Fic ini saia dedikasikan untuk menyambut Fujoshi Independence Day #2 (sori, telat-telatan!) sekaligus fic collab-request bersama Cha dan b'day fic untu saia dan Tsuki-nee yang ultah tanggal 1 kemarin =) nah, enjoy reading~
Story by: Cha
Written by: me... Meee~ meh! a.k.a Kiky
Disclaimer: Kishimoto-sensei ==' *kaga reila -?-*
Pairing: sasunaru lah yaw!
Warning: shonen-ai to yaoi (so pasti lah), a bit OOC-ness, basa kecampuran, trakhir ada teaser dikiit XP
~~ooO0Ooo~~
Entahlah, sejak kapan perasaan ini ada? Namun tahu-tahu sudah menjelma. Bahkan aku pun tak tahu rasa ini apa namanya. Apa bisa disebut cinta? Jika benar demikian adanya, bukankah terlarang hubungan kita?
Aku hanya ingin menjadi seseorang yang selalu dekat denganmu. Hanya ingin menjadi seseorang yang bisa tertawa bersamamu. Betapa langka kesempatan untuk dapat berbagi kebahagian denganmu. Belum tentu setiap orang mampu merasakannya. Karena kau bukan aku. Kau, adalah kau. Pemuda jenius bertampang dingin, pendiam dan miskin ekspresi.
Aku ingat suatu sore di musim panas. Hari itu bukan awal pertemuan kita. Melainkan awal dimana hatiku mulai terbuka bagimu yang sedang terluka. Ingatkah dirimu? Saat kau mendekatiku di taman bermain. Ketika aku tengah duduk kesepian di atas ayunan. Aku sangat ingat, kau sungguh tampak berantakan. Sama sekali seperti bukan 'kau'. Sasuke orang yang paling tak kusenangi semenjak SD. Namun paling kusayangi sejak masa SMP.
"Naru?", panggilmu lemah. Seraya terhuyung ke arahku. Kepalamu rebah tepat di atas pangkuanku. Matamu terpejam, kelelahan. Sebagai seorang teman, sudah barang tentu aku akan menghibur kamu. Pelan-pelan kuelus rambut hitammu. Ada rasa sayang pada setiap sapuannya. Sayang sekali melihat sahabat tersayang dikhianati orang yang disayangi. Aku tahu bagaimana perasaanmu hari itu. Hancur. Tapi itu tak seperti dirimu. Ayolah, lebih baik kembali.
"Sasuke, sudahlah! Yang lalu biar saja berlalu! Masa depan akan selalu jadi yang terbaik, kau tahu?", kataku (tumben) bijak. Sambil nyengir kecil, kutepuk bahu Sasuke. Memberi ia dorongan semangat. "Aku sudah lama mengenal Sasuke. Jadi aku tahu ia takkan hancur hanya karena 'putus cinta'." aneh, aku merasa lucu pada akhir kalimat yang kuucapkan. Ada nada lega tersembunyi disana.
Kemudian Sasuke mendongak. Menatap mataku dengan sepasang mata gagaknya yang tajam. Aku menahan nafas tanpa sadar. Bumi serasa berhenti berotasi. Tatkala mata kami saling terpaku, jiwa kami seolah saling terikat di satu tempat. Biru -langit siang-, hitam -langit malam. Indah 'kan?
Aku tak ingat apa yang terjadi kemudian. Namun hanya satu yang pasti. Setelah itu -entah bagaimana caranya- bibir kami saling terpaut. Semua seakan tak lagi nyata. Buram, kabur. Kami menikmatinya? Aku percaya aku tak seperti dia. Tapi... mengapa jadi begini? Semenjak kejadian itu, aku pun sering bertanya-tanya. Apakah aku menyukainya? Walau aku tahu perasaan ini terlarang.
~~ooO0Ooo~~
Change My Heart
~~ooO0Ooo~~
"Shika...psst...woy!" ujarku berusaha membangunkan shikamaru. Seperti biasa, ia ketiduran di kelas. Pemalas yang beruntung. Beruntung punya otak encer. Jadi tanpa mendengarkan pelajaran baik-baik pun dia bisa mendap;at peringkat satu.
"Ngh...?" sahut Shikamaru sambil menggeliat. Dengan sabar kutunggu hingga nyawa Shika terkumpul sepenuhnya. Repot benar punya teman tukang ngorok (tidur).
Shikamaru celingukan memandangi kelas. Sudah sepi. Tentu saja, bel pulang sudah lewat 5 menit lalu. "Lalu? Ada apa kau membangunkanku?" tanya Shika, pasang tampang bloon pula. Kukepalkan tanganku di depan mukanya. Siap kutonjok kau Nara Shikamaru?
