan soufflé-nya. Ia tahu Gray tidak akan tinggal diam, meskipun Natsu ingin membakar seluruh benda yang tertuju padanya.

"Ice make: Shield!"

Tameng es yang besar melindungi mereka dari benda-benda yang menghujani mereka. Lucy dan Happy mengintip dari tepi meja, mengacungkan tangan masing-masing pada Gray yang berdiri tegak di hadapan mereka.

"Nice, Gray!"

"Minggir kau, Gray!" tukas Natsu. "Biar aku bakar mereka—"

Erza menghujamkan pandangan galak pada Natsu. "—diam kau, Natsu!"

Natsu bungkam. Meski bibirnya mengerucut diikuti alisnya berkedut tanda sebal, ia tidak berani membantah Erza.

"Tch." Gray membesarkan ukuran shield untuk menahan serangan bertubi-tubi yang dilancarkan pada tim terkuat Fairy Tail. "Sejujurnya, kali ini aku setuju dengan Natsu. Mereka itu kenapa jadi pada cengeng, sih? Kayak dapat pemberitahuan besok kiamat saja."

"Ano…" Mirajane angkat bicara, dua pasang muda-mudi dan satu exceed itu menoleh pada gadis cantik yang berdiri di sebelah Lucy, "semua ini salahku. Maaf malah merepotkan kalian."

"Bicara apa kau, Mira chan?" tanya Gray heran.

"Mereka menangis bukan salahmu, Mira," ujar Erza.

Natsu manggut-manggut. "Mereka cengeng karena mentalnya lemah."

"Hai'~"

Melihat raut sedih menggurat jelas di wajah cantik itu, Lucy menepuk sekilas bahu Mirajane. "Tidak apa-apa, Mira san. Justru jika memang benar mereka menangisimu dan mendadak jadi berlaku gila seperti ini, kami bersedia melindungimu, kok!" hiburnya.

Mirajane menundukkan kepalanya, mata sebiru safir itu meredup berkaca-kaca. Tapi di satu sisi, senyum kecil yang berbeda menggelayut di bibirnya. Berdasarkan intuisi wanita, baik Erza maupun Lucy menarik kesimpulan bahwa Mirajane bimbang harus menentukan sikap.

"Kenapa kaumenyalahkan dirimu sendiri, Mira?" tanya Natsu, ia bersidekap.

"Eto… kalian sudah melihat majalah Weekly Sorcerer edisi terbaru?" Mirajane balik bertanya.

Tiada jawaban. Mirajane mengerti bahwa diamnya mereka berarti tak satu pun dari remaja di hadapannya telah melihat majalah yang dimaksudkannya.

"Beberapa hari yang lalu Jason san memintaku menjadi model foto untuk artikel "Prom Night" yang santer dibicarakan," Mirajane memulai penuturannya sembari ia mencari sesuatu di balik meja bar, tanganya meraba-raba ke dalam sebuah laci.

"Jason san menginginkan banyak fotoku bertema Prom Date bersama model-model lainnya…" Mirajane berhasil menemukan majalah yang dicarinya. Ditariknya keluar lalu ditaruhnya di meja bar. "…dan menuntutku untuk foto bersama model pria."

Tim terkuat Fairy Tail itu merapat satu sama lain, mata mereka terpicing pada cover majalah edisi terbaru yang ditunjukkan Mirajane pada mereka. Seketika mereka terbelalak dan ternganga lebar.

Pada cover itu terdapat sebuah foto di mana Mirajane berpose sebagai seorang tuan putri yang menerima ajakan dansa dari pangeran. Model pria yang memiliki senyum kecil namun amat charming itu berlutut dengan tangan terulur. Sepasang tangan yang kontras namun serasi bertemu dalam genggaman. Berlatarkan taman kota Magnolia di saat senja meraja.

Ternyata ini toh yang membuat seisi serikat Fairy Tail menangis. Yang cowok—termasuk master Makarov—menangis bersama-sama karena maskot kebanggaan asal Fairy Tail itu berfoto dengan model pria lainnya. Sementara penyihir-penyihir cewek pasti kecewa berat karena idola mereka harus berfoto dengan Mirajane.

