Because You're Mine

Masashi Kishimoto

Genre: Romance, Drama

Warning: Typo, Out of Character, DAN LAIN-LAIN

Rated :T

^^Welcom to my fiction^^

Hallo minna-san... udah lama yah Sophia gak up date2 nih, banyak kegiatan+kesibukan yang gak bisa Sophia hindari^^ ma'lum anak organisasi emang gitu! Hadddeeeuuuuuhh... Sophia besar kepala nih kalo ngomong kaya gitu, lupain ajah yah, Sophia emang kayak gitu, amatiran!

Ooh iyah, fic yang satu ini Sophia dapet dari inspirasi yang datang saat Sophia tengah digandrungi kesibukan, pas lagi sibuk sibuknya nih, treeenngggg ajah ini fic udah muncul di benak dan pikiran Sophia, langsung deh Sophia tulis, ya walau pun kesibukannya ditunda dulu. Marah-marah tuh pembimbing yang ngasih tugas ... gk pa2, Sophia tetep nulis, karena udah jadi hobi^^

Ooh yah minna.. catatan: OOC, tulisan masih acak-acakan, tanda baca mungkin ada yang menyimpang, dan semua yang saya tulis disini murni dari dalam hati**yaelah...dalem amat! Pokoknya kalo ada yang masih salah, tolong riview yah, dan beri kritik membangunnya^^...

Chapter 1

***SELAMAT MEMBACA***

"kenapa kau membawa ku ke tempat seperti ini, tidak ada yang menarik!"

"hey ayolah... kau bisa lihat bukan wanita wanita cantik itu, berdansalah dengan mereka!"

"aku tidak tertarik!"

"woy Naruto, kau mau kemana?"

Naruto tidak menghiraukan kicauan Kiba yang terus terusan memanggil namanya. Naruto seharusnya tidak mengikuti Kiba dengan datang ke bar yang ramai ini, disini bukanlah tempat yang cocok untuknya, dan seperti yang dia katakan tadi, tidak ada yang menarik. Namun beberapa langkah dari tempatnya meninggalkan Kiba, Naruto berjalan melewati para manusia yang tengah berdansa dilantai dansa. Dia melihat seorang wanita yang begitu tergesa gesa, dan mendorong lembut beberapa orang yang menghalangi jalannya. Sepertinya dia sedang menghindari seseorang, pikir Naruto lalu terus mengikutinya.

Wanita itu berambut panjang, dan rambutnya melambai lambai seperti ingin disentuh. Jika Naruto membelai rambut itu mungkin akan terasa menyenangkan, tangannya diantara rambut yang indah itu. Namun dia tidak melihat wajah sang pemilik rambut, dia membelakangi Naruto, Naruto terus mengejarnya dan saat itulah Naruto melihat pria yang juga mengejar wanita itu. Apa pria itu yang sedang ia hindari, batin Naruto. Wanita itu terpojok di sudut ruangan yang sepi, dimana hanya dirinya dan pria yang mengejarnya. Naruto tidak akan membiarkan wanita itu lolos begitu saja, dia semakin mengejar dan Naruto mendapatkan tangan yang halus itu. Pria itu terlambat lalu mulai berhenti agak jauh dibelakang Naruto.

Wanita itu berbalik dan dia terkejut dengan seseorang yang menyentuh tangannya. Apakah dia berpikir bahwa pria tadi yang menyentuhnya, batin Naruto hingga wajahnya meyiratkan ketakutan, dia takut dengan pria itu. Naruto melembut dan tersenyum tipis, wajah cantik ini tidak pantas ketakutan, dia hanya pantas tersenyum, dan senyumnya itu bagaikan bunga mawar yang mekar. Mata cantik itu juga tidak pantas mengeluarkan satu tetes pun air mata, mata itu hanya akan berbinar dan itu hanya untuk Naruto. Tangan ini, bibir yang manis itu, rambut sehalus sutra, dan tatapan menggairahkan itu, Naruto ingin memiliki semuanya, Naruto menginginkan wanita ini, hanya dia.

