Foreword:

Selama dua puluh empat tahun keeksistensiannya, Baekhyun tidak pernah sekalipun membayangkan bahwa dengan menolong orang asing, bisa mengubah hidupnya untuk selamanya.

"He once helped him, gave him a cup of hot chocolate and a thick blanket. And in return, he gave him a life. Real life."

.

.


Somewhere Out There [어딘가에]

Cast: Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Oh Sehun and other EXO member

Pairing: ChanBaek. HunBaek

Length: Chaptered

Genre: BL/yaoi/boyxboy, fantasy, au

Warning: typo, bahasa non baku


BAGIAN 1

.

.

Baekhyun menghirup udara sore hari kuat-kuat, kedua tangannya ia rentangkan sembari merasakan hembusan angin yang dengan sengaja menerpa kulitnya. Ia memejamkan matanya perlahan, bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk di lahirkan dari keluarga bahagia dan di tempat yang sangat berkecukupan.

Baekhyun masih ingat, sewaktu kecil neneknya sering bercerita bahwa dulu sekali sempat terjadi perang besar dan wabah yang mematikan. Itulah yang menyebabkan sebagian besar wilayah di dunia sudah tidak bisa di huni oleh manusia lagi. Hanya sebagian kecil, sangat kecil, wilayah yang dapat di huni sebagai tempat tinggal. Ukurannya tak lebih besar dari benua Australia─sampai sekarang Baekhyun tidak pernah tahu apa itu benua Australia. Yang anak itu tahu bahwa wilayah yang katanya hanya sebesar benua Australia itu di bagi menjadi delapan bagian, setiap bagian disebut Section. Dan disinilah dia tinggal, di tempat paling subur dari kedelapan Section yang ada, tempat dengan harapan hidup paling besar, Section 8.

Section 8 adalah daerah yang berada di ujung paling utara Valstis, berhadapan langsung dengan tembok besar yang melindungi daerah itu dengan daerah luar. Tembok itu begitu besar dan tinggi hingga Baekhyun sendiri tak pernah bisa melihat ujungnya. Orang bilang bahwa daerah di luar sana sangat berbahaya, tidak ada kehidupan, yang ada hanya daratan gersang dengan oksigen yang terbatas. Belum lagi virus yang dengan bebas bertebaran di setiap pasrtikel udaranya. Virus itulah yang menyebabkan populasi manusia semakin menurun. Dan manusia yang belum terjangkit virus bersama-sama mebangun Valstis dan menciptakan kehidupan baru. Para ilmuwan menciptakan alat yang dapat menghasilkan oksigen murni seperti tumbuhan dan air bersih layaknya air yang bersumber dari mata air pegunungan. Awalnya masyarakat harus membayar untuk setiap oksigen yang mereka hirup dan air yang mereka minum, namun seiring dengan berjalannya waktu para ilmuwan tersebut kembali menemukan alat yang mampu memproduksi lebih banyak oksigen dan air yang menjadikannya gratis seperti dulu.

Valstis juga awalnya hanya sebuah tanah tandus yang lapang. Dan lagi-lagi manusia dengan akal mereka kembali menemukan penemuan yang mampu membuat tanah itu menjadi tanah yang subur dan produktif, terlebih di daerah Section 8 yang memang memiliki tekstur tanah yang lebih berkualitas disbanding tanah-tanah di Section lain.

Baekhyun tidak habis pikir, bagaimana bisa para pendahulunya menemukan begitu banyak penemuan ajaib yang membuatnya hidup makmur seperti sekarang ini.

"Ayo pulang, pendek." Baekhyun membuka matanya, menengok ke arah samping dan mendapati sahabatnya tengah berdiri dengan setumpuk buku di keduan tangannya.

"Kau sudah selesai?" Tanyanya yang hanya dibalas dengan anggukan oleh seseorang yang lebih besar. "Perlu bantuan?" Baekhyun kembali melanjutkan.

