Dongeng. Siapa yang tak kenal kisah sejenis itu? Sebuah kisah klasik yang penuh dengan keajaiban, petualangan, fantasi, dan selalu diakhiri dengan kalimat... Happily ever after ...
Cerita yang mampu memikat dan menghibur siapa saja yang membacanya. Juga selalu bisa membuat kagum sehingga tak bosan rasanya membacanya meski berulang-ulang. Apa kalian ingin mendengar salah satu dari kisah itu?
Baiklah!
Pada jaman dahulu kala... Hmm, kalimat pembuka yang sudah cukup membosankan bila digunakan. Pada suatu hari... Err, sepertinya sama saja. Alkisah... Itu juga sudah sangat sering dipakai. Aduh...sudahlah... Kalau begitu akan kuceritakan dengan pemahamanku sendiri.
Disclaimer : Naruto punya Masashi Kisihimoto
Pair : NaruSaku (Don't like the pair, don't read)
Genre : Romance, Adventure, Fantasy, dll.
Warning : AU, OOC, Typo, Ide pasaran, dll.
Summary : Naruto, seorang pencuri ulung buronan kerajaan, terpaksa harus mengantar seorang gadis karena kesepakatan. Siapa sangka, ternyata gadis itu memiliki kekuatan aneh yang diburu banyak orang.
Happy Reading ^^
Dahulu kala... Ada sebuah kerajaan nan megah bernama Konoha. Rakyatnya hidup makmur dan tentram. Semua kebutuhan demi kesejahteraan selalu bisa tercukupi. Alamnya begitu indah dengan bentangan hijau tumbuh-tumbuhan hingga jernihnya air sungai yang bergemericik. Rakyatnya hidup dalam damai, saling menolong bila ada kesusahan, dan saling menjaga satu sama lain...
Baiklah, pengenalan kerajaan Konoha sepertinya cukup dulu. Oke! Kita mulai dari tokoh utama laki-laki dari kisah ini.
Deru napas sosok berjubah hitam itu naik turun dengan cepat dan tak beraturan. Ritme detak jantungnya terpacu secepat kecepatan larinya. Dengan gesit menerobos kerumunan orang, berbelok ke kanan dan ke kiri, masuk ke gang sempit, sampai lompat melompat di atap rumah warga ibu kota Kerajaan Konoha.
"Hei berhenti!" Tak dihiraukanya kalimat perintah yang terus ia dengar sejak tadi. Masa bodoh dengan perintah itu. Mana mungkin dengan bodohnya ia berhenti.
Dan juga, kenapa prajurit-prajurit kerajaan itu meneriakan hal yang sama berulang-ulang seperti orang gila? Padahal jelas-jelas mereka sudah tahu kalau ia tidak akan berhenti mengingat dirinya itu pencuri yang baru saja mencuri benda pusaka istana.
Daripada meneriakan perintah yang tak mungkin ia patuhi, lebih baik para prajurit itu berlari lebih kencang agar bisa menangkapnya. Lagipula, pencuri bodoh mana yang akan berhenti saat di perintahkan berhenti oleh orang yang mengejarnya? Sebodoh-bodohnya seorang pencuri, pasti mereka tetap berpikir dua, tiga, bahkan seratus kali sebelum melakukan hal tadi.
Oke, kembali ke jalan cerita. Sebuah seringai muncul di wajah dibalik tudung jubah itu. Meski wajah sosok tersebut nyaris tak terlihat karena tertutup. Ia sepertinya menemukan celah untuk meloloskan diri saat melihat sebuah perahu yang sudah tersedia di sungai tengah kota.
Ia menoleh ke belakang sejenak.
Wusshh
Satu anak panah melesat kearahnya dan dengan sedikit memiringkan kepala ia bisa menghindari anak panah itu, hingga menancap tepat di sebuah pohon dengan poster buronan bergambar lelaki berambut pirang jabrik. "Huft, hampir saja..." Guammnya.
Jarak para prajurit yang mengejarnya sudah cukup jauh. Lebih baik ia menunggu sejenak sampai para prajurit tadi kembali mendekat. Tidak seru jika ini semua berakhir sekarang bukan?
"Ya ampun, kalian semua benar-benar lambat! Pantas saja selama ini aku selalu lolos. Kukira selama ini kalian masih mengalah padaku dan selalu mengijinkanku untuk pergi. Tapi nyatanya..." Ejek seorang berjubah yang nampaknya seorang laki-laki jika di dengar dari suaranya. Para prajurit yang sudah mengepungnya mulai naik pitam. Napas mereka masih ngos-ngosan karena pengejaran merepotkan ini. Mereka mengacungkan senjatanya masing-masing.
"Cukup sampai di sini saja, Uzumaki Naruto!" Teriak komandan pasukan pada seorang Uzumaki Naruto, pencuri ulung yang menjadi buronan seantero kerajaan Konoha, sambil menarik pedang dari sarungnya.
Kepala Naruto hanya menggeleng perlahan sebelum kemudian ia membuka tudung jubahnya, memperlihatkan wajahnya pada semua orang di sana. Rambut pirang jabrik, wajah rupawan, iris mata biru selayak batu sapphire. Oh, dan jangan lupakan tiga pasang goresan tipis di kedua pipinya, menambah kesan manis di balik ke maskulinan wajahnya.
Para penduduk, terutama gadis-gadis mulai mengerubung di tempat Naruto serta para prajurit kerajaan. Hal ini sudah biasa terjadi. Para gadis di kota ini selalu bergerombol bila mendengar kata 'Naruto'.
"Kyaa! Lihat, itu Naruto-kun!" Teriak salah seorang gadis histeris. Tak berselang lama, para gadis lainya pun juga ikut menjerit kegirangan ketika melihat Naruto tersenyum.
Hee? Kenapa para gadis tadi nampak begitu tergila-gila pada Naruto yang notabenenya seorang pencuri? Jawabanya sederhana saja. Meski Naruto seorang pencuri dan buronan, tapi tetap saja hal itu tidak bisa menutup pesonanya di hadapan perempuan, jadi hal itu wajar kan?
"Pergi kalian semua!" Perintah salah seorang prajurit yang hanya di balas tatapan sinis dari para gadis.
"Ck! Kenapa kalian begitu mengagumi Naruto yang seorang pencuri?" Decak sang komandan dengan sebal. Komandan muda yang mungkin seumuran dengan Naruto.
"Daripada kalian selalu mengagumi Naruto yang pencuri, lebih baik kalian mengagumiku yang seorang komandan! Lagipula, aku tidak kalah tampan denganya kan?" Ucap komandan itu narsis, sambil mengusap rambut kecoklatanya dengan gaya yang sok keren.
"Tidak! Kau tidak keren seperti Naruto-kun!" Sergah salah seorang gadis, membuat Naruto terkekeh geli.
Si komandan yang memliki tato segitiga berwarna merah di kedua pipinya itu juga tak mau kalah. Mendebat pendapat si gadis dengan sengit. Ia berteriak menghadap para gadis sambil jari telunjuknya ia tunjukan kearah Naruto. "Hah! kalian saja yang tidak bisa melihat pria tampan! Sudah jelas aku lebih tampan darinya!" .
Adu argumen pun tak terhindarkan, Naruto seakan terlupakan keberadaanya. Sang pencuri berambut pirang itu mendengus dan setelahnya berbalik melompat ke atas perahu. Dengan santai ia mendudukan dirinya dan meletakan tas selempang berisi benda curianya. Tangan kokohnya meraih dayung perahu lalu mulai mendayung perahu sambil bersiul ria.