Mirajane berasumsi bahwa wajah-wajah di hadapannya yang menyiratkan kepercayaan itu pasti sebentar lagi akan menjerit penuh keterkejutan.

"MIRAJANE DENGAN LYOOON?"

Yang tidak sesuai perkiraannya adalah bahwa orang-orang di hadapannya mengetahui model pria yang difoto bersamanya; Lyon Bastia.

.

#~**~#

A "LyMira" Fairy Tail fanfiction,

.

Foto

.

By: Light of Leviathan

#~**~#

.

"Mira, kenalkan!" Seorang pria dengan rambut kuning lancip mendekati Mirajane yang baru saja dirias, ia mendekat bersama seseorang yang mengenakan baju ala kerajaan dari negeri dongeng. "Lyon Bastia~ dia yang akan berfoto bersamamu."

Mirajane tersenyum manis. Diangkatnya ujung roknya seraya membungkukkan badan sekilas. "Salam kenal, Lyon kun."

"Lyon, kau beruntung karena mendapatkan gadis yang tepat untuk—"

Tidak menggubris ocehan Jason, Lyon mengulurkan tangannya pada Mirajane. "Mohon kerja samanya, Mirajane."

Mereka berjabat tangan sekilas. Senyum manis masih melekat di wajahnya. "Panggil aku "Mira" saja. Tak apa-apa, kok."

Sorot matanya melunak membuat Mirajane diam-diam menghela napas lega. "Apakah kau penyihir dari serikat Fairy Tail?"

Keduanya berjalan berdampingan, mengitari lokasi pemotretan. Melupakan Jason yang sibuk jeprat-jepret sana-sini dan meneriakkan "COOOL!" kebanggaannya.

Mirajane mengangguk, sebagai jawaban untuk Lyon. "Aku sudah dengar kau adalah penyihir dari Lamia Scale, Lyon kun."

Lyon tersenyum kecil, kedua tangannya terbenam di saku celana. Ha, untung saja gadis di sebelahnya tidak mengetahui riwayat terburuknya sebagai seorang penyihir. Eh, tunggu. Dan kenapa ia jadi ingin menjaga kredibilitas di hadapan gadis yang memiliki senyum manis nan terlihat tulus ini?

Oke, lupakan.

"Sihirmu?" tanya Lyon pendek. Ia bukanlah seseorang yang senang berbasa-basi. Walaupun dirasa membuang waktu, ia tetap ingin mengetahui sedikit lebih banyak tentang model "Sleeping Beauty" yang eksis di sampingnya.

Mirajane meringis pelan. "Err—cukup mengerikan. Take Over Body: Satan Soul."

Lyon melirik gadis dengan poni yang selalu diikat menjulang ke atas itu. "Maksudmu, setiap mengeluarkan kekuatan selalu menjadi seperti setan, begitu?"

Mirajane tersenyum miring. "Err—kurang lebih begitu."

"Hm, tidak heran."

"Eh, bukankah justru aneh?"

"Berbanding terbalik adalah hal yang wajar. Mempunyai kepribadian dan kemampuan sihir yang bersebrangan bukanlah sesuatu yang aneh."

Sejenak Mirajane tercenung. Tidak biasanya ada seseorang yang berkomentar begitu sopan disertai pujian terselubung tatkala ia menceritakan kemampuan sihirnya. Biasanya, para pendengarnya akan berjengit ketakutan.

Kemudian, seutas senyum kembali melekat di wajahnya. "Bagaimana denganmu, Lyon kun?"

"Es," jawab Lyon pendek, "namun aku masih penyihir pemula."

Mengangguk kecil. "Sudah kuduga sihirmu adalah es. Tapi, kau tidak terlihat seperti penyihir pemula, Lyon kun."

Penyihir es asal Lamia Scale itu menoleh terkejut pada Mirajane. "Bagaimana kau bisa tahu sihirku adalah es?"

Mirajane mengangkat telunjuknya di hadapan Lyon, menggoyang-goyangkannya dengan ekspresi lucu. "Intuisi, mungkin? Ah, sikap dan aura yang dingin itu sudah merefleksikan dirimu sebagai penyihir es."

Langkah mereka terhenti. Sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas, ia menghela napas pendek. Mereka berdiri berhadapan, membuat Mirajane sedikit mendongak saat menatap Lyon karena pemuda itu sedikit lebih tinggi darinya.