Ya tuhan, aku kira itu Sasori, tapi bukan, siapa pria ini dan kenapa dia menyentuh tanganku. Aku hampir saja mati konyol karena mengira itu adalah Sasori, tapi bukan. Dia pria asing dan seharusnya aku tidak berdebar seperti ini, dan bahkan aku tidak takut dengannya. Dia... kenapa matanya menusuk tatapan ku, seolah aku adalah hal yang terakhir yang dilihatnya, apakah ini hanya perasaan ku saja atau memang benar dia menatapku tajam. Matanya biru, sangat, dia kukira... pria yang tampan, tapi apakah dia jahat, apakah dia akan menyakiti ku. Tidak, sentuhanya melembut dan terasa nyaman, hangat, oh tuhan... seharusnya aku tidak memiliki perasaan aneh seperti ini terhadap orang asing, siapa dia, kenapa dia begitu... kenapa tiba-tiba terpesona, ada apa ini?

Apakah ini hal yang terbaik, apakah aku harus memanfaatkan situasi ini agar Sasori menjauhi ku, tapi apakah nanti pri ini akan marah. Tidak... aku harus melakukannya!

Apa yang akan kau lakukan cantik, kenapa dia menatapku seperti itu, membuatku semakin ingin memiliki mu saat ini.

Hinata melepaskan tangannya dari Naruto dan meraih leher Naruto dan bertengger disana, dia berjinjit lalu mencium Naruto tepat di bibirnya. Naruto terkejut dengan tindakan wanita ini, tapi meskipun bagitu dia menikmatinya. Terdengar gumaman kata "sial" dibelakangnya, dan dia tahu bahwa pria itulah yang mengatakannya, pria itu lalu pergi. Apa hubungan pria itu dengan wanita yang tengah mencium Naruto, tapi kalau pun mereka memiliki hubungan, wanita ini tidak akan menicum Naruto, mungkin dia penjahat yang hanya ingin menyakiti seorang wanita. Naruto kehilangan sentuhan hangat dibibirnya karena wanita itu telah selesai mencium Naruto, "maaf!" gumam wanita itu lalu pergi meninggalkan Naruto sendirian dan masih bertanya-tanya, siapa wanita itu, dia ingin tahu dan dia ingin memilikinya.

"woy Naruto, ternyata kau disini, dari mana saja kau?"

"aku menemukan sesuatu yang menarik tadi!"

"bagus, aku bilang juga apa, ini tempat yang tepat bukan?"

"aku setuju dengan mu Kiba!"

