Look at me

.

Chapter 1

.

Disclaimer : Semua tokoh yang ada di fic ini milik J.K Rowling. Yang tidak kalian ketahui, itu punya saya. Saya tidak mengambil keuntungan komersil apapun. Saya hanya seorang fans yang suka berimajinasi.

DMXHG

Warning : Typos, OOC, EYD gak sesuai, titik koma bermasalah, dll

Created : 7 Maret 2014

Publish : 8 Maret 2014

A/N : Ini sequel dari fic Smile^^

.

.

Jam pulang telah datang, dulu Hermione masih betah pulang beberapa jam berikutnya. Sekarang, ada yang lebih penting dari kantornya. Walaupun sekarang Hermione mendapatkan tempat di Bagian yang inginkan, Departemen Pengaturan dan Pengawasan Mahluk Gaib.

Hermione tanpa buang buang waktu langsung berapparate menuju St. Mungo untuk menjenguk seseorang, ayahnya. Satu satunya orang yang ia miliki, sekarang sedang berusaha melawan penyakit mematikan yang bersarang di tubuhnya.

"Hey dad, Bagaimana keadaanmu?" Hermione menyunggingkan senyum semanis mungkin. Walau tidak perlu menanyakan hal itu, karena ia sudah tau pasti bagaimana keadaan ayahnya. Tapi, setidaknya itu membuktikan bahwa ia sangat mencintainya.

"Mione..." Ayahnya berusaha tersenyum pada putri kebanggaannya wajah kecewa tetap terlihat jelas. "Kau sudah mendengar suatu kabar dari Dokter?"

Hermione menggeleng merasakan aura negative dari wajah ayahnya sembari duduk di kursi yang ada di sebelah tempat tidur ayahnya.

"Sudah kuduga," ayahnya mengeluarkan senyum paksa – lagi – . Sebelum Hermione sempat bertanya pada ayahnya, cepat cepat ayahnya langsung melanjutkan perkataan-nya yang sempat terpotong tadi "Apapun yang terjadi Mione, seperti yang diharapkan ibumu, aku juga ingin menimang cucu. Tapi aku tidak yakin apakah aku masih dapat bertahan saat itu terjadi."

Mata Hermione memanas, ia merasa bersalah tidak dapat mewujudkan keinginan mendiang ibunya. Sepertinya, Hermione sudah sadar bahwa ia terlalu serius dengan karier-nya, sehingga melupakan bagaimana masa depan kehidupan keluarga kecil-nya sendiri nanti. Sudah beberapa kali ia berbohong pada ayahnya dan berkata bahwa sebenarnya ia memiliki kekasih, walau memikirkannya saja tidak pernah. Ron? Tidak, ia tidak mau membuat kesalahan dua kali. Diselingkuhi dengan Lavender Brown sudah cukup, ayahnya juga tidak akan memaafkan Ron.

"Aku punya satu permintaan sebelum aku–" Pembicaraanya terhenti karena Hermione segera memutus pembicaraan karena au ini akan mengarah kemana.

"TIDAK" Hermione tidak dapat menahan air matanya. "Jangan seperti itu Dad. Jangan seperti orang yang tidak memiliki harapan untuk melanjutkan hidup."

Ayahnya menggeleng lemah sambil tersenyum "Aku memang tidak memiliki harapan untuk hidup jauh lebih lama lagi" ia mulai membelai rambut ikal indah Hermione. "Tapi setidaknya, aku masih dan sangat ingin mengantarkan putri kebanggaanku ke pelaminan. Seorang ayah yang berhasil membawa putri kesayangannya ke kehidupan selanjutnya."

"Akan –" perkataan Hermione terpotong karena seorang Healer memasuki ruangan.

"Miss. Granger. Bisa datang ke ruanganku segera? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu Miss." Dari raut wajah Healer itu, dapat dipastikan bahwa hal yang ingin dibicarakan bukan sesuatu yang baik.

Hermione hanya mengangguk lemah. Setelah mengecup kening ayahnya, ia mengikuti Healer – yang tidak ia ketahui namanya karena ia sudah tidak peduli dengan itu – tersebut ke ruangannya.

