Summary : Cerita tentang NaruIno yang karena satu hal harus merahasiakan hubungan mereka. Backstreet pun dimulai.
Warning : OOC, Crack pairing.
Ok, seandainya nama gue Mashashi Kishimoto, maka Naruto milik gue. Karena Naruto memang milik Masashi Kishimoto.
Enjoy...
Semua peserta ujian chunnin yang telah berhasil menaklukan keganasan hutan kematian telah berkumpul di tempat ujian babak ketiga. Tim 7 menjadi tim terakhir yang masuk kesana. Kedatangan mereka menarik perhatian si pemilik rambut pirang pucat penyuka warna ungu. Siapa lagi kalau bukan Heiress keluarga Yamanaka, Yamanaka Ino.
Gadis yang beranjak dewasa ini berlari kecil mendekati rombongan tim 7 dan tanpa aba-aba, ia mengalungkan tangannya di leher Sasuke dari belakang. Hal ini tentunya mengagetkan sang pemimpin Sasuke FC, Haruno Sakura. Killer Intent menguar dari mata hijau itu. Wajar sih, siapa yang tidak marah taksirannya dipeluk-peluk macam boneka beruang.
Ini nih yang tidak wajar, si pemuda pirang dari tim 7 yang mengerucutkan bibirnya dan memandang marah pada Sasuke. Dan bila kau mendekatkan telingamu kemulutnya, kau akan mendengar sumpah serapah yang makin membuat hal ini tidak wajar. Apa ini berarti Naruto naksir Sasuke? Paling cocok sih sama kata favorit si rambut nanas pemalas, merepotkan.
Setelah beberapa waktu yang diselingi oleh keributan yang dibuat oleh Ino dan Sakura, Pertandingan babak ketiga pun dimulai. Dimana Hakushi Kabuto telah mengundurkan diri dan berjalan menuju keluar dengan senyum licik dan sudut mata yang kalau disamakan, kurang lebih mirip bos Hueco mundo, Aizen. Kalau tidak mirip, dimirip-miripkan aja.
Beberapa pertandingan telah dilewati. Kini papan pengumuman menunjukkan nama Haruno Sakura dan Yamanaka Ino, yang berarti mereka berdua harus berhadapan di arena untuk bertarung.
"Sakura-chan, Selamat berjuang!" teriak Naruto, menyemangati rekan se-timnya. Hal ini entah mengapa membuat dahi Ino berkedut dan tatapan tajam mata birunya tak bisa lepas dari sosok berambut pink itu. Aura kemarahan jelas terasa, buktinya Shikamaru dan Chouji saja merinding.
Pertarungan ini bukanlah pertarungan yang menarik dari pengamatan para Ninja yang berpengalaman, begitu pula hasilnya yang seri semakin membuat pertarungan ini hambar. Tapi tidak bagi para perempuan yang melihat pertarungan ini, ada semacam kompetisi besar yang terjadi diantara mereka. Apakah mereka memperebutkan Sasuke? Entahlah, Sasuke-nya saja acuh tak acuh. Hanya satu kata... Tidak, hanya dua huruf yang keluar dari mulutnya. H dan N.
Kini sampailah pada giliran Naruto yang harus bertanding, melawan Inuzaka Kiba. Sakura pun memberikan dukungannya, walaupun dengan sedikit ancaman.
"Naruto... Kau harus menang atau kau akan kutendang keluar dari gedung ini."
Naruto sweatdrop. Walaupun sudah biasa, masa sih sifatnya tidak berubah di tengah orang banyak begini.
Pertandingan yang menarik, dimana Naruto diumumkan sebagai pemenang dengan memanfaatkan jurus kagebunshin dengan baik. Kiba pun mengakui bahwa Naruto bukan lagi seorang badut kelas yang idiot. Jelas Naruto telah berkembang.
Hyuuga Hinata, teman rekan satu tim Kiba membuat satu kejutan dengan memberikan perhatian lebih pada Naruto. Dengan malu-malu ia memberikan salep untuk luka kecil pada bocah pirang itu. Naruto memberikan Hinata senyum khasnya yang membuat gadis polos itu blushing dan memainkan kedua telunjuknya.