"Sering-seringlah tersenyum, Lyon kun."

Pupilnya melebar tatkala ia bersitatap dengan sepasang mata sebiru safir yang menyorot ramah padanya.

"Dan kau jangan kebanyakkan tersenyum, Mira. Nanti penggemar-penggemarmu bisa keburu mati meleleh karena disenyumi terus seperti itu."

"Benarkah?" Mata biru itu justru berbinar-binar. "Apa kau juga akan ikut meleleh, Lyon kun?"

Lyon mendengus, menyamarkan tawanya. "Bahkan dalam mimpimu saja itu tak akan terjadi, Mirajane."

Mirajane yang tertawa geli mendengar gurauannya, tak menyadari pandangan lembut penyihir es di hadapannya yang tertuju padanya.

Lyon bukanlah seorang hiprokit. Ia menyadari bahwa hatinya yang membeku, perlahan meleleh karena aura hangat yang dipercikkan Mirajane padanya.

.

#~**~#

.

Mirajane tersenyum mengenang kisah kecilnya bersama pemuda itu sebelum sesi pemotretan dimulai. Tidak menghiraukan histeria pemuda-pemudi di hadapannya yang membombardirnya dengan berbagai macam pertanyaan.

"Hii… Mira, kau jangan tersenyum-senyum sendiri. Mengerikan, tahu—uppaaa!" seru Happy dengan suara cemprengnya.

"Jangan mengganggu lamunan manis seseorang, Happy!" ujar Lucy, ia mengedip nakal pada Mirajane.

"Astaga…" Erza mendesah sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sajian kuenya terlupakan. "…pantas saja seisi serikat Fairy Tail tampak begitu frustasi. Kalau modelnya sekaliber Lyon, mereka semua tak ada apa-apanya."

"Oh, tidak bisa~" Natsu menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tersenyum lebar. "Lyon tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku."

"—Oi, Mira chan, kau yakin yang berfoto bersamamu itu Lyon?" tanya Gray, terlihat ialah yang paling syok mengetahui kabar mengejutkan ini.

Mirajane mengangguk yakin. Tak menyangka tim terkuat Fairy Tail mengenal Lyon Bastia. "Tentu saja, Gray."

"Ne, ne, Mira san—" Lucy mengembangkan seringai menggoda. "—Lyon orangnya seperti apa, sih?"

Mirajane berpikir. Sesaat kemudian ia menjawab tanpa ragu, "Dia sangat baik. Yah… meskipun irit bicara dan pelit senyum." Sepasang mata biru menerawang mengingat rupa si penyihir es.

Mirajane terdiam tak mengerti mendapati mereka melongo tak percaya. Seakan Mirajane menyampaikan berita itu sama dengan memberikan informasi bahwa Gray telah menghilangkan kebiasaan buruknya untuk tidak melepas pakaian sembarangan di muka publik.

Gray menghempaskan dirinya pasrah di kursi sebelah Erza sembari berdecak. Tameng esnya lenyap begitu saja. Para laki-laki yang amat mengidolakan Fairy Tail menyemut mendekati meja bar. Tepatnya, menghampiri Mirajane. Meminta gadis itu mengklarifikasi soal masalah sepele yang langsung menjadi hot topic seisi kota Magnolia.

Penuh kesabaran, Mirajane menghadapi penggemar-penggemarnya—membiarkan saja tim terkuat Fairy Tail yang terjepit ke meja bar menyelinap ke balik meja panjang berwarna coklat itu.

Usai Mirajane bercerita, tak ada yang tak merasa frustasi mendapati Mirajane begitu berseri-seri saat mengisahulangkan seputar jalannya sesi pemotretannya dengan Lyon. Maklum, ini adalah pengalaman pertamanya beradu foto dengan model pria.

Lisanna tersenyum senang seraya memeluk kakaknya yang teramat cantik itu. "Duh, beruntungnya kau, Mira Nee~"

"ITU NAMANYA SIAL, TAHU!" Raungan protes bergaung di aula utama Fairy Tail yang dihias apik itu.