~Dramione~

Draco Malfoy. Di ruangan kerjanya ditemani secangkir kopi dan setumpuk perkamen di sudut meja yang meminta untuk segera diperiksa. Sekarang, ia sudah menduduki jabatan tertinggi di perusahaan milik keluarganya. Lucius telah memberikan Malfoy Corp kepada anak semata wayang-nya itu. Terkadang, Draco melirik foto yang berda di sudut lain meja. Foto itu seperti penambah semangat yang efektif bagi Draco, dan selalu bisa menciptakan senyuman tulus di wajahnya.

Senyuman? Foto itu tersenyum padanya, senyuman paling indah menurutnya. Senyuman yang paling ia inginkan walau itu sedikit mustahil. Tapi apa yang tidak mungkin di dunia sihir?

Draco menyukai seseorang di foto itu. Bukan, mencintainya malah. Kalian pasti tau siapa orang yang ada di foto itu. Yup, gadis dengan mata dan rambut coklat indah, Hermione Granger.

Sudah beberapa tahun ia tidak berbicara dengannya selepas lulus dari Hogwarts. Bukan berarti saat mereka bersekolah mereka selalu menyapa saat berpapasan di koridor. Kontak mata dengan Hermione, bagi Draco itu sudah berbicara.

Naas memang, kisah cinta seorang pangeran Slytherin kita ini. Hermione yang pada saat itu sudah jatuh dalam pesona si miskin Weasley itu. Dan sial-nya, Weasley keparat itu malah berselingkuh dengan Lavender Brown yang Super Duper Genit itu. Draco sampai menyuruh orang bayaran untuk membuatnya menyesal telah mencampakkan dan mempermainkan Hermione.

Draco sebenarnya bisa melakukan sendiri, tapi ia tidak mau membuat nama baik keluarganya makin buruk. Atau yang terparah, ia tidak bisa menahan diri sehingga memberikan si Weasley itu salah dua dari tiga mantra tak termaafkan.

Tok tok

"Masuk" tanpa bertanya, ia sudah tau siapa yang mengetuk pintu itu. Isobel Flick, asisten-nya. Tau mengapa Draco langsung mengetahuinya? Karena seseorang yang mengetuk pintu hanya mengetuk dua kali. Mereka sudah memiliki perjanjian seperti itu.

Isobel memunculkan kepalanya. "Mister Malfoy, Mr. Finnick telah menunggu."

Draco tersenyum, atau menyeringai lebih tepat-nya. Andrew Finnick adalah Detektif bayaran milik Draco yang bekerja untuk memantau kehidupan Hermione. Setidaknya, Draco berusaha menjaga Hermione walau dengan cara yang tidak akan diketahui Hermione. "Suruh dia masuk"

Mr. Finnick memasuki ruangan kerja Draco. Dari wajahnya, sepertinya bukan Hal baik yang akan disampaikannya. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di depan Draco. "Selamat sore Mister Malfoy."

Draco hanya mengangguk dan tetap menatap Mr. Finninck sebagai tanda bahwa Draco ingin mendengar beritanya lebih lanjut.

Mr Finnick terlihat sedikit gelisah, tapi tetap melanjutkan beritanya sesuai dengan kewajibannya. "Kesehatan Mr. Granger makin memburuk. Dokter memperkirakan hidupnya tidak lebih dari dua minggu lagi."

Draco seakan membeku mendengar itu. "Hermione mengetahuinya?"

Mr. Finnick mengangguk "Sekarang ia sedang diberitau. Seperti yang anda tau, Mr. Granger sangat menginginkan Ms. Granger untuk segera menikah. Kemungkinan terbesar adalah, Ms. Granger akan menikahi seseorang segerera untuk membuat hari hari terakhir Mr. Granger lebih bermakna dan –."

"Siapa orangnya?" Draco langsung memotong permbicaraan Mr. Finnick. "Kau bilang dia tidak dekat dengan siapapun sekarang."

"Maksud saya, anda bisa memanfaatkan kesempatan ini. Siapa lagi yang bisa menikahi Ms. Granger dalam kurun waktu dua minggu selain anda Mister Malfoy. Di lain sisi Ms. Granger sedang tidak dekat dengan laki laki siapapun." Mr. Finnick mengakhiri pembicaraannya dengan puas.