Ketika jarak Naruto mulai menjauh pemuda itu lekas menoleh untuk memastikan. "Hm? Mereka masih juga belum selesai?" Tak ada yang menyadari kepergianya. Ia menghentikan perahu sejenak dan berteriak.
"Hei, komandan! Aku mengaku kau lebih tampan dariku, jadi berjuanglah!" Teriaknya sambil cengar-cengir.
"Nah, kalian dengar itu bukan? Idola kalian sendiri sudah mengakui kalau aku lebih tampan dari-
"Ko-komandan Inuzuka..." Salah seorang prajurit memotong ucapan pimpinanya dengan takut-takut.
"Ck! ada apa?"
"I-itu... Naruto baru saja pergi..."
Satu alis kiba naik dan menatap bawahanya dengan bingung. "Ohh... Begitu..." Ucapnya mengerti dan belum juga sadar. Ia berbalik kearah para gadis yang sejak tadi berdebat denganya. Baru hendak menyambung perdebatan mereka, lagi-lagi salah seorang anak buahnya menginterupsi. "A-anoo... Lalu apa kita tidak mengejarnya, komandan?"
"Ck! Kenapa harus kita kejar? Kalaupun Naruto pergi itu haknya! Kita tidak boleh mengekang hak orang la- eh? Tunggu dulu..." Mata Kiba langsung mendelik tak percaya. Bodohnya dia!
"SIALAN KAU UZUMAKI NARUTO!" Teriak Kiba kesetanan, mengagetkan semua pejalan kaki di sekitarnya.
"Bwahahaha!" Di lain pihak, Naruto yang sudah semakin jauh dari tempat kejadian perkara hanya bisa tertawa terbahak-bahak mendengar teriakan mengumpat dari komandan muda super konyol itu. Ia tidak tahu jika menipu seseorang ternyata bisa begitu lucu seperti tadi. Mungkin ia harus sering melakukan ini...
.
.
.
.
Oke! Kita berpindah ke tokoh utama perempuan.
Di sebuah desa di wilayah terpencil kerajaan Konoha bernama 'Desa Uzu', hidup seorang gadis sederhana dengan kemampuan luar biasa. Ia begitu disayangi seluruh warga desa karena keramah tamahanya serta kebaikan hatinya. Diluar itu semua, penduduk desa juga begitu menyayangi sang gadis karena kemampuan menakjubkan yang di milikinya.
Gadis itu memiliki semacam kekuatan aneh yang dapat menyembuhkan luka dan penyakit yang di derita penduduk. Gadis itu biasa di panggil Sakura. Tidak ada yang tahu nama marganya mengingat Sakura sendiri juga tak tahu nama marganya. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh Kaguya Otsutsuki, seorang wanita misterius yang tak begitu dikenal oleh warga.
"Nah, selesai!" Ucap gadis cantik berambut pink sepunggung yang kita bicarakan. Ia menatap sosok nenek tua yang baru saja diobatinya dengan raut wajah ramah dan senyuman manis.
"Arigatou, Sakura-chan." Ucap si nenek tulus. Senyum simpul ditujukan pada gadis yang di panggil Sakura. "Ini untukmu, terimalah." Sang nenek menyodorkan sebuah apel kepada Sakura.
"Eh, tidak perlu nek, lebih baik nenek saja yang memakanya supaya nenek cepat sembuh."
Wajah si nenek langsung terlihat kecewa. "Kumohon terimalah... Ini satu-satunya yang bisa kulakukan untuk membalas semua kebaikanmu..." Sakura merasa tidak enak hati. Ia tak pernah menginginkan balasan dari orang-orang yang ditolongnya. Hanya dengan melihat senyuman mereka saja Sakura sudah merasakan kebahagiaan tersendiri. "Baiklah kalau begitu, Arigatou!" Tangan putih mulus Sakura menerima sodoran apel merah yang terlihat begitu manis dan segar di matanya.
"Kalau begitu aku permisi dulu nek. Semoga nenek lekas sembuh." Sakura berdiri dari ranjang si nenek yang berbaring. Wanita tua itu tersenyum lembut. "Hm, hati-hati dijalan ya." Sakura mengangguk dengan riang lalu membungkukan badanya sesaat, dan setelahnya ia pun berlalu meninggalkan rumah si nenek tua.
Dijalan, angin berhembus dengan lembut membelai kulit putih Sakura. Rambut pink sepunggungnya serta ujung gaun terusan berwarna pink sebetis itu berkibar pelan tertiup angin. Ia berpikir akan melakukan apa setelah ini. Sakura sudah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan ibunya. Ibu angkat lebih tepatnya...
Ia sudah membeli bahan masakan untuk makan malam, mencuci pakaian di sungai, dan mengumpulkan beberapa buah segar untuk ibunya. Tak lupa ia juga diam-diam membantu mengobati beberapa warga yang sedang tidak sehat tanpa sepengetahuan ibunya.
"Beli bahan makanan, sudah... Mencuci pakaian, sudah... Mencari buah, juga sudah... Kalau begitu saatnya pulang!" Gumam Sakura pada dirinya sendiri. Hari sudah sore dan memang waktunya untuk pulang. Semoga saja ia tidak terlambat dan di marahi ibunya.
.
.
.
.
"Aku pu...lang..." Saat Sakura membuka pintu rumahnya yang sederhana dan tak begitu besar, matanya tak menangkap sosok ibunya. Mungkin ibunya sedang berada di tempat lain. Daripada berspekulasi lebih lanjut, lebih baik ia memeriksanya sendiri. Ia mulai mengelilingi sesisi rumah yang perabotanya didominasi oleh perabotan kayu.
Satu persatu ruangan mulai dari kamar, dapur, ruang makan, dan ruang tamu diperiksa, tapi hasilnya nihil... Ia tidak menemukan ibunya dimanapun. "Apa ibu sedang keluar?"
Tepat saat Sakura baru saja berkata seperti tadi, seseorang masuk dari pintu depan rumah. "Ibu pulang!" Seru sebuah suara yang nampaknya suara seorang wanita. Dengan segera Sakura hampiri suara asal itu, dan dapat ia lihat ibunya berjalan masuk ke ruang tamu. Kaki jenjangnya melangkah dengan cepat setengah berlari. "Ibu!" Seru Sakura riang. Ibunya, Kaguya Otsutsuki menoleh dan tersenyum.
"Ternyata kau sudah pulang, Sakura-chan." Kaguya tersenyum saat Sakura menghambur ke pelukannya dengan manja. Ia mengelus rambut pink panjang Sakura dan menepuk punggungnya lembut. Wanita cantik berambut keabuan panjang itu melepas pelukan mereka perlahan. "Apa kau sudah makan?" Tanyanya perhatian kepada Sakura. Respon gadis pink itu sendiri hanya sebuah gelengan, masih tetap belum menghilangkan senyumnya manjanya, membuat Kaguya tersenyum geli. "Kalau begitu ayo makan, ibu akan memasakan makanan kesukaanmu."
"Hmm!"
.
.
.
.
Makan malam kali ini benar-benar sunyi. Tidak ada yang mencoba membuka perbincangan. Biasanya Sakuralah yang akan berceloteh ketika makan dan sesekali ibunya akan tertawa menanggapi hal lucu yang dikatakan Sakura.
Tak betah dengan suasana sunyi yang melanda mereka, akhirnya Sakura putuskan untuk membuka suara. Terserah apa saja yang akan ia katakan, tapi paling tidak ia bisa merubah suasana ruang makan yang seperti kuburan jadi suasana ruang makan pada umumnya. Penuh kehangatan dan keceriaan.