Tentu saja Naruto setuju karena beberapa menit yang lalu dia bertemu dengan seorang wanita cantik yang mampu memporak porandakan dunianya. Begitu berani dan oh jangan lupakan suara yang seindah alunan melodi itu, dia tidak akan pernah lupa dengan suaranya. Wanita cantik nan manis itu akan menjadi milik Naruto, apapun yang akan terjadi dia akan bertemu lagi dengannya, tidak lama lagi Naruto pasti memilikinya.

~~~###~~~

"aku tidak mau di jodohkan ibu, aku tidak mau!"

"kau harus, karena ayah dari calon istrimu itu adalah sahabat ayah dan ibu, kami sudah bersahabat sejak kecil, dan apa salahnya jika kami menyatukan ikatan persahabatan itu menjadi sebuah keluarga, ibu ingin kau bahagia nak!"

"ayah, aku janji akan memimpin perusahaan dengan baik dan tidak akan malas lagi untuk bekerja, tapi tolong batalkan perjodohan ini, ayah aku janji!"

"kau akan memimpin perusahaan, dan juga menikah dengan putri dari sahabat ayah, tidak ada pilihan untuk mu, mereka akan datang sebentar lagi, bersiaplah!"

Satu minggu sejak kejadian di bar itu Naruto belum tahu sosok wanita yang mampu membuatnya frustasi dan strees memikirkannya. Dia bahkan sempat berbicara dengan ibu nya mengenai wanita itu, tapi ibu nya menolak untuk mendengarkan lebih jauh, karena sudah terikat dengan perjodohan ini. Ayah dan ibu nya sudah sangat menyukai wanita pilihan mereka dan Naruto tidak tahu seperti apa wanita itu, mungkin dia cantik seperti apa yang dikatakan ibu nya, tapi tidak secantik wanita di bar itu, kecantikannya membuat Naruto luluh, diam dan tak bergerak saat wanita itu menciumnya. Yah, ciumannya itu masih terasa sampai saat ini, dan jika bertemu kembali Naruto lah yang akan menciumnya, tapi kapan dia akan bertemu dengannya.

Suara klakson mobil dari seorang tamu yang Naruto duga adalah calon mertuanya telah bertengger didepan rumah. Mungkin mereka sudah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu, Naruto menatap dirinya di cermin, "siapa pun dia yang telah merebut hati orang tua ku, aku akan tetap memilih wanitaku, dan aku akan memilikinya!" ujar Naruto penuh dengan kesungguhan. Tak selang berapa lama ibu nya muncul dari balik pintu dan membawa Naruto turun dari kamar. Naruto tidak melihat sedikit pun kearah tamu tamu itu, dia memilih melihat ke arah lain. Namun saat sudah didepan para tamu nya ia terpaksa melihat seorang pria yang sebaya dengan ayahnya tengah tersenyum ke arahnya.

Naruto tentu saja tersenyum walau terpak... tidak mungkin! Naruto mengalihkan pandangannya dari sang sahabat ayahnya. Dia melihat kesebelahnya, disitu duduk seorang wanita yang cantik, tidak tersenyum tapi bahkan terkejut, walau pun keterkejutannya itu sedikit dihalangi oleh kecantikannya. Dan dia mampu mengatasi keterkejutannya itu, tidak dengan Naruto. matanya menatap tajam dan tak menyangka, wanita yang ingin dia miliki duduk manis di ruang tamu nya, dan tersenyum tipis, dan masih ada sedikit rasa terkejut.

Lamunannya terbuyar karena Minato memanggilnya, "lihat, kau terpukau bukan melihat wanita cantik ini, ayah sudah duga kau akan suka dengannya!"

"lho memangnya kenapa?" tanya Hiashi

"tadi dia bilang tidak ingin perjodohan ini..."

"aku tidak bilang begitu, kalian salah paham!" ujar Naruto sebelum ibu nya menyelasaikan kalimatnya.

Mereka bertiga tertawa dan mema'luminya, layaknya orang tua yang berbahagia melihat anaknya senang. Naruto duduk disebrang Hinata, ayah Hinata memperkenalkan Hinata pada Naruto, aahh... jadi namanya Hinata, batin Naruto, nama yang cantik untuk orang yang sangat cantik. Para orang tua berbicara panjang lebar, tapi Naruto tak sedikit pun menyimak percakapan mereka, dia hanya melihat satu objek dan dia adalah Hinata. Hinata serasa terintimidasi dengan tatapan Naruto sehingga ia juga tidak bisa menyimak apa yang para orang tua katakan. Ketika tatapan Hinata bertemu dengan Naruto, jantungnya berdetak kembali, lebih kencang dari saat pertama kali mereka bertemu, mungkin kali lipat dari pertemuan pertama itu.

Naruto tahu Hinata gugup, dia tersenyum senang karena membuat Hinata merona dan malu, Naruto tidak menyangka bahwa Hinata tidak memakai make up, warna merah dipipinya itu adalah murni dan tanpa rekayasa sedikit pun. Lagi pula Naruto tidak suka dengan wanita yang tebal make up nya, itu seperti topeng, sedangkan Hinata, dia berbeda, sangat berbeda. Naruto tersadar kembali saat Hiashi memanggilnya, "aku dengar kau jarang sekali ke kantor, kenapa hah?" dia sudah menduga pertanyaan seperti itu akan ditanyakan calon mertuanya, mengingat keduanya memiliki perusahaan besar, tentu saja mereka khawatir jika tidak ada yang mengurusnya.