"Yes, please."

Anak laki-laki berumur tujuh belas tahun itu kemudian mengambil beberapa buku dari tangan sahabatnya.

"Kita harus cepat, bis kita akan segera tiba."

Baekhyun berjalan lebih dulu mendahului sahabatnya. Kedua anak laki-laki tersebut memasuki sebuah bangunan besar yang terbuat dari kaca. Itu adalah halte bis.

Baekhyun sedikit berlari saat melihat pintu elevator─yang juga terbuat dari kaca─hampir menutup. Beruntung seseorang disana dengan baik hati menahan pintu otomatis tersebut untuk Baekhyun.

"Sehun! Tidak bisa kah kau berjalan lebih cepat?"

Yang dipanggil hanya memasang wajah datar seolah tidak peduli jika dirinya harus pulang dengan jalan kaki kalau pada akhirnya ia harus ketinggalan bis.

"Ugh.. For the Great Wall Shake, bis kita akan datang sebentar lagi!" Lagi-lagi Baekhyun berteriak seperti perempuan dan Sehun benci itu. Ia akhirnya mempercepat langkahnya dan mengikuti Baekhyun memasuki elevator kaca yang penuh sesak.

Baekhyun menekan angka 5 pada tombol elevator yang menunjukkan bahwa ia akan turun di lantai lima, tentu saja. Bangunan ini terdiri dari 12 lantai, dimana setiap lantai mewakili tempat tujuan masing-masing.

Elevator berhenti tepat setelah angka lima terlihat pada layar dan bunyi 'ting' terdengar di indera pendengar Baekhyun. Anak laki-laki bertubuh kecil itu buru-buru keluar diikuti oleh sahabatnya. Dan benar saja, bus yang akan mereka tumpangi sudah tiba dan sebentar lagi akan berangkat.

Baekhyun kembali berlari dan kemudian berhenti tepat di depan pintu bus. Anak laki-laki itu memegang tumpukan buku di tangannya dengan sebelah tangan─tangan kanan─dan menjulurkan tangan kirinya ke arah alat peminda yang melekat pada pintu kersebut.

Seberkas cahaya merah keluar, menandakan alat itu sedang memeriksa lengan kiri Baekhyun, lebih tepatnya gelang yang melingkar di lengan kiri Baekhyun.

"Selamat datang, Tuan Byun Baekhyun. Anda akan segera diberangkatkan menuju District 5, silahkan duduk dan menunggu selama lima belas menit."

Pintu bus terbuka seiring dengan suara wanita yang dengan ramah menyambutnya. Baekhyun melangkahkan kakinya masuk dan sedetik kemudian pintu itu kembali tertutup, ia menoleh kebelakang dan mendapati Sehun melakukan hal yang sama dengannya.

.

.

Baekhyun melihat keluar jendela. Cuaca tiba-tiba berubah dan di luar sana sedang terjadi hujan merasa ada sesuatu yang salah. Cuaca di Valstis sangat teratur, dalam artian tidak pernah berganti tiba-tiba seperti ini. Belum lagi sekarang adalah pertengahan musim panas, dan hujan lebat dengan petir yang yang menggelegar di musim panas bukanlah hal yang biasa.

"Ada apa?" Sehun bertanya saat sahabtanya sedari tadi hanya memandang keluar jendela.

Baekhyun menatap Sehun serius, "Apa kau tidak merasakan ada hal yang aneh?"

"Yeah, kau aneh, Baek."

Baekhyun reflex menginjak kaki Sehun dan mendapatkan teriakan yang cukup keras dari sahabatnya itu.

"Aku serius." Baekhyun menekankan.

"Aku juga."

"You're not." Baekhyun memutar bola matanya jengah dan setelah itu merubah posisi duduknya agar lebih nyaman menghadap Sehun. "Jadi begini─" Baekhyun mulai menjelaska, "Kau tahu sekarang pertengahan musim panas dan tiba-tiba saja ada hujan badai seperti di luar. Dan ini bukan pertama kalinya. Ini sudah berkali-kali terjadi. Bahkan musim dingin tahun lalu, salju terlambat turun."

