Vocaloid wasn't belong to me
A Little Piece of Heaven was belong to Avenged Sevenfold
Song-fic & dark-fic
- A Little Piece of Heaven -
Warning : diksi semrawut, typo(s), newbie
Telah terkenal di seluruh penjuru kampus, sepasang kekasih yang selalu bersama—Len Kagamine dan Rin Kagamine. Mereka berdua adalah sepasang kekasih yang sangat serasi. Fisik dan marga yang sama membuat keduanya seperti anak kembar, padahal bukan. Keduanya tidak memiliki hubungan darah.
Len Kagamine adalah salah satu murid Fakultas Sastra di Universitas Keio. Ia terkenal ramah dan tampan. Banyak gadis yang berebut mencuri hatinya. Namun, hanya satu orang yang berhasil—Rin Kagamine—yang sebenarnya sama sekali tidak ikut mengejar-ngejar pemuda itu. Rambutnya pirang berantakan dan diikat gaya ponytail kecil di belakang. Dan ia memiliki mata biru yang indah.
Rin Kagamine adalah salah satu murid Fakultas Kedokteran di universitas yang sama dengan kekasihnya—Universitas Keio. Ia merupakan gadis ceria yang selalu memakai pita besar putih di kepalanya. Rambutnya pirang sebahu. Ia juga memiliki mata biru yang lebih terang dari Len.
Saat liburan, Len mengajak Rin pergi ke rumahnya—makan malam bersama.
"Makanannya enak. Apalagi tehnya harum," komentar Rin sambil meletakkan cangkir ke atas meja—ditutup dengan senyuman manisnya. Len tersipu malu sambil menundukkan kepalanya.
"R-rin," panggil Len. Ia pura-pura membaca buku—untuk menyembunyikan kegugupannya. Rin menatap kekasihnya itu. "Ya, ada apa?"
Len menutup bukunya, kemudian menggaruk leher belakangnya. Mukanya sudah merah seperti kepiting rebus.
"Emm..e-etto, anu itu," Len memegang bukunya kuat-kuat. Setetes keringat mengalir dari dahinya. Rin yang melihat gerak-gerik Len yang aneh itu pun tertawa kecil. "Haha, tidak perlu gugup seperti itu, Len." Tidak lupa ia melemparkan senyumnya.
"Y-yeah, entah kenapa aku gugup sekali," ujar pemuda Kagamine itu. Rin pun terkikik. Len memejamkan matanya sambil menarik napas dalam-dalam.
"Baiklah. Rin, kau tahu 'kan kita sudah menjadi sepasang kekasih sejak kita SMP?" Len berbasa-basi. Gadis pirang di depannya mengangguk.
"A-aku ingin—" Len menjeda kalimatnya—menatap mata biru terang Rin dalam-dalam. Ia menarik napas sedikit.
"Aku ingin menaikkan tingkat hubungan kita," lanjut Len.
"Maksudmu?" Rin menggaruk kepalanya—tidak mengerti. Len menghela napas untuk yang sekian kalinya. Ia pun mengeluarkan kotak berwarna merah dari saku celananya.
"Aku ingin kita menikah," jawab Len sambil berjalan mendekati Rin. Ia segera berjongkok dan membukakan kotak yang ia keluarkan tadi dan menampakkan benda berkilau di dalamnya.
"Jadi, kamu akan menerimanya 'kan?" Len menghadapkan benda berkilau itu di depan Rin—tersenyum manis, membuat rambut pirangnya yang berantakan ada yang menjatuhi wajahnya.
Rin menundukkan kepalanya, mengepalkan kedua tangannya di atas lutut.
"Rin?"
"G-gomen," bisik Rin lirih. Ia pun mengangkat kepalanya. "Sepertinya, sekaranglah saatnya aku memberitahumu tentang ini," ujar Rin sambil tersenyum. Len memiringkan kepalanya bingung.
"A-aku tidak bisa bersamamu, Len. Hontou ni gomennasai. Aku tidak bisa menerima lamaranmu," lanjut Rin. Ia tertawa kecil. "A-aku akan menikah dengan Kaito Shion—murid dari Fakultas Hukum." Rin menghentikan kalimatnya. Kaki Len melemas. Kotak merah berisi cincin itu terjatuh dari tangannya.
"Ayahku memintaku untuk menikah dengannya. Kumohon kamu mengerti aku," ujar Rin. Ia pun mengangkat wajah Len, tersenyum ke arahnya.
"K-kamu tidak sedang bercanda 'kan, Rin?" Len memegang tangan Rin. Rin menggeleng kuat-kuat. "Onegai! Mengertilah aku." Gadis itu kembali tersenyum.
Len menundukkan kepalanya. Pikirannya kosong. Hatinya seperti dicabik-cabik, ditusuk ribuan jarum, diiris dengan pisau dapur. Bagaimana bisa gadis itu tidak menerima lamarannya? Kenapa ia lebih memilih menikah bersama pemuda lain? Apa ia sudah tidak mencintainya lagi?
