"Sebenarnya, sudah lama aku menyukaimu. Ma-maukah kau jadi... Pa-pacarku?"

Serentet kalimat yang pasti membuat para perempuan melting, atau paling tidak membeku jika itu diucapkan oleh laki-laki yang berparas di atas rata-rata. Tapi tidak bagi gadis ini. Hampir setiap hari ia mendengar kata-kata tersebut.

"Maaf saja, Hibiki-san. Tapi, aku tidak bisa... Ah, tidak mau. Aku tidak tertarik untuk memiliki pacar, sejauh ini." Jawab gadis itu dengan penekanan pada kata 'sejauh ini'. Ia memutar tubuhnya, melangkah menjauh dari pemuda yang tengah mematung itu.


Vocaloid © Yamaha corporation

Story © Me a.k.a Haccha May-chan

Warning! : Alur kecepetan, GaJe, Bahasa ada yang nggak baku, Typo bertebaran, dan lain-lain sebagainya

Me, You, And Our Mask

Chapter 1 : Intoduction


Someone POV


"Maaf saja, Hibiki-san. Tapi, aku tidak bisa... Ah, tidak mau. Aku tidak tertarik untuk memiliki pacar, sejauh ini." Jawabku datar dengan menekan kata 'sejauh ini' pada Hibiki Lui, orang yang baru saja menyatakan cinta padaku. Kemudian aku berbalik, berjalan meninggalkannya.

Ah, hai! Namaku Kagami Rin. Aku memiliki rambut honeyblonde sebahu dan beriris azure. Jika kau mencariku tapi tidak tahu namaku, cukup tanyakan pada orang lain mengenai gadis 'kecil' berpita putih besar dan memakai empat jepit putih dan mereka pasti akan membawamu padaku.

Oke, cukup sesi perkenalannya.

Tak terasa, aku sudah sampai di kelasku, kelas 2-A. Aku berjalan santai menuju kelasku, lalu berjalan menuju bangku-ku, bangku yang berada di paling belakang, paling pojok, dan pastinya, paling terpencil. Aku memang sengaja memilih untuk duduk di situ. Ada apa? Masalah huh?

"Rin-chan! Kau baru sampai? Padahal tadi aku lihat kau ada di lorong bersama Hibiki Lui-san. Ah... Biar kutebak! Kau menolaknya?" Perempuan berambut teal, Hatsune Miku bertanya dengan nada yang ceria sambil menggebrak meja tempatku duduk. Yah, dia selalu melakukan itu, sudah menjadi kebiasaannya. Aku memang lumayan akrab dengannya.

"Hn." Responku singkat, lalu aku menopang dagu sambil menatap ke luar jendela dengan tatapan khas Kagami Rin. Tatapan tajam yang menusuk namun tampak sedikit kosong.

"Yah... Kukira kau menerimanya. Dia lumayan keren lho... Kau selalu saja menolak laki-laki keren, para idola itu. Aku jadi iri... Bahkan, kau menolak Aine Rinto-san yang oh-so-cool itu! Kau juga menolak Kagene Rei-san yang diberi predikat 'Pangeran Es' itu. Wah, aku yakin harga dirinya hancur berkeping-keping! Ah, kau bahkan menolak Kaito-kun..."

"Ya, ya, ya, ya Hatsune-chan. Aku tahu itu!" Potongku cepat sebelum dia bilang yang tidak-tidak lagi, maksudku tentang laki-laki yang kutolak. Mungkin nanti dia akan bilang betapa malunya Kagene Rei, si 'Pangeran Es oh-ayolah-aku-bahkan-baru-tahu-julukan-itu-kemarin' saat kutolak cintanya, di depan si 'pembuat onar' musuhnya itu.

"...Dan, bukankah sebaiknya kau nyatakan saja perasaanmu pada Shion-san, Hatsune-chan?" Lanjutku bermaksud untuk memojokkan Miku. Ya, dan dia langsung mengeluarkan aura tidak mengenakkan dari tubuhnya.

"Aku 'kan, tidak sepertimu. Menolak laki-laki dengan datar dan mudahnya. Cara bicara dan sikapmu yang datar itu juga menakuti mereka. Lagipula, memangnya menyatakan cinta itu mudah, Rin-chan?" Sungutnya dengan nada kesal, dan jangan lupakan penekanan pada embel-embel '-chan' itu. Tapi, apa yang dikatakannya memang ada benarnya juga. Di VocaUTAU High School, sekolahku, sikap dan bicaraku memang lumayan dingin. Tapi, menyatakan cinta? Aku tidak pernah melakukannya. Maksudku belum.

