Defeat Your Friends to Save Your Friends

Kuroko no Basuke/Kuroko's Basketball belongs to Tadatoshi Fujimaki

The Basketball Which Kuroko Plays

canon, readers' point of view

.

.

.

.

.

Bagimu, teman itu apa? Serasa membingungkan memang. Kita harus mengalahkan teman untuk menyelamatkannya.


Defeat your friends to save your friends. Kalahkan temanmu untuk menyelamatkan temanmu. Kurasa itulah yang dilakukan Kuroko-kun, tahun lalu. Terutama kepada Kiseki no Sedai, mungkin. Contohnya menyelamatkan mereka dari kejahilian dalam kerja sama tim, dengan individualisme. Bagaimana memulainya ya … aku menyadari fentur Kuroko-kun disebut Defeat Your Friends to Save Your Friends setelah—tidak sengaja re-watch sebuah film.

Pertama, ketika aku bertemu dengan Kise Ryouta-kun di sebuah kafe (waktu itu banyak sekali buku tebal yang berserakan memenuhi meja persinggahannya). "Kise-kun? Wah, kebetulan sekali."

Kise-kun mendongak, "Wah, kau? Heh, sudah sejak final Winter Cup ya. O, duduklah."

Bahkan sebelum ia mempersilakanku, aku sudah menarik kursi.

"Sedang apa kau? Banyak sekali bukunya." komentarku.

Kise-kun merapikan buku di sekitarnya. "Seperti yang kau lihat. Pertama, aku remedial Fisika, pelajaran yang tak pernah kuharapkan kehadiran—bahkan keberadaannya," ia menjatuhkan buku Fisika (ke meja tentunya).

"Kedua, kau lihat ini?" Kise-kun memperlihatkan novel remaja. "Kakakku menyuruh, atau lebih tepat memaksaku untuk membacanya. Karena ya … ia sangat suka. Padahal alur ceritanya mainstream, sudah ketebak endingnya."

"Ketiga, aku mau maraton menamatkan episode dari serial ini," kali ini, DVD dengan cover … kurasa itu adalah serial drama Korea, Descendants of the Sun. "Oh ya, apakau tahu drama Korea yang sedang booming akhir-akhir ini? Namanya itu … san, san … Dusan ... ah, Train To Busan! Itu loh, zombie yang bejibun!"

Kurasa aku punya teman berbincang. "Ah! Tentu saja aku tahu. Train to Busan benar-benar fantastis! Apalagi, diselingi genre family. Tak peduli mau dibilang apa, aku sempat baper loh, ketika ayahnya berevolusi, menjadi zombie, haha."

Kise-kun sumringah. "Wah! Kurasa satu-satunya orang yang kuinginkan menjadi zombie adalah—aku lupa siapa nama perannya tetapi bapak yang egois itu loh. Kau pasti tahu!"

Selanjutnya, kami berbincang tentang Train to Busan. Serta membandingkannya dengan film zombie lain. Ternyata hollywood bisa tersaingi ya.

Topik film dengan genre zombie kandas. Berlanjut kembali pada tumpukan buku yang tergeletak di atas meja. Bahkan minumanku tinggal seperempat.

Kise-kun berkata bahwa ia on the way akan membuat film. Di akhir-akhir perbincangan, ia bertanya padaku. "Apa kabar dengan yang lain? Seirin—Kurokocchi, Kagamicchi, Si Hati Besi, dan pemain lainnya? Walaupun kau bukan bagian apapun dari klub basket, aku tahu kau punya data tersendiri bukan?"

Aku mengulum senyum. "Ya … mereka baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Kise-kun menatap ke luar, "Aku banyak hutang pada Kurokocchi. Dikalahkan memang menyakitkan. Tapi kau harus mengambil setiap pelajaran dari setiap kejadian. Aku menyadarinya, Kurokocchi berusaha untuk menyelamatkanku dan Kiseki no Sedai lainnya. Yakinlah, yang lain pasti merasakannya."

Begitulah ketika aku mengobrol bersama Kise-kun.

Lalu, Midorima-kun. Cukup sulit untuk menguak bagaimana isi hatinya. Secara, ia tsundere kelas elite. Berkelas.

Tetapi jika kau pengamat yang baik, perubahan yang diusahakan Kuroko-kun tersampaikan. Seperti mulai melestarikan kembali kerja sama tim. Terbuktinya shoot terhebat bukankah three-point. Jika kau pengamat yang baik.