Dan, iblis pun memasuki diri Len. Seketika, ia mengangkat kepalanya, menatap tajam gadis yang sudah bersama dengannya selama 6 tahun itu. Len mengangkat tubuhnya sendiri—berdiri, kemudian berjalan menuju dapur. Rin yang melihatnya menghela napas—berpikir Len menenangkan diri dengan mengambil segelas minuman. Ia pun menatap keluar jendela.
Pemuda Kagamine tadi kembali dengan pisau dapur di tangan. Rin belum menyadarinya, hingga Len tertawa sarkastis.
"L-len?" Rin berdiri. Bahunya bergetar ketakutan.
"Kau bilang kau tidak mau menikah denganku 'kan? Bukankah kau mencintaiku, Rin?" tanya Len sambil berjalan mendekati Rin. Sedangkan gadis itu melangkah mundur hingga tubuhnya menempel di tembok. Len tertawa lagi. Suaranya menggema di ruangan yang mereka tempati.
Dengan cekatan, Len menarik lengan Rin dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memegang pisau dapur. Rin meronta-ronta sambil berusaha melepaskan genggaman Len. "L-len! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Len sudah buta dengan rasa cintanya. Sedangkan iblis merasuki tubuhnya, menguasai pikiran pemuda itu.
"Aku tidak akan membiarkanmu menikah dengan laki-laki lain! Tidak akan!" Len berteriak sambil membanting Rin di lantai dan segera mengunci kakinya dengan menduduki kaki Rin. "Kau adalah milikku!" Rin menjerit tertahan.
Pisau dapur berkolaborasi dengan tangan Len. Pisau itu—berlumuran darah. Tidak kurang dari 10 menit, tubuh Rin tergeletak lemas di lantai. Kedua tangannya terlentang dengan belasan goresan di mana-mana. Ruangan itu pun berbau amis dan lantainya berwarna merah darah. Darah mengalir dari pipi Len. Bukan, itu bukan darahnya, melainkan darah kekasihnya—yang sudah mati.
Merasa puas dengan pekerjaannya, pemuda itu berdiri—tertawa sarkastis lagi. Pisau yang menjadi saksi bisu perbuatannya tergeletak di samping mayat Rin Kagamine. Len berjongkok, menarik tangan Rin dan menggendong mayat itu.
"Sekarang, kau sepenuhnya milikku, Rin Kagamine," bisik Len dengan senyuman licik. Ia pun berjalan menuju kamarnya—meletakkan tubuh tak bernyawa Rin di tempat tidur, kemudian menulisi pintu bagian luar kamarnya.
Don't disturb.
Tubuh Len sudah sepenuhnya dikuasai oleh iblis jahat. Di kamarnya, ia berbuat hal yang tidak-tidak dengan mayat Rin. Ia menyetubuhi tubuh Rin hingga 50 kali—dengan sesuka hatinya. Tidak peduli pada pagi hari, siang, atau malam.
Hari berikutnya, ia merobek dada Rin dan mengambil jantungnya dengan keji. Jantung berwarna merah itu ia letakkan di atas piring. Dibawanya piring yang ada jantung Rin ke ruang makan—tempat di mana nyawa Rin melayang. Bau amis masih tercium dengan jelas di ruangan itu karena Len tidak berniat membersihkannya. Len menusukkan garpu di salah satu sisi jantung tadi. Kemudian, dengan sendoknya, ia masukkan potongan jantung Rin ke mulutnya. Ia menatap pintu kamarnya, kemudian tersenyum licik.
Selesai dengan acara makannya, Len kembali masuk ke kamar. Ia memutar lagu. Ditariknya mayat Rin.
"Kamu sungguh cantik Rin," bisik Len sambil menatap penuh nafsu wajah pucat dan penuh dengan titik-titik darah milik Rin. Ia pun menari-nari di kamarnya, mengikuti irama lagu. Gerakan Len terhenti saat kepala Rin lepas dari tubuhnya. Pemuda berambut pirang itu cepat-cepat mengambil jarum dan benang, kemudian menyambung kepala dengan tubuh kekasihnya itu dengan cara dijahit.
Hari-hari Len lewati dengan bahagia bersama mainan barunya. Walaupun Rin sudah mati—yang sekarang tinggal tubuh tanpa nyawa itu, Len memperlakukan mayat Rin selayaknya manusia yang masih hidup. Mengajaknya foto bersama, makan malam bersama, dan masih saja ia ajak bicara.
Hati Len sudah buta. Iblis menguasainya hingga Len tidak bisa menyadari apa yang terjadi saat ini.
Hingga pada suatu hari—
To Be Continued
Author : Karena Yuuki lagi males melanjutkan fiksi "No Stupid Chair", Yuuki nekatmembuat song-fic. Yuuki membuat fiksi ini berdasarkan official video dari lagu A Little Piece of Heaven - Avenged Sevenfold yang Yuuki jadikan 2 part.
Sebenarnya kartun sih videonya, tetapi cukup ngeri juga kalau dilihat. Karena fiksi ini ada kata-kata dan perbuatan (?) yang rada' menjurus ke rate M, jadi saya tetapkan rate M. Yah, soalnya kalau dijadikan rate T terlalu sadis ._.
Jadi, mohon kritik dan saran dari author-author! Domo arigatou gozaimasu!