"K-kau... Kau mau semalaman tidur disini, hah?" semburku habis kesabaran. Pintar-pintar oon yah? "Lagipula, kau kan sudah janji mau menemaniku ke KM." kataku manyun. Shikamaru mengerutkan kening. Aku tahu dia terpaksa menuruti mauku kemarin. Karena puppy eyes andalanku ini pastinya =)
"Cari kado buat Sasuke?" aku mengangguk semangat. Sementara Shikamaru berdecak lesu. Benar sih dia agak tak suka pada Sasuke -anak kelas X-B yang poupuler itu lho. Tapi yah... Menurutku dia orang yang baik kok. Meski tak semua orang menyadarinya. Jujur, dulu aku juga sempat membencinya. Dulu, ketika masih SD.
"Hmm, ayo! Nanti keburu kesorean!", ujarku seraya menarik Shikamaru bangun. Lalu kami pun berjalan bersama menuju Konoha Mall.
Sore-sore begini Konoha Mall selalu ramai oleh pengunjung. Kebanyakan pengunjung adalah siswi-siswi SMP atau SMA. Mereka biasanya datang bersama teman-teman satu geng sepulang sekolah. Tipikal anak cewek sekali. Yang senang shopping ramai-ramai sambil ngerumpi dan cekikikan tidak jelas. Cewek=menyusahkan. Bagiku rumus itu tak terelakkan lagi. Mengingat pacar pertamaku merupakan salah satu dari sekian banyak shopping holic. Atau guru-guruku sering menyebutnya 'cewek bensin'? Istilah untuk cewek berat di ongkos. Like a leech, she sucked my money dried.
Terlepas dari masalah cewek, ngomong-ngomong sekarang kami sedang berada di salah satu counter jam. Aku pikir Sasuke lebih pantas kuhadiahi arloji. Yah, kalau teman cowok sih memang tidak sulit untuk dipilihkan hadiah. Toh mereka juga tidak terlihat antusias saat hari ulangtahun mereka datang. Mereka juga tidak rewel minta hadiah macam-macam.
"Shika, menurutmu yang mana?" tanyaku pada Shikamaru yang sedari tadi terus menguap. Dan aku pun menyodorkan dua buah arloji kepadanya. Satu berwarna biru dongker dengan angka-angka romawi sebagai penunjuk waktunya. Sedang yang lain berwarna hitam tanpa angka penunjuk waktu. Hanya tampak 2 jarum kecil berdetik disana dan beberapa kristal kecil sebagai penanda angka 3, 6, 9, & 12.
Sekali lagi Shikamaru menguap. Jelas tampak sangat enggan memilihkan. Aku merasa seperti orang bodoh bertanya pada dia. "Err, ada yang cocok untuk Sasuke tidak?" ia masih diam. Memandangiku tanpa merubah ekspresi. I feel a bit uneasy with him.
"Well, kau suka Sasuke, ya?" tanya Shikamaru balik tanpa perasaan to the point pula. Entah mengapa aku mulai merasa gugup. Dia pasti merasa pula bahwa aku terganggu atas pertanyaannya tadi. Tapi ia tak tampak menyesal. Malah ia justru bertanya lagi. "Kau tahu kan itu tidak boleh?"
Gigiku bergemeletuk. Tidak, tidak, dia mikir apa sih? Tentu lah aku suka Sasuke. Kalau tidak mana mau aku jadi temannya. "Cih, bicara apa kau?" sangkalku sambil melempar senyum tak nyaman. Shikamaru tampak tidak mempedulikan perubahan ekspresiku ini. Aku bingung sendiri, bagaimana bisa ia segitu tidak pedulinya. "Aku 'kan temanmu, aku terus memperhatikanmu tahu. Dan aku merasa ada yang berubah darimu."
Harusnya aku senang atau tidak mendengar pernyataan Shika? Aku akui dia memang sahabat baikku sejak kecil. Dia selalu menyadari masalahku sekecil apapun itu. Tapi kali ini, aku harap ia salah kira. "Yah, kalau aku bilang aku benci Sasuke, untuk apa juga aku mau jadi temannya?", jawabku santai -dan jujur. Tidak sejujur-jujurnya kukira. Sebab sejujurnya aku masih bingung.
Beberapa saat kami masih saling bertatapan. Keheningan yang menegangkan seperti membekukan kami disini. Kami sama-sama tak bergerak sampai Shikamaru mulai bicara. "Menurutku lebih cocok hitam. Kau ambil itu saja." kemudian ia berlalu dari hadapanku. "Dan...satu lagi," tiba-tiba ia kembali menoleh ke arahku. Baik, dia mendapat perhatianku sekarang. Namun apa yang ia katakan selanjutnya jauh dari apa yang aku duga. "...kau-tahu-bagaimana-dosa-itu." Lalu ia benar-benar pergi.
