Disclaimer :

Naruto [Masashi Kishimoto] and High School DxD [Ichie Ishibumi]

Saya tidak mengambil keuntungan materi apapun dari fanfiksi yang saya publish.

.

Queen of My King

Fantasy, Supernatural, Adventure, Romance, Friendship, Horror, Family and etc.

Rate : M

Type : Crossover

.

Warning! : OOC, OC, Typo(s), Miss-Type, AU, AR, AT, Lime, and many more!

.

.

Diceritakan ada dua negeri yang saling bermusuhan sejak lama. Dan aku hidup di salah satu negeri tersebut. Sebut saja kedua negeri itu adalah negeri api dan negeri air. Dan aku menetap di salah satu desa yang berada di negeri air, yang bernama desa Yin.

Kedua negeri ini sering beradu konflik. Namun, karena suatu wabah penyakit melanda keduanya, akhirnya pemimpin negeri tersebut bersepakat untuk berdamai dan mencari jalan keluar atas permasalahan yang menimpah kedua belah pihak.

Seorang tetua desa memberitahu kami jika hanya ada satu cara untuk menyelamatkan penduduk dari wabah penyakit misterius ini. Yaitu dengan kekuatan batu permata merah delima yang ada di sebuah hutan terlarang. Hutan di mana menjadi perbatasan antara kedua negeri yang dahulu berseteru ini.

Sudah banyak para ksatria yang mencoba memasuki hutan tersebut. Namun tidak ada satupun yang berhasil. Mereka semua hilang dan lenyap begitu saja. Kabar miring yang aku terima, di hutan terlarang itu ada penunggunya. Seekor iblis yang melarikan diri dari neraka. Bernama Red Devil.

Tetapi aku percaya, tidak mungkin ada suatu masalah tanpa jalan keluarnya. Dan hal itu benar terjadi. Ternyata setelah diadakan sayembara kekuatan oleh masing-masing negeri, didapatkan seorang pemuda yang mempunyai kekuatan di atas rata-rata. Bahkan kekuatannya dapat menghancurkan suatu negeri. Dan percaya atau tidak, pemuda itu adalah temanku sendiri, Sasuke Uchiha.

Jujur saja aku iri dengan kekuatan yang dimilikinya. Sampai dengan saat ini aku hanya dapat mengandalkan ilmu bela diriku sepenuhnya untuk melindungi diri dari gangguan orang jahat. Tidak ada kekuatan supernatural yang kupunya. Namun, semuanya berubah menjadi luar biasa kala aku bertemu dengan seorang malaikat jatuh. Katakanlah jika dia adalah seorang bidadari. Begitu cantik—menawan. Dan akupun jatuh hati padanya.

Perbedaan dimensi ruang dan waktu menjadi kendala bagi kami untuk selalu bersama. Namun sekali lagi aku percaya, tidak mungkin sesuatu terjadi di atas bumi ini tanpa sebuah alasan. Dan aku menikmatinya. Menikmati kisah ini. Walaupun sekelumit masalah harus kuhadapi.

Inilah kisahku, tentang persahabatan, tentang cinta. Tentang pengabdian dan tentang sumpah setia. Kuberi judul Queen of My King. Sebuah kisah yang menggabungkan beberapa elemen waktu dan spiritual di dalamnya.

.

.

.

Hari ini aku memandikan kuda kesayanganku. Sejak aku kecil, ayah sudah mengajariku bagaimana cara menunggangi kuda. Dan bersama kudaku inilah aku melewati hari-hariku. Ke sana dan kemari selalu bersama.

Kami berteman semenjak kudaku masih kecil. Sehingga kami tumbuh bersama. Karena kudaku ini berwarna hitam, kuberi namanya Black Jack. Haha, cukup unik bukan?

Dan salah satu kelebihan kudaku ini, ia dapat merasakan aura negatif yang berada dalam radius satu kilometer. Indra pendengaran dan penciumannya sangat tajam. Bahkan kudaku ini dapat berlari dengan sangat kencang. Seperti tenaga lima ekor kuda. Bahkan mengalahkan kecepatan harimau. Dan itu sudah teruji oleh diriku sendiri.

"Hah, selesai. Kau tunggu di sini dulu, ya. Sekarang gantian aku yang mandi."

Aku berbicara kepada Black Jack. Dan ia hanya menurut saja apa yang aku katakatan. Aku biarkan dia mencari makanannya sendiri, sedang aku menuju ke arah hulu sungai untuk mandi. Namun, ada hal aneh yang kulihat di sore hari ini. Seberkas cahaya secepat kilat melintas di langit. Dan cahaya itu menuju ke arah yang sama denganku, yakni hulu sungai.