"Ne, ibu tahu? Tadi pada saat aku pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan, lagi-lagi Lee mencoba menggodaku bu!"
Mata Kaguya membulat karena kaget. "Apa! Haah... Bocah rambut mangkok itu! Sudah berapa kali kubilang untuk tidak mengganggu putriku, tapi tetap saja keras kepala..." Sakura terkikik geli kali ini.
Ibunya tersenyum saat Sakura tertawa. "Lalu, kenapa kau tidak mencari seorang kekasih agar tidak diganggu lagi?" Tanya sekaligus goda Kaguya, membuat Sakura yang baru saja minum kembali menyemburkanya seakan minumanya adalah cairan beracun.
"Uhuk... I-ibu bicara apa sih?" Siapapun yang diberi pertanyaan seperti Sakura saat tengah minum pasti dijamin akan menyemburkanya kembali.
"Ibu berbicara soal statusmu yang sampai saat ini lajang. Padahal umurmu sudah hampir 20 tahun bukan?"
Sakura kembali meneguk minumanya, kali ini ia meneguk dengan benar tanpa ada sembur menyembur terlebih dahulu. "Ibu kan tahu kalau tidak ada satupun pemuda di desa ini yang menarik perhatianku." Kata Sakura setelah menurunkan gelas minumnya ke meja.
Setelahnya, Kaguya merasa aneh kala melihat wajah Sakura yang berbinar-binar ceria secara mendadak.
"E-etoo... Ibu... Umurku akan menginjak 20 tahun 4 hari lagi... Apa kira-kira aku bisa... Emm... Itu... P-pe-pergi keluar desa?" Tanya Sakura ragu, tapi penuh dengan harap. Ia bisa melihat mata bunya menajam. Apa ada yang salah dengan ucapanya? Kenapa ibunya seakan menganggap pertanyaanya adalah hal yang tabu?
"Kumohon... Aku tidak akan pergi terlalu jauh ibu. Aku juga hanya pergi sebentar untuk-"
"Melihat kembang api lagi?" Potong ibunya dengan nada suara cukup tinggi. Kepala Sakura hanya bisa menunduk pasrah kala mendengar kalimat tadi.
"Sudah kubilang berapa kali Sakura! Dunia luar itu tidak seindah yang kau pikirkan! Kenapa kau tidak mau mengerti!" Bentak ibunya dengan suara lebih tinggi. Hancur sudah suasana makan malam yang harusnya terasa hangat ini. Isakan-isakan kecil keluar dari bibir Sakura. Dengan mata berkilat tajam dan berlinangan ia berdiri dari duduknya dan menatap ibunya sengit.
"Lalu ibu sendiri? Apa ibu pernah mencoba mengerti tentangku? Selama ini aku terus menuruti semua perintah ibu termasuk tidak boleh keluar desa! Tapi apa ibu mengerti bahwa aku tidak ingin sepanjang hidupku tidak bisa melihat seperti apa dunia luar?" Isakan Sakura perlahan berubah menjadi tangis sesenggukan.
"Hiks... tolonglah ibu... Satu kali ini saja... Hiks... aku selama ini tidak pernah meminta apapun darimu..." Mohon Sakura dengan ekspresi memelas, berharap hati ibunya akan melunak...
Tapi ternyata... Ibunya bahkan tidak bergeming dengan keputusanya barusan... Dan itu benar-benar membuat Sakura sedih. Dengan air mata yang masih bercucuran Sakura berlari menuju kamarnya yang berada dilantai dua.
"Sakura..." Gumam Kaguya khawatir.
.
.
.
.
Keesokan Harinya Di Tempat Lain
"Yo, Kakuzu!" Sapa Naruto pada seroang pria yang dandananya serba tertutup. Wajah pria itu tidak bisa ditebak ekspresinya kala menyadari Naruto menyapanya. Kain menutupi wajahnya dan hanya bagian mata yang tidak tertutup.
"Oh, rupanya kau Naruto?"
Naruto mendengus. "Tentu saja! Memangnya siapa lagi pelanggan setia yang mau berkunjung ke toko yang selalu sepi ini?" Ejek Naruto. Hinaan yang begitu pedas dan terasa menusuk itu membuat Kakuzu naik darah. Baru saja ia merasa senang karena ada seorang pelanggan yang masuk ke tokonya, tapi... Haah! Kakuzu tahu kalau tokonya sepi, tapi Naruto tak perlu menghina tokonya bukan?... Memang sial.
"Urusai." Ucapnya datar. Meski ia sangat emosi, tapi marah-marah bukanlah gayanya.
"Hahaha... Baiklah aku minta maaf! Tadi hanya bercanda saja!" Kata Naruto sambil menepuk-nepuk bahu pria itu, membuat sang pemilik bahu memutar bola matanya bosan.
"Lalu, ada perlu apa kau kemari?"
Seakan ingat tujuanya, Naruto memekik keras hingga membuat Kakuzu juga ikut melonjak kaget. "Oh, iya! Aku punya barang bagus yang bisa kuberikan padamu!"
Kakuzu memicingkan matanya. "Memang barang apa yang kau dapat?" Naruto nyengir untuk sesaat sebelum meletakan tas selempangnya di meja etalase toko antik itu.
Kakuzu memandang remeh tas Naruto. Memangnya barang sebagus apa yang dapat di bawa pemuda itu? Paling-paling hanya perhiasan para bangsawan atau orang kaya...
...Tapi sepertinya perkiraanya salah. Salah besar...
Matanya membulat saat melihat benda yang di pegangnya. Tanganya sedikit bergetar ketika menggengam benda yang menjadi isi tas Naruto.
"I-ini..."
Dengan senyum bangga, Naruto mengusap rambutnya dengan gaya yang sok keren. "Bagaimana?"
"I-inikan... Mahkota tuan putri..." Kakuzu menatap kearah Naruto yang masih tersenyum dengan tatapan tak percaya.
"Kau tahu apa artinya?"
"Artinya benda itu memiliki harga tinggi kan?" Tanya Naruto to the point.
"Bukan! Ini berarti... Jika raja tahu kau mencuri mahkota putrinya yang lama menghilang... Maka bisa saja kau diberi hukuman mati dan mungkin di eksekusi langsung dengan tanganya sendiri..."
"..."
"..."
"..."
"A-apa?"
"Kau dengar apa yang kukatakan tadi bukan? Aku tidak mau ambil resiko terjerat denganmu! Aku masih sayang nyawaku! Lebih baik kau menjualnya ketempat lain! Itupun kalau mereka mau!" Tanpa ba-bi-bu Kakuzu melenggang pergi membiarkan Naruto mematung sendirian di sana.
Sebuah helaan napas bosan Naruto lakukan. Kadang-kadang bisnis tak berjalan semudah sesuai keinginan... Ia lekas memasukan mahkota itu kedalam tas selempangnya dan melenggang pergi. Mungkin di toko lain ia bisa menjual mahkota itu. Ia yakin kalau mahkota ini pasti berharga tinggi! Ya, tinggi!
.
.
.
.
"Sial! Aku tidak bisa menjual mahkota ini!" Teriak Naruto. Ya, Naruto... Pemuda yang tadi begitu yakin kalau mahkota yang dibawanya berharga tinggi. Tapi nyatanya?
Setelah keluar dari toko Kakuzu, ia berjalan di pusat ibu kota berkeliling mencari toko yang mau membeli benda yang di bawanya. Masuk satu toko, keluar toko lain, pindah ke kota sebelah, tapi hasilnya nihil! Nol! Nol besar! Nol ekstra besar!(?)