Kiba, tentu saja agak marah dengan hal ini. Masa Hinata lebih memperhatikan Naruto dibanding ia yang jelas-jelas adalah teman satu tim.
"Ini untukmu, titipan Hinata."
Shino menyerahkan salep yang sama dengan salep yang diberikan Hinata pada Naruto. Dengan itu ia kembali ketempat tunggu tim 8.
"dasar orang tanpa emosi," gerutu Kiba.
Pertarungan selanjutnya adalah pertarungan antara dua Hyuuga, Hyuuga Hinata dari kalangan atas dan Hyuuga Neji dari kalangan bawah. Dendam antar keluarga pun terkuak. Pukulan demi pukulan yang mengenai tubuh Hinata mewakili kegetiran masa lalu Neji. Dibutakan oleh pemikirannya sendiri tentang takdir membuatnya kesetanan. Sungguh tragedi miris.
Naruto yang tak tahan melihat hal ini langsung menghadang Neji yang bersiap melancarkan serangan penutupnya. Begitu pula dengan Kurenai yuuhi, guru tim 8. Wasit, Hayate Gekko langsung mengumumkan bahwa Neji adalah pemenang pertarungan ini. Naruto menyentuh darah Hinata yang tergenang di lantai arena. Dengan seluruh tenaga ia kepalkan tangannya. "Dengan darah ini aku bersumpah akan mengalahkanmu."
Ino, disatu sisi merasa cemburu melihat pemuda pirang itu terlalu perhatian pada Hinata. Apa ia iri karena ia mengharap Sasuke memberi perhatian seperti itu padanya? Mungkin. Disatu sisi ia kagum pada pemuda pirang itu. Tekad kuat yang terpancar dari tatapan tajam mata biru itu, sungguh ia kagum. Jarang ada orang seperti dia. Hei, apa Ino naksir Naruto?
Pertarungan terakhir adalah pertarungan yang paling menegangkan. Lee melawan Gaara. Lee yang mengerahkan seluruh kemampuan yang ia dapat dari latihan bersama gurunya, Maito Gai berhasil mendesak Gaara yang kewalahan dengan Taijutsu. Namun disaat terakhir, Gaara membalik keadaan. Kaki dan tangan pemuda yang memakai pakaian serba hijau itu remuk akibat genggaman pasir Gaara. Mungkin riwayat Lee hanya sampai disitu jika sang guru tidak menghentikan pertarungan.
Dan babak ketiga ujian chunnin itupun selesai. Yang berhasil lolos ada 8 orang dan akan diadakan 4 pertarungan lagi. Pertarungan pertama Uzumaki Naruto melawan Hyuuga Neji, dimana Naruto menjadi sangat bersemangat untuk memenangkan pertarungan ini. Pertarungan kedua Nara Shikamaru dengan Temari, Konuichi dari Suna. Pertarungan ketiga Aburame Shino melawan Kankouro, adik dari Temari. Dan pertarungan keempat, pertarungan antara Uchiha Sasuke, melawan Gaara, adik dari Temari dan Kankouro.
"Lapangan 11 jam delapan tepat," bisik anak pirang itu saat berpapasan dengan Ino di koridor. Dia pun melirik dengan sudut mata birunya dan kemudian mengangguk kecil. Suatu kesepakatan telah terbuat.
-Lapangan 11 jam 8 kurang sepuluh menit-
"Ada apa?" tanyanya dengan nada bosan. Naruto berdiri dari duduknya dan menghadap kearah Ino, menatap tajam.
"Ooh? Kau tidak sadar Ino?" jelas, nada pertanyaan itu dibuat-buat olehnya. Ino menaikkan alisnya. "Ooh, masih tidak sadar?" pertanyaan itu terulang melihat ekspresi bingung Ino.
"Kau memeluk Sasuke didepan mataku! Dan kau tidak sadar aku sangat cemburu?" nada bicaranya melonjak bagaikan kuda pacuan yang baru saja melakukan start, naik tanpa kendali.
"Ooh, dan apa kau juga tak sadar betapa aku cemburu dengan Sakura dan Hinata? Kau membalasku yang telah membuatmu cemburu?" Ino memang bukan perempuan lembut seperti Hinata, walaupun tidak sekasar Sakura. Tapi tetap saja, merepotkan.