Jantungku berdegup semakin kencang begitu mendengar ucapan Shikamaru. Apakah aku benar-benar tampak menyukai Sasuke? Aku tak mau mengakui bahwa aku suka Sasuke dengan jalan berbeda. I mean, as a lover or something like that. I'm sure I'm as straight as an arrow. Namun, mungkin ada baiknya aku pikirkan lagi kata-kata Shika. Okay, Sasuke pernah menciumku... WHAT THE? Aku ingat saat itu aku sama sekali tak menolak! Ia pernah memelukku juga, aku tak menyangkal kalau aku tak menolak. Dan yah, aku mulai khawatir ucapan Shikamaru benar. Bahwa aku tak lagi normal.
Tiga hari lagi adalah ulangtahun Sasuke. Arloji hitam untuknya sudah aku bungkus rapi. Tapi... Akibat kata-kata Shikamaru, aku jadi bimbang mau menyerahkannya atau tidak. Susah-susah aku mencari kado. Mahal-mahal pula aku beli. Kalau begini aku malah semakin berpikir, 'jagan-jangan benar aku suka Sasuke'. Iih, mengerikan!
"Dobe? Mau apa kau berdiri di depan kelasku?" sontak tubuhku langsung membeku. Keringat dingin mengaliri keningku. Suara Sasuke segera membawaku kembali ke dunia nyata. Dari tadi aku berdiri di depan kelas X-B? Bodoh benar aku ini! Nah, sekarang ada Sasuke pula.
Perlahan aku mendongakkan kepala hanya untuk menemukan sepasang mata onyx tajam balik menatap mataku. "T-tidak ada apa-apa. Maaf, aku kembali ke kelasku saja. Dah teme!" buru-buru aku berlari kembali ke kelas X-D. Kuyakin mukaku sudah semerah tomat busuk sekarang. Aduh~ aku masih mau jadi normal...
Keesokan harinya aku masih menghindar dari Sasuke. Sebisa mungkin aku pun menghindari kontak mata dengannya. Mungkin semua anak juga heran. Mengapa aku, Naruto, satu-satunya siswa yang mampu mendekati si beken Sasuke, tiba-tiba selalu menghindar dari keberadaan Sasuke? Aish, mereka tidak akan paham masalahnya!
Hmm, perasaanku saja atau bagaimana tetapi sepertinya Shikamaru sudah mula menyadari perubahan sikapku.
= ='
Dan disinilah aku. Duduk saling berhadapan dengan Shikamaru di kantin sekolah. Dia mau menginterogasiku. Sungguh, aku seperti orang bodoh bila sedang bersamanya. Aku yang bodoh, dia yang sinting, atau kami saja yang sama-sama gila? Itu tak penting.
Kemudian setelah keheningan yang cukup singkat, ia pun memulai interogasinya. "So? You like him, am I right?", aku benci bagaimana ia bisa sangat to the point. Lagipula aku juga tak mau mengakui kalau aku suka Sasuke. Jangan sampai! Aku ini anak tunggal, anak satu-satunya, kalau orangtuaku sampai tahu anaknya suka cowok dan tidak doyan cewek bayangkan bagaimana ekspresi mereka! Jadi aku putuskan untuk menggeleng. "Yakin?", kali ini aku mengangguk. "Lalu kenapa setelah kata-kataku kemarin kau malah menjauhi Sasuke? Kalau kau benar-benar menganggapnya 'hanya teman' harusnya kau tidak menjauhi Sasuke…"
"Aku cuma tidak mau kelihatan sungguhan suka Sasuke-"
"Nah! Berarti sesungguhnya kau suka Sasuke, dong?", ujar Shikamaru penuh kemenangan. Aku salah ngomong, ya? "Kalau kau tak mau kelihatan sungguhan suka Sasuke berarti sesungguhnya kau suka dia!"
"Ngomong apa sih? Aku tidak mau suka sama dia! Kau ini senang ya kalau aku beneran jadi homo?", sangkalku memberi pertahanan.
"Habis… kalau kau menyadari perasaanmu itu 'kan mungkin aku bisa bantu memperbaiki….", sahut Shikamaru melas. Aku mendecakkan lidahku. Mungkin maksud Shikamaru baik dan mungkin juga dia benar.