"Memang apa susahnya sih, Hatsune-chan?" Tanyaku dengan menekankan embel-embel '-chan' balik. Panggilan '-chan' dariku itu sangatlah mahal dan hanya tiga orang yang kupanggil dengan embel-embel itu. Tapi toh, hanya yang kupanggil begitu yang kuanggap teman.

"Coba saja sendiri kalau tidak percaya! Aku akan mendukungmu!" Serunya bersemangat sambil mengepalkan tangannya dan memukulkannya di dadanya. Dia benar-benar hyper active. Lagipula, kepada siapa aku mau menyatakan cinta? Lalu, seperti apa rasa dari cinta itu sendiri? Jujur saja, begini-begini aku itu juga perempuan. Aku juga ingin tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.

Kulirik jam yang ada di tanganku, pukul 07.12. Kh! Sudah jam segini, si 'pembuat onar' itu belum datang juga? Padahal dia selalu datang pagi. Oh, yang kumaksud itu adalah teman sebangkuku, Kagamine Lena. Rasanya sepi kalau tidak ada perempuan berisik itu. Dan lagi, dia adalah perempuan teraneh yang pernah kutemui di dunia ini.

Dia selalu bermain dengan anak laki-laki, sangat menyukai sepak bola, oh, bahkan dia masuk tim all star di klub sepak bola. Apakah tidak ada tim sekolah lain yang tahu kalau dia perempuan?! Penampilannya urakan, ditambah suaranya yang agak berat. Kurasa dia tomboi. Namun ada satu hal lagi yang membuatku senang dekat-dekat dengannya. Ehemdadanyaehem lebih rata dari milikku. Tidak tahu kenapa, tapi itu adalah suatu kebanggaan bagiku.

Brak!

Suara pintu kelas yang digeser dengan kasar ini... Tidak salah lagi, si perempuan-tapi-laki-laki (ini panggilan sayang dariku untuknya) itu. Kagamine Lena.

"Ohayou, minna!" Sapanya dengan nada ceria. Penampilannya, sama saja seperti yang kemarin. Rambut honeyblonde-nya dibiarkan terurai acak-acakan, atasan seragamnya dikeluarkan, rok kusut, iris hijau emerald bulatnya tampak bersinar dibalik kacamata berbingkai tipis yang dikenakannya. Dia memang cantik, aku akui itu. Jika saja dia tidak tomboi dan urakan begitu, pasti dia akan menjadi incaran semua siswa laki-laki di sekolah ini.

"Ohayou!" Jawab beberapa anak yang ada di dalam kelas. Ia berjalan riang menuju kursinya (yang berada tepat di sebelahku).

"Ohayou, Kagami-chan, Miku-chan!" Sapanya dengan senyum terkembang di wajah. Mau tak mau aku menyunggingkan sebuah senyum kecil, yang tidak kentara sama sekali.

"Ohayou, Kagamine-chan." Jawabku dengan nada datar dan menyelipkan nada ramah sebisanya.

"Ohayou, Lena-chan!" Jawab Miku dengan riang.

Kemudian, ia duduk di sebelahku, sambil... Menghela napas? Yah, kalau kulihat baik-baik, wajahnya menampakkan rasa cemas plus kesal dan dahinya berpeluh.

"Nee, Lena-chan. Kenapa kau berkeringat begitu?" Tanya seorang perempuan berambut magenta ikal yang diikat twintail, Kasane Teto. Salah satu dari tiga orang yang kupanggil dengan panggilan 'khusus'. Lena kembali menghela napas... Dengan kesal.

"Tadi, aku berangkat ke sekolah sambil men-jugling bola. Dan saat aku tidak sengaja menendang bola itu terlalu keras, bolanya mengenai wajah kakakmu, Ted-senpai yang sedang lewat. Alhasil, aku dikejar-kejar olehnya sampai gempor(Author : Bahasa baku dari gempor ada yang tahu?). Menyeramkan!" Ceritanya dengan nada horor yang membuat Miku dan Teto tertawa terpingkal-pingkal. Aku hanya memutar bola mataku.

"Hahaha... Kau... Hahaha! Kau bodoh, Lena-chan! 'Kan aku sudah pernah bilang padamu kalau... Hahaha! Kalau kau tidak boleh mengganggu Teddy-nii, sengaja ataupun tidak sengaja! Ahahaha!" Tawa Teto semakin menjadi-jadi.