Aku masih bersikap biasa saja. Di dunia seperti ini sangat lumrah segala sesuatunya terjadi. Aku terus saja berjalan ke arah hulu sungai tanpa menghiraukan apapun. Namun sesampainya di sana, aku terkejut karena melihat sesuatu yang tak biasa kujumpai.

Astaga ...

Aku menelan ludahku sendiri, segera bersembunyi di balik pohon. Kala ini aku melihat seorang gadis—perempuan—wanita atau apa sebutan yang cocok untuk dirinya, tengah melepas pakaiannya dan mandi—berendam di dekat air terjun yang berada di hulu sungai.

Cantik sekali ...

Tak pernah sebelumnya aku melihat seorang wanita secantik dirinya. Kulit tubuhnya begitu putih, mulus dan berseri. Dan yang membuat jantungku makin berdegup tidak karuan, dadanya begitu besar, padat dan berisi.

Aku yang saat ini hanya memakai celana panjangku tanpa baju. Ditambah udara sore hari yang mulai dingin, membuat pikiranku jauh melayang ke mana-mana.

Diam-diam aku pun mendekat ke arahnya, perlahan-lahan seperti seorang mata-mata. Lalu diam-diam mengambil selendang sutera miliknya yang berwarna putih. Tentunya tanpa dia sadari. Saat dia tengah asik membilas tubuhnya dengan air sungai.

Akupun kemudian kembali ke tempat di mana aku berada, mengintipnya mandi dari balik pohon besar yang berjarak hanya tujuh meter dari tempatnya mandi.

Oh, begitu indah hariku.

Batinku terus saja berbisik, sepertinya keberuntungan tengah berpihak kepadaku. Aku mencoba mencium selendang sutera itu. Astaga ... sangat harum. Entah aku harus menyebut harum seperti apa. Namun aku yakin tidak ada satupun yang mampu menyamai harumnya selendang sutera yang sedang kupegang ini.

Tak lama, dia mencoba mengajakku berbicara. Sontak saja aku terkejut bukan main.

"Aku tahu kau berada di sana. Cepat keluarlah!"

Tiba-tiba khayalanku tersentak—berhenti mendadak kala mendengar suara sangat merdu yang tertuju kepadaku. Akupun segera melihat ke arah pemilik selendang sutera ini. Karena hanya dialah satu-satunya yang berada di sungai. Selain aku tentunya.

"Kembalikan selendangku. Aku yakin kau yang mengambilnya."

Sebuah nada perintah itu seakan mendorongku untuk menampakkan diri. Dan akhirnya dengan perasaan malu yang bercampur aduk dengan rasa yang lainnya, aku keluar dari persembunyianku.

"Etto ..."

Aku mengaruk kepalaku yang tak gatal, merasa sedikit bersalah karena kejahilanku sendiri.

"Kembalikan selendangku!"

Dia terus mengulang kata yang sama, membuatku kebingungan sendiri. Mengembalikannya atau tidak.

"Ba-bagaimana jika aku tidak ingin mengembalikan selendang ini?"

"Kau!"

Dia tampak marah, terdengar dari nada ucapannya. Sedangkan tubuhnya masih membelakangi diriku. Dia masih berendam di dalam sungai sambil menyilangkan kedua tangan di dada, menutupi payudaranya yang indah. Punggungnya pun terlihat begitu menggoda.

"Baiklah, aku akan mengembalikan selendangmu. Tapi ada satu syarat," kataku.

"Apa kau bilang?! Selendang itu milikku! Mengapa aku harus memenuhi syaratmu?!"

Ah, indahnya hari ini. Aku berbicara dengan seorang wanita—putri—mungkin juga seorang bidadari. Sebenarnya aku tidak ingin membuat dia marah. Namun aku ingin lebih jauh mengenalnya. Dari mana asalnya dan mengapa dia berani mandi di dekat air terjun yang berada di hulu sungai seorang diri.

"Ya sudah. Kalau tidak mau. Aku pergi saja."

Sikapku memang benar-benar mengesalkannya. Niat untuk mandi pun harus kutunda karena aku lebih memilih membawa lari selendang ini. Haha, tingkahku konyol sekali.

"Tu-tunggu! Baiklah, aku akan memenuhi syarat darimu."

Bukan main girangnya hatiku kala dia menyetujui syarat yang akan aku berikan. Namun syarat itu menjadi awal kisahku dengannya. Dengan seorang bidadari yang selama ini hanya mampu berada di batas alam khayalku.