"Aku tidak akan membiarkan lelaki manapun mendekati Neechan kalau dia bukanlah pria sejati! Aku akan melindungimu, itulah tugasku sebagai adik laki-laki!" tekad Elfman membara.

Di balik meja panjang… duduklah tim terkuat Fairy Tail bersembunyi di baliknya.

Baik Happy dan Lucy pasang tampang pura-pura prihatin, seraya menepuk masing-masing bahu Gray yang terpuruk pasrah akan fakta Mirajane dekat dengan Lyon. Erza menggeleng-gelengkan kepala, mengulaskan senyum geli. Natsu bahkan tergelak, jelas-jelas menertawai Gray.

Gray mendecih sebal.

Suasana tiba-tiba saja mendadak menjadi sunyi senyap, membuat tim terkuat Fairy Tail muncul ke permukaan, mencari tahu apa yang terjadi.

"COOOL~ ohayou, Fairy Tail~"

Seorang fotografer sekaligus reporter meluncur masuk ke aula utama, menghampiri Mirajane dengan senyum lebar. Seorang pemuda dengan tuxedo putih bersih mengikutinya.

Itu dia si Rival yang menyabet hati primadona dari Fairy Tail! Mampus saja dia langsung dipasangkan predikat "Rival" oleh cowok-cowok yang mengidolakan Mirajane.

"Konichiwa." Penyihir-penyihir Fairy Tail membalas sapaan dengan amat datar. Mata mereka nyalang memelototi seorang cowok tampan dengan rambut seputih salju yang mengenakan tuxedo putih lengkap.

Penyihir-penyihir Fairy Tail menepi, memberikan akses untuk Jason serta cowok tampan itu mendekat pada model kenamaan asal Fairy Tail.

"Konichiwa, Jason san." Mirajane meletakkan nampan yang dipeluknya ke atas meja. Mata birunya segera beralih pada penyihir es yang hari ini terlihat amat tampan itu, seolah pemuda yang dibawa Jason adalah magnet yang selalu menariknya untuk mendekat pada penyihir es tersebut. "Konichiwa, Lyon kun."

Aura membunuh yang pekat kian menusuknya, seolah ingin melenyapkannya dari muka bumi. Tak ambil pusing dengan pelotan yang ditujukan padanya, Lyon duduk di kursi yang paling mudah dicapainya. "Rasanya aku seperti masuk ke sarang iblis."

Aduh, komentarnya pedas dan amat lugas…

Sepertinya kantongnya tebal…

Asal makhluk itu dari Lamia Scale, ya?

Mukanya saja sudah terlihat menyebalkan sekali!

Penyihir-penyihir Fairy Tail sibuk berkasak-kusuk, Lyon berdecak kecil. Mengerti bahwa topik pembicaraannya adalah dirinya dan Mirajane. Bukti konkritnya adalah majalah edisi terbaru Weekly Sorcerer dalam genggaman masing-masing.

Mirajane justru terkikik geli. "Maafkan atas sambutan yang tidak ramah ini, Lyon kun."

KREK

KREK

PRANG

Suara retakan terdengar bersahut-sahutan, bersumber dari para cowok yang mengidolakan Mirajane. Wahai Tuhan, kenapa mesti cowok dengan tampang menyebalkan yang merebut hati malaikat dari Fairy Tail?

"Woooh…" Natsu dan Happy bertepuk riuh. "Benar-benar Lyon!"

Lyon menoleh pada sumber kerusuhan di balik meja Fairy Tail. Lucy melompat keluar dari meja diikuti Erza dan Gray.

"Ka-kalian…" Matanya terbelalak mendapati wajah-wajah yang dikenalinya. "…Baka Otouto?"

Gray tak jadi membuang muka saat merasakan Erza menyikutnya keras-keras. Menghembuskan napas panjang, ia menyapa pemuda yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri, "Yo, Baka Aniki."

Hening menggantung.

"HIIIIEEE?"

"Ka-kau mengenal mereka?" Keterkejutan menerpanya, tersirat jelas dari mata sebiru safir yang dikagumi Lyon itu. "Ka-kau kakaknya Gray, Lyon kun?"

Gray terlihat begitu lesu, ekspresi habis-sudah-diriku tergurat jelas di kening yang tertoreh luka horizontal. Apalagi ketika penyihir-penyihir Fairy Tail lain melayangkan pelototan maut padanya.