Draco berpikir. "Itu berarti, aku seperti mengambil kesempatan dalam kesempitan bukan?"

Mr. Finnick menggeleng cepat sambil mendecak "ck ck, bukan seperti, tapi memang. Apa masalahnya? Setidaknya kau bisa mendapatkannya bukan."

Draco menggeleng "Aku seperti laki laki murahan Mr. Finnick."

"Siapa yang berani mengatakan itu? Kau kaya raya bukan murahan. Semua tau itu. Kau ingin menikahi Ms. Granger bukan." Matanya mendelik pertanda ia sudah tidak sabar.

"Aku bisa menggunakan cara lain untuk mendapatkannya." Draco mulai kembali mengecek setumpuk perkamen di depannya.

"Dengan cara apa? Memantau selalu apa yang ia kerjakan. Memantau selalu apa yang ia inginkan dan esoknya ia akan mendapatkan kiriman paket burung hantu yang sangat ia inginkan tanpa mengetahui pengirimnya. Membayar semua tagihan bulanannya sampai sampai ia bingung sendiri karena tidak pernah diterima uangnya saat membayar tagihan," Mr. Finnick mendengus, ia seperti ayahnya saja sekarang "Sebaik apapun kau, jika tidak cepat cepat bertindak, Ms. Granger akan diambil oleh laki laki lain"

"Tapi dengan cara itu. Kami memang bisa menikah, tapi ia tidak mencintaiku. Dan itu hanya akan membebaninya." Draco menghela nafas.

"Buatlah ia mencitaimu setelah kalian menikah nanti." Jiwa kebapakan Mr. Finnick mulai muncul, jujur Mr. Finnick kasihan pada Draco. Draco adalah laki laki yang baik dan tidak akan menyakiti hati wanita dibalik topeng dinginnya.

Draco mengangguk "Baiklah." Draco segera ber-apparate menuju St. Mungo.

~Dramione~

"Tidak, kau harus bisa menyelamatkannya kumohon." Hermione mulai terisak "Dia satu satunya orang yang kumiliki sekarang."

"Kami sudah melakukan semua yang kami bisa Ms." Healer itu menghela nafas "satu satu hal yang bisa kau lakukan adalah, membuat hari hari terakhirnya berkesan. Mungkin dengan cara mewujudkan harapannya."

Hermione hanya mengangguk dan menyeka air matanya yang terus keluar. Bangkit dari tempat duduknya dengan gontai keluar ruangan. Keadaannya sangat tidak karuan saat ini, tidak mungkin ia kembali ke ruangan ayahnya.

"Butuh sandaran Granger?" Hermione sedikit kaget melihat seseorang yang berdiri di dekatnya, Draco Malfoy. Yang lebih mengagetkan lagi, ia tersenyum pada Hermione. Senyuman tulus.

"Enyah kau Malfoy, telingaku sedang malas mendengar ejekanmu." Tanpa babibu lagi, Hermione berbalik meninggalkannya.

Draco tidak habis akal, ia tetap mengikuti langkah kecil Hermione "Aku bisa membantumu Granger, apapun."

Hermione tidak perlu menoleh pada Draco untuk menjawab apa yang dikatakannya. "Yang bisa kau lakukan hanyalah, mengejekku dan membuat hidupku tak berarti." Hermione mempercepat langkahnya.

Draco langsung menahan bahu Hermione dan memutarnya agar berhadapan dengannya "lihat aku." Draco mendesis berbahaya.

.

.

.

.

~TBC~

A/N : Saya kembali :p terima kasih buat yang udah review di Smile ({}) gimana fic ini ._.? 1288 kata lumayan lah XD. lanjut or delete? Oh ya, tentang genre aku hanya menaruh romance ._. Kira kira yang cocok apa lagi ya? Review please? but no flamer karena saya nanti nge-down -_- Fic ini, saya pastikan Happy Ending kok ;)

LovelYuzka,

Jember – Jawa Timur, 8 Maret 2014 . 13:58 WIB