"paman yakin ingin mendengar alasan ku?"

"yah tentu saja!"

"karena di kantor tidak ada sesuatu yang menarik, seperti saat ini!" dan matanya masih menatap Hinata walau dia berkata seperti itu pada calon mertuanya.

Hiashi dan yang lain tertawa, "nak, kau benar-benar membuatku kagum. Tapi hal ini berbeda dengan yang ada di kantor, kau harus selalu bekerja keras agar perusahaan yang kami bangun terus berdiri hingga tujuh turunan sekali pun bahkan lebih, kau harus berjuang, kau dengar itu Naruto?"

Naruto melihat Hiashi, "aku akan melakukannya paman!" lalu matanya kembali lagi menatap Hinata, dan itu membuat Hiashi semakin tertawa keras.

"aahhh... sudah, sudah.. Kushina, Hiashi, bagaimana jika kita mengobrol saja bertiga sementara mereka pergi dari hadapan kita!"

"kau benar sayang, mereka butuh waktu berdua. Ayo Naruto, ajak Hinata berkeliling!"

Kesempatan yang bagus, pikir Naruto dan membawa Hinata menjauh dari para orang tua. Pertama Naruto membawa Hinata ke halaman belakang rumah, ada kebun kecil di situ dan Kushina yang membuat dan merawatnya. Hinata menikmati pemandangan kebun yang indah itu, dia berlalu dari Naruto dan berdiri diantara kebun itu. Bunga mawar kesukaannya tumbuh dan mekar di musim ini dan Hinata beruntung bisa melihatnya. Naruto menghampiri Hinata.

"aku tidak menyangka bahwa kita di jodohkan, aku ingin sekali bertemu dengan mu lagi setelah kejadian di bar aku ingin tahu seperti apa diri mu, dan apa kau ada hubungan dengan pria itu?"

Hinata tidak banyak bicara dan Naruto sangat mengerti hal itu, tapi Naruto ingin mendengar suaranya yang merdu bak alunan melodi itu, saat ini, dan Hinata memulainya, "apa dulu yang ingin kau dengar dariku, tentang diriku atau tentang pria itu?" tanya Hinata, "dirimu!" ujar Naruto penuh keyakinan. Hinata duduk di kursi panjang itu dan menatap Naruto yang terus saja melihat gerak geriknya, Hinata merasakannya, "kalau kau ingin tahu diriku berarti kita harus berkenalan dulu bukan!" Naruto menghampirinya dan duduk disebelah Hinata, "baiklah cantik, perkenalkan, namaku Uzumaki Naruto, calon suami mu!" Hinata menyambut tangan Naruto.

Hinata terkiki geli, dia juga tersanjung karena Naruto memanggil dirinya cantik, "namaku Hyuuga Hinata, dan jangan panggil aku cantik, karena aku tidak..."

"kau cantik, sangat!"

"ohhh begitu yah, jadi kau mau dijodohkan dengan ku karena aku cantik bagitu, kau hanya memandangku hanya dengan cantiknya diriku, aku..."

"ada sesuatu dalam dirimu, dan aku tidak bisa mengungkapkannya. Namun kecantikan mu adalah suci, dan aku harap hanya aku yang akan memilikinya!"

Hinata merona kembali, tangannya masih terpaut dengan tangan Naruto, Naruto berkata lagi, "dan soal perjodohan. Aku menolak perjodohan karena aku tidak tahu siapa dirimu sebelumnya, aku ingin mengatakan pada orang tua ku bahwa aku menemukan seseorang yang membuatku ingin memilikinya, dan seseorang itu adalah dirimu, percayalah, semua yang aku katakan hanya tertuju pada mu!" Naruto mencium punggung tangan Hinata dengan lembut, Hinata merasakan getaran listrik menjalar ke seluruh tubuhnya.

"sekarang coba ceritakan siapa pria yang mengejar mu saat itu?"

"kita baru saja berkenalan, tapi kau sudah mau tahu dan ikut campur masalah itu, terlalu awal!"

"justru dengan kita saling mengungkapkan dengan jujur sedari awal itu lebih baik, karena tidak lama lagi kau akan menjadi istriku, ayo katakan, siapa pria itu?"

"dia hanya seorang teman biasa, tapi dia menyukai ku sejak kami kuliah, dan sampai sekarang dia masih mengejarku!"

"gigih sekali dia, apa dia pernah melukai mu?"

"tidak, hanya saja... aku selalu tergganggu dengan sikapnya!"

"sekarang tidak akan ada lagi yang mengganggu mu, aku yang akan mengganggumu!" goda Naruto.

Hinata belum yakin dengan Naruto, tapi hatinya mengkhianati dirinya. Ingin sekali dia percaya pada Naruto, tapi ini belum saatnya, tunggu sampai kepercayaannya muncul ketika mereka saling bertemu dan memahami satu sama lain. Hinata juga ingin tahu bagaimana Naruto, seperti apa dia, apakah sikapnya buruk, atau seorang bajingan, itu lebih gawat lagi jika Hinata tidak menghindar darinya. Selama ini Hinata hidup dalam keluarga terhormat, tidak sekali pun dia bergaul dengan sembarang orang, kehormatan keluarga adalah segalanya, dan sebenarnya Hinata yakin bahwa ada satu yang mampu mengalahkan kehormatan, yaitu cinta. Tapi untungnya Naruto juga dari keluarga terhormat dan keluarganya tida akan kahwatir mengenai hal itu, yang ia khawatirkan, apakah Naruto terhormat atau kebaliknya, seperti yang Hinata katakan tadi, seorang bajingan, mungkin!