Kemudian, Aomine-kun. The only one who can win against me, is me! Jujur saja, ketika ia berubah, aura yang terpancarkan sungguh jauh dari sebelumnya (berlaku pada GoM yang lain, tetapi Aomine-kun paling jauh). Auranya seperti super villain di film fiksi yang sering kutangkap lewat indra penglihatanku.

Mari kita berhitung; pertama, Aomine-kun sangat mencintai basket. Bayangkan saja ketika kau masih menginjak fase anak-anak (tentu kau sudah mengetahui jenjang umurnya dalam pelajaran Biologi) ibumu memberikan seuntai kalung padamu. Terbuat dari emas murni. Tentu saja bertahun-tahun kemudian kau masih menyimpannya; karena itu berharga.

Aomine-kun sudah bermain basket sejak ia menginjak fase anak-anak. Atau lebih kecil dari itu (balita atau bahkan batita mungkin). Didampingi oleh teman berharganya pula; Momoi Satsuki. Semakin tak terhitung betapa berharga basket terkait dirinya. Ya, memang untuk menentukan hal itu berharga atau tidak, sejak awal memang tidak bisa dihitung bukan. Kualitatif (lagi-lagi Biologi).

Kedua; Aomine-kun (selalu) menginginkan lawan yang kuat. Ketika ia anak-anak, banyak opsi tentang siapa yang akan ia lawan. Karena ia masih kecil, terbilang jauh dengan kekuatan remaja atau orang dewasa. Tetapi siapa yang mengira bahwa Aomine-kun bisa mengalahkan mereka.

Bumi menua, pun disekelilingnya. Aomine bertambah umur, kemampuan fisik dan inteklektualnya berkembang. Pula dengan basket yang ia cintai. Aomine bisa dibilang seorang remaja. Kekuatannya jauh dari anak-anak dan setara dengan remaja lain atau dewasa. Ah, mungkin kurang tepat. Orang dewasa biasanya melupakan hal-hal yang menjadi rutinitas remajanya. Olahraga mungkin. Mereka cenderung pada profesi masing-masing. Bisa dibilang menurun.

"Aomine-kun itu bodoh sekali. Jika tidak ada lawan yang sebanding dengannya, mengapa ia tidak mencari di luar Jepang? Sungguh kepercayaan diri yang tinggi sekali." Momoi-san sering berkata seperti itu. Aku selalu tertawa mendengarnya. Lucu.

Kemudian ia berkata, "Mengapa kau tertawa? Jelas-jelas ini menyebalkan."

Aku kembali tertawa, "Kau yang membuatnya lucu tahu. Mungkin kau yang tidak sadar bahwa Aomine-kun menkode."

"Hah, kode?"

Aku tersenyum, "Iya, mungkin kau yang harus mencarikannya lawan. Kau tahu kan … haha … ia pemalas?"

Ketiga; Aomine-kun menunggu lawan yang kuat. Karena itu, ia berhenti berlatih. Ia menginginkan lawan yang kuat, tak ada, maka ia menunggu. Aomine-kun tak berlatih agar kemampuannya menurun, supaya musuh lebih kuat darinya, agar ia bisa menikmati detik-detik mendebarkan dalam pertandingan; bermain dengan senyuman.

Sebenarnya, Aomine-kun hanya menginginkan lawan yang kuat, tersenyum lebar di lapangan. Hanya itu. "Aku hanya ingin lawan yang kuat. Apa salahnya coba?" Aku pernah mendengarnya, ketika berjalan melewati gym.

Dari itu, Kuroko-kun berlatih keras, bersama Kagami-kun tentunya untuk menyelamatkan Aomine-kun dari kebosanan permainan basketnya.

Murasakibara-kun. Kurasa pertandingan Seirin melawan Yosen lebih berfokus pada Kiyoshi-senpai dan Murasakibara-kun. Tidak lupa dengan kakak-adik jadi-jadian; Kagami-kun dan Himuro-san. Bukan berarti Kuroko-kun tidak membawa perubahan pada Murasakibara-kun. Mungkin ia setipe dengan Midorima-kun. Mungkin.

Yang terakhir, Akashi-kun. Ia terkenal di kalangan remaja sekolah. First impression setiap orang padanya pasti hal-hal positif. Kecuali jika dilihat dari sisi (wajah) angkuhnya mungkin. Kuakui, parasnya tampan, kinerjanya sempurna. Ia memang sempurna jika dilihat dari luar. Orang tahu, ia memiliki gejala psikologis; berkepribadian ganda.

