[Benci; topeng untuk menyembunyikan perasaan sesungguhnya.]
Something Between Us
By calmguin
Harry Potter milik J.K. Rowling.
·
·
PROLOG
"Slytherin memenangkan pertandingan! Slytherin menang!"
Sorakan meriah memenuhi lapangan Quidditch, khususnya asrama Slytherin yang sekarang tidak berhenti bersorak satu sama lain. Sang pahlawan sore ini dikelilingi oleh timnya sebelum akhirnya dilempar ke atas bersama-sama. Rambut pirang berantakan khasnya semakin tak karuan, dan senyum memenuhi wajah tampannya.
"MALFOY! MALFOY! MALFOY!"
"Persetan dengan Malfoy." Desis salah satu tim lawan tak suka dengan pemandangan yang sedang ia lihat. Di Tahun Ketujuh yang notabenya tahun terakhirnya, dia gagal memenangkan Piala Quidditch untuk terakhir kalinya. Rambut merah keritingnya dikuncir satu dan dia turun dari sapu terbangnya. Dilihatnya satu persatu wajah timnya yang juga tak kalah kecewa. Rose menghela nafas panjang sebelum akhirnya membuka mulut, "Aku tahu hari ini menyedihkan, oke? Lebih baik kita semua mandi, bersiap-siap, dan merayakan pertandingan kita seperti biasanya!"
Semuanya tetap tidak bersemangat walaupun beberapa dari mereka lebih baik dari sebelumnya. Rose memberikan senyum tulus sebelum akhirnya mendaratkan pandangannya ke Kapten tim Ravenclaw, "Darrel! Tidak bisakah kau bersemangat sedikit? Ayolah!"
Darrel mengacak-acak rambut coklatnya. Rose tahu bahwa Darrel sama kacau seperti dirinya. Mereka berdua sama-sama berada di Tahun Ketujuh, mereka berharap tahun ini bisa menenangkan Piala Quidditch. Obsesi Rose memenangkan pertandingan terjadi karena dia tidak terpilih menjadi Ketua Murid, yang membuat dia hampir tiga minggu mogok makan, walaupun terkesan kekanak-kanakan. Tapi, dia ingin menjadi Ketua Murid saat menginjakkan kaki di Hogwarts untuk pertama kalinya.
"Seperti yang Rose sudah bilang sebelumnya, lebih baik kita merayakan pertandingan tanpa memikirkan kekalahan kita tahun ini. Aku yakin tahun depan kita bisa memenangkannya. Kalian masih punya banyak kesempatan, dan aku sebagai Kapten percaya bahwa kalian semua pasti akan memenangkan pertandingan tahun depan," kata Darrel yang sudah berada di samping Rose. Dia tersenyum lebar kali ini dan Rose diam-diam lega melihatnya. "Kita semua juga tahu menang atau kalah pasti akan terjadi di pertandingan. Dan jangan sampai karena kekalahan ini membuat rasa percaya diri kita serta kekompakan kita semua menurun, bukan?"
"Ya, Kapten!"
"Dan—"
"Pidato yang sangat bagus sekali."
Rose memutar kedua bola matanya. Scorpius Malfoy beserta beberapa temannya menghampiri mereka dengan wajah yang tampak jelas bahagia setelah membantai habis-habisan mereka. Tangannya ia lipat ditaruh di depan dada, "Apa ayahmu tidak mengajarimu tata krama, Malfoy? Darrel sedang menyemangati tim sekarang dan kau tiba-tiba datang seenaknya memotong Darrel?"
"Father mengajariku tata krama, Weasel. Aku ingin mengundang kalian secara langsung ke pesta perayaan kemenangan hari ini di asrama Slytherin. Asrama lain juga kami undang." Balas Scorpius dengan nada sopan dan tidak mengejek sama sekali. Di sampingnya ada sepupu serta sahabat baik Rose yang jujur Rose heran dengan dirinya sendiri kenapa dia masih bisa tahan dengan Albus. Sepupunya itu memberikan cengiran khasnya yang sangat mirip seperti ayahnya ke Rose.
"Wow, aku cukup terkejut mantan Pelahap Maut masih mengingat tata krama."
"Rose!" Albus memberikan tatapan tajam ke sepupunya sendiri, sedangkan raut wajah Scorpius berubah menjadi datar, "Perhatikan ucapanmu, Weasel. Beruntunglah kau sepupu Al dan juga seorang perempuan, jika tidak kau—"
"Apa? Kau ingin membunuhku seperti ayahmu mencoba membunuh—"
"Rose! Sungguh, kali ini kau keterlaluan!" bentak Al. Mata birunya menemukan sepupu lainnya, Louis yang berjalan ke arah mereka. Rose yakin Louis merasa ada yang tidak ada beres hingga dia turun dari kursi penonton.
