.
"Hey Tetsuya-chan."
"Siapa?"
Si pemilik suara terkekeh, menikmati kebingungan yang tengah melanda pemuda berambut warna biru langit di tengah ruangan dengan sinar temaram. Kuroko menolehkan kepalanya kesana kemari berharap bahwa suara itu tidaklah nyata.
"Kemarilah, Tetsuya-chan."
Pemuda chibi bermuka malasnya itu masih tetap melakukan rutinitasnya tadi, mencari ke segala penjuru arah untuk mendapatkan sebongkah petunjuk darimana suara yang mirip suaranya berasal. Kekehan itu kembali lagi, namun kali ini intensitasnya lebih stabil dan sering terdengar.
"Aku... harus kemana?"
Sebuah cermin besar mendadak muncul beberapa meter di depannya seiring suara jentikan jari si penanya asing, membuat rasa bingung Kuroko bertambah kuat.
"Aku... belum mati kan?"
Suara tawa membahana menghujani indera pendengaran si surai biru langit berkulit pucat.
"Kalau kamu mati, maka aku juga takkan pernah ada sejak awal."
"Oh... jadi ini hanya mimpi?"
"Mengapa kamu bertanya ketika kamu sendiri telah mengetahui jawabannya?"
Iris biru langit berkilau tatkala seberkas cahaya menabrak retinanya. Kuroko memicingkan matanya yang belum terbiasa pada terangnya ruangan secara tiba-tiba. Ia cukup terkejut, pasalnya ia sekarang tengah berdiri berhadapan dengan dirinya sendiri seolah seorang Kuroko Tetsuya memiliki saudara kembar identik atau döppelganger.
"Mendekatlah ke arah cermin itu, Tetsuya-chan." Titah dirinya yang satu lagi.
"Mengapa aku harus menurutimu?"
"Karena aku adalah kamu dan kamu adalah aku, kita satu. Lagipula apa yang akan kamu lakukan setelah ini, bisa merubah masa depanmu atau juga tidak."
Mendengus sepelan mungkin, Kuroko akhirnya melangkahkan kaki mungilnya menuju depan cermin. Kembali menatap dirinya sendiri yang kurang lebih memiliki aura antara malas dan bosan hidup, jika tanpa senyum tipisnya.
"Seperti ini?"
"Iya... terimakasih, Tetsuya-chan."
Kuroko yang satunya lagi memeluk pemuda biru langit itu kemudian merasuk ke dalam tubuhnya, hingga Kuroko oleng dan menabrak cermin besar di depannya tadi. Anehnya, Kuroko masuk menembus cermin tersebut dan terjatuh ke dalam pusaran lubang spiral yang dasarnya terlihat tak berujung.
.
.
Warning:
KuroKi-nya Kuroko no Basket milik Tadatoshi Fujimaki-sensei dan pembuatan fiction ini milik KareshiKanojo.
Please no offense if we make this as slash 'lime'/'lemon', R18+
Dan kami sama sekali BUTA soal Kuroko no Basket, tapi kami iseng membuat oneshot fiction ini demi mengikuti event dengan hashtag #KurokoSemExtreme
Juga tolong maafkan kami apabila penuh dengan plothole sana-sini, kami sudah berupaya semaksimal mungkin membuat karya ini. #bows
.
PLEASE STOP TO READ IF OUR PROLOGUE CANNOT SATISFYING YOU!
.
.
"Kurokocchi? Ayo bangun, jangan tidur disini. Nanti kamu masuk angin-ssu."
Kelopak mata Kuroko terbuka perlahan, menampilkan iris biru langit yang sangat pro dengan rambut kusutnya ketika tertidur. Ia menggeliat sejenak, sebelum telapak tangan kanannya menyentuh lengan kiri Kise.
"Nghh... Kise... san?"
"Mou Kurokocchi! Kenapa memanggilku dengan embel-embel san-ssu?" model remaja tenar berambut kuning itu memanyunkan bibirnya.
Kuroko menatap Kise secara intense dan tajam, iris biru langitnya kini bertabrakan dengan iris kuning madu sahabatnya itu. Entah bagaimana, tatapan pemuda chibi itu membuat Kise sedikit bergidik.
