Disclamer: Inazuma Eleven Go (c) Level-5. Aku no Musume-Aku no Meshitsukai (c) Mothy/AkunoP

Warning: Spoiler InaGO episode 11. Non-AU, semoga nggak OOC.

Penjelasan: Fanfic ini bisa dibilang songfic dengan kaeuta atau lagu plesetan, yang terinspirasi dari lagu Aku no Musume-Aku no Meshitsukai yang dinyanyikan Vocaloid kembar Kagamine Rin dan Len. Ng..., bagi yang belum tahu, bisa mencarinya di Youtube atau Google, kalau bisa yang ada terjemahannya. Tenang aja, pasti ketemu. Soalnya sepasang lagu ini populer sekali, kalau menurut saya, sih...

Hanya saja, di sini bukan cerita Yuuichi Nii-san yang jadi penguasa keji (saya ga bisa bayangin...) dan Kyousuke jadi pembantunya (kalo ini saya bisa bayangin, hehe #dideathsword Tsurugi). Ini cerita dengan lagu Aku no Musume-Meshitsukai yang liriknya disesuaikan dengan cerita Tsurugi bersaudara. Sudah baca sekilas di summary-nya kan? Yah..., begitulah kira-kira isi fanfic ini ^^a

Karena lirik plesetannya pake bahasa Jepang, sementara bahasa Jepang saya sendiri masih sangat, sangat pas-pasan, jadi saya juga minta saran dari teman-teman kalau misalnya ada kata/kalimat yang kurang cocok. ^^

Judul bab satu ini: Aku no Senshi, diambil dari nama keshin-nya Yuuichi Nii-san di InaGO Chrono Stone, Masenshi Pendragon atau Pendragon Ksatria Iblis. Jadi cerita bab satu adalah cerita tentang Nii-san, sewaktu dia masih bisa main sepak bola.

Dewa, yang berkenan, silakan membaca. Sambil menyetel lagu Aku no Musume-nya juga boleh. :)


Bab I

Aku no Senshi – Warrior of Evil

.

.

.

Mukashi mukashi aru tokoro ni (Dulu di suatu masa,)

Muteki na shounen sakkaa chiimu no (ada satu tim sepak bola muda yang tak terkalahkan)

Babak pertama pertandingan ketiga perempatfinal kejuaraan sepak bola SD tingkat nasional telah usai. Skor sementara 1-0. Dengan SD Hagiwara unggul atas SD Kumagi

Dan sebentar lagi babak kedua akan dimulai. Para pemain berdiri di posisinya masing-masing, menunggu tanda peluit dari wasit.

Zensen de kougeki suru wa (dan yang menyerang di garis depannya)

Tada no juuni no eesu-sutoraikaa (hanyalah seorang ace striker berusia dua belas)

Kapten SD Hagiwara yang berada di posisi gelandang menatap barisan depan tim lawannya. Seperti yang sudah ia duga, Kumagi melakukan pergantian formasi di babak kedua ini. Dari tiga orang penyerang, hanya menyisakan dua orang. Dan pemain yang baru masuk, salah satunya adalah dia. Ace striker SD Kumagi, pemain dengan nomor punggung 10, Tsurugi Yuuichi.

Subarashii ashinami to ugoki (Kecepatan dan gerakan yang mengagumkan,)

Tsuyokute seikaku na shuuto (tembakan yang kuat dan tepat)

Di usianya yang baru genap dua belas, ia telah menciptakan hissatsu shoot yang mungkin tak sepantasnya tampil di pertandingan tingkat SD. Beberapa menilaihissatsu shoot tersebut berpotensi mampu melampaui hadangan pemain SMP, bahkan yang bertaraf nasional sekalipun.

Keshin no namae wa Pendoragon (keshin yang bernama Pendragon)*

Subete no sukiru wa kare no mono (semua kemampuan itu adalah miliknya)

Meski cuma rumor, aku tak boleh gegabah, batin sang kapten. Aku tak boleh membiarkan dia merebut bola.

Tampaknya pemain Hagiwara yang lain pun berpikiran sama. Begitu peluit dibunyikan, kapten SD Hagiwara merangsek maju. Sementara di belakangnya, tampak empat hingga lima pemain tengah dan belakang berusaha menghalangi langkah Tsurugi, sementara ia sendiri harus menghadapi hadangan empat pemain belakang SD Kumagi.

Sesaat sebelum melakukan tembakan ke gawang, seorang pemain belakang Kumagi berhasil merebut bola dan melambungkannya ke tengah lapangan, menuju ace striker mereka. Tsurugi yang dijaga ketat kesulitan menyambutnya dengan kaki. Hanya kepalanya yang berhasil menyentuh bola.