"seperti apa dirimu?" tanya Hinata.

"apa yang kau harapkan dariku?"

"aku harap kau bercerita semuanya. Apakah kau punya kekasih, apakah kau baik, dan apakah kau mencintai keluarga mu, bagaimana kau bergaul dan dengan siapa saja kau bergaul..."

"sayang..."

"kita baru saja bertemu tapi kau sudah memanggil ku sayang, itu tidak sopan!"

"seperti itulah diriku jika aku sudah menginginkan sesuatu yang harus ku miliki, dan kau tahu betul aku ingin memiliki mu! Dengarkan aku, sebelum aku bertemu dengan mu aku tidak mempunyai hubungan dengan wanita mana pun, aku baik jika kau bertanya seperti itu, dan apa tadi... tentu saja aku mencintai keluarga ku, dan jika kita menikah nanti aku akan semakin mencintai keluarga kecil ku, aku, kau dan anak-anak kita... dan juga, aku bergaul dengan orang yang bisa dibilang berbahaya karena dia selalu mengajak ku ke tempat yang seharusnya kau tidak berada disana. Dan katakan padaku kenapa kau berada di tempat itu?"

"a-aku, aku bersama teman ku Sakura, dia bersama dengan kekasihnya Sasuke. Karena mereka sedang merayakan hari jadi mereka aku juga diundang, tapi entah mengapa mereka tidak memberitahu ku kemana mereka akan pergi, aku hanya diam saja saat bersama mereka dan beberapa menit kemudian Sasori datang... dan, Sakura atau pun Sasuke tidak mengundangnya.. jadi.. aku..."

"jadi kau lari dari Sasori dan akhirnya bertemu dengan ku. Aku sepertinya harus berterima kasih pada si Sasori ini, lain kali jika aku bertemu dengannya, aku akan mengucapkan terima kasih karena sudah mengirim dirimu padaku!"

"kau juga akan melihatku meskipun tidak bertemu di bar itu!"

"tapi saat itu aku ingin sekali memilikimu, coba jika kita tidak bertemu, mungkin saat ini aku..."

"tidak ingin memiliki ku?"

"tidak sayang, aku selalu menginginkan dirimu menjadi milik ku!"

"mhhh... sepertinya kita sudah terlalu lama disini, ayo kita kembali!"

Hinata berdiri namun tangannya masih terjalin dengan tangan Naruto yang masih duduk, "kau terburu-buru sekali, sudah bosan dengan ku?"

"tidak... tentu aku tidak bosan, aku..."

Naruto terkekeh, "jika kau tidak bosan dengan ku maka..." Naruto menarik Hinata untuk berdiri, lalu memeluknya, tangannya menyentuh rahang Hinata dan membelainya, Hinata terpaku tapi juga menikmati belaian Naruto. Tiba-tiba bibir Naruto menyentuh bibir Hinata, Hinata tidak berusaha melepaskannya, malah dia menikmatinya. Tak butuh waktu lama Naruto pun melepasnya, "kau tidak akan pernah bosan dengan ku sayang, ayo!" kesadaran Hinata belum sepenuhnya pulih, tapi Naruto sudah membawanya pergi, mereka berjalan bergandengan tangan hingga sampai ke dalam rumah dan berdiri dihadapan orang tua mereka.

"ya ampun, kalian baru saja bertemu tapi sudah bergandengan tangan!" ujar Kushina dengan nada menggodanya. Hinata hampir memberontak untuk lepas dari Naruto, tapi Naruto memegangnya lebih kencang namun tetap lembut, "kami sebenarnya sudah pernah bertemu, benarkan Hinata?" Hinata mengangguk pelan.

"benarkah. Dimana kalian bertemu dan kapan?" tanya Hiashi

"disebuah tempat..." Hinata mencengkram semakin erat, dan Naruto mengerti maksudnya, "tempat yang ramai dan saat itulah aku melihat Hinata, jauh dari keramaian itu dia terlihat sangat...berbeda!"

"kau ini, tadi saja kau menolak perjodohan, tapi sekarang..."

"itu karena... ayah, ibu, aku sudah pernah mengatakan kalau aku menemukan seseorang yang ingin sekali aku kenalkan pada kalian, tapi aku tidak bisa karena kalian menolak. Dan tahukah kalian siapa wanita itu, dia adalah Hinata!"

"oooh tuhan, benarkah itu, maafkan ibu karena tidak memberimu kesempatan Naruto, andai saja ibu mau mendengarkan mu kalian pasti sudah bertemu dari dulu!"

"aaahhh... itu yang namanya jodoh, bukankah begitu Minato?"

"yah, kurasa itu memang benar!"

Naruto menoleh ke arah Hinata yang tersenyum manis, sungguh dia ingin segera menikah dengan Hinata. Tapi meskipun begitu, dia sudah memilki Hinata dan tidak ada seorang pun yang akan menghentikan langkahnya untuk memiliki Hinata sepenuhnya, seluruhnya!