Natsu dengan mimik sok serius menepuk kencang-kencang punggungnya, Erza menepuk bahunya tanda turut bersimpati atas kesialan yang menimpanya.

Tak mengacuhkan hujanan blitz kamera yang menyilaukan mereka, Lyon mengangguk kecil. "Bisa dibilang begitu, Mira."

Elfman mendelik tidak suka pada Lyon, sementara Lisanna tampak begitu bersemangat memerhatikan interaksi kakaknya dengan pemuda ber-tuxedo putih itu.

"Ano, Lyon san…" Charle, exceed putih kesayangan Wendy mendekat padanya, "…bagaimana dengan Nona ber-make up menor itu?"

"Maksudmu Sherry, Charle?" tanya Lucy memastikan.

Lyon menerima segelas minuman yang diberikan Mirajane padanya, setelah menggumamkan "terima kasih" pada Mirajane, ia menjawab, "Sherry ada. Baik-baik saja. Sedang mengerjakan misi dengan Jura san."

"Apa kabar, oi, Aniki?"

Lyon menoleh pada Gray. Ia mendengus, menyeringai semenyebalkan seringai Gray—menurut rekan-rekan setimnya. "Lumayan. Bagaimana denganmu?"

Gray menghela napas lega. "Baik—tentu saja. Ada apa kau mengunjungi Fairy Tail?"

"Oh, aku ingin bertemu Mira," jawabnya ringan.

Sunyi.

Mirajane tersipu. Disembunyikannya wajah meronanya yang amat manis di balik nampannya. Lyon menyeringai melihatnya.

Trio tak terpisahkan—Natsu, Happy, dan Lucy—tak memperbaiki suasana dengan komentar mereka. "Dia menyukaimuuu, Mirajane!" seru mereka dengan seringai menggoda.

Gray dan Erza bertukar senyum geli, mendapati pemandangan paling aneh yang pernah terjadi di Fairy Tail. Meski suasana terasa begitu suram karena puluhan penyihir cowok Fairy Tail memojok bersama, menangisi takdir mengapa Mirajane terpikat pada Lyon, sementara Lyon memberikan respon positif. Master Makarov tetap mencoba menjaga wibawanya kendati matanya berkaca-kaca. Trio dari tim terkuat Fairy Tail mengelilingi Mirajane, dengan wajah usil tak henti menggodanya. Elfman meratap frustasi, kemudian dihibur oleh Lisanna.

"E-e-eto, Jason san…" Mirajane yang tampak salah tingkah mengalihkan perhatiannya pada Jason, "ada apa kalian kemari?"

Jason menghentikan aktifitas kecintaannya sejenak; foto-foto. Ia tersenyum lebar pada Lyon dan Mirajane.

"Mengajakmu untuk ikut pemotretan. Kita kedapatan tugas untuk foto di tepi pantai. Kupilih saja di dekat serikat Fairy Tail—karena pemandangannya cukup bagus.

"Kebetulan klien kita meminta foto berpasangan, aku merekomendasikanmu dan Lyon. Merasakan chemistry kalian lewat cover edisi majalah Weekly Sorcerer kali ini, klien kita menerima kalian berdua sebagai model dengan senang hati," celoteh Jason panjang lebar.

Chemistry?

Twitch.

"Hum… apa tema fotonya, Jason san?"

Firasat buruk.

"Pra-wedding photo," jawab maniak tukang foto itu enteng.

Hening.

"NANIII?"

Semua—kecuali Lyon dan Jason—melonjak terkejut. Pra-wedding? Mirajane mereka tercinta yang menjadi model bersama dengan Lyon? Oh, tidak! Terima kasih. Ini jelas-jelas mimpi buruk… wahai seorang ksatria baik nun jauh di seberang, bangunkanlah mereka dari kenyataan menyakitkan ini!

Ini menjelaskan kenapa Lyon datang ke Fairy Tail telah mengenakan white tuxedo.

"Eh, tapi kau sedang tidak sibuk, kan, Mira?" tanya Jason kemudian.

