Las Noches no Egao

Disclaimer : Tite Kubo

Rated : T

WARNING: minim-dialog

.

.

.

File 1 : Orihime Inoue

Orihime berjalan pelan dari pintu kamarnya, berjalan menuju balkon kamarnya yang menghadap ke arah bulan sabit yang selalu hadir menerangi langit Las Noches. Disinilah ia berada, Las Noches. Tempat hampa kehidupan, seperti kehidupannya yang sekarang.

Rambut senjanya ia gelung ke kanan, menyisakan sedikit anak rambut di bagian kiri kepalanya. Wajah lonjongnya ia tampung dengan telapak tangan kanannya yang bertumpu pada pagar balkon kamarnya. Mata abu-abunya berkilat menatap pemandangan hampa di hadapannya.

Sebuah bentuk ekosistem non kompleks. Sebuah bentuk kehidupan tanpa warna.

Yang Orihime lihat hanyalah gurun pasir putih yang gersang serta pepohonan kering yang tertimpa sinar bulan, membuat bayangan pepohonan kering yang dilukis di atas pasir-pasir putih halus yang mendesir sesekali dibawa angin malam.

Ia merenung, apa yang harus ia lakukan untuk kabur dari kehidupan tanpa warna ini?

Mungkin tak sepenuhnya tanpa warna, tetapi apakah ia dapat bertahan lebih lama lagi disini?

Orihime menundukkan kepalanya, memaksakan surai jingganya menutup sebagian tampak wajahnya. Mata abu-abunya menghasilkan selaput tipis hangat di hadapan matanya. Ia menyeka selaput itu perlahan dengan punggung tangan kanannya, berharap selaput itu akan hilang.

Tidak, selaput itu tak akan hilang dari hatinya.

Dalam hatinya, sebuah kotak pandora menjerit-jerit menahan sakit dan tangis mendalam. Selaput itu tak sepenuhnya ia hapus, ia tinggalkan sisanya dalam hati.

Ia meninggalkan bekas luka mendalam itu dalam hatinya. Luka mendalam dari 2 dunia sekaligus.

Lalu, yang mana yang akan ia pilih? Dunia penuh warna yang berbahaya atau dunia tanpa warna yang malah jauh lebih berbahaya?

Ia menyesali perbuatannya mengkhianati kepercayaan Ichigo dan teman-temannya terhadapnya. Ia bahkan terlalu takut untuk mengungkapkan semua perasaannya di hadapan pria stroberi itu. Ia bahkan terlalu takut untuk mencium aroma stroberi yang menguar dari rambut jingga Ichigo.

Ia terlalu takut untuk membuka matanya.

Tak sepatutnya ia bersedih atas semua keputusannya selama ini, bukan? Tapi, apakah keputusan yang ia ambil adalah keputusan paling tepat yang ia ambil? Apakah ia tak sepatutnya untuk bersedih atas semua kesalahannya?

Untuk sekali ini saja, Orihime ingin menjerit keras dengan menutup gendang telinganya erat-erat, bahkan sampai pecah kalau bisa. Ia lelah menghadapi semuanya, semua yang ada dalam dunia tanpa warna ini. Las Noches membuatnya terpenjara terlalu lama.

Ia ingin menjerit sekuat yang ia bisa, namun seulas bayangan akan memoar-memoar dunia penuh warnanya menguar keluar. Apakah ia masih pantas untuk menginjakkan kaki di dunia penuh warna yang ia tinggalkan demi dunia tanpa masa depan ini?

Ia menunduk dalam, lalu terduduk di lantai balkon dengan bersimpuh dalam. Lengan panjang putih ketat yang membungkus lengan-lengan jenjangnya kini ia cengkeram kuat-kuat. Tubuhnya bergetar hebat, menandakan isakan tangis redam dari Orihime tengah berkumandang.

Kekuatannya telah ia salah gunakan.

Silakan bila Tuhan ingin ia meninggalkan kedua dunia tersebut. Ia rela. Asalkan, semua teman-temannya dapat ia selamatkan. Hei, ia kesini juga demi menyelamatkan teman-temannya, bukan?

Kalau saja Aizen tak berpaling dari Soul Society, dan menangkapnya seperti ini, semuanya tak akan jadi seperti ini!

Orihime mencengkeram erat kedua lengannya, menyebabkan daerah sekitar cengkeraman jari-jari mulusnya di lengan jenjangnya menjadi lebih pucat dari biasanya. Darah-darahnya berpusat pada satu titik, jantungnya.

Jantungnya berdegup kencang sekarang. Bukan rasa cinta yang ia rasakan, lalu perasaan apa yang ia tengah rasakan kini?

Ah, kesepian. Akhirnya, Orihime merasakan lagi kesepian seorang diri yang menyergapnya dulu saat kakaknya ikut terenggut dalam kenangan hitam masa lalunya. Ia kembali terlalu takut untuk mengingat semua masa lalunya.

Bukankah semua masa lalu harus kita pilih agar menjadi sebuah pelajaran untuk masa depan? Lalu, apa masa depan yang dijaminkan di dalam Las Noches bagi seorang Orihime?

Tidak ada?

Lalu, bagaimana perasaan hatinya sendiri kini. Ia bahkan ragu kalau ia tengah bersedih sekarang.

Mengapa?

Seluruh perasannya telah ia tuangkan dalam masa lalu. Seluruhnya sampai ia bertemu lagi dengan teman-temannya.

Teman-teman yang membuat hidupnya lebih berwarna.