~~~###~~~

Bukankah baru tiga hari yang lalu ia dikenalkan pada calon suaminya Naruto, dan dia juga belum mengenal Narut sepenuhnya. Akan tetapi di sudah sangat merindukan sosok itu, Hinata ingin sekali bertemu dengannya. Ayahnya tak memberikan nomor ponsel Naruto padanya, dan entah mengapa ia begitu berharap. Dia ingin seperti pasangan yang lain, berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan dan menghabiskan waktu dengan menonton film atau sebuah pertunjukan atau apapun... tapi mereka tidak begitu.

Saat ini saja Hinata ingin ditemani ketika dirinya tengah berbelanja, jarang-jarang dia melakukan hal ini, biasanya dia hanya menemani Sakura, temannya sejak mereka kuliah, tapi mungkin saat ini Sakura tengah bekerja, berbeda dengan dirinya yang hanya diam dan tak melakukan apa-apa bagai tuan putri. Bukannya Hinata tidak mau bekerja tapi ayahnya melarang, jika ia ingin bekerja maka dia harus bekerja di perusahaan ayahnya, namun ayahnya akan menempatkan ia dalam posisi tertinggi, dan Hinata tidak suka itu. Dia lebih suka bekerja dari bawah.

"aku ada mall, dan seharusnya kau menemani ku saat ini... yah aku tahu, jadi kerjakan saja tugas mu terlebih dahulu oke. Aku akan menelpon mu kembali!"

"menelpon seseorang?"

Suara itu mengejutkan Hinata, tepat saat dia berbalik disitulah Naruto tengah berdiri menyilangkan lengan didada, "um.. yah, teman ku..." Naruto mengernyitkan matanya, "S-sakura, di perempuan." Dan Hinata tidak perlu menjelaskan hal itu, Naruto juga tahu nama Sakura itu untuk seorang perempuan, "apa yang kau lakukan disini?" tanya Naruto.