Mari kita berhitung kembali; pertama, Akashi-kun lahir sebagai nobility. Tetapi bukan ciri keluarga yang memanjakan seperti di siaran TV. Ia selalu dikekang oleh ayahnya untuk menjadi sempurna. Bahkan ia kehilangan ibu tercinta sebagai satu-satunya kebebasan.

Kurasa, banyak sekali cerita tentang Akashi-kun. Kuyakin berjuta umat sudah menghapalnya, di luar kepala. Yang jelas, Akashi-kun tetaplah Akashi-kun. Mungkin Kuroko-kun telah menyelamatkannya atas dirinya sendiri. Oreshi dan Bokushi. Saat final, aku kembali melihat pass Akashi-kun serta senyumnya kembali. Seperti pertandingan Seirin melawan Touou. Aomine-kun.

Ketika itu, saat perayaan ulang tahun Kuroko-kun di apartment Kagami-kun aku sempat berbincang padanya. "Jauh-jauh dari Kyoto, Akashi-kun?" ia menghentikan sendoknya. "Iya. Aku menjadi rindu dengan pemandangan di Tokyo. O ya, bagaimana dengan penelitianmu? Dari kabar burung kudengar tim penelitian SMA Seirin menjadi perwakilan dari prefektur bukan?"

Aku mengulum senyum. "Begitulah. Syukurlah aku bersama timku berhasil. O ya, kalian tidak bermusuhan kan, soal Winter Cup Desember lalu?"

Akashi-kun terkekeh. "Kami bukan anak kecil lagi. Aku … mendapat banyak pelajaran kemarin."

"Kuroko-kun ya?"

Akashi-kun menatap lurus ke depan. "Dia benar-benar membawa perubahan. Berhasil menyatukan kami yang sempat terpisah bak kapal pecah."

Aku tersenyum memandang Kuroko-kun. "Mendengar Akashi-kun mengatakan 'kapal pecah' membuatku teringat omelan kakek. Saat aku menumpahkan seluruh mainan dari box."

Akashi-kun menatapku sekilas. "Lucu sekali." Akashi-kun mengehembuskan napas. "Tetapi benar. Aku bersyukur bisa bertemu dengan yang lain. Bertemu denganmu, Kuroko, Kiseki no Sedai, tak ada yang lebih berharga dari itu. Kekalahan memang menyakitkan. Tetapi … ada sejuta hal yang harus kausyukuri dibalik itu semua."

Aku tertawa. "Akashi-kun puitis!" komentarku. Akashi-kun terkekeh. "Kau lucu sekali. Padahal aku bukan melawak tetapi kau tertawa."

Percakapan kami berakhir.

Defeat Your Friends to Save Your Friends. Kuroko-kun telah menyelamatkan mereka semua, temannya. Terhadap basket yang mereka cintai.

Aku mengeratkan almamater. Baru saja aku keluar dari lab, sendirian. Angin malam sudah bernyanyi, mengajak dedaunan berdansa.

"Hei, kau belum pulang?" aku menengok, mendapati Kuroko-kun dan Kagami-kun berjalan bersama.

"Belum kok." Kami berjalan sejajar, sengaja memosisikan diri di sebelah Kuroko-kun; supaya perbedaan ketinggian tidak signifikan.

"Oh iya, pantas saja pulang malam. Besok kau akan lomba kan?" tanya Kagami-kun.

"Um. Kalian juga sedang memanaskan mesin bukan?"

Kuroko-kun tersenyum. "Ya, Interhigh di depan mata."


F I N


Author's Note

1. Defeat Your Friends to Save Your Friends. Ada yang familier? Yap, judul diambil dari episode Fairy Tail yang berjudul sama. Arc Tower of Heaven kalau nggak salah (Jerza love love love).

2. Drama Korea Dots, saya mau nonton, tapi mager. Suka banget OSTnya. Kalau Train to Busan saya suka banget. Maksud perbandingan itu sama film hollywood, kalian pasti juga udh nonton lah. Rada dipertimbangin juga, mau masukin unsur Korea atau nggak. Soalnya denger-denger Jepang dan Korsel jengkelan (?).

3. Saya paling suka ngetik part Aomine. Tidak tahu mengapa.

The players talking with their own plays. Totally in luv with friendship...

Thanks for reading.