Chikara ga tarinaku natta nara (Jika kekuatannya saja dirasa tidak cukup)

Nakama wa zettai ni sasaeru (teman-temannya akan menopangnya)

"Kapten!" seruannya membuat kaget pemain Hagiwara. Sundulan yang mereka kira hanya usaha untuk mengalihkan bola dari kepungan lawan, ternyata adalah umpan yang ditujukan pada rekannya. Rasa terkejut mereka bertambah, kala melihat umpan tersebut ternyata diterima dengan baik oleh kapten Kumagi.

Karera ni sakarau monotachi wa (Orang-orang yang berhadapan dengan mereka)

Karena hampir separuh pemain Hagiwara hanya berfokus pada Tsurugi, dengan mudah sang kapten menjebol pertahanan, dan ...

Haiboku o ajiwae! (akan merasakan pahitnya kekalahan)

Peluit wasit menggema. Kumagi berhasil menyamakan kedudukan.

Aku no senshi hayaku hashiru (Ksatria Iblis, berlari dengan cepat)

Midori no kusa no ue ni (di atas hamparan rumput hijau)

Pertandingan berlanjut. Selang beberapa menit setelah kick off oleh SD Hagiwara, bola mulai berpindah ke kaki para pemain Kumagi. Hagiwara berusaha kembali merebut bola, namun terlambat. Bola sudah berhasil tiba di kaki Tsurugi. Meski sedikit kurang yakin, para pemain belakang Hagiwara maju menghadang, sementara Tsurugi sudah mengambil ancang-ancang.

Mawari no aware na tekitachi o (Lawan-lawan malang yang berdiri di sekitarnya)

Aa, kantan ni nukedashite yuku (Ah, dengan mudah dilewatinya)

Peluit kembali menggema, Kumagi berbalik unggul. Bersamaan dengan itu peluit tanda pertandingan berakhir pun dibunyikan. Kumagi berhasil lolos ke semifinal dengan skor 2-1.

Para pemain Hagiwara masih terpaku di posisi masing-masing, tak percaya. Kejadian tadi begitu cepat berlalu. Yang mereka tahu, ada gempuran angin hebat berwarna hitam menuju gawang mereka, lantas terdengar suara peluit berkali-kali, mengumumkan kekalahan mereka.

.

.

.

Tensai senshu ga aisuru wa (Pemain berbakat itu sangat menyayangi)

Hitori dake no kawaii oto (adik tunggalnya yang manis)

"Aku pulang..."

"Nii-chan kere~en!"

Tsurugi Yuuichi membelai kepala adiknya, sayang.

"Kyousuke, bukannya 'Nii-chan keren'. Kalau ada anggota keluarga yang baru pulang, ucapkan 'Selamat Datang'"

"Tapi, Nii-chan memang keren...! Nggak kalah sama Gouenji-san!"

"Wah..., Nii-san sih, masih jauh dari Gouenji-san..."

Desukara kare wa otouto ni (Karenanya, dia pun mencoba mengajari sang adik)

Daisuki na sakkaa oshietemita (sepak bola yang sangat dia sukai)

"Yuuichi, kamu sudah pulang?"

"Ah, Ibu..." Yuuichi menggandeng tangan adiknya ke dapur, di mana suara ibunya terdengar.

"Selamat ya... lolos ke semi final 'kan?"

"Lho, kok sudah pada tahu? Kalian nonton?" Yuuichi menarik satu kursi makan. Namanya orang baru selesai bertanding, tubuhnya langsung minta diisi bensin. Sang ibu yang tanggap langsung menyodorkan segelas air.

"Terima kasih, Bu."

"Iya, mulai dari perempatfinal 'kan pertandingannya semua disiarkan di TV. Nii-chan sendiri yang bilang. Lupa ya?"

"Oh, iya ya...?"

Kyousuke menghempaskan tubuh kecilnya ke kursi makan, bersisian dengan kursi Yuuichi.

"Nii-chan, aku mau nonton semifinalnya, tapi bukan dari TV, aku mau melihat langsung! Boleh ya?"

Yuuichi tampak ragu. "Ng, tapi Kyousuke... nonton pertandingan sepak bola langsung itu capek lho? Aku tak mau kamu sendirian berdesakkan dengan penonton lain yang badannya besar-besar...:

"Tenang saja," ibu mereka tersenyum seraya ikut duduk. "Semifinalnya hari minggu kan? Ayah bisa menemani Kyousuke. Ibu juga mau ikut nonton..."