"Apa aku harus menjualnya di kerajaan lain ya?" Gumam pemuda yang mengenakan baju lengan panjang berwarna putih, dilapisi rompi kulit berwarna biru muda, dan celana panjang plus sepatu boot yang berwarna coklat gelap, cocok dengan atasanya.
"Wah wah... Sepertinya ada seorang buronan yang begitu berani manampakan diri di sekitar sini..." Sebuah suara membuat Naruto menoleh ke sumber suara. Dapat ia lihat dua pemuda seumuranya. Satu berambut oranye, dan satu lagi berambut merah dengan poni yang menutupi mata kananya.
"O-oh! Ru-rupanya kalian, Yahiko, Nagato?" Sapa Naruto gugup. Kenapa ia tampak begitu gugup? Ya, Naruto boleh kelihatan gugup sekarang karena mereka berdua adalah rekannya dalam mencuri. Mereka berdua tampak begitu dendam... Mungkin karena tadi...
Sambil berkacak pinggang Yahiko berdecak sebal. "Hei, Naruto! Menurutmu, apa kita harus marah ketika ada seseorang yang bekerja sama dengan kita untuk mencuri sesuatu tapi malah kemudian meninggalkan kami yang hampir tertangkap?" Tanya Yahiko yang diberi anggukan setuju oleh Nagato.
"O-oh... Soal itu... Menurutku ada baiknya kalian memaafkan orang itu, err... Karena bisa saja kan, orang itu terpaksa meninggalkan kalian?"
"Hmm... Kau ada benarnya juga..." Mata Yahiko dan Nagato saling melirik, seperti tengah mengisyaratkan sesuatu satu sama lain.
"Jadi... Kalian setuju denganku?"
.
.
.
.
"Hoi! Berhenti kalian!" Teriak sekumpulan prajurit pada tiga orang pencuri yang terkenal bengal dan selalu merepotkan itu. Kini trio itu berlari dengan kecepatan tinggi menembus rimbanya hutan. Mereka harus pintar-pintar menemukan jalur dan memanfaatkan medan agar bisa menghindar, berhubung mereka hanya berlari sedangkan para prajurit kerajaan menunggangi kuda.
Coba katakan, siapa orang pertama yang bisa menang saat beradu kecepatan dengan seekor kuda?
"Kusso! Ini semua gara-gara kalian dasar bodoh!" Umpat Naruto setelah bisa bersembunyi dibalik semak-semak tinggi. Ia benar-benar kesal dan menyalahkan kedua pemuda yang menyebabkan mereka dikejar-kejar lagi seperti ini. Bagaimana tidak? Setelah adu argumen saat di pusat kota, kedua pemuda itu malah mencoba menghajar Naruto sambil berteriak-teriak seperti orang kerasukan... err, hanya Yahiko saja yang berteriak mengingat Nagato orang yang cukup tenang dan pendiam.
Hal itu tentunya mengundang perhatian para prajurit yang kebetulan sedang patroli. Hanya dalam hitungan detik mereka langsung memulai ritual kejar-kejaranya, sampai-sampai bisa masuk ke hutan ini.
Tak terima dengan hinaan Naruto, Yahiko beranjak berdiri. "Hei, jika kau tidak meninggalkan kami saat mencuri mahkota di istana, kami pasti tidak akan marah seperti tadi!" Pemuda berambut oranye jabrik itu mendekat ke arah Naruto, mencengkram kerah pakaian yang tengah digunakanya.
"Cih! Kau kira hanya kalian saja yang dikejar-kejar? Aku juga dikejar-kejar bodoh!" Sambil membentak, Naruto mendorong tubuh pemuda itu agar menjauh.
"Hei, berdebatnya nanti saja. Yang terpenting sekarang kita harus menghindar dari kejaran para prajurit!" Saran Nagato yang seakan menjadi penegah antara dua pemuda yang selalu berdebat itu.
Tangan Yahiko melepaskan cengkramanya pada kerah Naruto. Ia menghela napas, begitu juga dengan Naruto. "Oke, aku minta maaf. Aku masih membawa mahkotanya, kalian harus ikut aku untuk menjualnya dan kemudian kita membagi hasilnya sama rata, setuju?" Tawar Naruto.
"Setuju." Jawab Yahiko sekedarnya saja, sedangkan Nagato hanya mengangguk. Derap langkah kuda terdengar di pendengaran mereka, membuat ketiganya lekas kembali bersembunyi... Degup jantung mereka kembali terpacu lebih cepat setiap kali suara derapan itu makin terdengar keras.
Tapi... Memang nasib mereka kurang mujur saat ini... Para prajurit ternyata bisa melihta ketiganya dibalik semak. Argh sial! Kira-kira begitulah yang ada dipikiran mereka. Mungkin dewi fortuna sedang tidak berpihak pada mereka karena saat ini sedang sibuk mempersiapkan dirinya untuk kencan dengan dewa jashin(?)
"Itu mereka!" Teriakan salah seorang prajurit seakan mengkomando seluruh orang yang ada disana termasuk trio pencuri. Para prajurit berbalik dan ketiga pencuri naas itu juga sudah berlari begitu mendengar teriakan tadi.
"Huwaaa! Lariii!" Aksi kejar-kejaran berlanjut lagi. Para kuda dan tiga pencuri memacu kecepatan mereka semaksimal mungkin. Teriakan dan lemparan senjata mewarnai aksi kejar-kejaran kedua di chapter ini.
Saat menemukan celah untuk menghindar, Naruto segera memanfaatkanya dengan melompat ke balik batu besar. Ia bisa bersembunyi sepertinya... Fuuh... tapi bagaimana dengan kedua rekanya? Pikir pemuda pirang itu.
Ia terdiam sesaat sebelum kemudian menggeram "Hahh... Tidak perlu mengkhawatirkan mereka. Mereka bukan orang bodoh dan pasti bisa menemukan cara untuk lolos. Lebih baik aku mencari tempat yang lebih aman..." Gumamnya. Langkah kakinya bisa lebih santai sekarang mengingat sudah tidak ada yang mengejarnya. Tak sampai sepuluh menit berjalan mengikuti jalur hutan, ia sudah berada di depan sebuah gerbang desa.
"Ada desa disini... Mungkin ini tempat yang cocok untuk sembunyi..." Alat indra penglihat Naruto bisa menangkap tulisan 'Desa Uzu' di gerbang masuknya.
Setelah meneliti nama desa itu sekilas, ia melangkahkan kakinya memasuki gerbang. Baru melangkah masuk sejauh 10 meter, ia sudah bisa melihat banyak pedagang di sepanjang jalan. Desa ini cukup ramai walau kecil.
"Nyonya, apa kau melihat seorang pemuda berambut pirang beberapa saat yang lalu?"
Degg
"Gawat!" Naruto bergerak kesamping sebuah kios untuk bersembunyi. Tak disangka sudah ada beberapa prajurit yang mencarinya disini. Daripada mengambil resiko dikejar lagi, ia memilih segera beranjak. Di sebuah persimpangan jalan ia berbelok dan alangkah terkejutnya Naruto ketika ada seorang prajurit yang berhadapan denganya.
"Huwaa!" Naruto memekik kaget, begitupun dengan si prajurit. Baru hendak berteriak memanggil rekan-rekanya, Naruto sudah mengambil langkah seribu untuk segera kabur. Umpatan kekesalan ia ucapkan untuk menggambrakan suasana hatinya saat ini. "Kusso! Kenapa dimana-mana ada prajurit kerajaan sih?"