"Ku-Kurokocchi? Marah padaku ya-ssu?"
Kise menautkan alisnya, takut kalau Kuroko marah padanya walau ia tahu pasti bahwa dirinya tak pernah sekalipun membuat pemuda berambut biru langit itu marah. Kise sedikit menelengkan kepalanya, memandang Kuroko dengan tatapan bingung.
"Jadi... aku harus memanggilmu apa?"
"Eh? Hari ini Kurokocchi aneh-ssu."
"Kamu itu yang aneh. Ngomong-ngomong, aku sekarang ada dimana?"
Kuroko memandang sekeliling ruangan tempatnya dan Kise menetap sekarang ini. Ah... ternyata ruang kelas, sepertinya sudah sore karena lembayung senja telah menggantung tinggi di ufuk sana.
"Aku tertidur berapa lama?
"Mou Kurokocchi... aku belum menjawab pertanyaan pertamamu-ssu."
Nada suara Kise terdengar begitu manja, membuat Kuroko menghela nafas kemudian tersenyum tipis seperti biasa.
"Aku sudah tahu ini di ruang kelas, maka dari itu aku bertanya lagi hal yang lain padamu. Maaf, mungkin nyawaku masih belum genap."
Pemuda bersurai kuning itu tersenyum, senyuman lebar tapi tulus yang hanya diperlihatkan kepada Kuroko saja.
"Aku tahu-ssu, Kurokocchi tadi tidur sejak mapel kedua terakhir-ssu. Aku menungguimu dari tadi, takut Kurokocchi bangunnya malam hari disini-ssu. Oya Kurokocchi, pulang nanti mampir dulu ke Maji Burger dulu-ssu."
Kuroko menguap, ia tampak bosan. Ya... entah mengapa pemuda itu bosan ketika Kise bercuap-cuap satu arah saja alias bermonolog sendirian, seperti orang gila.
"Hm? Mengapa?"
"Kurokocchi mau kutraktir vanilla milkshake-ssu."
Kuroko mengangguk tanda setuju tanpa mengeluarkan kata 'iya' dari dalam tenggorokannya. Mumpung ada gratisan, apa salahnya diterima.
"Kalau begitu, ayo pulang-ssu." Ajak Kise menggebu-gebu.
Pemuda beriris kuning madu tersebut bermaksud bergegas menyambar tas miliknya kemudian berdiri dari duduknya tapi belum beberapa detik, punggungnya berdebam menghantam lantai kelas gara-gara terpeleset.
"Aaahh... a-aduh... sakit-ssu!" pekiknya nyaring, tubuhnya otomatis melengkung ke atas.
Kuroko tersenyum, membentuk secuil kurva yang tak pernah disadari oleh Kise. Pemuda dengan manik biru langit itupun tanpa dosa langsung menduduki perut sang model remaja tanpa basa-basi lagi, sukses membuat mata Kise terbelalak.
"Ku-Kurokocchi?"
"Ada apa, Kise... kun?"
Kuroko merundukkan wajahnya, sedekat mungkin dengan wajah sahabatnya. Memandangi manik kuning bercahaya yang sangat disukainya tanpa berkedip, memantulkan bias suka.
"To-tolong hentikan-ssu. A-aku masih nor... mmmmpphhh... mmphhh..."
Kedua netra Kise semakin membelalak tak percaya pada perbuatan sahabat biru langitnya itu baru saja, merasakan getaran aneh yang melingkupi ruang dada. Menghangat... rasanya hangat dan nyaman. Kuroko menciumnya dengan lembut, memperlakukan bibir Kise bak milik tuan putri yang ada dalam kisah-kisah negeri dongeng.
Aneh memang.
Kise setelahnya tak berontak, lengannya malah memeluk mesra punggung Kuroko yang tampak rapuh itu. Menikmati setiap belaian dan hentakan lidah si pemuda biru langit di dalam mulutnya, pun Kuroko yang merasakan hal serupa ketika sesekali si surai kuning membalas perlakuannya sembari menutup kelopak matanya.
"Mmmh... Kurokocchi... nghhmmh..."
"Kise... mmmnnhm... kun... mmhm..."