"Ibu juga...?" Yuuichi terbelalak. "Pertandingannya lama lho? Bukannya Ibu nanti kebosanan? Nonton di rumah saja Ibu suka tertidur di tengah-tengah..."

"Kalau Yuuichi yang main, Ibu nggak akan bosan!"

"Nii-chan..., segitu nggak inginnya kami nonton, ya?"

"Eh, bukannya begitu..."

"Ayah pulang!"

Serempak ketiganya menengok.

"Ayah sudah pulang? Tumben cepat?"

Ayah mereka tersenyum lebar. Menaruh sekotak kue di atas meja makan. "Nih, buat sang juara," katanya sambil mengacak rambut putra sulungnya.

"Ayah ini... kan kami cuma baru menang perempatfinal..." Yuuichi tersipu.

"Ayah juga nonton ya, pertandingan Nii-chan? Ya kan? Nii-chan keren kan?" cerocos Kyousuke, sementara tangannya sibuk membongkar oleh-oleh dari ayahnya.

"Iya... Ayah nonton di kantor. Teman-teman Ayah semua ikut mendukungmu, lho. Untungnya di sana tadi nggak ada yang anaknya masuk tim lawanmu, Yuuichi. Kalau tidak, bisa meletus perang dunia nanti..."

Keluarga kecil itu tertawa lepas.

"Ayah, nanti hari Minggu kita jadi 'kan, nonton langsung pertandingan Nii-chan... Sudah lama aku pingin lihat, tapi dilarang Nii-chan terus...," Kyousuke bertanya dengan mulut dan tangan berlepotan cokelat. Dengan lembut Yuuichi membersihkannya dengan tisu.

"Kyousuke, kalau makan jangan sambil ngomong..."

"Tentu saja jadi! Kita sekeluarga akan datang mendukung Nii-san. Yuuichi, kamu harus menang, ya?"

Melihat dukungan besar dari keluarganya, Yuuichi tersenyum lebar dan mengangguk.

"Nii-chan, ganbatte ne!"

.

.

.

Hikitsukerareta otouto wa (Sang adik yang tertarik)

Aru hi ani no shiai mi ni itte (suatu hari pergi menonton pertandingan kakaknya)

Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Terlihat di bangku pemain SD Kumagi, sebelum mulai pertandingan, Yuuichi mendekati kaptennya.

"Adikmu ikut nonton?" Kapten menengadah dari sepatu yang sedang diikatnya

"Iya!" Yuuichi tersenyum. "Itu, di sana… yang ribut sambil duduk di atas bahu ayahnya…"

Sang Kapten mengikuti arah pandangan Yuuichi.

Ooki na koe de sakendeta, (dengan suara kencang ia terus berteriak,)

"Nii-chan kitto katsu! Ganbatte ne!" (Nii-chan pasti menang! Berjuang, ya!)

"Oh, dia yang sering ikut kamu waktu latihan, ya?"

"Dia juga tertarik sama sepak bola. Semoga kelak dia juga bisa berdiri di lapangan ini, membela tim generasi mendatang sekolah kita…."

"Keluargamu semua ikut nonton?"

"Iya. Ayahku, ibuku, dan adikku..."

"Wah, rombongan dong?"

"Ayo cepat, bersiap di lapangan!" suara pelatih memutus percakapan mereka.

"Kalau begitu, Tsurugi," sang Kapten berdiri dan meninju bahu Yuuichi pelan. "Hari ini kamu harus tampilkan yang terbaik! Jadi contoh buat adikmu...!"

"Tentu! Kapten juga!"

Hitotsu hitotsu pasu ga tsunagare (Satu-persatu, umpan mulai terhubung)

Hitotsu hitotsu shuuto ga kimaru (satu-persatu, tembakan pun berhasil masuk)

Shijisuru hitobito no kanko wa (Sorak-sorai dari orang-orang yang mendukung)

Genki o ataete iru (memberi mereka semangat)

Empat puluh lima menit kemudian, paruh pertama pertandingan usai. Skor 2-1, Kumagi sementara unggul.

"Bagus, pertahankan irama permainan kalian saat babak pertama!" kata pelatih SD Kumagi memberi pengarahan saat jeda istirahat. "Dan, Tsurugi...,"

"Ya?"

"Hari ini kamu bermain lebih baik dari biasanya. Pertahankan itu..."

Yuuichi mengangguk. "Baik!"