Pertama hanya seorang prajurit, tapi lama kelamaan satu persatu prajurit pengendara kuda mengikutinya dengan kecepatan penuh. Jalan utama desa yang ramai oleh kios penduduk menjadi semakin ramai berkat aksi kejar-kejaran sekumpulan prajurit kerajaan Konoha dengan seorang pemuda asing berambut pirang.
"Aduh... Aku benar-benar sudah lelah..." Kecepatan Naruto menurun. Nafasnya terengah dan kakinya tersa pegal. Ia merasakan dirinya mulai kehabisan tenaga. Dalam dua hari terakhir ini melakukan aksi kejar-kejaran sebanyak tiga kali. Siapa yang tidak lelah coba? Tiga kali! Bayangkan, Tiga kali! Tiga kali! #duakk.
Naruto harus sembunyi, ya harus sembunyi! Tapi kira-kira tempat mana yang bisa digunakan sebagai tempat persembunyian?
Mata Naruto menajam dan memperhatikan keadaan sekitar. Saat itulah tatapanya tertuju kearah sebuah rumah kayu sederhana berukuran cukup besar dan sepertinya memiliki dua lantai yang tak beda jauh dengan rumah penduduk yang lain. Rumah itu terpisah dari keramaian, benar-benar cocok untuk bersembunyi.
Secercah harapan muncul dibenak Naruto kala dirinya melangkah menghampiri rumah itu.
Tangan kokohnya mencoba mendorong pintu beberapa kali dengan panik, tapi sepertinya pintunya terkunci.
"Hah! Lewat mana sekarang?" Tanpa sengaja matanya melihat jendela yang terbuka dilantai dua.
"Yoshaa!" Panjat memanjat bangunan atau pepohonan bukanlah hal sulit untuk Naruto. Profesinya(?) sebagai seorang pencuri menuntutnya harus memiliki fisik yang kuat, kecermatan tinggi, dan ketangkasan dalam menghindari pengejarnya, termasuk harus gesit soal panjat memanjat seperti ini. Heh! Pekerjaanya ini terdengar keren jika mendengar hal-hal tadi.
.
.
.
.
"Hiks..." Isak tangis gadis berambut pink bernama Sakura itu belum juga reda. Sebenarnya reda untuk sesaat kala tadi malam dirinya menangis hingga tertidur. Tapi ketika bangun dan mengingat-ingat perbincanganya dengan sang ibu, ia kembali dihantam rasa sakit dihatinya hingga mengangis. Sebenarnya terbesit sedikit perasaan bersalah pada ibunya karena perkataanya yang kasar. Tapi mau bagaimana lagi? Ia terlanjur emosi.
"Miaaww." Suara hewan yang terdengar menggemaskan mengagetkan Sakura. Ia mendongakan kepalanya saat merasakan sesuatu yang halus menyelinap ke pangkuanya.
"Miawww." Hewan itu kembali mengeluarkan suaranya seakan ingin menghibur kegundahan hati sang majikan. Sakura tersenyum lembut dan mengusap kedua pipinya yang basah karena air mata.
"Kyuu-chan..." Panggil Sakura pada kucing gendut berbulu oranye lebat yang begitu namanya. Tapi Sakura biasa memanggilnya 'Kyuu-chan'.
"Ternyata aku sangat cengeng, Ne, Kyuu-chan?" Sakura terkikik geli saat menatap Kyuubi yang malah menggeliat manja di pangkuanya. Tangan Sakura mengelus tubuh Kyuubi dengan lembut. Pikiranya kembali melayang mengingat kejadian semalam. Sejak semalam sampai pagi ini, Sakura tak pernah membuka pintunya dan selalu ia kunci. Tadi malam ibunya menggedor-gedor pintunya dan meminta maaf sambil menangis.
Tapi Sakura malah seakan mengusir ibunya dengan ucapan kasar 'Pergi! Aku tidak peduli pada ibu lagi!' Begitulah kira-kira.
"Aku benar-benar sudah keterlaluan..." Sakura menundukan kepalanya. Ia menyesal... Sungguh menyesal. Ia harusnya tak mengucapkan kalimat yang pasti terasa begitu menyakitkan untuk seorang ibu. Oh iya, sejak tadi pagi ibunya tidak lagi mencoba membujuknya untuk keluar kamar. Sakura tak perlu khawatir karena tadi malam ibunya berkata harus pergi keluar desa untuk beberapa saat.
Kressek
"Eh? Suara apa itu?".
.
.
.
.
"Yosh..." Bisik Naruto saat sudah sampai di jendela kamar lantai dua rumah itu. Ia membungkukan badanya saat para prajurit kerajaan melintas dijalan depan rumah ini. Sepertinya persembunyianya akan sukses. Ia menghela napas lega lalu berbalik badan. Dia berada di sebuah kamar sederhana dengan satu ranjang berukuran untuk satu orang, lemari pakaian, meja rias dengan cermin besar menempel di dinding.
Kini ia berharap semoga saja tidak ada seseorang selain dirinya dirumah itu. Tapi ia cukup yakin hanya ada dirinya seorang dirumah ini mengingat pintu rumah ini terkunci.
Karena sibuk memperhatikan sekitar, ia malah bergumam sendiri. "Wah... Meski terlihat sederhana, rumah ini tetap saja terlihat indah." tanpa sadar kakinya melangkah menjelajah seisi kamar. Ia lantas menuju kearah pintu dan membukanya perlahan.
Cklek
Pintu kayu kamar yang dimasuki Naruto berderit halus saat pemuda tampan itu mendorongnya perlahan demi melihat ruangan lain dirumah ini. Kepalanya menyembul dari pintu ruangan. Ia melihat tangga untuk turun kelantai pertama. Di sebelah kamar yang Naruto masuki, ada sebuah kamar juga. Baru melangkah sampai didepan pintu kamar satunya, Naruto tersentak saat mendegar sebuah suara isakan.
"Hiks..."
'Gawat!' Batin Naruto. Tubuhnya seakan membatu dan tak bisa digerakan. Ada dua kemungkinan tentang siapa yang berada di kamar itu, dan keduanya sama-sama membuat Naruto bergidik.
Kemungkinan pertama. Orang itu adalah pemilik rumah yang ternyata tidak pergi dan mengunci pintunya dari dalam. Dan kemungkinan kedua. Bisa saja seseorang yang berada dikamar itu bukan orang... Bisa saja itu... Hantu penunggu rumah...
Glekk
Sial! Ia berani menghadapi apapun. Tapi untuk berurusan dengan sesuatu berbau mistis, Naruto lebih memilih angkat tangan. Ia paling anti dengan hal semacam itu.
"Miaww" ketegangan Naruto mereda saat mendengar suara seekor kucing. Itu berarti opsi kedua dari kemungkinan tadi tidak perlu di khawatirkan lagi.
"Kyuu-chan..." Suara feminim terdengar di pendengaran Naruto. Sepertinya isakan tadi juga berasal perempuan itu.
'Sepertinya gadis itu belum menyadari aku ada disini...' Batin Naruto. Ia melangkah perlahan kearah tangga dan menapakinya sambil berjinjit agar tak menimbulkan suara. Sesampainya di bawah, ia bisa lihat ruang santai dan perapian. Baru mau melangkah, kakinya tanpa sengaja menginjak sesuatu.
Kressek
Matanya membulat seketika.
.
.
.
.
Kressek
"Eh? Suara apa itu?" Wajah Sakura menegang. Ibunya mungkin baru pergi satu jam yang lalu. Tapi tidak mungkin ibunya kembali secepat ini. Selain itu, jika ibunya kembali pasti ibunya akan memanggilnya disini.
