Naruto © Kishimoto Masashi.

This is a work of fanfiction. No material profit is taken.


parade memori

A Naruto fanfiction

.

.

Disingkapnya salah satu gorden keemasan yang ada di kamarnya. Seberkas cahaya matahari menyeruak masuk melalui celah gorden yang dibuka. Ujung telunjuknya menyentuh permukaan kaca jendela yang masih terkunci rapat. Hawa dingin dengan segera merambat dari ujung jarinya ke saraf-saraf lain, menyebarkan sensasi dingin sesaat di jarinya. Mata emeraldnya yang terlihat sayu namun memancarkan kebahagiaan luar biasa memandang lukisan alam matahari terbit di kejauhan. Konoha di bulan November. Suasana Konoha yang terbilang masih sepi sepagi itu membuat suasana hening menjadi lebih syahdu. Hanya terdengar suara dengungan mesin penghangat ruangan yang ada di pojok ruangan yang senyap. Tatapannya tak lepas dari jalanan Konoha yang tertutup gumpalan-gumpalan salju yang turun semalam. Tumpukan salju mencair dan berjatuhan, menimbulkan bunyi bedebam halus berirama tiap kali gumpalan itu jatuh di tanah. Sinar jingga matahari pagi turut mewarnai keheningan pagi di Konoha. Salju-salju tidak lagi berwarna putih polos, kini ikut berpendar keemasan.

Keasyikannya terhanyut dalam keheningan segera buyar saat mendengar suara berderit dari ranjang king size berantakan yang ada di kamarnya. Di atas ranjang biru itu, sembari bergelung rapat di balik selimut tebal yang tampak nyaman, seorang pria tengah terlelap pulas. Salah satu lengan berototnya dilipat sebagai bantalan tidur, sedangkan lengannya yang lain melingkari bayi mungil yang ikut bergumul di bawah selimut bersamanya. Itu suami dan bayi kecilnya yang baru berusia sepuluh bulan.

Seulas senyum tersungging di bibirnya yang kemerahan. Bayi mungil berambut legamnya itu bergerak-gerak gelisah dalam tidur; tangan mungilnya yang sedari tadi terkepal rapat kini menggenggam jemari ayahnya. Keheningan kembali memenuhi atmosfer kamar enam kali lima meter itu. Objek pandangannya berpindah dari jalanan Konoha ke bayi dan suaminya sepenuhnya. Tangannya bersedekap di depan dada sambil bersandar pada kaca jendela yang berembun. Dengan tekun, mata beningnya mengamati lekukan wajah putra mungilnya.

Kulitnya yang tipis menampakkan guratan nadi samar-samar. Pipinya menggembung lucu, persis seperti miliknya. Rambutnya yang segelap bola matanya sudah menampakkan tanda-tanda memberontak ke atas. Bahkan beberapa bagian rambutnya, terutama bagian belakang kepalanya sudah terlihat sedikit mencuat melawan gravitasi. Kali ini persis seperti milik suaminya. Bayi kecilnya itu memang sangat mewarisi darah seorang Uchiha. Dari segi fisik hingga kecerdasannya, di usianya yang baru sepuluh bulan, malaikat kecilnya itu sudah bisa berdiri dan berjalan walaupun masih patah-patah. Sangat menggemaskan. Kalau saja bayinya tidak mewarisi mata bulat yang jernih dan senyum manis hasil jiplakan dari miliknya, orang lain tentu tidak akan percaya kalau ia adalah ibu Uchiha kecil itu.

Langkahnya tanpa sadar membimbing dirinya mendekati ranjang dan perlahan mengelus rambut hitam suaminya yang terasa sangat lembut di telapak tangannya. Mengusapnya dengan perasaan membuncah bahagia. Getaran halus merambat dari telapak tangan yang bersentuhan dengan suaminya menuju seluruh tubuhnya. Ia tersenyum merasakan sensasi yang sudah tak asing lagi tiap mereka bersentuhan.

Gerakan usapan itu berhasil membuat suaminya menggeliat kecil sebelum akhirnya membuka kelopak matanya malas-malasan dengan setengah terpejam. Senyum lagi-lagi terkembang di wajah bulatnya. Mata emeraldnya berbinar saat bertatapan dengan sepasang onyx yang terlihat mengantuk.

"Ohayou, Sasuke-kun," sapanya dengan suara seriang genta musim semi.