Chapter 1

POV: Sasuke

"Oi, Sasuke! Kenapa kau sibuk memelototi jendela, hah?" teriak Kakashi Sensei dari depan kelas. "Bosan dengan pelajaranku?"

"Dia hanya mengantuk, Sensei," bela Karin, yang duduk di depanku, tepat di sebelah Suigetsu.

"Uhm, semalam kami berempat menonton film tentang Hipotesis terbentuknya bumi yang sekarang," timpal Jugo. "Yang judulnya 'Home', itu loh, Sensei!"

Kakashi memiringkan kepalanya. "Kalau begitu berarti kalian sudah paham pelajaran kita hari ini," gumamnya. "Baiklah, kita lanjutkan pelajaran kita."

Aku mengangguk tak acuh, dan terus menatap seorang gadis di bawah sana yang sedang disiksa oleh Tsunade, kepala sekolah kami. Gadis itu seorang balerina dan sedang dipaksa menaikkan sebelah kakinya hingga menyentuh rambut pendeknya yang berwarna merah muda. Entah mengapa, dia terlihat kesusahan. Benarkah dia salah satu murid Tsunade? Setahuku, semua murid Tsunade adalah balerina handal.

Naruto ©MasashiKishimoto

My Strange Sister ©VannCafl

Pairing: Sasuke x Sakura

Genre: School, Family, romance.

Rate: M

Anak yang belum bijak dilarang baca. Risiko tanggung sendiri (tau, deh, risikonya apaan).

Hope you like it.

"Dia murid baru," bisik Karin. "Baru masuk kemarin, dan dia memaksa masuk ke klub Balerina."

"Namanya Haruno Sakura," timpal Jugo. "Kelas 1Z."

Suigetsu terkekeh. "Apa? Ternyata dia hanya seorang Zero," komentarnya. "Benar-benar tak cocok dengan anak kelas A sepertimu."

"Kenapa kau bicara begitu?" Karin menyikut siku Suigetsu. "Sudah jelas Akatsuki dan Zero tak akan bersama."

"Karin," panggilku, dingin. "Sudah kubilang kita berbeda dengan Akatsuki. Sebutan untuk kita adalah HebiTaka."

Karin memalingkan wajahnya ke depan, kemudian menghela nafas. "Dia pasti sangat cantik sehingga kau menyukainya," bisiknya pasrah. "Tapi asal kau tahu, Sasuke, aku tidak menentang pilihanmu. Anak terpintar di angkatan boleh memilih gadis mana pun yang dia suka."

Aku mendengus. "Kau bicara apa sih?" tanyaku geli. "Dia calon saudari tiriku."

"Haah? Kami kira kau tidak mengenalnya, Sasuke!" kata Suigetsu keras, membuat seisi kelas menoleh padanya. Tapi Kakashi Sensei berdehem dan mengembalikan perhatian kelas kembali padanya.

"Aku tidak mengira begitu," koreksi Jugo. "Aku memberitahu nama gadis itu pada kalian, bukan Sasuke. Aku tahu Sasuke sudah mengenalnya."

Karin menoleh padaku dengan wajah ngeri, kemudian memperhatikan Sakura. "Jadi, ibu gadis itu pastilah sangat cantik hingga ayahmu tertarik padanya," Ia menelan ludah. "Padahal dia Zero."

"Jangan jahat," kataku. "Dia punya sebuah kelebihan."

"Apa?" tanya Jugo, Karin, dan Suigetsu serentak.

Aku mengalihkan tatapanku pada gadis berambut merah muda di bawah sana. "Dia bisa bermain piano, dan permainan yang dihasilkannya sangat indah. Mengingatkanku pada—"

"Sudah cukup, Sasuke, Karin, Suigetsu, Jugo!" bentak Kakashi, tiba-tiba. "Kalian keluar dari kelas ini, sekarang!"

Aku mendengus. "Kau berani mengusir kami dari kelas kami sendiri?"

Kakashi menatapku dengan pandangan bosan, yang sudah sangat kukenal. "Mungkin kalian memang belajar setiap hari di sini, tapi setiap guru memiliki hak untuk menguasai kelas mana pun yang mereka ajarkan, meski hanya satu jam," balasnya. "Jadi, kau, pemimpin HebiTaka yang terhormat, silahkan meninggalkan ruangan sampai aku selesai mengajar."