Lumatan lembut tersebut lama kelamaan beralih menjadi lumatan liar tak terkendali, beruntung... di ruangan itu hanya tinggal mereka berdua, jadi besar kemungkinan perbuatan mereka takkan diketahui oleh orang lain.
Seluruh kancing baju seragam Kise entah sejak kapan sudah terlepas dari pengaitnya, membiarkan kulit putih dengan dua tonjolan pink menghiasi dada bidangnya. Kuroko justru semakin berhasrat untuk merasakan tubuh Kise yang jauh lebih besar dibanding miliknya, mencoba mencicipi. Ciuman panas itupun dihentikan olehnya sejenak. Saliva keduanya masih tetap terhubung setelah akhirnya terputus beberapa detik kemudian.
"Kise-kun, apakah aku boleh... me'makan'mu?"
Wajah merona Kise menjadi bukti nyata kalau ia akan membiarkan Kuroko menikmati setiap jengkal badannya. Rupanya ia ketagihan. Perbuatan pemuda chibi itu seperti narkotika untuk si surai kuning.
Kise mengangguk mengiyakan, degupan jantungnya bertambah kencang.
Mendapatkan lampu hijau, Kuroko memulai aksinya. Menjiati salah satu dari dua tonjolan pink di dada Kise kemudian menyesapnya sambil sesekali menggigiti ujungnya perlahan, membuat pemuda bermanik kuning madu itu menggeliat dan mendesah mesum.
"Aahhh... Kurokocchi... emmhhh..."
Sialan, 'aset' kuroko bangun dan menegang gara-gara suara erangan Kise barusan. Ia cepat-cepat membuka seluruh outfit bagian bawah milik Kise dan menemukan 'barang cantik' sahabatnya itu, membuat Kuroko menelan ludah beberapa kali.
"Ku-Kurokocchi... uhhh... jangan-ssu."
Kise menggigit bibir bawahnya sewaktu lidah Kuroko mulai menggerayangi ujung lubang anusnya, desahan yang dihasilkannya semakin keras. Pemuda biru langitu itu memasukkan ujung lidahnya ke dalam lubang anus Kise sembari meraut penis sahabat bersurai kuningnya.
"Kuro... ko... cchi... nghh..."
Gerakan tangan Kuroko semakin lama semakin cepat dan hanya dalam kurang dari sepuluh menit, Kise sudah melakukan orgasme hebat hingga mengenai wajah juga rambut Kuroko. Tubuh Kise mengejang sesaat, nafasnya memburu tak teratur serta kedua pipinya memerah parah.
"Ma-maaf, Kurokocchi..." ucapnya malu-malu.
"Mengapa kamu minta maaf? Aku bahkan belum melakukan apa-apa padamu." Timpal Kuroko datar.
"A-apa maksudmu-ssu?"
Kise mengernyitkan dahinya heran, kenapa Kuroko berkata demikian? Lagipula Kuroko hari ini terlihat aneh sekali. Tapi walaupun begitu, belaian tangannya memang hebat. Pemuda dengan iris kuning madu itu memang tak menyangkal bahwa ia menyukai apa yang telah Kuroko lakukan padanya dan ia menginginkannya lagi.
"Tidak ada. Sekarang giliranku, Kise-kun."
Sebagian cairan sperma Kise bekas orgasme tadi yang menempel di wajah Kuroko, ia gunakan untuk melumasi 'aset'nya sendiri yang sudah bebas dari 'kurungan' yang mengekang kebebasannya lalu melakukan anal pada Kise tanpa ampun meskipun sahabatnya itu memohon.
Wajah polos Kuroko tetap terpatri di tempatnya, tak goyah sekalipun. Kise sendiri semakin mengerang dan mendesah, terus meminta lebih walau rasa sakit mendera dinding dalam anusnya. Kurva yang terbentuk melalui bibir ranumnya kini mengembang, mengisyaratkan kenikmatan tak tergantikan.
"Uhhh... motto... haitte... aaahh... sugoku... emmh... ii-ssu!" desah Kise yang terdengar lebih seperti erangan.
"Hm..."