"Mungkin alat-alat canggih milik leluhur kita sudah waktunya diganti."

Baekhyun tau bahwa berbicara dengan Sehun tidak akan ada gunanya. Baekhyun kemudian untuk diam dan kembali menatap ke luar ia bertanya-tanya bagaimana rupa alat-alat canggih yang diciptakan oleh leluhurnya, besarkah? Darimana energi yang digunakan untuk mengoprasikannya? Tenaga surya? Nuklir? Karena sampai sekarang hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan masuk ke wilayah pusat, dan cita-cita Baekhyun adalah menjadi ilmuwan dan bekerja disana.

Bus berhenti tepat di halte dekat kediaman Baekhyun dan Sehun. Rumah keduanya hanya berjarak beberapa blok tapi Sehun selalu mengantarkan Baekhyun pulang sampai depan pintu rumah anak itu, tak peduli jika nanti ia harus menempuh jarak yang lebih jauh karena rumahnya berlawanan arah dengan rumah Baekhyun.

"Thanks." Baekhyun berucap setelah ia sampai di rumahnya, Sehun membalasnya dengan senyuman tipis yang hampir tak terlihat.

"Kau tahu, tentang Valstis yang katamu semakin aneh, aku setuju."

Baekhyun menatap Sehun lama sampai anak laki-laki yang lebih tinggi dihadapannya itu kembali bersuara "Pernahkah kau berfikir seperti apa kehidupan di luar Great Wall? Seperti apa rupa alat-alat canggih yang berada di wilayah pusat? Pernahkah kau sekali saja, dalam tujuh belas tahun terakhir ini ingin pergi dari tempat ini?"

"Yeah, aku memang berfikir bahwa Valstis mulai aneh tapi aku tidak tahu atau lebih tepatnya tidak berani karena─hell, kau tahu kan berfikir seperti itu sama saja kita dianggap sebagai pemberontak?"

"Baekhyun dengarkan aku." Sehun mencengkeram pundak Baekhyun. Baekhyun sempat kaget melihat Sehun yang tiba-tiba berubah serius─aneh─seperti ini. "Ada yang salah dengan Valstis, aku bisa merasakannya. Semua sistem ditempat ini salah, Baek. Mulai dari sistem pengelolaan sumber daya sampai sistem pemerintahannay, semuanya salah" Sehun mengguncang-guncangkan tubuh Baekhyun seolah anak itu mengetahui sesuatu yang rahasia dari tempat tinggal mereka saat ini.

"Apa itu? Apa yang salah?"

"Aku tidak tahu, tapi aku bisa merasakannya. Cepat atau lambat semuanya akan terbongkar." Sehun menarik nafasnya sebentar. "Tempat ini tidak benar Baek, aku ingin keluar dari sini."

Baekhyun tidak bisa tidur semalaman karena terus-terusan memikirkan kata-kata Sehun. Sehun memang tidak bisa ditebak sejak mereka masih kecil. Saat Baekhyun bercita-cita menjadi ilmuwan, Sehun kecil u malah bercita-cita membangun wilayah baru di luar Great Wall dan menamainya Oh Kingdom, sangat kekanakan.

Tapi setelah mereka remaja, bukannya Sehun berubah menjadi realistis malahan anak itu semakin terobsesi dengan cita-cita konyolnya saat masih kecil. Sehun selalu rutin datang ke perpustakaan setiap minggu, sama seperti tadi pagi. Anak itu akan betah membaca puluhan buku tentang bagaimana sejarah dunia, bagaimana Valstis terbentuk, bagaimana cerita orang-orang terdahulu mengenai dunia sebelum perang berlangsung. dan sebagai teman yang baik, Baekhyun hanya bisa mensuport apapun yang Sehun lakukan dan menemaninya setiap minggu ke perpustakaan, dan mengingatkan Sehun tentang batasan-batasan agar anak itu tak dianggap sebagai pemberontak.