Aku berdiri dan menendang mejaku. "Cih, ayo kita pergi!" ajakku pada teman-temanku, kemudian berjalan tegak ke pintu kelas. Aku tidak menoleh sama sekali ke belakang, tapi aku tahu tiga temanku mengikutiku.

Kami berempat memang pemberontak di kelas A (kepanjangannya adalah Akatsuki), dan menyebut diri kami HebiTaka. Dan, jangan salah, kami bukan orang-orang buangan. Nilaiku adalah yang paling tinggi di angkatanku, disusul nilai teman-temanku. Karin, Jugo, dan Suigetsu.

Dan, kenapa kami bisa kompak membelot dari Akatsuki? Karena sejak awal kami memang sudah bersama. Tujuan kami masuk sekolah gila kecerdasan ini adalah untuk memudahkanku mengalahkan kakakku. Dia memiliki nilai tertinggi di angkatannya, kelas 3, dan berhasil masuk perkumpulan Akatsuki yang sebenarnya. Dan sejak dia sibuk dengan perkumpulan yang terkenal elit itu, dia sudah jarang menyisihkan waktu untukku. Jadi aku akan mengejarnya dan membawanya kembali.

POV: Sakura

Dasar Tsunade sialan! Beraninya dia menyiksaku di panas terik begini, sementara semua orang sedang belajar! Memangnya aku ini tidak pantas belajar di kelas, ya? Aku mengerti nilai tes ku tidak terlalu tinggi dan tak tampu mencapai standar kelas A (mereka menetapkan nilai 97 sebagai standar), tapi, hei! Aku membayar SPP sama besar dengan kelas A dan berhak mendapatkan pelajaran meski di kelas yang, ehm, kurang layak. Bahkan, jika dibandingkan dengan kelas A yang mirip dengan hotel bintang lima, kelasku terlihat seperti gubuk. Dan itu harfiah.

"Kenapa? Kau sudah lelah?" sindir Tsunade.

Aku tersadar telah memandang ke atas, lebih tepatnya ke jendela penthouse gedung sekolah kami yang ditempati para anak kelas A. Aku juga menyadari dua orang anak dari kelas 1A, yang tempat duduknya paling dekat dengan jendela, sudah tidak di sana.

Tsunade yang melihat ekspresi terkejutku ikut mendongak dan mendecak sebal. "Dasar Kakashi! Lagi-lagi mengusir murid seenak jidat," keluhnya.

Aku menurunkan kakiku yang rasanya sudah pegal. Tubuhku juga sudah berkeringat banyak. "Bukankah kau melakukan hal yang sama, Sen..sei?" Aku balas menyindir.

Tsunade memandangku sebal. "Seharusnya kau bersyukur bisa jadi muridku!"

"Haah?" Aku mengepalkan tanganku. "Bukannya sejak awal kau sudah bilang aku ini berbakat."

Dia juga mengepalkan tangan. "Ya, kau memang berbakat. Tapi tubuhmu itu kurang lentur dan sangat lemah!"

"Memangnya kau mau aku selentur boneka karet dan memiliki tubuh sekuat roboh, hah?! Memangnya aku Luffy?!"

"Kau mau kukeluarkan dari lomba Balerina bulan depan, hah?"

"Jangan bercanda! Aku sengaja masuk sekolah ini agar kau mengajariku dan mendaftarkan aku di perlombaan itu!"

"Tapi tekadmu membuatku berubah pikiran!"

Aku mendecak sebal kemudian berbalik. Dan langsung menabrak dada bidang seseorang yang mengenakan jubah anak kelas A (sumpah deh, mereka itu banyak sekali gayanya) hanya saja sedikit berbeda. Aku mendongak dan langsung berhadapan dengan mata berwarna hitam pekat yang menakutkan, serta bibir yang melengkung mengintimidasi.

"Dia agresif sekali," komentar Suigetsu, kagum. "Mungkin cocok denganmu, Sasuke!"

Jadi orang mengerikan yang sudah kutabrak bernama Sasuke.

"Sudah puas memandangiku?" tanyanya dingin.

Aku menunduk. "Maaf," ujarku kemudian pergi ke arah yang lain untuk menjauhi kelompoknya maupun Tsunade.

Sesampainya di kelasku yang beradi di lantai dua gedung sekolah, Bel istirahat berbunyi dan Ino langsung menghampiriku. "Kenapa kau bisa menabrak Sasuke begitu?" tanyanya dengan ekspresi khawatir.