Aku no senshi hayaku hashiru (Ksatria Iblis, berlari dengan cepat)

Midori no kusa no ue ni (di atas hamparan rumput hijau)

Begitulah. Yuuichi menjawab harapan dari sang pelatih dengan menciptakan angka ketiga di penghujung pertandingan, dengan hissatsu shootnya, Demon Storm.

Tak lama kemudian, peluit wasit bergema. Kumagi berhasil lolos ke final, dengan skor 3-1.

"Tadi itu nice pass, Kimura!" Yuuichi menepuk bahu rekannya.

"Kamu sendiri juga, nice shoot!"

"Kalau Tsurugi-senpai sih, nggak usah ditanya lagi," celetuk seorang adik kelas yang sedang duduk di bangku cadangan. "Aku kapan, ya, bisa seperti Tsurugi-senpai?"

"Nanti, kalau bumi berputar terbalik... baru, deh, kamu bisa maju menggantikan Tsurugi..." sahut Kimura, jahil.

"Kimura, jangan jahat begitu...! Yamazaki, kamu pasti bisa, kok! Lagipula, kami sudah kelas enam, tahun depan kamu pasti bisa jadi penggantiku!"

"Tapi mungkin tak sebaik Senpai..." Yamazaki menunduk.

"Itu betul! Sadar diri juga, ya?"

"Kimura, berhenti mengganggunya!" sergah Yuuichi. Kimura terpaksa tutup mulut, sambil menahan tawa. "Kamu pasti bisa! Besok kita latihan lagi. Hissatsu shootyang kamu usulkan dulu itu sudah mulai lancar 'kan? Siapa tahu kamu bisa membantu kami di final dengan itu..."

Yamazaki mengangguk saja, meski dalam hati berpikir mustahil kalau ia akan dipasang di final, tapi ia sudah merasa cukup senang Tsurugi-senpai yang dikaguminya bersedia melatihnya langsung.

Totemo osoroshii senshi na noni (Meski ia ksatria yang sangat ditakuti)

Aa, yasashikute mina ni aisarete (namun ia juga baik hati, dan dicintai semua orang)

.

.

.

"Eh, Hari ini juga nggak bisa? Kan hari ini Minggu?" wajah Kyousuke kecewa.

"Iya... Hari ini Nii-san juga harus latihan. Pertandingan final semakin dekat, jadi jadwal latihan kami ditambah. Maaf, ya, Kyousuke..."

"Uhh..." Kyousuke terduduk di lantai. Bola sepak di tangannya ia letakkan begitu saja di sampingnya. Yuuichi jadi merasa serba salah.

Gawat. Dia ngambek...

Memang, sudah beberapa hari ini dia tak menemani Kyousuke bermain bola. Latihan untuk babak final benar-benar menyita waktunya. Pagi-pagi sebelum masuk sekolah, latihan. Sepulang sekolah, juga latihan, kadang sampai kelewat malam. Dan sekarang, hari Minggu juga dipakai untuk latihan. Wajar kalau Kyousuke jadi merasa tersisihkan.

Yuuichi menghela napas, lantas menghembuskannya pelan-pelan.

"Ng, Kyousuke... begini saja ya? Minggu pagi ini, latihanku cuma sampai jam 11, terus disambung lagi jam 4 sore. Nah, sebelum latihan sore itu, aku akan menemanimu main."

"Yang benar?" Kyousuke langsung berdiri dan memeluk kakaknya. "Hore! Aku sayang Nii-chan!"

"Ya, sudah. Aku pergi dulu ya? Nanti sore kita main, janji…."

"Baik, Nii-chan. Selamat jalan!" Kyousuke melambai riang.

.

.

.

Rippana ani to itoshii oto (Kakak yang baik dan adik kesayangannya)

Aru hi futari dake de asonde (suatu hari pergi bermain bola berdua)

Karera no akogareta hito wa (Orang yang mereka idolakan adalah)

Akaki honoo no ashi no senshu (pemain dengan kaki berbara api merah)**

Sore itu, Kyousuke sangat bersemangat. Ia terus memamerkan tendangan-tendangan Gouenji Shuuya yang baru ditirunya.

"Hebat, Kyousuke! Rupanya selama aku nggak ada kamu berlatih sendiri, ya?" Yuuichi ikut menendang bola ke arah adiknya. "Fire Tornado!"

"Iya, dong! Nii-chan lihat ya...," Kyousuke mengambil ancang-ancang. "Bakunetsu Skrew!"

Duk! Rupanya kekuatan tendangan anak itu lumayan juga. Bola melambung tinggi, menjauhi mereka berdua, dan tersangkut pada puncak pohon yang tinggi besar.