"Tapi aku hanya ingin jadi teman Sasuke.", ratapku sambil merebahkan kepala di atas meja kantin. Tinggal 2 hari lagi ulangtahun Sasu-teme. Padahal aku ingin memberikan kado untuknya. Tetapi aku merasa itu bukan hal yang tepat. Bagaimana kalau aku suka dia? Bagaimana kalau aku suka dia? Bagaimana kalau aku suka dia? ARRGH~ AKU HARUS MENJAUHINYA!
Benar, sejak saat itu aku mulai menjauh dari Sasuke. Aku tak menyapanya seharian. Aku tidak ngobrol dengannya hari ini dan besok. Aku tak tahu sampai kapan. Karena aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku menaruh perasaan padanya. Setiap kali berpapasan dengan Sasuke di koridor sekolah, selalu aku hindari dia. Aku bisa melihat pandangan terluka di matanya. Maaf, teme. Aku selalu mengabaikanmu setiap kau berusaha menyapaku. Aku tak mau memperhatikanmu setiap kau berusaha bicara padaku. Sampai kau tak tahan lagi melihatku begini.
"Dobe, kenapa kau selalu menjauhiku terus? Kupikir kau temanku!", pekik Sasuke tepat di hadapanku. Untung jam sekolah sudah berakhir sehingga sekolah sepi. Jadi tak perlu ada yang mendengar teriakan Sasuke. Meski kelihatan tanpa ekspresi, tapi apa yang kulihat dari matanya adalah kesedihan. Terluka, tersakiti, gara-gara aku. Makanya aku tak sanggup balik menatapnya. Karena aku takut sesuatu hal yang apaling aku takuti tertangkap olehnya. Mungkin Shikamaru benar. Mungkin aku saja yang tidak peka. Aku suka Sasuke. Ya, itulah kata yang paling tepat untuk mendiskripsikan perasaanku padanya.
Tetapi kau tahu aku tak bisa mengaku…
Hari-hariku sepi tanpa kehadirannya. Tak ada lagi senyum dingin, kata-kata nyelekit ataupun tatapan-tatapan tajam khas Sasuke. Aku rindu tiap hal dalam dirinya. Bagaimana ia tersenyum tipis (teramat sangat tipis), bagaimana suara beratnya menyebut namaku, dan bagaimana cara ia mendiamkan para fangirls-nya.
Hari ini adalah hari ulangtahun Sasuke. Tepat hari ini pula ia putus dari pacarnya yang sebelumnya. Menurut Shikamaru sih bisa saja aku hanya dijadikan pengalih, pelampiasan atau semacamnya. Tapi aku tak mau percaya. Aku masih menganggap Sasu-teme orang baik.
Masih menganggap tetapi tak mau mendekat. Kuperhatikan dengan seksama bungkusan kado di atas meja. Aku ingin menghadiahkannya pada Sasuke. Ingin sekali aku melihatnya senang di hari spesialnya. Aku tahu ia pasti takkan merasa senang kalau hanya mendapat ucapan selamat dari para fangirls. Aku ingin makan kue ultah bersama Sasuke seperti tahun lalu. Lama aku bermain dengan pikiranku. Sampai-sampai aku tak sadar ada seseorang naik ke atas balkon kamarku.
KRESEKK! Terdengar suara berisik dari balik pintu menuju balkon. Jangan-jangan pencuri! Jantungku berdegup tak beraturan. Terlalu tegang untuk menemui kenyataan. Matilah aku kalau sampai perampok berdarah dingin yang datang. KRESEKK! Sekali lagi terdengar suara berisik yang sama. Berbekal sedikit keberanian, maka aku pun berjalan mendekati pintu.
DEGG! Siluet seorang pria memenuhi permukaan daun pintu. Siapakah gerangan? Dengan hati bergetar kupaksakan juga memutar kenop pintu. Sepersekian detik kemudian baru aku sadar. Bukan perampok yang berdiri di luar kamarku. Melainkan seorang Uchiha Sasuke. Ternyata bunyi bergemerisik tadi disebabkan oleh pohon yang ia naiki untuk dapat sampai kemari. Niat sekali ia datang kesini.
"Mau apa kau?", tanyaku terdengar lebih dingin daripada yang kumaksudkan. Sasuke diam sembari membersihkan pakaiannya. Pura-pura tidak mendengar. "Uchiha Sasuke, mau apa kau menyusup ke dalam rumahku?", kataku lebih keras.
Setidaknya kali ini aku berhasil mendapatkan perhatiannya. Terbukti dengan ia menoleh kepadaku.
Aku menyandarkan tubuhku ke kisi-kisi pintu. Tanganku aku lipat ke depan dada. Menanti jawaban dari Sasuke. "Naruto...", gumam Sasuke lirih seperti suara angin.