.

.

.

Tak lama, setelah dia mengenakan kembali gaunnya. Kami membuat sebuah kesepakatan. Di tepi sungai ini, sebuah perjanjian dan perkenalan itu pun berlangsung.

"Jadi ... siapa namamu?" tanyaku kepadanya yang duduk di sebelah kiriku.

"Nama?"

Dia tampak bingung dengan apa yang kumaksudkan. Aku merasa sedikit aneh. Namun sebisa mungkin tidak kutampakkan di hadapannya.

"Em, begini. Nama itu adalah sebutan atau panggilan untuk diri kita. Seperti aku ... kenalkan, Naruto Uzumaki."

Aku mengulurkan tangan, mengajaknya berjabat tangan. Dia tampak diam dan malah hanya memperhatikan tanganku ini.

"Tak apa. Peganglah. Aku tidak akan memakan dirimu," ucapku sedikit kesal karena dia terlalu lama menatap tanganku.

Dia pun mencoba menurut, menyambut jabatan tanganku sambil menatapku dengan tatapan yang sedikit aneh.

Astaga! Saat tangan kami bersentuhan, aku merasakan hal aneh terjadi pada diriku. Hangat namun sejuk. Bagaimana ya menjelaskannya? Aku pun bingung sendiri. Tetapi yang jelas, aku berkeyakinan penuh jika dia bukanlah seorang manusia.

"Akeno ... Himejima."

Dia mengucapkan sesuatu yang menurut pemikiranku itu adalah namanya.

"Jadi namamu ... Akeno Himejima?" tanyaku untuk meyakinkan.

"Hu-um."

Dia mengangguk—membenarkan pertanyaanku.

"Baiklah, mulai sekarang kita teman. Oke?" tanyaku lagi.

"Teman?"

Astaga, dia masih bingung juga dengan apa yang aku ucapakan. Ternyata memang benar dia bukanlah seorang manusia.

"Jadi, teman itu selalu ada bersama kita dalam keadaan suka maupun duka. Maka dari itu sekarang kita berteman. Dan kau harus selalu bersamaku."

Aku sedikit ragu dengan apa yang aku ucapkan kepadanya. Namun kata-kata yang terlontar itu benar-benar apa yang ada di dalam pikiranku saat ini. Ya, entah mengapa aku ingin selalu bersamanya. Merasakan kehangatan dan kesejukkan yang mendamaikan hati, jiwa dan pikiranku.

"Baik," sahutnya sambil tersenyum.

Ya Tuhan ... indah sekali senyumannya. Membuat hatiku seakan dipenuhi berbagai macam bunga yang sedang bermekaran.

Kami pun lalu bersalaman sebagai tanda setuju atas apa yang baru saja kami ucapkan. Sebuah perjanjian. Eh, tidak. Mungkin sebuah kesepakatan. Em, tapi aku juga kurang yakin akan hal itu.

Karena tidak ingin kehilangan momen langka ini, aku mengajaknya ke rumahku yang jaraknya cukup jauh dari sungai tempat di mana kami bertemu. Namun, dia tidak mau naik kuda bersamaku. Saat kuberikan selendangnya, dia malah melayang— terbang mengiringi langkah kaki Black Jack menuju rumahku.

Benar ternyata, kau seorang bidadari.

Sejujurnya aku sedikit terkejut dan takut. Tapi aku berusaha menahan rasa takut itu agar dapat terus bersamanya dan mengenalnya lebih jauh. Dan taukah saat dia terbang mengiringiku, harum gaun yang dia kenakan benar-benar tidak pernah kutemui sebelumnya. Sangat harum, seperti 1001 bunga yang menyatu. Dan aku menyukainya.

.

.

.

Di negeri api...

Sasuke terpilih mengemban misi dari negeri api untuk mencari obat penawar atas penyakit misterius yang menimpa penduduk negerinya. Dia tengah bersiap melakukan perjalanan jauh untuk memasuki sebuah kawasan hutan terlarang yang berada di perbatasan. Tugas pengabdian itu wajib ia lakukan walaupun harus meninggalkan kekasihnya yang tengah mengandung anaknya kala ini.

Dialah Hinata Hyuuga, seorang gadis yang Sasuke selamatkan di dalam hutan saat ia berkelana dari satu negeri ke negeri yang lain. Rasa iba dari diri Sasuke itulah yang membuat Hinata menyerahkan hidupnya. Mengabdi—menemani dan menjadi seorang istri walaupun belum sempat dinikahi.