Ichido oto ga ketta booru ga (Sampai suatu saat, bola yang ditendang sang adik)

Takai ki ni hikkikakatte shimatta (tersangkut di sebuah pohon tinggi)

"Wah, tinggi sekali…." Yuuichi menengadah, memandang bola mereka yang tersangkut di sela rimbunnya daun. "Kita nggak mungkin sampai…."

"Aku bisa, kok! Biar aku ambilkan!" Kyousuke maju dan mulai memanjat pohon itu.

Yuuichi berusaha menghalangi adiknya. "Jangan, Kyousuke! Bahaya 'kan? Biar nanti kupanggilkan orang dewasa untuk mengambilkan..."

"Nii-chan tenang saja! Kemarin juga bolaku nyangkut di sini, terus aku sendiri yang ngambil...," kata Kyousuke menenangkan. Ia sudah setengah jalan.

"Hah? Yang benar?" Yuuichi bergidik membayangkan adiknya pernah naik ke tempat setinggi itu. Aduh, bagaimana kalau dia sampai jatuh... Dilihatnya Kyousuke sudah berhasil mendekati bola. Hanya saja tangannya yang pendek kesulitan untuk menggapainya.

Ani ga "Abunai" to itta noni (Meskipun kakaknya sudah berkata "Bahaya")

Otouto wa ki o nobotte iku (namun sang adik tetap memanjat pohon itu)

"Tuh, kan? Nggak sampai? Sudahlah, Kyousuke... turun saja! Bahaya...!"

"Nggak pa-pa, Nii-chan! Sedikit lagi, nih! Hup!" Kyousuke mencoba naik lebih tinggi. Dengan sebelah tangan berpenggangan pada sebuah dahan, kali ini ia berhasil menyentuh bolanya. Namun saat itu pula, dahan yang menopangnya mulai mengeluarkan bunyi...

KRAK!

Tsui ni booru ni todoita ga (Akhirnya ia berhasil menggapai bola)

Sasaeru eda ga oreochita (namun, dahan yang menopangnya patah dan terjatuh)

Kyousuke yang kaget, tak sempat bereaksi untuk meraih pegangan lain, membiarkan dahan patah itu mengirim tubuhnya meluncur ke bawah.

"Kyousuke!" Yuuichi menjerit tertahan. Refleks, ia melompat, setinggi yang ia bisa demi menangkap dan menahan tubuh kecil Kyousuke agar tidak terkena benturan apapun.

Jibun no karada o noridashite (Dengan menggunakan tubuh sendiri sebagai bantalan)

Ani wa oto o kabau (Sang kakak melindungi adiknya)

Sebagai gantinya, tubuh Yuuichi yang tak bisa mendarat dengan baik, lantas terhempas ke tanah dengan posisi telentang, bersama Kyousuke dalam pelukannya. Tak jauh dari mereka, bola yang tadi hendak diambil juga ikut jatuh. Kyousuke telah berhasil mengambil bola tersebut.

"Kyousuke ... kamu ... nggak pa-pa?"

Kyousuke yang baru menyadari apa yang terjadi, bergegas bangkit dari pelukan Yuuichi. "Nii-chan..., Nii-chan nggak apa-apa?"

Kyousuke hampir menangis. Ia bisa melihat raut kesakitan kakaknya.

"Nii-chan...! Nii-chan, sakit, ya? Nii-chan...! Nii-chan, Nii-chan...Nii..."

Suara Kyousuke terdengar semakin lamat di telinga Yuuichi. Tatapannya mulai berkunang-kunang, mungkin karena tadi kepalanya juga ikut terbentur. Namun, dibandingkan kepala, rasa nyeri yang lebih kuat menyerang punggung dan pinggangnya, menjalar ke kedua kakinya. Yuuichi sekilas melihat orang-orang berdatangan, bertanya apa yang terjadi. Namun ia tak bisa menjawab, atau mendengar jawaban Kyousuke untuk mereka karena sesaat kemudian, kesadarannya terbang, entah ke mana.

Aku no Senshi yokotawatte'ru (Ksatria Iblis, sedang terbaring)

Shiroi tanka no ue ni (di atas tandu putih)

Otouto no tame no koudou no (Tindakan yang ia lakukan demi sang adik)

Aa, daishou wa ryou-ashi no itami (Ah, terbalas dengan rasa sakit di kedua kaki)

.

.

.

Kelopak matanya terasa berat, namun ia terus berusaha untuk bangun. Aku tak boleh tiduran begini. Pertandingan final semakin dekat... aku harus ikut latihan...