.

.

Baekhyun baru memejamkan matanya sekitar tiga puluh menit sampai suara ponselnya berdering. Ia mengutuk siapa saja yang menelponnya pukul dua pagi dan sesaat setelah ia melihat nama orang yang tertera di layar poselnya, Baekhyun bersumpah akan menendang pantat Sehun ketika mereka bertemu nanti.

"Sialan kau Oh Sehun! Demi Tuhan ini masih jam dua pagi!" Baekhyun langsung berteriak begitu ia mengangkat telpon dari Sehun, tak peduli jika teriakannya itu bisa membangunkan tetangga sebelah rumahnya.

"Baek, tolong aku. Temui aku di gang dekat toko kue Jongdae, sekarang."

Baekhyun menganga. Ini masih jam dua pagi dan Sehun dengan seenak pantatnya menyuruhnya untuk pergi ke toko kue yang jaraknya sepuluh blok dari rumahnya, oh! Jangan lupakan hujan lebat beserta petir yang menyambar-nyambar diluar sana.

Baekhyun bisa saja mengabaikan Sehun dan kembali tidur, tapi ia tidak mau di cap sebagai sahabat yang tidak bisa diandalkan. Ia bergegas mengenakan mantel merah maroonnya, mengambil payung, dan berjalan menerjang angin dan hujan.

Baekhyun sudah sampai di toko kue yang dimaksud oleh Sehun. Tapi disana sepi, sangat sepi, tak ada tanda-tanda keberadaan Sehun sama sekali. Baekhyun mengumpat keras-keras, meninju tembok di sampingnya sambil menyebutkan nama Sehun berulang kali. Namun tiba-tiba bulu-bulu di bagian lehernya berdiri saat tanpa sengaja ia mendengar suara asing, itu seperti suara desahan seseorang. Suara itu berat dan menakutkan. Sebagian dari diri Baekhyun mengatakan agar pergi dari tempat itu secepatnya sebelum hal buruk terjadi dan sebagian dari dirinya yang lain penasaran dari mana suara aneh itu berasal.

Baekhyun menyerah. Ia pasrah saat kedua kaki jenjangnya membawa ia masuk lebih dalam ke dalam gang sebelah toko kue. Pencahayaan sangat minim dan Baekhyun hampir tidak bisa melihat apa-apa, tapi suara itu makin jelas terdengar. Ia mempererat genggaman tangannya pada gagang payung, kemudian ia bisa merasakan sesuatu melingkari pergelangan kakinya. Baekhyun membeku seketika. Persendiannya seakan lumpuh, ia bahkan tak sanggup bereteriak minta tolong atau sekedar melihat ke bawah untuk mengetahui benda apa yang menyentuh kakinya.

"Tolong.."

Baekhyun bisa dengan jelas mendengar seseorang sedang meminta tolong. Ia memberanikan diri melihat kebawah dan mendapati seorang lai-laki berbaju hitam sedang tegeletak disana, memegangi kakinya. Laki-laki itu berdarah, sepertinya dia terluka.

Baekhyun langsung terduduk, membopong tubuh pria asing di hadapannya menuju rumahnya. Persetan dengan Sehun, biar saja dia menunggu Baekhyun nanti. Yang terpenting adalah orang di sampingnya saat ini bisa bertahan.

Baekhyun menidurkan tubuh laki-laki asing itu diranjangnya. Bajunya penuh oleh darah, begitu pula dengan kaus yang dikenakan Baekhyun saat ini. Baekhyun panik bukan main. Ia tak pernah melihat darah sebanyak ini. Ia hendak menghubungi rumah sakit, namun laki-laki asing itu bersuara dan melarang Baekhyun untuk menghubungi siapapun. Baekhyun merasa aneh, tapi lebih anehnya lagi dia tetap menurut.

