Harusnya aku sekarang belajar, atau ngelakuiin sesuatu yang mirip dengan belajar. Tapi malah kebayang-bayang lagu ini.. jadi.. daripada nahan XD
Summary: But loving you is red, it's burning red. Drabble, akakise, R&R please!
Warning: Songfic, loosely based on Taylor Swift – Red
Touching him is like realizing all you ever wanted was right there in front of you
Memorizing him was as easy as knowing all the words to your old favorite song
Fighting with him was like trying to solve a crossword and realizing there's no right answer
Regretting him was like wishing you never found out that love could be that strong
Hei, apa kau pernah jatuh cinta?
Rasanya begitu manis dan hangat. Begitu lembut hingga ketika kau terbelai olehnya, kau tak akan peduli bila malam dan siang berputar terus meninggalkanmu terbuai olehnya. Cinta itu memiliki pahit, namun pahitnya seperti kopi. Pahit kopi itu akan di sambut dengan manis di ujung lidahmu. Cinta itu selalu benar dan rasa benar akan selalu menjadi pembenaran walau ketika kau terluka. Hingga luka itu terkadang tak terasa. Cinta itu selalu terlihat indah, apalagi ketika kau melihatnya selalu mendampingimu.
Ya, dia selalu ada di sampingku.
Dia teman satu sekolahku, dia kapten team basketku. Pagi, siang, sore, dan terkadang malam, aku selalu melihatnya. Lalu layaknya bagaimana orang jatuh cinta, keberadaannya membuat segala sesuatu menjadi sempurna. Suaranya.. setuhannya.. Ya.. hal yang paling ditunggu dalam hari-hariku adalah ketika dia menepuk kepalaku dan berkata dengan tenangnya, 'Kerja bagus Ryouta.'
Ah sial, aku jatuh cinta.
Sejak saat itu aku selalu mengingat setiap ucapan semangat dan setiap tepukan ringannya untuk menyemangatiku. Ketika aku lelah, ketika aku putus asa, dan ketika aku marah, semua kalimatnya seperti menuntunku ke sebuah padang hijau luas dengan hamparan bunga Matahari melambai bersama angin sepoi. Perasaan dimana kau merasa tenang dan nyaman. Dimana kau merasa aman.
Tapi tak selamanya padang bunga matahari itu menyambutku.
Terkadang perkataannya seperti mengoyak hatiku, direndam di dalam asam, dan dibiarkan terbakar. Aku mengerti, aku benar-benar mengerti maksudmu baik. Namun mengertilah, aku tak akan setiap saat bisa bertahan dengan kata-kata pedasmu. Di saat amarahku memuncak dan kau memberikan punggungmu kepadaku, realita menelanku dan kusadari penyesalanku ini akan memburuku sampai nanti. Akhirnya disaat itu juga, pasti ada satu cara bagaimana dirimu merekahkan satu senyuman kecil dibibirku dan semuanya kembali seperti semula.
Loving him is like driving a new Maserati down a dead end street
Faster than the win, Passionate as sin, ending so suddenly
Loving him is like trying to change your mind once you're already flying through the free fall
Like the colors in autumn so bright just before they lose it all
Definisiku akan cinta terkadang terdengar seperti bualan di pikiranku sendiri. Aku bilang cinta itu manis dan aku tak akan menyangkal itu. Aku bilang cinta itu bitter sweet seperti kopi dan aku tak menyangkal itu. Tapi nona dan tuan, semua itu adalah ketika cintamu terbalaskan.
Menyukai dirimu seperti terhipnotis pada suatu oase indah di saat lelah mendekapmu begitu kelam. Namun ketika kau mendekati oase itu, ternyata semua hanya fatamorghana. Menyukai dirimu seperti dibuat melayang ke langit ke-tujuh dan di jatuhkan seperti boneka usang tak berguna. Meyukai dirimu seperti memakan permen kapas yang manis, namun begitu cepat tertelan. Menyukai dirimu ketika kau dimiliki olehnya seperti indahnya musim gugur dan tiba-tiba warna itu berubah menjadi putih pucat dimusim berikutnya. Manis, hangat, dan indah itu lenyap dalam waktu sekejap.