Setelah beberapa menit berusaha mengumpulkan kesadaran, Yuuichi menemukan dirinya terbaring di bawah langit-langit berwarna putih. Ia berusaha bangkit, atau setidaknya bergerak. Namun tubuhnya terasa berat luar biasa. Sulit sekali digerakkan.

"Yuuichi, kamu sudah bangun? Syukurlah…."

Yuuichi menyadari ada seseorang duduk di samping ranjangnya.

"Ayah?"Kenapa ayah ada di sini? "Ini ... di mana?"

"Di rumah sakit. Ayah sudah dengar semuanya dari Kyousuke. Syukurlah kalian berdua selamat. Tapi kata dokter, kamu..." Ayah menggantung ucapannya, ragu.

"Maafkan kami, tapi... putra Anda mungkin takkan bisa berjalan lagi..."

Bagaimana mungkin aku bisa menyampaikan hal itu padanya...,desah sang Ayah. Apalagi setelah melihat reaksi Kyousuke, yang menangis meraung-raung setelah mendengar kata-kata dokter waktu itu...

"Ayah..., Kyousuke mana?"

"Oh, eh... dia...," pertanyaan Yuuichi mennyentak lamunannya. "Dia ikut pulang bersama Ibu ke rumah... Jadinya Ayah yang menemani kamu di sini..."

"Tapi... dia baik-baik saja 'kan?"

Ayahnya menelan ludah. "Iya... Kyousuke baik-baik saja... Berkat kamu..."

Yuuichi memejamkan mata dan menarik napas lega. "Syukurlah..."

Beberapa detik berlalu, Yuuichi masih memejamkan mata. Mula-mula ayahnya mengira ia sedang tidur, namun detik berikutnya, Yuuichi membuka mata dengan wajah panik. Terang saja, sang ayah juga ikut kaget setengah mati.

"Ke-kenapa, Yuuichi?! Ada yang sakit?!"

"Bu-bukan itu, Ayah...! Aku cuma...," sesaat Yuuichi terdiam. Ia mulai merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Kenapa kakinya terasa begitu berat?

"Yuuichi?"

"Eh, tidak... Tidak apa-apa, kok..." Yuuichi mencoba mengabaikan sensasi aneh yang menggerayangi kakinya. "Ng, Ayah... sekarang jam berapa, ya?"

"Jam? Oh, sekarang sudah jam tujuh lewat lima menit. Memangnya kena..."

"Jam tujuh!?" seru Yuuichi, panik. Waduh, kapten dan pelatih pasti marah-marah...

"Ayah..., boleh aku pinjam ponsel?"

Meski agak bingung, Ayah menyerahkan ponselnya. "Kamu mau telepon siapa?"

Sambil menekan nomor, Yuuichi menjelaskan, "Sebenarnya sore ini aku ada latihan sepak bola. Kan, pertandingan final semakin dekat. Jadi..."

Latihan sepak bola... Final... Ayah menghela napas.

"Jadi, jadwal latihan kami ditambah. Rupanya tadi aku pingsan lama, ya? Jadi, tak bisa mengabari teman-teman kalau... Ah, halo?" Yuuichi beralih pada telepon yang tampaknya sudah tersambung. "Kapten, ini aku... Tsurugi..."

"TSURUGIII~~?!" Teriakan kaget campur kesal itu membuat Yuuichi terpaksa sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Kamu ke mana saja, hah? Latihan sudah hampir bubar!"

Kali ini bukan suara kapten. Sepertinya pelatih juga ada di situ, dan merebut ponsel kapten setelah tahu siapa yang menelepon.

"Ah, Pelatih, ya? Ini saya, Tsurugi... Maaf saya tadi tidak bisa datang latihan sore. Begini… ada sedikit kecelakaan. Saya tadi jatuh dari pohon, saat mengambilkan bola untuk adik saya…."

"Hei…, hei…" suara sang pelatih berubah dari marah menjadi gugup. "Tapi…, tapi kamu baik-baik saja 'kan?"

"Ng…, itulah masalahnya, Pak. Sekarang… saya di rumah sakit…."

"Astaga… Tsurugi~~, kamu ini kok ceroboh sekali sih? Pertandingan final itu lusa, lho! Lusa!"

Yuuichi jadi merasa bersalah. "Maaf, saya baru menghubungi sekarang..."

"Yuuichi, biar Ayah yang bicara…!" tangan Ayah terulur. Meski ragu, Yuuichi mengembalikan ponsel itu.

