Disclaimer: I do not own Naruto, Naruto belongs to Kishimoto Masashi-sensei. Tulisan ini adalah fanfiksi, tidak ditulis dengan maksud untuk diakui sebagai karya asli, tidak untuk memperburuk karya asli ataupun kreatornya, juga tidak dibuat untuk memperoleh keuntungan komersial.
Sketsa
a Naruto fanfiction, written by Nad
Namikaze Naruto akan meletakkan pensilnya setiap kali mendengar deru mobil mendekati jalan depan rumahnya.
Memang ia tidak lagi mencoba mengintip melalui jendela untuk menengok, tapi bocah ini akan selalu menajamkan telinga, mencoba mendengar suara mobil itu dari jauh, menganalisa apa kiranya yang sedang terjadi dari bunyi yang ia tangkap. Jika deru mobil itu terdengar menguat lalu berubah semakin kecil tanpa sedikitpun terhenti, Naruto akan melanjutkan sketsa gambarnya. Namun jika suaranya terasa mendekat lalu berhenti sama sekali, maka dalam diam ia akan menatap gambarnya yang hitam putih atau mungkin baru separuh berwarna, dan mendengar.
Kadang, Naruto sampai lupa untuk bernapas. Atau mungkin ia memang sengaja menahannya tanpa ia sadari. Kadang juga ia berharap bunyi degupan jantungnya bisa mengecil, atau setidaknya berhenti menggema di telinga agar ia dapat mendengar dengan lebih jelas. Di lain waktu, ia bahkan akan menggerutu dalam hati jika terganggu oleh seru dan senda gurau anak-anak lain dari luar rumah, atau suara mesin pemotong dan penghalus kayu dari workshop ayahnya, menenggelamkan suara yang ingin ia dengar itu.
Naruto hanya ingin memastikan.
Apakah benda itu berhenti tepat di depan rumahnya?
Masuk ke halamannya mungkin?
Hei, mungkinkah itu suara pintu mobil yang dibuka?
Lalu apa itu suara bagasi yang ditutup lagi setelah mengeluarkan isinya?
Dan, jika ia mendengar itu semua, tanpa bergerak Naruto akan lanjut memusatkan perhatian pada telinganya. Berjaga untuk menangkap ketukan ringan antara high heels dengan lantai kayu teras rumahnya, berharap bisa mendengar suara klik pintu rumah yang dibuka, menahan napas untuk menanti ucapan 'selamat datang!' milik ayahnya dari arah genkan*.
Karena jika ia mendengar itu, Naruto tahu detik itu juga ia akan melompat meninggalkan pensil dan buku sketsa kesayangannya, berlari menuruni anak tangga dua demi dua, demi menyambut kedatangan ibunya dengan pelukan hangat dan cengiran lebar. Bahkan, mungkin, ditambah pula dengan sedikit air mata haru di pelupuk matanya yang biru.
Namun, sore itu, seperti juga hari-hari lain selama tiga tahun belakangan, Naruto kembali meraih pensil.
Ia akan meneruskan sketsanya.
Masih ada tiga sosok di sana.
—fin
.
.
.
*genkan: bagian pintu masuk dalam rumah Jepang biasanya, tempat orang melepas dan menyimpan alas kaki sebelum masuk ke bagian utama rumah. Untuk jelasnya, kunjungi: en (titik) wikipedia (titik) org (garis miring) wiki (garis miring) Genkan.
Tidak perlu bingung, interpretasi cerita saya serahkan sepenuhnya kepada imajinasi pembaca. :) Kritik, saran, dan apresiasi akan diterima dengan senang hati. Thanks for reading!