Kyuubi sedang bersamanya, jadi tidak mungkin karena ulah kucing peliharaanya. Berarti tinggal satu kemungkinan... Pencuri!
"Beraninya pencuri itu!" Desis Sakura. Ia memindahkan Kyuubi yang tertidur di pangkuanya dan meletakanya di tempat tidur perlahan, tidak ingin membangunkan kucing kesayanganya. Dengan segera ia melesat menuju ke pintu kamarnya. Baru hendak memutar kunci pintunya, ia teringat sesuatu. Ia harus membawa paling tidak sesuatu untuk membela diri. Matanya menjelajah seisi ruang kamarnya, mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa ia guna- ah! Ada sapu!
Ia ambil sapu di sebelah pintu kamarnya dan menatapnya sekilas. 'Apa hanya dengan sapu ini?' Pikirnya ragu. Haah... kenapa harus ragu? Cukup pukul dengan sapu itu sekuat yang ia bisa, kalau perlu sampai gagang sapunya patah.
Untuk sesaat Sakura mengembuskan napasnya panjang, mencoba meyakinkan dirinya. Ia membuka pintu kamarnya perlahan, tidak ingin sampai pencuri itu tahu keberadaanya.
Ceklekk
Sementara itu, sang pencuri alias Naruto, masih bingung ingin bersembunyi dimana. Pemuda itu mencengkram helaian pirangnya dengan kesal. 'Uggh! Dimana saja! Yang penting tidak ketahuan' batinya. Ia mengendap-endap keruangan lain dirumah itu. Entah sekarang diruang apa ia tak begitu peduli. Tapi, jika dilihat-lihat, sepertinya ini dapur. Baguslah... Mungkin pemilik rumah tidak mencarinya kemari karena belum pernah ada pencuri di dunia ini yang bersembunyi di dapur.
Prang
"Kusso-" Segera Naruto membungkam mulutnya dengan kedua tangan saat ia menyadari ia mengumpat terlalu keras. Kepala pirangnya celingak-celinguk memperhatikan apakah ada seseorang yang mendengar suaranya. Cih! Gara-gara peralatan memasak yang terjatuh ia sampai mengumpat tanpa sadar. Kalau ia tak membungkam mulutnya sendiri, ia yakin kalau umpatanya akan semakin panjang.
Kembali ke Sakura. Kaki jenjangnya melangkah sedikit demi sedikit. Kini ia sudah menuruni tangga dan sampai diruang tengah. Kepalanya celingak-celinguk dengan waspada. Baru saja ia mendengar suara benda logam yang terjatuh. Ia yakin pencuri itu pasti berada di dapur.
"Bersiaplah pencuri bodoh..." Desis Sakura mengeratkan genggaman kedua tanganya pada gagang sapu. Ia kembali melangkah secara perlahan menuju dapur.
Glekk
Kembali ke Naruto. Ia kini sedang berjongkok di sudut ruangan sambil melirik ke arah pintu. Denyut jantungnya bertalu-talu memikirkan kalau ia ketahuan. Ia bisa membayangkan jika ia tertangkap lalu dibawa menghadap raja. Raja yang marah akan menghampirinya lalu menghunuskan pedang kearahnya dan-
"Miawww"
Eh?
'Kucing?' Batin Naruto kala melihat hewan menggemaskan berbulu oranye.
"Miaww!"
"Ssstt! Diamlah, jangan sampai majikanmu mendengar suaramu!" Alis pemuda itu tertekuk ketika melihat kucing itu malah menggeram kearahnya. "Miaawww!"
"Huwaa!" Teriakan kaget spontan meluncur dari Naruto saat kucing itu melompat kearahnya, ke arah wajah lebih tepatnya. "Auww! Auww! Hei, berhenti mencakar!" Kucing oranye itu menggeram semakin menjadi-jadi.
"Lepas!" Kedua tangan Naruto berhasil menangkap kucing itu dan melepaskanya di lantai. "Auww!" Naruto meringis ketika menyentuh luka cakaran di dahinya. Ia menatap sengit si kucing yang tampak girang karena berhasil mencakar wajah Naruto.
'Aduh, hancur sudah wajah tampanku...' Batin Naruto kelewat narsis. Belum selesai keterkejutanya, ia malah semakin kaget ketika berbalik dan mendapati seorang gadis berambut pink panjang berdiri di belakangnya sambil memegang... sapu?
Entah apa yang merasuki pikiranya, ia mengangkat sebelah tanganya sejajar bahu guna melambai pada gadis itu. "Err... Hai..." Sapa Naruto singkat dengan ekspresi campur aduk.
Gadis berambut pink alias Sakura menatap kosong pemuda pirang didepanya dan...
Bugghh
.
.
.
.
"Sekarang apa yang harus kulakukan padamu pencuri bodoh?" Sakura berkacak pinggang, memperhatikan tubuh Naruto yang tak sadarkan diri. Di sebelah tubuhnya, sebuah gagang sapu yang telah patah menemani Naruto berbaring dilantai kayu rumah itu... Jangan tanyakan kenapa gagang sapu itu bisa patah...
Sakura melirik kearah Kyuubi yang tampak girang. Dengan segera kucing berbulu oranye itu mendekati sang majikan yang berjongkok guna mengelusnya. Sedikit banyak, Sakura sadar kenapa kucingnya tampak riang saat melihat luka cakaran di dahi pencuri berambut pirang itu. Ia lantas tersenyum. "Kucing pintar." Ujarnya sambil mengelus lembut kepala Kyuubi.
"Eh? Tapi sejak kapan kau keluar?" Tanya Sakura bingung. Si kucing yang diberi pertanyaan hanya menggeliat manja sebagai jawabanya.
Ia alihkan perhatianya kembali pada pemuda pirang yang berbaring tengkurap di lantai. Tangan putihnya menyentuh pelan tubuh itu lalu mengguncangnya perlahan. Karena tak ada respon apapun, Sakura bisa memastikan pemuda itu benar-benar pingsan berat. "Dia pingsan... Apa yang harus kulakukan sekarang?" Gumam gadis cantik itu bingung.
Sakura menghela napas sejenak lalu menatap lekat-lekat pemuda itu. Rambut pirang acak-acakan, tubuh tinggi tegap dan kulitnya berwarna kecoklatan.
"Aku tidak pernah melihatnya... Apa ia orang dari luar desa ya?" Ia sibakan sedikit helaian pirang yang menutupi wajah pemuda itu agar bisa ia lihat dengan jelas.
Wajahnya... Tampan...
Struktur wajah pemuda itu begitu sempurna. Rahang yang kokoh dan juga... Tiga garis hitam tipis di pipinya. Tanpa sadar Sakura terpesona akan wajah rupawan itu... Pipinya merona tipis.
Setelah menyadari apa yang baru saja ia pikirkan, Sakura menggelengkan kepalanya dan lantas berdiri. "Aku tidak bisa membiarkanya disini." Ia mencoba mengangkat tubuh pemuda itu, tapi...
"Ugghh! Berat sekali sih!" Gerutu Sakura. Karena tak kuat, terpaksa ia raih kedua tangan pemuda itu dan membalikan posisinya jadi telentang. Ia seret tubuh pemuda itu sedikit demi sedikit. Hingga sampailah Sakura didepan tangga menuju kamarnya dilantai dua. "Huuhhh... Akhirnya sampai juga disini... Tapi bagaimana aku membawanya melewati tangga?" Gerutu Sakura bingung. Untuk beberapa detik gadis itu berpikir tapi tak ada satu idepun melintas dikepalanya. Perlahan ia menarik napas... Terpaksa...