"Maaf, Pak Pelatih... Saya ayahnya Yuuichi..." Seraya bicara di telepon, Ayah bangkit dan melangkah menuju pintu. Sebelum keluar, beliau berpesan.

"Kamu istirahat saja. Biar Ayah yang menjelaskan pada pelatihmu..."

"Baik..." sahut Yuuichi, suaranya mengambang.

Iya, ya... Mustahil aku bisa sembuh dalam waktu dua hari dan ikut turun di pertandingan final. Masih dalam posisi berbaring, Yuuichi mencoba menggeser kakinya. Namun sama seperti tadi. Baik kanan maupun kiri, keduanya sama-sama bergeming. Kenapa, ya?

.

.

.

Mukashi mukashi aru tokoro ni (Dulu di suatu masa)

Muteki na shounen sakkaa chimu no (ada satu tim sepak bola muda yang tak terkalahkan)

Keesokan paginya, Yuuichi mendengar kabar lewat telepon dari sang kapten. Pelatih menunjuk Yamazaki menggantikan dirinya di garis depan. Yuuichi sendiri mengatakan kalau dia sangat setuju dengan pilihan itu.

"Syukurlah...! Maaf, karena tidak bisa turun justru saat pertandingan penentuan. Tapi, aku yakin Yamazaki pasti bisa menjalankan tugasnya dengan baik."

"Yah..., kami juga minta maaf. Karena hari ini tidak bisa menjengukmu. Besok pertandingan final, kami benar-benar harus fokus saat ini..."

"Tidak apa-apa. Aku mengerti, kok."

Yuuichi memutuskan hubungan, dan mengembalikan ponsel itu kepada ayahnya.

"Katanya, mereka sudah menentukan orang yang akan menggantikanku di final..."

Zensen de kougeki shite'ta (dan yang dulunya menyerang di garis depan)

Tada no juuni no eesu-sutoraikaa(hanyalah seorangace striker berusia dua belas)

"Begitu, ya?" Ayah mencoba tersenyum. "Kamu tidak apa-apa?"

"Eh? Yah... sudah lebih baik dibandingkan kemarin..."

"Syukurlah... Pagi ini Ayah harus berangkat kerja. Tapi, nanti siang Ibu dan Kyousuke akan datang ke sini... Supaya kamu tidak kesepian."

"Aku tidak apa-apa, kok, Yah..."

"Ya, sudah. Ayah berangkat dulu, ya... Kalau ada apa-apa, panggil saja perawat dengan bel yang ada di dekat ranjangmu."

Yuuichi mengangguk. "Selamat jalan..."

Siangnya, seperti yang dikatakan Ayah, Ibu datang bersama Kyousuke. Yuuichi menyambut kedatangan adiknya dengan wajah riang. Sebaliknya, wajah Kyousuke justru tampak murung dan sembab. Begitu masuk kamar, anak itu menghambur ke ranjang, ke pelukan Yuuichi. Terdengar kata-kata 'Nii-chan' dan 'Maaf' di sela-sela isak tangisnya.

Yuuichi membelai punggung adiknya, berusaha menghibur. "Kyousuke, nggak perlu minta maaf. Lihat, aku tidak apa-apa, kan...? Ini bukan salahmu, kok..."

Ibu mereka hanya bisa memalingkan muka melihat pemandangan itu. Dengan alasan hendak membelikan makanan, beliau pun berpamitan untuk keluar sebentar.

.

.

.

Kessou no shiai ga hajimatta (Pertandingan final telah dimulai)

Kare no kawari ni dareka ga deta (Seseorang, berdiri di lapangan menggantikannya)

Sakkaa o aisuru sono hito wa (Anak yang sangat mencintai sepakbola itu,)

Hitori byoushitsu de nani omou? (Entah apa yang dipikirkannya dalam kamar sakitnya sendirian)

Paruh pertama berakhir, berlanjut ke paruh kedua. Dan selama itu, belum ada satu gol pun yang tercipta dari kedua tim. Yuuichi berulang kali menahan napas, saat teman-temannya berusaha menerobos pertahanan dan mencetak angka, namun selalu berhasil digagalkan lawan.

Teman-teman… berjuanglah…!

.

.

.

"Aku ... tidak mau bermain sepak bola lagi…." begitu putus Kyousuke suatu kali saat menjenguk kakaknya. Yuuichi, jelas kaget dengan keputusan adiknya yang tiba-tiba dan sangat sepihak itu.

"Kyousuke, kamu bicara apa, sih?"