Beberapa cowok berebut menjawab bahwa Mirajane mempunyai halangan untuk ikut pemotretan pra-wedding itu. Tak terusik dengan kerusuhan di sekitarnya, Lyon menatap Mirajane, seolah menyelami betapa birunya bola matanya. Mencari celah kebohongan dari mata yang berkilau itu.

"Kau sibuk?" tanya Lyon pendek.

"Err—tidak, sih…" Mirajane tampak semakin salah tingkah ditatap begitu intens oleh Lyon. "Tapi, aku tidak pernah foto dengan tema seperti ini."

Penyihir es itu menyeringai. Matanya terpicing, menyiratkan godaan. "Kau tidak percaya diri?"

Mirajane menunduk pasrah. Mengangguk lambat-lambat sebagai jawaban untuk Lyon. Mata birunya terbelalak kaget ketika tangan berkulit tan itu terulur padanya. Ia mendongak, memandang polos pada Lyon yang menghadirkan senyum kecil untuknya.

"Kau tidak melakukannya sendiri," kata Lyon, "Kita melakukannya bersama-sama."

Keraguan tertepis sudah tatkala Mirajane membiarkan tangan yang di pergelangannya dilingkari gelang bunga-bunga, digenggam erat oleh Lyon. Senyumnya merekah.

Lyon turun dari kursi, membiarkan genggaman tangan mereka yang disoraki banyak pihak itu semakin melekat erat. Lucy dan Lisanna dengan senang hati membukakan pintu tepi meja bar agar Mirajane bisa keluar dari balik meja.

"COOOL~~"

Mirajane tersenyum manis saat mendekat pada pemuda yang mengenakan tuxedo putih itu. "Ayo kita berjuang untuk pemotretan kali ini!"

"Hn." Lyon mengangguk. "Mohon kerjasamanya, Mira."

"Cool~ Lyon, tunggu kami di pantai! Mira, ayo masuk ke mobil travel! Tim penata rias sudah tak sabar menantimu." Jason begitu antusias menginstruksikan perintah.

Jason menyeret Mirajane keluar dari Fairy Tail diikuti gerombolan penyihir Fairy Tail yang mengidolakan gadis itu. Lyon ditinggalkannya begitu saja.

"Ayo kita lihat-lihat ke lokasi pemotretan!" ajak Lucy riang. Teman-teman ceweknya mengangguk antusias termasuk Erza. Gadis-gadis itu berlari gembira mengejar Mirajane yang dimasukkan Jason ke sebuah mobil Karavan yang sangat besar.

"Ha~" Juvia menghembuskan napas panjang. "Andaikan aku yang seperti itu dengan Gray Sama."

Mendengar perkataan si gadis hujan, teman-teman ceweknya terkikik geli. "Kami juga ingin, tahu!"

Setelah kepergian para gadis, Gray dan Elfman mendekat pada Lyon yang menenggelamkan kedua tangannya ke dalam saku celana putihnya.

"Kau jangan macam-macam dengan Mira chan, Lyon," Gray memperingatkannya.

"Ha, aku tahu," tanggap Lyon.

"Jangan berani-berani menyakiti ore no Neechan, Lyon san," ancam Elfman bersungguh-sungguh. "Hanya pria sejati yang dapat memiliki hatinya."

Lyon melenggang santai seraya menjawab, "Dan akan aku buktikan pada kalian, aku pantas untuk bersama Mira."

Yang ditinggalkan Lyon terbengong-bengong mendengarkan perkataannya. Pemuda itu lenyap dari pandangan tatkala hilang di balik pintu megah aula utama serikat yang berdomisili di kota Magnolia.

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Keep or delete?

Jika "keep", tamat sampai di sini saja atau lanjut terus?

Sebenernya fic ini masih panjang lagi, kira-kira dua tiga chapter lagi siap update. Tapi, saya nggak PeDe sama fic ini. IHIKS. Saya menanti pendapat apresiator sekalian, itu pun jika ada yang sudi memberikan feedback/review untuk fic ini. T_T #galau

Sebelum mendapat kepastian, saya tetap pasang status "inprogress" pada fic ini.

.

Terima kasih sudah menyempatkan membaca. Kritik dan sarannya ditunggu selalu. ^_~

.

Sweet smile,

Light of Leviathan (LoL)