"Kau membelanya, Al?" Rose hampir berteriak tak percaya, tetapi dia menahannya. "Jika saja Malfoy tidak tiba-tiba datang dan bersikap seenaknya seperti biasa, aku tidak akan seperti ini!"
"Rose, dia sahabatku—"
"Dan aku sepupumu, Al! Aku tak percaya ini." Balas Rose marah. Wajahnya memerah karena emosi sudah memenuhi tubuhnya. Rasanya dia ingin menampar Scorpius jika Darrel tidak langsung menahan lengannya.
"Ada apa?" Tanya Louis tanpa basa basi. Rose menatapnya tajam, "Kenapa kau datang? Ingin membela sahabatmu juga, Lou?"
"Rose, tolong tenanglah."
Sungguh, dia sangat membenci Scorpius Malfoy. Lelaki itu merebut dua sahabat terbaiknya, Albus dan Louis, lelaki itu berhasil mengambil hati keluarga besarnya setiap di The Burrow, lelaki itu merebut Piala Quidditch tahun ini, lelaki itu selalu menebar pesona sampai-sampai sahabatnya, Ruth, terpesona dengannya dan membicarakannya sejak Tahun Keenam!
Dia benci Scorpius Malfoy yang tanpa sadar masuk ke dalam salah satu sisi kehidupannya karena orang-orang di sekitarnya tak berhenti membicarakan dia atau bersamanya. Sejak Tahun Pertama dia tak jarang bersama Scorpius karena notabenya kedua sepupunya berteman dengannya. Terlebih lagi Louis yang satu asrama dengannya, jadi kadang Al dan Scorpius berada di Ruang Rekreasi asramanya karena Louis.
"Bagaimana aku bisa tenang, Darr. Merlin, aku sangat membencinya." Desis Rose terdengar oleh mereka semua. Darrel menatap timnya yang bingung harus bereaksi seperti apa, "Kalian semua bubar, kita akan bertemu lagi," lalu dia menatap Scorpius, "terimakasih untuk undangannya, Malfoy."
"Aku harap kalian datang," Rose menghindari tatapan Scorpius dengan malas. "Kau tahu, lebih baik kita mencari banyak teman dibanding musuh, bukan?"
"Aku yakin yang lain akan datang," balas Darrel. "Lebih baik kami menyusul lainnya sekarang. Aku akan bersama Rose, jika—"
"Ayolah, Darr. Kau tidak perlu izin dari mereka." Potong Rose sebelum menatap dua sepupunya. Dia lelah karena pertandingan dan juga ditambah emosi yang masih belum cukup reda. Rose menarik lengan Darrel dan berjalan beriringan dengannya.
Setelah keluar dari lapangan dan mereka berada di depan ruang ganti, Rose menghela nafas panjang. Tangannya memijat keningnya yang pusing dan dia duduk di salah satu kursi. Darrel mengikutinya.
"Kau tak apa?" suara lembut Darrel menenangkannya. Rose menunduk sebelum akhirnya berucap pelan, "Aku pikir sekarang baik-baik saja. Terimakasih."
"Aku pikir hubungan kalian semakin terlihat, kau tahu, menjauh. Kau dan dua sepupumu itu." Rose mengangguk, "Semuanya salah Malfoy, Darr. Rasanya aku ingin menendangnya ke Danau Hitam, membiarkannya tenggelam bersama cumi-cumi."
Darrel tertawa mendengarnya yang membuat Rose menatapnya galak, "Kenapa kau tertawa? Aku tidak melawak, Darr. Berhentilah bercanda."
"Maaf. Hanya saja kau tidak gampang ditebak," Rose mengernyitkan dahinya. "Kenapa kau bisa berkata seperti itu?"
"Well, aku seorang Kapten dan jangan lupakan aku seorang Ravenclaw. Bagiku menebak orang sangatlah mudah karena mereka seperti buku terbuka, sedangkan kau Rose Weasley, kau adalah buku tertutup yang aku bahkan tak bisa buka."
"Sungguh? Karena—"
"Weasel, berhenti menggurutu seperti itu."
Rose berdecak pelan, "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku menggurutu, Malfoy? Aku bahkan tidak mengeluarkan suara sama sekali!"
"Oh ya? Tapi terbaca jelas di mataku kalau kau baru saja menggurutu." Scorpius melanjutkan bacaannya sebelum akhirnya pergi karena Rose melemparnya dengan bantal di Ruang Rekreasi asramanya.
"Karena?"
"Bukan apa-apa," balas Rose yang akhirnya tersenyum. "Lebih baik kita memikirkan pesta malam ini, bukan?"
BERSAMBUNG