Kedua kaki Kise dipindah ke atas bahu kecil Kuroko, kemudian ia mengangkat kepala si surai kuning untuk kembali menciumnya dengan penuh nafsu sembari menghentakkan tubuhnya lebih kuat dan membuat Kise sedikit kewalahan. Ia kembali menggigit bibir bawahnya, menahan sakit yang terlanjur berimbas nyeri di sekujur tubuh setelah Kuroko melepaskan french kiss-nya. Tak disangka-sangka, Kuroko yang sempat dikira ultimate uke olehnya benar-benar kuat.
"Aku menyukaimu... sudah... enghh... sejak lama, Kise-kun."
Kise dibuat terkejut untuk ketiga kalinya oleh Kuroko. Sahabatnya itu sudah lama menyukainya? Berarti... cinta bertepuk sebelah tangannya tempo hari kepada Kuroko hanyalah khayalan fatamorgana? Sungguh, pemuda bermanik kuning madu itu lebih dari bahagia mendengarnya. Buliran airmata turut menemani kebahagiaan dari seorang Kise Ryouta.
"Kuroko cchi, benarkah itu-ssu?"
Kuroko mengangguk, wajah pucatnya masih tetap polos dan datar namun semburat pink pucat menghiasi kedua pipinya kala itu. Dan ia tetap meneruskan meng-intimate Kise demi kepuasan nafsu setannya, meskipun di sisi lain pun Kise menginginkan hal yang sama. Tak peduli selangkangannya mulai kram, kakinya yang menindih bahu Kuroko mulai kesemutan, dan punggungnya yang tadi sempat mencium lantai berdenyut-denyut parah akibat lebam. Kegiatan intim itu berlangsung hampir setengah jam hingga langit crimson yang menemani mereka sudah menghilang.
Kuroko dan Kise kini sudah dalam posisi duduk berhadapan di lantai yang mulai mendingin. Nafas keduanya sudah kembali normal. Kise senyam-senyum sendiri, menatap Kuroko yang tengah sibuk membersihkan rambutnya. Jangan lupa keduanya sudah kembali berpakaian lengkap.
"Kurokocchi, arigatou-ssu. Akan kutraktir double setelah ini-ssu."
"Hm... ii no ka?"
Mata Kuroko menatap Kise yang dengan malu-malu mengangguk senang seperti anak kecil. Yah... kali ini saja ia biarkan kelakuan sang model, padahal sayang kalau uangnya dihamburkan hanya untuk mentraktir vanilla milkshake.
"Kalau begitu, ayo kita pulang. Bisa berjalan kan, Kise-kun?"
"A-akan kucoba-ssu."
Kise berdiri, berjalan beberapa langkah kemudian berhenti hanya untuk membalikkan badannya ke arah Kuroko dibelakangnya seraya menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya bersamaan sebagai tanda peace. Senyuman pepsonya hampir meluluhlantakkan wajah datar pemudai surai biru langit tersebut kalau saja Kuroko tidak cepat-cepat pura-pura menolehkan wajahnya ke dalam tas miliknya dan mencari sesuatu.
"Ada yang hilang-ssu?"
"Ada."
"Eeeeeehhh! Benda penting ya, Kurokocchi?" mimik muka Kise berubah cemas.
"Hm..."
"Apakah.. aku boleh tahu-ssu?"
"Hatimu."
Kise mengucap 'eh' barang sebentar, namun beberapa detik kemudian kata itu terdengar panjang sekali. Wajah Kise merona hebat, Kuroko ternyata bisa menggombal. Kuroko tak membuang waktunya dan segera menggenggam tangan Kise keluar dari pintu kelas, menuju Maji Burger tentu saja.
.
.
"Apa kamu menikmatinya, Tetsuya-chan?" sebuah senyuman mengembang.
.
Konnichiwa, minna-san tachi!
Perkenalkan kami KareshiKanojo dari fandom lain ingin mencoba bertamu ke fandom ini ^_^
Semoga disambut dengan baik tanpa bully *bows*
Sekali lagi, oneshot fiction ini kami persembahkan demi event #KurokoSemExtreme
Terimakasih bagi yang sudah mau mampir dan membaca karya abal nan aneh ini *deep bows*