"Teto-chan, jangan menertawai orang seenaknya! Lihat, Lena-chan kesal tuh," ujar Miku yang tawanya sudah mulai mereda. Ia menunjuk wajah Lena yang di dahinya terdapat perempatan.

"Cih. Kau sendiri juga menertawai Kagamine-chan 'kan? Kalian berdua itu sama saja." Desisku tajam pada Miku.

"Mou! Tapi 'kan, tertawaku tidak separah tertawanya Te–"

Kriiingg! Kriiingg!

Ucapan Miku terpotong oleh bel masuk yang memekakkan telinga. Miku dan Teto segera berlari menuju bangku mereka yang kebetulan ada di depan. Akupun segera mengeluarkan buku pelajaran pertama, pelajaran yang paling kubenci, Bahasa Inggris.

Tap... Tap... Tap... Sreeet!

"Good morning everybody!" Sapa guru Bahasa Inggris kami, Megurine Luka dengan nada tenang namun tegas. Ia membawa beberapa buku tebal yang diatasnya terdapat sebuah... Err... Seekor gurita pink berbando yang setahuku diberi nama Tako Luka oleh Luka-sensei.

"Good morning, sensei!" Jawab semuanya serempak.

"Hari ini kita akan membahas..."


Kriiingg! Kriiingg!

"Nah, jadi kalian mengerti? Tugas untuk di rumah buku cetak halaman 97 nomor 1 sampai 5 saja. Jaa,"

Kurang formal? Memang. Itulah seorang Hiyama Kiyoteru atau akrab dipanggil Kiyo-sensei. Dia meninggalkan kelas begitu saja. Menyebalkan sekali. Kiyo-sensei itu... Adalah salah satu dari beberapa laki-laki yang paling diidolakan di sekolah. Yah, walaupun dia guru, umurnya masih sekitar 20-an. Ingin kuberitahu beberapa laki-laki idola di sekolah ini?

Yang pertama, Shion Kaito, salah satu laki-laki yang kutolak. Pemuda berambut biru ini adalah teman dekat Miku, dan Miku menyimpan rasa padanya sejak lama. Dia sangat di elu-elukan oleh para siswi di sini karena ketampanan dan kekerenannya. Yah, dia memang keren. Tapi aku tidak ada minat sama sekali padanya. Lagipula, aku tidak mau memutuskan tali persahabatanku dengan Miku.

Kedua, Kagene Rei. Si 'Pangeran Es', juga salah satu dari sekian orang yang kutolak dua bulan lalu. Sekarang dia sudah berpacaran dengan Kanagene Rui, ketua OSIS yang konon katanya 2 kali lebih garang dari singa ter-garang sedunia. Tapi kata Teto, si ketua OSIS itu sendiri yang menembak Rei. Entahlah, tapi yang kutahu hanya soal para fangirls-nya yang berteriak kecewa saat tahu bahwa Rei berpacaran.

Kemudian, Hiyama Kiyoteru-sensei. Aku tidak tahu apa yang disukai para gadis darinya, tapi yang kutahu dia itu lumayan keren tapi sangat cuek pada keadaan sekitarnya.

Lalu, Hatsune Mikuo, adik kembar Miku, dan juga sebangku dengan Miku. Laki-laki hijau penyuka negi (sama saja dengan kakaknya) ini mengidap sister complex dan sangat over protective pada Miku sehingga tidak ada perempuan centil yang berani mem-bully Miku saat dia dekat-dekat dengan Kaito. Parasnya yang keren dan otaknya yang encer itu membuat para perempuan tergila-gila padanya. Namun, sepertinya dia menyukai Lena. Itu sih, menurutku saja. Mikuo itu adalah sahabat terdekat Lena. Dan dia sangat senang memeluk Lena. Dan satu tambahan lagi. Aku memanggilnya dengan '-kun'-ku yang mahal itu. Jadi, ada tiga '-chan' dan dua '-kun'. Kenapa aku memanggilnya dengan '-kun'? Kau akan mengetahuinya nanti. Dan '-kun' terakhir...

Aine Rinto, si pirang yang memiliki selera yang sama denganku. Dia juga kupanggil dengan '-kun'. Alasanku menolaknya karena... Dia itu sepupuku, dan aku tidak incest sepertinya. Dia memang keren dan juga tampan. Aku bangga memiliki sepupu yang keren, dan aku senang melihat dia kewalahan menghadapi para fans gila-nya.

Brak!

Mejaku... Ah, bukan. Meja Lena digebrak oleh pemiliknya dengan buku matematika yang lumayan tebal, dan yang tidak dibukanya sama sekali saat pelajaran Kiyo-sensei tadi.