"Hm?"
Sasuke membuang muka dariku. Tampak tak nyaman akan posisinya saat ini. Kemudian ia mulai berkata, "Maaf..." aku terbelalak mendengar kalimat yang ia ucapkan. Sasuke minta maaf? "Aku tak tahu apa salahku. Tetapi jika kau sampai menjauhiku, berarti aku punya salah, 'kan?", ungkap Sasuke meyakinkan. Aku menggigit bibir bagian bawahku. Menimang-nimang harus menjawab apa.
"Kalau kau bahkan tak tahu apa salahmu, untuk apa kau minta maaf?", balasku sengit sambil menarik kenop pintu menutup. Hingga tiba-tiba Sasuke berjalan ke arah pintu lalu menahan gerakannya. "Apa-apaan kau Sasuke? Lepaskan!", pekikku, berusaha melepaskan cengkeraman Sasuke dari daun pintu.
"Tidak sampai kau memaafkanku."
"Apanya yang harus kumaafkan?"
"Aku 'kan-"
"Bukan kau yang salah tapi aku! Aku yang salah!", teriakku lebih keras. Sasuke terperanjat kaget sampai ia melepas pegangannya. Kini bulir-bulir air mata mengaliri kedua pipiku.
"Maaf...", ulang Sasuke lagi.
"Jangan minta maaf! Aku yang salah karena menyukaimu!", selesai sudah. Aku kelepasan bicara. Tapi aku tak menyesal bisa mengungkapkan perasaanku. Rasanya seperti ada beban berat yang terangkat dari pundakku. Hah, aku tak ingin dengar jawaban Sasuke.
"Kau?", tanya Sasuke syok. Sementara aku berlari ke dalam kamar untuk mengambil kado untuknya. Beberapa menit kemudian aku telah kembali ke hadapannya. Membawa serta sebuah kotak kado berwarna hijau lumut berisi arloji baru. "Happy birthday.", bisikku nyaris tak terdengar.
Sejenak aku berpikir mungkin Sasuke akan marah padaku. Boleh jadi ia akan menamparku? Atau mengkata-kataiku. Dan ternyata bukan keduanya. Ia justru menarikku ke dalam pelukan. Mencium kepalaku sembari membisikkan kata 'Suki da yo, Dobe'.
Then he kisses my lips tenderly. Pull my body more closer to him and lift up my heating body. "Do you mind if I want more gift?", he whispers on my ear. I just can nod. Let him takes me to the bed.
(A/N: demi keamanan fic ini, mohon adegan selanjutnya anda bayangkan sendiri.)
Omake:
Pagi-pagi di sekolah saat semua ruangan masih sepi penghuni, ternyata seorang Nara Shikamaru sudah sampai di sekolah. Sekarang ia sedang duduk sendirian di bawah pohon willow tua. Sambil menggenjreng gitar pinjaman dari Rock Lee.
Dari kejauhan tiba-tiba datang seorang pemuda berambut pirang. Penampilannya lusuh ditambah kantong hitam menggantung di bawah matanya. Ia terlihat parah sekali. "Naruto? Ada apa?", tanya Shikamaru santai. Si pemuda bernama Naruto tadi hanya menundukkan kepalanya. Membuat Shikamaru penasaran.
Tanpa basa-basi, Naruto segera melemparkan sebuah kertas kepada Shikamaru. Masih dengan tampang bingung, Shikamaru cepat-cepat membaca kertas -yang diduga surat- dari Naruto.
Isinya:
'Dear Shika,
Maaf aku tak bisa jadi teman yang baik untukmu. Sebab aku sudah mengabaikan nasihatmu. Tapi kau tahu 'kan aku sudah cukup besar untuk memutuskan pilihanku sendiri? Jadi sekali lagi maaf…
Sincerely,
Naruto'
Begitu Shikamaru menoleh, Naruto sudah berlari jauh darinya. Meninggalkan Shikamaru cengok bego di tempat.
~~ooO0Ooo~~
Ngetik kilat ngetik kilat! Bagaimana hasil ngetik kilat saia? Kirimkan komentar anda lewat review! =3 btw, saia ketik ini waktu lagi mudik lho~ jadi rada susah buat publish. Makanya saia telat-telatan ikut FID. Keburu nih? ==' Oiya yang scene trakhir itu aku sengaja pake bahasa inggris karena aku ngerasa gak nyaman kalo pake bahasa sendiri. Jadi yah... After all english isn't my first language. So if I have any mistake please feel free for correcting :-) Yaik, poko'e bagi yang udah baca wajib ripiu! #plakk