"Hinata ... aku berjanji. Setelah misi ini selesai, aku akan menikahimu."

Sasuke membelai lembut pipi Hinata yang tampak basah terkena air mata yang jatuh. Gadis itupun hanya dapat mengiyakan dan melepaskan kepergian Sasuke dari hadapannya.

"Sasuke!"

Hinata memanggil Sasuke sebelum benar-benar pergi dari hadapannya. Entah sampai kapan ia harus menunggu kepulangan Sasuke, tidak dapat dipastikan. Gadis itu lalu memeluk Sasuke dari arah belakang.

"Aku menunggumu, Sasuke. Semoga berhasil!"

Karena tidak ingin memberatkan kepergian sang kekasih, Hinata berusaha tegar menghadapi kenyataan yang ia terima. Rasa hangat akan pelukan itupun perlahan-lahan menghilang—meninggalkan bekas akan penantian yang tak berujung.

Sasuke ... jaga cinta kita ...

Batin Hinata berucap sambil menahan kesedihannya. Dia benar-benar harus merelakan kepergian Sasuke. Dan berharap kekasihnya itu akan membawa pulang apa yang dipinta oleh pejabat negeri untuk menyelamatkan para penduduk desa.

Sasuke pun segera pergi—meninggalkan Hinata, kekasihnya dan juga benih yang sedang dikandung. Demi menyelamatkan penduduk negeri dari wabah penyakit misterius.

Penyakit yang menyerang penduduk sangatlah langka. Berupa bentol-bentol kecil yang menjalar ke seluruh tubuh. Dan menyebabkan rasa gatal yang teramat sangat. Banyak dari para penduduk yang memilih untuk mengakhiri hidupnya daripada merasakan rasa gatal yang terus-menerus tiada henti.

Dan setelah melakukan perundingan antara negeri api dan negeri air, didapati jika jalan satu-satunya adalah dengan cara mendapatkan batu permata berwarna merah delima yang nantinya akan diletakkan di hulu sungai.

Sebuah batu yang mempunyai kekuatan magis dan disinyalir dapat mengobati segala macam penyakit jika diletakkan di dalam air lalu air tersebut diminum oleh si penderita. Kekuatan supernatural dari batu permata merah delima itulah yang akan digunakan untuk mengobati penyakit yang kala ini sedang melanda para penduduk negeri api dan negeri air.

Bayangkan saja, wabah penyakit misterius itu menyerang dua negeri sekaligus yang mendesak pemimpin negeri untuk segera mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang terjadi. Dan akhirnya ... beban berat itu harus Sasuke tanggung sendiri. Sebagai seorang ksatria terkuat di negeri api. Yang dilahirkan di negeri air.

.

.

.

Perrjalanan pun dimulai...

Sasuke harus menempuh jarak selama tiga hari tiga malam hanya untuk bisa sampai di kawasan hutan terlarang. Bersama seekor kuda kesayangannya yang ia beri nama Pegasus. Kuda berwarna putih yang memiliki kecepatan lebih dari sepuluh tenaga kuda yang menjadi satu.

Namun sayang, perbekalan yang ia bawa saat ini telah habis. Sehingga ia harus singgah terlebih dahulu di sebuah penginapan yang letaknya hanya beberapa puluh meter dari hutan terlarang tersebut. Tetapi saat dirinya mengatakan ke mana arah tujuannya kepada pemilik penginapan, ia malah dilarang melanjutkan perjalanannya untuk memasuki hutan terlarang tersebut.

"Lebih baik jangan, Nak. Sangat beresiko. Sudah banyak ksatria yang gagal mengambil batu permata itu dan malah menjadi santapan iblis yang menunggu hutan."

Pria paruh baya yang mengenakan yukata berwarna biru itu memperingatkan Sasuke.

Perlu diketahui, penduduk di sekitar kawasan hutan terlarang tidak terserang wabah penyakit misterius itu. Karena mereka selalu mempersembahkan kepala kerbau untuk sang penunggu hutan di setiap bulan pada malam purnama.

"Ini sudah menjadi misiku. Aku tidak dapat mundur lagi. Tapi terima kasih atas kekhawatiran Anda, Tuan."

Sasuke tampak tak gentar sedikitpun kala mendengar cerita tentang kengerian hutan terlarang yang akan segera ia masuki esok hari. Jiwa seorang ksatria benar-benar mendarah-daging di diri Sasuke. Walaupun begitu, tetap saja ia mempunyai hati untuk seseorang yang dicintainya. Yaitu hanya Hinata seorang.

.

.

.

TBC