Ia raih kembali tangan pemuda itu dan menariknya secara paksa menaiki anak tangga satu persatu, tak peduli bila mungkin punggung pemuda itu akan terasa sakit saat sadar nanti.
.
.
.
.
"Enghh... Hm?" Erang Naruto dengan suara yang lemah. Ia bergumam entah apa sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah dapat melihat dengan jelas ia lantas mengernyitkan alis. "Hm? Dimana aku?" Tanyanya. Ia tengah duduk disebuah kursi ditengah sebuah ruangan. Ia tersentak saat menyadari dirinya terikat dikursi itu. "Apa yang terjadi!? Siapa yang mengikatku!? Aku ada dimana!? Lalu-"
"-Diamlah pencuri cerewet!" Potong seseorang mengganggu kegiatan paniknya. Suara seorang perempuan...
"Siapa kau? Keluar!" Bentak Naruto. Siapapun orang yang memotong ucapanya pasti adalah orang yang mengikatnya dikursi ini.
Dari sudut ruangan yang agak gelap, munculah seorang gadis menggunakan gaun sederhana sepanjang betis berwarna merah jambu. Wajahnya masih terlihat samar karena tertutup bayangan. "Siapa kau dan apa yang kau lakukan dirumahku?" Tanya gadis itu mengintimidasi.
"Haa?"
"Apa kau mau mencuri disini!?" Lanjut gadis itu. Naruto berdecak sebal. "Dengar ya! Aku tidak berniat mencuri dirumahmu nona! Aku hanya sedang mencari tempat persembunyian."
"Jangan bohong!" Teriak si gadis membuat Naruto bergidik. Ia tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya. Terakhir kali ia merasa setakut ini adalah ketika mendiang ibunya masih ada.
Naruto menghela napas pasrah. "Aku tidak bohong... Selain itu, jika ingin bicara setidaknya tunjukan dirimu!"
"Hah! Untuk apa? Terakhir kali kau melihatku kau malah pingsan, baka!"
"Terkahir? Memangnya kapan aku pernah melihatmu? Dan jangan panggil aku 'baka'! Aku punya nama tahu!" Teriak Naruto mulai kesal. Sebuah perempatan timbul didahinya.
"Aku tidak peduli kau punya nama atau tidak. Dan aku tidak akan menunjukan wajahku padamu! Lagipula apa untungnya buatku?"
Decakan lolos dari mulut Naruto. Andai tanganya tak terikat, ia akan menepuk keningnya sekarang. "Ya sudah kalau tidak mau menunjukan wajahmu. Paling-paling aku pingsan karena melihat wajahmu yang jelek." Ucap Naruto sarkastik dengan seringai diwajah tampanya.
"GYAAA! Apa katamu?! Jangan seenaknya BAKAAA!" Teriak gadis itu tidak terima. Kaki jenjangnya menghentak beberapa kali. "Akan kuhajar kau!" Sambung si gadis lagi. Naruto menggertakan rahangnya. "Hei! Jangan kira karena kau seorang perempuan aku akan mengalah! Sekarang lepaskan aku!"
Gadis itu maju satu langkah. Entah ini hanya perasaan Naruto saja atau ia memang merasakan aura membunuh menguar dari tubuh gadis berambut... pink?
Akhirnya nampaklah wajah gadis yang sejak tadi berdebat denganya.
...Mulut Naruto terbuka sedikit saat menatap wajah cantik gadis itu...
Wajahnya... putih mulus dan cantik. Rambutnya berwarna soft pink sepunggung dan matanya hijau bagaikan batu emerald. Dan ada satu bagian lagi yang membuat Naruto terpesona... kening lebar gadis itu...
"... Apa yang kau lihat!" Bentak Sakura. Meski marah, tapi tidak menghilangkan unsur manis dari gadis itu. Eh? Apa yang dipikirkanya? Kepala bersurai pirang milik Naruto menggeleng-geleng. "Jadi kau yang memukulku dan mengikatku ditempat ini?"
"Kalau iya memang kenapa?" Jawab Sakura santai.
Gelagat gadis bersuari pink itu benar-benar membuat Naruto jengkel. "Dengar nona! Aku tidak berniat mencuri! Aku hanya ingin bersembunyi!" Ini terakhir kalinya Naruto merajuk. Jika gadis didepanya masih tidak percaya maka ia akan pasrah menerima nasibnya.
Sakura menghela napas pendek. Mencoba menurunkan emosinya yang dikarenakan pemuda pirang menjengkelkan yang duduk terikat didepanya. "Kalau kau memang bukan berniat mencuri dan hanya bersembunyi, lalu bersembunyi dari apa?" Tangan mulus gadis itu bersedekap.
Naruto memutar otak, mencoba memikirkan alasan yang tepat untuk meyakinkan -mengelabui- gadis itu. "Err... Ettoo... Bagaimana menjelaskanya ya?" Gumam pemuda itu sambil menggaruk kepalanya tapi ia sadar dirinya sedang terikat jadi tidak mungkin menggaruk kepalanya.(?)
"Sebelum kau memberi alasan yang bagus, aku tidak akan memberikan tasmu beserta dengan isinya!"
Eh? Naruto tersentak. Kepalanya bergerak liar menoleh kesana kemari mencari dimana gerangan tas berisi sumber penghidupanya -hasil curian lebih tepatnya. "Dimana kau menyembunyikan tasku?" Tanya Naruto panik setengah mati.
Sakura menyeringai licik. "Yang pasti kau tidak akan bisa menemukanya..." Tatapan sinis tertuju pada Naruto.
Sang pencuri pirang menoleh kesatu titik disudut kamar Sakura, ke arah lemari pakaian lebih tepatnya. Ia mengarahkan lagi pandanganya pada si gadis. "Biar kutebak. Pasti kau meletakanya didalam lemarimu karena itulah satu-satunya tempat selain kasurmu di ruangan ini. Dan kau tidak bisa menyembunyikanya dikolong kasur karena akan terlihat dari sini cukup dengan sedikit membungkuk, benar kan?"
Sakura jawdrop ia meraih sebuah sapu dan siap memukul. "Eh? Untuk apa sapu itu-"
Duagg
"Akhh!" Naruto mengerang keakitan. Pandanganya mulai kabur lagi. Tak berapa lama ia benar-benar tak sadarkan diri.
Beberapa Menit Kemudian.
"Engghh..." Naruto mengerang tatkala dirinya sadar dari pingsan keduanya dirumah ini. Ia menemukan sosok gadis serba pink dihadapanya, tengah berkacak pinggang sambil tersenyum penuh kemenangan. "Sudah sadar? Hahaha! Kali ini kau benar-benar tidak bisa menemukan tasmu."
Naruto cemberut lalu menoleh kekanan dan kiri sebelum menghadap Sakura lagi. "Biar kutebak lagi-"
Sakura tersentak dan mengambil sapu yang sama seperti tadi dan siap memukul. "He-hei! Jangan memukul lagi! A-aku tidak serius mengetahui kau menyembunyikanya dimana!" Interupsi Naruto dengan panik. Jika ia tidak segara memotong, pasti ia sudah pingsan untuk ketiga kalinya. Sakura menurunkan sapunya. "Baiklah. Jika kau ingin barangmu kembali, katakan padaku apa alasanmu bersembunyi di rumahku!"
Lagi-lagi Sakura dapat melihat pemuda didepanya berdecak dengan ekspresi cemas. "Aduhh... Sulit untuk menjelaskanya. Tapi, jika kau melepaskanku dan mengembalikan tasku, aku janji akan menuruti apapun perintahmu!" Tawar Naruto.