"belanja."

"aku tidak melihat barang belanjaan mu."

"karena aku tidak suka dan... apa yang kau lakukan disini, bukankah seharusnya kau bekerja?"

"itu hanya sebuah pekerjaan, dan aku bosan dengan hanya duduk di kursi saja seharian, itu membuat punggung ku sakit, kau belum menjadi istriku, tidak mungkin kau akan memijat ku bukan. Lagipula, aku ingin berjalan-jalan dengan mu, apa kau mau pergi bersama ku. Kita bisa menikmati pemdandangan sore hari atau..."

"menonton film?"

"kau mau menonton film?" tanya Naruto

Hinata mengangguk senang, "baiklah, ayo!" Naruto memegang tangan Hinata dengan sangat lembut tapi juga menuntut, jari-jari mereka terjalin cukup erat. Baru dua kali bertemu itu juga hanya sepintas, tapi Hinata sudah merasakan sesuatu yang membuatnya aneh, dan dia merasa sangat aman dan nyaman, tapi itu belum terbukti sepenuhnya. Ketika film itu sudah setengah berjalan dan Hinata sangat menikamati hal itu, dia senang walau sedari tadi dia terus-terusan diawasi, "bukankah film itu menarik untuk di tonton, kenapa kau terus menonton ku?"

"aku tidak menonton mu, aku memandangi mu!"

"itu sama saja." Naruto tidak menghiraukan kicauan Hinata, dan karena Hinata tidak tahan dengan sikap Naruto seperti itu, dia akhirnya... "aku mau ke toilet!"

"aku akan..."

"tidak perlu, tetap duduk disini!"

Hinata berjalan melewati Naruto, dan itu membuat Naruto mendengus kesal. Hinata keluar dari kamar kecil dan dia berpapasan dengan dua orang pria yang tidak dia kenal, dua orang pria itu mengganggunya, "mau apa kalian. Jangan menyentuh ku atau aku akan berteriak!" dua orang pria itu hanya tertawa, "siapa yang akan membantu mu manis, disini tidak ada orang, disini sepi!"

"tidak, jangan menyentuh ku!"

Dua orang itu hampir saja menyentuh tangan Hinata tapi tidak terjadi karena... "kalian menyentuhnya, aku akan membunuh kalian berdua!"

Suara itu membuat dua orang itu berbalik dan melihat Naruto, "siapa kau, berani-beraninya kau mengganggu kami, ayo kita hajar dia!"

Sebelum menyentuh Naruto salah satu dari mereka sudah terjatuh, dan yang satunya lagi kini mulai menghajar Naruto, tapi sayangnya dia hanya mengenai ruang hampa. Naruto menghajar mereka habis-habisan sampai mereka begitu saja tergeletak lemah sebelum Naruto selesai, sesaat kemudian seorang penjaga datang karena mendengar keributan, tidak mau ditangkap karena membuat keributan Naruto menarik Hinata memasuki kamar kecil wanita. Dan entah kemana dua orang itu pergi baik Naruto dan Hinata tidak peduli.

"kenapa kita bersembunyi disini?"

"tidak ada tempat yang lebih aman selain disini. Atau kau ingin bergabung dengan dua bajingan tadi?"

Hinata menggeleng pelan, "maafkan aku!" kata Hinata. Toilet itu tidak cukup besar bagi mereka berdua hingga mereka harus berdesak-desakan, "untuk apa?" tanya Naruto. Hinata tahu bahwa Naruto saat ini tengah menatapnya, dia mendongak dan membalas tatapan Naruto, "karena tidak mengijinkan mu mengantar ku!" ujar Hinata menyesal. Naruto menghela napas berat, "apa yang harus aku lakukan pada mu!"