Kyousuke cuma menunduk. Tidak menjawab.

"Aku dengar, murid-murid kelas satu justru mulai tertarik untuk masuk ke klub sepak bola, setelah kemarin sekolah kita berhasil memenangkan kejuaraan nasional. Kok kamu malah..."

"Pokoknya aku tidak mau! Aku tidak mau main sepak bola lagi! Soalnya..., soalnya Nii-chan 'kan..., Nii-chan sudah..., sudah ..." Kyousuke menggigit bibirnya.

"Kyousuke...?" Yuuichi menatap adiknya bingung. Kyousuke justru berbalik dan berlari keluar kamar. Meninggalkan Yuuichi termangu sendiri di ranjangnya

.

.

.

Perlahan, Yuuichi mengayuh kursi roda, melewati lorong-lorong rumah sakit menuju pintu keluar kompleks kamarnya. Kepalanya terus celingukan, mencari sosok Kyousuke. Ke mana dia? Tapi, tak mungkin dia pulang ke rumah sendiri 'kan? Ibu belum menjemputnya...

Tepat setelah ia berpikir begitu, ia menemukan sosok ibunya di antara lalu lalang orang-orang, sedang berbicara dengan seorang dokter. Yuuichi menarik napas lega. Kyousuke juga ada di sana. Di samping ibunya.

Yuuichi mencoba memanggil, "Kyou..."

"Maafkan kami, tapi..., meskipun nantinya ia menjalani rehabilitasi, kami rasa kaki putra Anda mustahil bisa kembali seperti semula. Mungkin kelak ia bisa berjalan sedikit sambil berpegangan, tapi mustahil ia bisa berlari, apalagi bermain sepak bola..."

"Begitu, ya..." Ibu menghela napas berat.

Wajah sang dokter terlihat sangat menyesal. "Kami benar-benar minta maaf. Kami telah berusaha... tapi..."

Yuuichi mematung di atas kursi rodanya. Sungguhkah itu? Sungguhkah apa yang baru saja ia dengar?.

Tsui ni sono tayori o kiita (Akhirnya ia mendengar kabar,)

Ashi wa mou ugokanaku to iu (bahwa kakinya takkan bisa digunakan lagi)

Kyousuke yang tadi merasa seperti mendengar suara panggilan kakaknya, menatap sekeliling dan saat matanya bersitatapan dengan mata Yuuichi, ia tercekat.

"Nii...chan..."

Serempak, Ibu dan sang dokter ikut menoleh. Menyadari keberadaan Yuuichi di dekat mereka. Rasa bersalah seketika itu juga langsung mewarnai wajah keduanya.

"Yuuichi..., kamu... kamu dengar, ya?"

Yuuichi mengangguk, pelan-pelan.

Ibu mendesah, mendekat dan memeluk putranya. "Maaf, kami tak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Hanya saja..."

"Tak apa-apa, Bu..."

Mendengar suara lembut itu, Ibu melepaskan pelukannya, berusaha mencari kesungguhan di mata dan senyum anak itu.

Jibun no joutai o kangaezu (Tanpa memikirkan keaadannya sendiri,)

Kare wa kou itta... (Dia berkata begini...)

"Sungguh, aku tak apa-apa... Kyousuke ga buji de yokatta...Yang penting Kyousuke baik-baik saja. Dia masih bisa bermain sepak bola 'kan? Dengan begitu, aku juga bisa tetap memainkan sepak bola, bersama dengan Kyousuke... Ya, kan? Kyousuke...?"

Senyum Yuuichi tampak begitu lembut dan sabar. Tapi bagi Kyousuke, senyum itu seperti sejuta jarum yang menusuki hatinya. Perih.

"Nii-chan..."

Aku no Senshi yowaku suwaru (Ksatria Iblis duduk tak berdaya)

Midori no kurumaisu ni (di atas kursi roda hijau)

Kare no tomodachi wa kou kataru (Teman-temannya kemudian menceritakan kisah)

Aa, kare wa masa ni aware na senshi (Ah, dia benar-benar ksatria yang malang)

.

..

.


Keterangan:

*) tentunya di cerita ini, saat umurnya baru dua belas, Nii-san belum punya keshin. Saya cuma masukin si Pendragon, kerena kebetulan liriknya cocok. Josephine, diganti Pendragon. Hehe

**) pemain dengan kaki berbara api merah itu, maksudnya Gouenji ^^

.

Sudut coretan author:

Sepertinya saya nggak usah banyak ngomong dulu, deh ya? Yang masih ingin baca, silakan lanjut ke bab 2.

.