Baekhyun berlari kelantai dasar dan mengambil kotak obat yang berada dekat ruang makan. Laki-laki dengan kaus penuh darah itu berlari terburu-buru menaiki tangga, takut jika orang yang ditolongnya akan mati diranjangnya. Baekhyun membuka pintu kamarnya dengan tidak sabaran dan merasa lega ketika pria itu masih sadar walaupun masih meraung-raung kesakitan.

"Apa yang harus aku lakukan." Baekhyun bergumam sendiri.

Dia memang membawa kotak P3K, berniat mengobati laki-laki dihadapannya. Namun yang dilakukannya saat ini hanya memandangi laki-laki itu tanpa melakukan apapun. Baekhyun tak pernah sekalipun mengobati seseorang dengan luka separah ini.

"Buka bajuku." Suara besar itu kembali menyapa pendengaran Baekhyun.

"Eh?"

"Ada dua peluru yang bersarang di punggung kiriku, keluarkan mereka!" titah pria itu seenak hati.

"Ta-tapi aku tidak pernah mengoprasi orang sebelumnya."

"Aku tahu kau pintar. Jadi cepat lakukan!"

"Ba-baiklah."

Baekhyun menelan kasar ludahnya. Kerongkongannya seperti kering dan seluruh tubuhnya bergetar. Baekhyun tidak peduli dari mana pria asing mengetahui seberapa pintar dirinya, yang Baekhyun pedulikan saat ini bagaimana cara menyelamatkan pria malang dihadapannya.

Baekhyun menggunting pakaian pria itu. Matanya terbelalak kala melihat bahwa punggung pria itu benar-benar berantakan. Darah tak henti keluar dari sana dan bagian daging dalamnya terlihat. Untuk sesaat Baekhyun merasa jijik, namun kemudian ia membulatkan tekatnya. Ia mengambil pisau bedah, ia mungkin tidak pernah melakukan oprasi pada manusia sebelumnya, tapi dia pernah beberapa kali melihat film dengan adegan seorang dokter yang mengoprasi pasiennya.

Baekhyun mengabaikan jeritan pilu dari sang pria asing. Ia tidak akan menyalahkannya dan tak akan menyuruhnya untuk diam. Semua itu wajar kerana Baekhyun sama sekali tidak menggunakan obat bius selama proses oprasi berlangsung. Baekhyun dengan seenaknya mengacak-acak punggung pria itu, dan pada akhirnya ia berhasil mengeluarkan dua buah peluru dari sana. Tangan Baekhyun masih gemetaran, bahkan saat ia menyelesaikan jahitan terakhir pada kulit punggung laki-laki itu. Baekhyun menempelkan pembalut luka kemudian meninggalkan pria itu sendirian di kamarnya.

Baekhyun berjalan gontai menuju dapur rumahnya, berniat membuatkan sang pria asing segelas coklat hangat. Ia kembali ke dalam kamarnya dan mendapatkan seseorang yang baru ditemuinya beberapa jam yang lalu sudah mulai tenang.

"Minumlah, akan kuambilkan kau selimut."

Baekhyun mengambil selimut tebal yang berada di dalam lemari, dan memakaikannya untuk menutupi tubuh pria asing yang berada dihadapannya. Baekhyun terus terjaga sampai pria itu benar –benar tertidur, ia mengusap surai hitam laki-laki di hadapannya kemudian usapan tangannya turun hingga kepergelangan tangan kiri seseorang yang sedang tidur di ranjangnya. Baekhyun menyadari sesuatu bahwa laki-laki itu tidak memiliki tanda pengenal. Baekhyun panik bukan main untuk kedua kalinya hari itu. Hanya kriminal kelas kakap, buronana dan pengkhianat yang tidak memakai tanda pengenal. Itu artinya orang yang berada di hadapannya saat ini adalah salah satu diantaranya.