"Haah! Apanya yang mengerti?! Masuk ke otak barang sedikitpun tidak!" Teriaknya frustasi sambil mengacak-acak rambutnya. Lena itu memang lemah dalam Matematika. Dan semua mata pelajaran, kecuali Bahasa Inggris. Hanya prestasi non akademik-nya yang bagus –ralat– amat bagus.

"Itu sih, kau-nya saja yang tidak memperhatikan. Tadi itu sangat mudah lho," ucapku singkat tanpa melihat ke arahnya, karena aku sedang membereskan buku-buku milikku.

"Memang mudah bagimu, tapi tidak bagiku." Jawabnya kesal sambil memasukkan bukunya ke dalam tas dengan asal. Ia bangun dari duduknya dan hendak berjalan menuju pintu kelas. Tapi, aku yakin, dalam hitungan ke:

3

.

.

.

2

.

.

.

1

.

.

.

Greb!

"Lena-chaaan ~!" Mikuo merangkul Lena dari belakang dengan mesra dan dengan suaranya itu dia memanggil Lena, tepat di sebelah telinganya. Kulihat Lena, wajahnya merah padam. Kalau kalian tebak wajahnya merah karena malu, kalian salah besar! Wajahnya merah karena dia marah, ditambah perempatan di dahinya, dan saat marah Lena itu sangat menyeramkan, aku ingatkan sekali lagi, ia sangat menyeramkan saat marah.

"PERGI KAU NEGI BUSUK! HIIYAAAHH!"

Dan...

Buagh! Duagh! Brukk! Prangg! Brak! Bletak! Meooonngg(?)! (Author : Kejadiannya di sensor aja ya... ^^)

"A-aduuuuhhh..." Mikuo mengelus kepalanya yang terbentur meja dengan posisi terduduk, dan ditambah kaki Lena yang menginjak tulang keringnya. Ini memang terjadi hampir setiap hari dengan adegan yang berbeda setiap harinya. Tapi adegan yang biasanya, setelah Mikuo memeluk Lena, Lena langsung melempar si hijau itu dengan kuat sampai ke depan kelas. Bagi yang tidak ingin wajahnya bengkak dan tubuhnya hancur, kusarankan agar jangan pernah memeluk Lena secara tiba-tiba. Tapi ini tidak berlaku bagi Mikuo. Dia tidak pernah kapok dihajar oleh Lena yang memang memiliki kekuatan tubuh di atas rata-rata para perempuan.

Sepertinya hari ini Lena merasa kasihan pada Mikuo, dia tidak menghajarnya sampai hancur seperti biasa. Ia mengangkat kakinya yang digunakan untuk menginjak kaki Mikuo, kemudian berjalan pelan menuju pintu kelas.

"Cepat kau, negi jelek! Kalau tidak, nanti aku tinggal nih!" Seru Lena dari depan pintu. Mikuo segera bangun dari duduknya lalu berlari keluar kelas.

"Hah! Jangan panggil aku negi! Aku Mikuo! Dan aku tidak jelek, aku itu keren!"

"Apa? Aku jauh lebih keren darimu!"

"Tapi tetap saja aku itu tampan, tidak sepertimu. C-a-n-t-i-k!"

"Kau? Tampan? Mimpi! Dan jangan pernah mengeja kata menyebalkan itu!"

"Tidak! Itu kenyataan, c-a-n-t-i-k!"

"Kenyataan dalam khayalanmu, negi jelek!"

Begitulah percakapan singkat antara Lena dan Mikuo selama perjalanan di koridor. Aku hanya menggelengkan kepalaku. Mereka selalu saja mempeributkan hal kecil. Aku membereskan buku-buku milikku yang berserakan di lantai akibat perang singkat antara Lena dan Mikuo tadi kemudian memasukkannya satu per satu ke dalam tas.


Normal POV


Setelah membereskan buku-buku miliknya, Rin segera berjalan keluar dari kelas yang sudah sangat sepi. Ia berjalan menuju loker miliknya. Saat sedang berjalan, seseorang menutup matanya dari belakang.

"Aine-kun!" Tebak (atau bentak) Rin sambil menepis kasar tangan orang tersebut. Orang yang notanabenya laki-laki itu tertawa kecil.

"Ayolah Rin-chan, panggil Rinto saja. Lagipula disini sepi kok." Kata laki-laki itu sambil meligkarkan tangannya ke leher Rin dari belakang.