Selaput transparan itu kembali berusaha melesak keluar dari permata abu-abu Orihime. Ia bersikeras menolaknya dan menahannya dengan menggigit bibir bawahnya, hingga lemak kemerahan bercucur deras ke lantai balkon yang abu-abu. Pagar kayu putih di hadapannya kini ia cengkeram, menggantikan kedua lengannya yang telah cukup lelah ia cengkeram.

Bahkan, telapak tangannya ikut bergetar hebat saat ia mencengkeram permukaan pagar itu dengan kedua tangannya.

Balkon yang kini menjadi saksi bisunya menangis sendu membedakan 2 dunia itu berubah menjadi tempat dimana Orihime melepaskan semua harapannya. Ia harus rela membiarkan Aizen melakukan semua rencananya dengan segenap kekuatannya.

Lalu, apakah ia masih dapat dianggap sebagai pengkhianat? Ya?

Apakah pengorbanannya selama ini tidak berguna sampai ia harus dicap sebagai pengkhianat? Tidak?

Lalu, apa? Apa yang membuatnya berbeda dengan yang lain, sehingga ia harus dicap sebagai seorang pengkhianat di 2 dunia sekaligus?

Orihime menatap sendu pemandangan gurun pasir putih di hadapannya yang membentang dari ujung ke ujung lagi Las Noches.

Sepi. Gelap. Hampa.

Kini selaput transparan itu telah berubah wujud menjadi butiran-butiran bening segaris yang mengucur dari permata abu-abu miliknya. Apakah semua tangisnya ini tak akan ada yang menyadarinya?

Apakah Orihime harus merasakan lagi kesepian seorang diri disini, di Las Noches yang bermandikan sinar putih bulan ini?

Ia bahkan terlalu malu mengakui kekuatan shun shun rikkanya. Ia telah menyalah gunakan kekuatannya.

Ini salah besar, baginya.

Andaikan Aizen tidak berkhianat dari Soul Society dan membawanya kemari, apakah ia tetap merasakan sebuah senyuman hangat terulas dari bibir peachnya?

Lalu, bagaimana dengan Ichigo dan Rukia? Apakah mereka masih menganggapnya? Mereka bahkan tak ada untuknya.

Mereka tak ada untuk sandaran Orihime. Sama sekali tak ada.

Lalu, siapa yang akan menjadi sandaran Orihime kini? Aizen?

Terdengar suara ketukan pintu kamar Orihime. Segera ia menyeka kembali air matanya, lalu berdiri tegap dengan gemeretak halus yang terdengar saat ia kembali tumbang. Ia mencengkeram kembali pagar balkon, lalu berusaha berdiri tanpa membuang air matanya lebih banyak lagi.

Telah terlalu banyak air mata yang ia buang untuk semua keputusan bulat yang ia pilih.

Pintu itu terbuka pelan, menampakkan sosok espada berkulit pucat yang memandang Orihime datar tanpa perasaan. Orihime menatapnya takut-takut, ia bahkan belum mengenal espada ini terlalu lama.

Bagaimana kalau espada ini akan membawanya ke Aizen? Apa yang harus ia katakan kalau ia ketahuan Aizen menangis diam-diam seperti tadi?

"Makan, Onna." Espada itu menyuruh arrancar pembawa makanan Orihime untuk masuk dan meletakkan makanan itu di atas meja di sebelah ranjang Orihime dengan cepat dan segera pergi. "Makan."

"Tidak." Orihime menolak seraya menundukkan kepalanya. Ia duduk di sebelah ranjangnya di dekat balkon. Kepalanya ia tunduk dalam.

"Ini perintah dari Aizen-sama." Espada itu bersikeras. Orihime tetap menggeleng. Espada itu menghela nafas berat, lalu menghampiri Orihime dan berjongkok di hadapannya seraya membawa makanan ke hadapan Orihime. "Makan."

"Tidak, Schiffer-san. Aku tidak nafsu makan," jelas Orihime dengan tersendat. "Makanlah kalau kau mau."

"Aku tak bisa makan makanan manusia, Onna," jawab espada itu singkat. "Dan, panggil saja aku Ulquiorra."

"Baik, Ulquiorra." Orihime setuju. "Aku akan memakannya nanti."

Ulquiorra bangkit berdiri. Setidaknya, Orihime telah deal padanya untuk memakan makanannya dengan apapun caranya.

"Aku akan kembali lagi nanti untuk mengambil piring." Ulquiorra berjalan menuju pintu balkon dengan pelan. Orihime menumpahkan tangisnya lagi.

Ulquiorra berjengit heran, lalu menoleh ke belakang. Orihime telah berdiri membawa mangkuk makanan itu, lalu berjalan ke arahnya.

"Temani aku." Orihime berujar. "Aku takut."

"Apakah Aizen-sama melarangmu?" tanya Orihime takut-takut. Ulquiorra tampak berpikir sejenak, lalu akhirnya ia menutup pintu kamar Orihime dan masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang. "Terima kasih, Ulquiorra-kun."

"Tanpa suffiks –kun," koreksi Ulquiorra. "Makanlah."

"Baik." Orihime menghirup kuah sup hangat yang menguar melewati batas tulang rawan hidungnya. Aromanya membelesak masuk ke dalam hati Orihime, dan kini kedamaian sup hangat Las Noches kembali ia rasakan.

Ia tersenyum dalam diam. Setidaknya, kedatangan Ulquiorra dan sup hangat Las Noches telah membuat hatinya merasa tenang meski tak secara langsung.

To Be Continued

.

.

.

AN: Fic di fandom Bleach pertama diawali dengan pairing paling nyess(?) Ulquihimeee~! Aku suka sama fic-fic pairing ini karena pairingnya ngenes nyes nyes(?) banget TT^TTv

Review, onegaai?

120612 -kags