Perkataan itu membuat Hinata tidak mengerti, namun akhirnya dia mengerti saat tiba-tiba Naruto menciumnya, begitu lembut hingga Hinata terlena dan menikmatinya. Situasi buruk itu pada akhirnya berujung keberuntungan bagi Naruto, dan tidak disangka-sangka oleh Hinata bahwa akan jadi seperti ini, tapi toh pada akhirnya mereka saling menginginkannya bukan. Naruto melepaskan ciuman itu dan membelai bibir Hinata dengan ibu jarinya, "ini, hanya milikku, kau mengerti?"

Hinata mengangguk pelan, "bagus." Kata Naruto lalu mencium hidung mancung Hinata, "ayo kita pergi!"

Hari itu adalah pelajaran berharga bagi Hinata bahwasannya dia tidak ingin lagi berjalan sendiri, dia ingin ditemani, selalu. Dan hanya dengan Naruto! pemikiran itu ternyata bukan hanya dirinya saja yang punya, akan tetapi ayahnya juga. Kemarin itu Naruto bercerita pada ayahnya mengenai kejadian di bioskop, dan itu membuat ayahnya khawatir, tentu saja Naruto melakukan hal itu agar dirinya juga memiliki kesempatan banyak bertemu dengan Hinata. Hinata tahu itu karena Naruto bersikpa over padanya, dan entah mengapa sikapnya itu semakin membuat Hinata yakin bahwa Naruto lah tempatnya merasakan aman dan nyaman.

"Hinata, apakah kau bisa membantu ku, aku harus mendapatkan kesempatan yang langka ini agar aku bisa membuktikan pada bos ku itu bahwa aku bisa, bantu aku meyakinkannya!"

"bos mu saja tidak bisa meyakinkan klien itu apalagi aku, yang benar saja Ten Ten, aku tidak akan bisa."

"tapi bisakah kau mencarikan ku seseorang yang mampu melakukannya, ya... seperti bosku yang handal, dan... mungkin lebih dari bos ku, kau punya orang seperti itu?"

"entahlah, tapi aku memikirkan seseorang."

Hinata berdiri dengan tangan terkepal di depan, dia memandang dengan tatapan memohon pada Naruto. Ten Ten membuatnya kesal, dia akan mendapatkan balasannya setelah ini selesai, "seyakin apa kau padaku hingga meminta bantuan untuk melakukan hal itu untuk teman mu, apakah kau percaya aku bisa melakukannya?" pertanyaan itu memiliki jawaban yang Hinata tak tahu jawabannya. "setidaknya kau bisa mencoba, aku yakin kau bisa, meskipun kau jarang ke kantor, tapi klien nya itu sangat keras kepala, aku yakin kau bisa mengatasinya, karena kau juga sedikit keras kepala.."

Gumamannya itu terdengar jelas ditelinga Naruto, "jadi aku keras kepala begitu?" ujar Naruto sambil mendekati Hinata. Ini situasi yang sangat buruk, dia tahu bahwa Naruto jarang ke kantor, dan sungguh sebuah keajaiban saat dirinya menelpon bibi Kushina dan menanyakan Naruto bahwasanya Naruto sedang berada di kantor. Tapi sesampainya di kantor Naruto tidak melakukan apapun, pekerjaannya pun masih menumpuk. Namun Hinata tidak dapat meminta bantuan yang lain lagi, jika Sakura, dia juga sibuk. Sasuke, sama saja.

Kedua teman-temannya sama saja sibuk, dan jika dia meminta bantuan Sasori, itu berarti dia cari mati. Naruto semakin mendekat dan dia berhenti dihadapan Hinata tanpa ada jarak yang memisahkan mereka, Naruto membelai pipi Hinata dengan jari-jarinya yang lihai, sementara itu Hinata tanpa sadar menutup matanya, dan perlahan terbuka saat kedua mata mereka beradu, "ada harga yang harus dibayar untuk hal itu, dan sangatlah mahal!" kata Naruto.

"apa? Harga? Apa maksud mu uang?"

"ya tuhan, sayang aku memiliki segalanya dan aku tidak ingin uang, aku hanya..."

"hanya apa?"

"hanya menginginkan dirimu!"

^^Bersambung...^^