Sakura nampak berpikir. Dia adalah satu-satunya pemuda yang tak pernah ia lihat di desa ini. Jadi bisa dipastikan kalau pemuda ini datang dari luar desa.
"Hei, apa kau berasal dari luar desa?" Tanya Sakura memastikan hipotesanya. Dahi Naruto mengernyit. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"
Sakura mendengus. "Sudahlah jawab saja!"
"Aku dari ibukota kerajaan Konoha." Jawab Naruto singkat. Mata Sakura mendadak berbinar senang. Yang Sakura tahu, festival kembang api disetiap hari ulang tahunya diadakan di ibukota kerajaan.
Ngomong-ngomong, sejak dulu Sakura selalu mengagumi keindahan kembang api di langit malam yang kebetulan muncul setiap hari ulang tahunya. Entah kenapa ia bisa menyukai hal itu. Setiap malam hari ulang tahunya sejak kecil, ia akan mengendap keluar rumah dan duduk di bukit belakang rumahnya untuk melihat kembang api berwarna-warni yang seakan seperti sebuah kado perayaan ulang tahunya.
Pernah beberapa kali ia memohon pada ibunya agar di ijinkan keluar desa dan melihat festival itu secara langsung, seperti yang ia mohon pada ibunya malam tadi. Tapi entah apa alasanya, ibunya tak pernah mengijinkanya sama sekali.
Naruto menatap ekspresi aneh di wajah Sakura. "Memangnya kenapa kalau aku dari ibukota sampai-sampai wajahmu terlihat aneh?"
Masih saja wajah Sakura berbinar-binar. Senyumnya melebar. "Bagaimana kalau kita buat kesepakatan?"
"Kesepakatan?"
"Ya! Aku akan mengembalikan tasmu setelah kau mau mengantarku untuk melihat festival kembang api lalu pulang kesini dengan selamat, bagaimana?"
"Haa? Apa untungnya buatku? Aku mengantarkanmu tapi tidak mendapat balasan apapun kecuali barangku sendiri."
Dahi lebar Sakura berkedut. Kelopak mata dengan bulu lentik itu memicing. "Kau mau atau tidak? Jika tidak mau tak apa, tapi jangan harap tasmu kembali!" Ancam Sakura dengan seringai licik tertoreh di wajah cantiknya.
Naruto tercekat. Ia tidak percaya ini! "B-baiklah... aku setuju..." Pasrah sajalah... Pikir Naruto kira-kira. Sedangkan Sakura tersenyum penuh kemenangan.
"Kalau begitu sekarang lepaskan aku!" Rengek Naruto. Gadis berambut pink di depanya mendengus dan berjalan memutari Naruto, berdiri di belakang kursi yang di dudukinya, melepas ikatanya pada kursi tersebut.
Setelah ikatanya terlepas, cepat-cepat Naruto berdiri dan mereganggkan tubuhnya yang terasa pegal terutama di bagian punggung. "Baiklah... karena kita sekarang melakukan kesepatakan, perkenalkan, namaku Uzumaki Naruto..."
"Namaku Sakura." Balas Sakura dengan senyum manis.
.
.
.
.
Sekarang Naruto dan Sakura sudah berada di luar rumah. Mereka sudah bersiap untuk pergi. Terlihat Naruto yang memasang wajah masam sedangkan Sakura memasang wajah berbinar-binar. "Kenapa aku yang harus membawa barangmu...?" Desis Naruto. Sakura tidak menjawab melainkan berjalan meninggalkan Naruto sambil bersenandung ria. Jubah berwarna kemerahan yang dipakainya bergoyang lembut tertiup angin.
Tak punya pilihan lain, Naruto mengikuti langkah Sakura, mensejajarkan dirinya disamping gadis itu. "Hei, Sakura! Kenapa tasmu berat sekali sih?" Keluh Naruto. Ia di paksa oleh gadis itu untuk membawakan barang-barang yang diperlukan gadis itu untuk perjalanan kali ini.
Sakura menoleh kearah pemuda yang jauh lebih tinggi darinya itu. "Jangan mengeluh!"
"Huh! Merepotkan..."
Dijalan mereka sering di tegur sapa oleh para penduduk desa. Lebih tepatnya hanya Sakura saja sih... Berkat ini Naruto bisa menyimpulkan, Sakura sangat dekat dengan para penduduk.
"Ne, ngomong-ngomong kenapa kau mengunci rumah dan menangis tadi?"
"Eh? D-darimana kau tahu aku mengangis?" Tanya Sakura kaget.
Naruto menggaruk pelipisnya "Err... Tadi aku tidak sengaja mendengarnya..."
Mata Sakura di fokuskan hingga menajam pada sosok di sebelahnya. Naruto yang ditatap seperti itu jadi merinding. "Ke-kenapa?" Tanya pemuda dengan tanda lahir seperti kumis kucing di wajahnya.
"Bagaimana kau bisa masuk ke rumahku?"
"Eh? Itu... Tadi aku masuk dari jendela."
"Kau benar-benar tidak mengambil apapun dari rumahku kan? Kalau aku tahu kau mengambil sesuatu dari rumahku maka..." Sakura menunjukan kepalan tanganya di depan wajah Naruto.
Glekk
"Mengerti?"
"H-hai."
"Baguslah! Ayo lebih cepat! Perjalanan ini pasti akan menyenangkan!" Girang Sakura.
"Menyenangkan untukmu sengsara untuku..." Gumam Naruto.
"Apa kau bilang sesuatu?"
Naruto tersentak, langsung menggeleng dengan cepat. "E-eh! Ti-tidak, aku tidak mengatakan sesuatu."
Dari nada bicaranya saja Sakura bisa tahu kalau Naruto gugup. Tapi karena apa? "Hm, mencurigakan..." Mata Sakura memicing.
Sebelum ia ketahuan dan di hajar, Naruto dengan cepat mengelak. "Hei, kenapa memikirkan sesuatu yang berat? Katamu perjalanan ini akan menyenangkan?" Mengalihkan pembicaraan memang terdengar seperti pengecut. Tapi ia lebih memilih menjadi pengecut saat ini daripada di hajar gadis galak namun cantik disebelahnya.
'Cantik? Huwaaa! Apa yang kupikirkan!?' Batin Naruto sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kau menggelengkan kepalamu seperti itu baka!"
"Bukan urusanmu! Lagipula, tasmu ini sangat berat tahu! Kenapa kau tidak membawanya sendiri sih?" Keluh pemuda beriris blue sapphire itu.
"Hee? Memangnya kau ingin membiarkan seorang gadis cantik membawa barang berat? Itu tugasmu sebagai laki-laki bukan?"
Naruto mendengus. "Aku tidak melihat satupun gadis cantik disini... yang kulihat hanyalah seekor gorila berambut pink." Nada pembicaraan Naruto yang kelewat santai serta kata-katanya yang lebih menyakitkan dari sayatan pisau berkarat membuat Sakura naik darah.
Tuuing
Perempatan siku-siku telah hadir di kening lebar Sakura. "Shanarooo!"
Duagh
Bughh
"Aduh!"
TBC
A/N: Hollaa! Ketemu lagi sama si author ganteng#duakk , baik hati#duakk , rajin#duakk , dan- #shut up!
Nah, mungkin kebanyakan atau semua readers sudah tahu ceritanya terinspirasi dari mana. Tapi kalau ada yang belum tahu, saya terinspirasi dari sebuah film animasi yang bertemakan sama seperti fic ini.
Oh ya, rencananya fic abal ini akan terdiri dari 3 atau 4 chapter. Semoga semua readers menyukai fic ini^^