Tidak ada yang bisa melepas gelang itu selain pihak kepolisian pusat. Fakta itu membuat Baekhyun yakin bahwa orang itu bukanlah orang yang bisa dipercaya. Baekhyun ketakutan hingga jantungnya hampir lepas. Tapi lagi-lagi akal gilanya meyakinkan bahwa tidak akan ada yang tahu tentang hal itu. Polisi tidak akan tahu bahwa ia sedang menyelamatkan seorang buronan. Saat pagi datang dan pria itu telah sadar, Baekhyun akan cepat-cepat mengusirnya dan berperilaku seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ya, hanya sesimpel itu.

.

.

Baekhyun mengalami mimpi buruk. Ia bermimpi bahwa ia menyelamatkan seorang buronan. Baekhyun sepenuhnya sadar saat sinar matahari menusuk pengelihatannya. Punggungnya sakit karena ia tidur dengan posisi terduduk di kursi.

"Chanyeol, namaku Park Chanyeol."

Baekhyun terlonjak kaget dari kursinya saat menyadari bahwa ada orang lain di kamarnya. Ia berbalik dan mendapati sosok laki-laki tinggi yang bertelanjang dada sedang bersandar pada jendela kaca besar kamar Baekhyun.

Sial, batin Baekhyun. Ini semua bukan mimpi. Laki-laki itu nyata. Baekhyun memeriksa keadaan kamarnya dan benar saja, bercak darah tercecer dimana-mana. Pisau bedah, cangkir bekas coklat yang dasarnya mulai mengering, semuanya nyata.

"Terima kasih telah merawatku semalam."

Baekhyun hanya diam, masih menstabilkan detak jantungnya yang ketakutan setengah mati. Ia bahkan tidak mampu bertanya dari mana Chanyeol─nama pria asing itu─mengetahui namanya.

Chanyeol berjalan mendekati lemari Baekhyun dan mengambil sebuah jaket dari dalam sana dan mengenakannya, walaupun kekecilan.

"Sekali lagi terima kasih. Kupastikan kita akan bertemu kembali dan saat itulah aku akan membalas budi."

Chanyeol melompat dari jendela kamar Baekhyun yang berada di lantai dua dan meninggalkan Baekhyun yang ternganga sendirian.

Beberapa menit kemudian Baekhyun memutuskan melupakan semua kejadian yang terjadi beberapa jam terakhir. Ia membersihakan kamarnya yang berantakan karena dalam waktu tiga jam orang tuanya akan kembali dari perjalanan bisnis mereka.

.

.

Baekhyun sedang menekuni pelajaran yang disampaikan oleh guru matematikanya saat suara berisik mengusik ketenangan seluruh sekolah.

Tiba-tiba sekelompok orang bersenjata memasuki kelasnya, menodongkan senjata seolah-olah padanya.

"Tuan Byun Baekhyun."

Baekhyun kebingungan, ia menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Sehun guna mencari pertolongan tapi nihil, Sehun tiba-tiba menghilang.

"Anda diduga telah melakukan tindak pengkhianat dengan membantu menyembunyikan buronan bernama Park Chanyeol."

Darah Baekhyun beku sketeika. Dunianya hancur tepat di depan matanya.

Orang-orang bersenjata tadi menarik paksa lengan Baekhyun walaupun anak itu tak sedikitpun memberikan perlawanan.

Baekhyun tidak marah pada Chanyeol, ini bukan salah Chanyeol.

"Sialan kau, Oh Sehun."

Ya dia menyalahkan Oh Sehun yang menelponnya pukul dua pagi waktu itu.

.

.

.

TBC


a/n:

maafkan kebiasaan buruk saya yang malah bikin cerita baru bukannya nerusin cerita yang udah ada -_- tapi jujur aja rasanya sayang klo imajinasi yang sati ini gak dituangkan dalam tulisan..

so enjoy this fic, dan jangan lupa tinggal review :))) gamsa~