"Benarkah?" Hinata langsung menghampiri kami berdua yang mengobrol di koridor. Hinata sebenarnya ditempatkan di kelas 1B, tapi dia suka mengunjungi kelas 1Z karena teman dekatnya, Shino dan Kiba, juga ditempatkan di kelas ini. "Apa yang dia lakukan padamu, Sakura?"

Aku mengedikkan bahuku dengan lemas. "Dia hanya bilang, 'sudah puas memandangiku?'" laporku. "Percaya diri sekali.."

"Sasuke memang begitu," komentar Naruto. Ino bilang, Naruto selalu bersama Hinata sejak orangtua Hinata mengadopsinya. "Kalau bukan percaya diri, berarti dia bukan keturunan Uchiha."

Aku menelan ludah. "Dia.. keturunan Uchiha?" tanyaku terkejut.

"Hoi, hoi! Kau tak perlu terkejut seperti itu," kata Naruto. "Uchiha kan ada banyak di sekolah kita. Begitu pula dengan Hyuga dan klan besar lainnya. Anak yang bermarga Uzumaki juga bukan hanya aku, di sini."

"Anak yang berambut merah dan ditempatkan di kelas 1A itu kan," kata Ino antusias. "Aku melihatnya bersama Sasuke tadi."

Mendengar nama itu membuatku bertambah lesu. Dan tidak ada yang menyadarinya kecuali Hinata.

"Karin, memangnya kenapa kalau dia Uchiha?" tanya Hinata, tak mengacuhkan obrolan Ino dan Naruto. "Kau tidak punya hutang dengan keluarganya dan ayahmu juga tidak bekerja di perusahaan mereka, kan?"

Aku menggeleng. "Ayahku sudah meninggal, Hinata," ujarku. "Dan ibuku akan menikahi salah satu Uchiha. Kuharap bukan ayah si Sasuke itu."

"Heh, kenapa kau berharap begitu?" tanya Naruto, tidak mengerti situasi. Aku jadi ingin memukulnya. "Ayah Sasuke kan baru saja bercerai dengan istrinya yang terakhir."

Ino menutup mulutnya. "Benar!" katanya dengan mimik terkejut. Hanya saja ekspresinya terlalu berlebihan sampai aku ingin menyikutnya. Tapi aku langsung tersadar ia melihat seseorang di belakangku. Aku langsung berbalik dan melihat empat orang berjubah lewat. Uchiha Sasuke dan tiga konconya yang namanya belum kuketahui. Tanpa kuminta, Ino langsung memberitahuku siapa mereka.

"Laki-laki bertubuh besar di sebelah Sasuke bernama Jugo, dan dia sangat pintar Matematika sekaligus aktif dalam berolahraga. Laki-laki yang rambutnya berwarna putih-biru bernama Suigetsu, dan gadis berkacamata yang berjalan di sampingnya adalah kekasihnya yang bernama Karin. Dia terkenal sangat pandai dalam Biologi dan Kimia, serta jago mengobati orang."

"Kurasa mereka akan panjang umur," komentar Naruto tiba-tiba. Aku meliriknya sebal, tapi dia hanya mengedikkan bahu. "Tidak ada salahnya bicara begitu."

"Ngomong-ngomong, kapan resepsi pernikahannya?" tanya Hinata, mengalihkan pembicaraan.

"Satu minggu lagi," bisikku. Entak mengapa, aku terlalu takut membicarakan ini. Aku tak ingin dia mendengar pembicaraan kami. Padahal anak itu dan tiga temannya sudah berada di dalam kelas 3Z, entah siapa yang mereka cari di sana.

"Kalau begitu undang kami semua, ya, Sakura!" pinta Hinata lembut. Ino mengangguk setuju.

"Ngomong-ngomong, aku lapar. Kita ke kantin, yuk!" ajakku.

Ino mengangguk-angguk cepat. "Dijemur seperti itu pasti membuatmu lapar," kata Ino dengan ekspresi kasihan.

"Begitulah.."

To be continued.

a/n: aku sengaja menyamakan sistem sekolah ini dengan sistem sekolah di anime Baka to Test. Hanya saja sekolah ini terdiri dari satu buah gedung 30 lantai dan gedung olahraga, seni, atau apa lah di sekitarnya. Dan setiap kelas di sini, apalagi kelas terkemuka seperti kelas A, memiliki nama populer yang mencerminkan jati diri kelas. Tapi julukan 'Zero' untuk kelas Z jelas bukan nama populer yang kelas Z ciptakan sendiri.

Mata ne.