"Rinto, sepupuku tersayang! Cepat lepaskan dan segeralah pulang atau aku akan teriak pada fans-mu kalau kau ada di sini!" Ancam Rin pada laki-laki yang dipanggil 'Rinto' itu dengan penekanan pada kata 'tersayang'. Rinto langsung melepaskan rangkulannya dengan panik kemudian berlari menjauh dari Rin.

"Baiklah Rin! A-aku akan pulang sekarang, jangan lupa makan ya! Jaa!"

"Haaah..." Rin menghela napas panjang kemudian berjalan lagi menuju loker-nya yang tinggal beberapa langkah lagi. Setelah sampai, ia membuka lokernya dan menukar sandal yang dipakainya dengan sepatu. Loker miliknya tidak seperti loker kebanyakan anak-anak lain. Lokernya dipenuhi oleh foto-foto dirinya. Foto saat dia masih kecil, foto saat dia menangis, dan masih banyak lagi. Foto yang ada di bagian terdalam loker adalah foto mereka bertiga, Rin, Miku, dan Teto yang sedang tertawa. Rin tersenyum kecil–walau tidak terlihat sama sekali– melihat foto itu, foto mereka dua tahun yang lalu saat pesta kelulusan SMP.

"Rin-chaaaaann!" Dua orang anak manusia berlari tergopoh-gopoh ke arah Rin sambil meneriakkan namanya. Yang merasa dipanggil menengok ke arah dua orang gadis yang amat dikenalnya. Mereka berhenti tepat di depan Rin dengan napas memburu. Kedua gadis itu –Miku dan Teto– mengatur napasnya dengan perlahan di depan Rin yang tengah menatap mereka berdua dengan tatapan aneh.

"Rin-chan ~!" Panggil Teto dengan manja. Rin mulai menatap curiga pada kedua temannya ini karena dia tahu, kalau Teto dan Miku sudah bersikap manja seperti ini pasti ada maunya.

"Apa?" Tanya Rin ketus lalu duduk di lantai untuk memakai sepatunya.

"Ano, Rin-chan. Kami main ke rumahmu ya?" Tanya Miku dengan nada agak gugup sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Teto menggangguk cepat.

"Tidak." Jawab Rin singkat, kemudian berdiri lalu membanting pintu loker milikya, yang bertuliskan 'Jangan pernah membuka apalagi memasukkan sesuatu ke dalam lokerku, atau jangan harap kau akan dapat melihat matahari lagi. –Kagami Rin–' pada pintu lokernya.

"Ayolah Rin-chan... Sudah lama aku tidak ke rumahmu..."

"Kalian baru main ke rumahku minggu lalu."

"Please Rin-chan..."

"Tidak."

"Aku janji, tidak akan menghabiskan persediaan negi milikmu lagi,"

"Ya, dan aku janji tidak akan menggigit sofa-mu yang se-empuk roti itu lagi,"

"Tidak mau."

"Rin-chan~"

"Please..."

Pada akhirnya Rin menghela napas berat. Ia mengalah.

"Baiklah. Aku kalah."

"Yaaay!" Miku dan Teto melompat dan berteriak girang kemudian langsung berlari sambil menarik tangan Rin, lebih tepatnya menyeret si gadis kuning itu.

"E-eh? HUWAAA! MIKU, TETO, SAKIITT! LEPASKAANN!"

To Be Continue


Author : Akhirnya selesai juga! *ngelap kaca–eh? Yang bener ngelap keringet–*

Rin : Kok ceritanya aneh banget ya?

Len : Masa' gue gak ada...

Author : Emang aneh kok! Lenny nanti ya, di chapter depan!

Len : Iya deh... Lagian siapa lagi tuh, Kagamine Lena? OC author?

Author : Bukaaann! Nanti juga tauk sendiri!

Rin : Author...

Author : *Ngacangin* Bla bla bla...

Rin : Autho–

Author : Yaa! Sekarang kan kita udah selesai, saya mau minta review dulu!

Rin : –thor... Grrhhh! *lari entah ke mana*

Author : Minna-san sekalian yang kece, RnR please?

Len : Yaudah, sekara–eh? Mana Rin?

BRRMMM... BRRMMM... WRRYYYYY!

Author : Kyaaa! LARII!

Len : *Nengok ke belakang* UWAAA! LARII!

Rin : Sekarang, aku yang akan me-RnR author dan Len! Huahahaha!

Author : *Sambil lari* Minna-san, sekali lagi, review please? GYAAAA!

Review disini

V

V

V

V