Aku duduk di bangku cadangan sambil melihat bagaimana dia dan seseorang yang kusebut 'sahabat' begitu 'akrab' satu sama lain. Aku duduk bersendar di dinding atap sambil melihat dia dan sahabatku saling menukarkan makan siang. Aku menutup wajah sambil menahan sedih ketika melihat dia dan sahabatku bergenggaman tangan disebuah kelas kosong.
Ah.. aku harus bagaimana?
Losing him was blue like I'd never known
Missing him was dark grey all alone
Forgetting him was like trying to know somebody you've never met
But loving him was red
Oh red burning red
Sebut saja aku pengecut.
Tapi tuan dan nona sekalian, aku bukanlah seorang masochist. Adalah naluri manusia untuk menjauhi rasa sakit ketika dia menemukannya. Itulah yang kulakukan beberapa minggu ini. Ketika intesitas kedekatan mereka diambang batas pengecualianku, aku menutup mata dan melarikan diri.
Aku tak pernah lagi duduk diam ketika mereka berbincang saat latihan. Aku menyibukan diri dengan yang lain dan berusaha mengalihkan perhatian. Aku tak pernah lagi mendatangi atap di saat makan siang. Aku tak pernah lagi curi-curi waktu untuk mencari dirinya, apalagi kalau-kalau aku memergokinya dekat dengan sahabatku itu.
Merah itu membakarku, aku tak sanggup.
Remembering him comes in flashbacks and echoes
Tell myself its time now, gotta let go
But moving on from him is impossible
When I still see it all in my head
Akhirnya itulah yang kulakukan. Menghindar, pergi, dan menutup mata. Aku coba melupakan bagaimana dia menepuk kepalaku atau bagaimana dia memanggil namaku. Namun semuanya mungkin terlihat terlalu jelas di mata sang emperor. Akhirnya pada suatu hari, mata dwi warna itu terfokus padaku dan dinginnya membekukan tubuhku. Dengan cepat dia mengambil tanganku dan menggemgam erat seakan tak mau melepaskan. Aku berusaha mundur dan lari seperti yang biasa kulakukan, tapi dia bergeming.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dingin.
"A-Apa..?" suaraku tak bisa berhenti bergetar.
"Kenapa kau selalu menghindariku, Ryouta? Setiap kali aku mau mendatangimu atau berbicara, kau selalu menghindar."
Burning red.
Burning, it was red.
"Sudahlah Akashicchi.. Bagaimana sikapku itu tidak penting kan..? Yang penting aku konsen pada basket." Aku tak sanggup memandang matanya dan mengalihkan perhatianku.
Ternyata itu adalah hal yang salah. Genggaman tangannya semakin erat dan suaranya semakin menusuk tajam, "Jangan sekali-sekali kau berbicara seperti itu lagi, aku peduli padamu."
Peduli? Peduli? Hah peduli apanya?! Jangan bercanda!
"Apa pedulimu padaku?! Kamu kan sudah punya dia!"
Diluar dugaanku, Akashicchi sedikit tercengang dan melepaskan genggamannya dari pergelanganku. "Dia..? siapa?"
"… Kurokocchi!"
Semakin tercengang, akhirnya wajah yang sedikit terkejut itu berubah dengan penuh rasa tahu. Dia pun terkekeh kecil dan dia kembali menggenggam tanganku perlahan, namun kali ini tidak menyakitkan. Dengan senyuman kecil penuh arti dia berkata,
"Kata siapa aku punya hubungan dengan Tetsuya?"
Loving you is red.
Apa? Sequel? Makanan alien apa itu? :v *run away*