Dan adu suara pun terjadi, walaupun tak ada sumpah serapah dan cacian. Ini adu mulut antara dua orang yang sama-sama berisik dan cerewet.
"Aku tidak bermaksud begitu!"
"Lalu apa? Kau mau katakan kau perhatian pada mereka berdua karena mereka temanmu? Itu melebihi daripada perhatian terhadap teman!"
"Dan kau memeluk Sasuke! Itu tak sebanding Ino!"
"Sebanding? Oh, jadi kau memang berniat membalusku kan, Naruto?"
"Ti-tidak, Maksudku bukan begitu."
"Lalu?"
"Kau tau kan akan mencurigakan kalau aku tidak perhatian pada Sakura, mereka masih mengira aku cinta mati padanya. Tapi sekarang aku cinta mati padamu Ino Yamanaka. Please, mengertilah."
'Gombal,' batinnya. Tapi tak dapat dipungkiri ia harus memalingkan wajah untuk menutupi wajahnya yang memerah. Walaupun takkan terlihat akibat gelapnya malam tanpa bulan ini. "Hinata?" tanyanya, berusaha menahan nada marah tetap ada pada pertanyaannya. Ia benci mengakui bahwa ia lemah pada bocah periang ini.
"Aku dan dia sama. Kami hanyalah orang terbuang. Walaupun ia punya keluarga, ia tak pernah merasakan kehangatan dan arti keluarga yang sesungguhnya. Aku tak bisa untuk tidak perhatian padanya. Ia gadis yang baik."
Angin malam bertiup membawa beberapa helai daun terbang bersamanya. Orkestra malam pun mulai terdengar. Mata biru itu masih saling tatap.
"Sasuke," bibir kecil itu mengucapkan nama, nama yang menjadi penyebab pertikaian ini.
"Hm?" gumam Naruto, mencoba untuk tidak memulai adu mulut lagi antara mereka.
"Kau cemburu karena aku memeluknya kan?"
"Sudah jelas kan?"
"Dengarkan aku dulu Naruto-kun, jangan marah dulu," bujuknya. Naruto pun duduk, bersiap mendengar penjelasan masalah ini.
"Baiklah, apa?"
"Kau taukan keadaan hubungan kita yang agak sedikit... Emm... berbeda?"
Naruto mengangguk. Mau gimana lagi, memang hubungan mereka agak berbeda. Mereka pacaran tanpa diketahui orang lain atau istilah kerennya disebut backstreet.
"Aku juga tak bisa langsung menghilangkan sifat fansgirlku kan? Apalagi di depan si jidat lebar. Bisa di introgasi habis-habisan. Merepotkan tau," keluhnya sambil duduk disamping Naruto. Otot-otot kakinya hampir demo karena kerja tanpa istirahat hari itu. Lagipula jarang-jarang mereka mendapatkan kesempatan untuk berduaan seperti ini. Kadang hanya isyarat mata yang menjadi jembatan antara rasa rindu dikalbu mereka.
Naruto terkekeh mendengar nama panggilan Sakura. Dasar, pikirnya.
"Tapi bisakan kau sedikit menahan diri Pig-chan?" pintanya. "Bagaimanapun aku ini pacarmu."
"Siapa bilang kau pembantuku, Baka-kun?" godanya sambil terkekeh. "Dan berhenti memanggilku Pig-chan!" katanya serius.
Hening.
"Maafkan aku Ino-chan."
"Aku juga."
Ino melingkarkan tangannya di pinggang dan menyandarkan kepalanya di bahu Naruto. Menatap langit tanpa bulan yang menyebabkan bintang bersinar lebih terang dari biasanya.
"Kau tidak melaksanakan saranku Naru-kun?" tanyanya, masih menatap langit malam yang terhampar laksana permadani hitam bertabur intan.
"Apa?" tanyanya polos. Sifat ini yang membuatnya kadang kesal. Apa ia polos atau bodoh sih? Benar sih ia agak bersikap idiot di depan mereka. Tapi ia tahu siapa Naruto sesungguhnya, walaupun tidak dapat dikatakan jenius, ia cukup pintar. Ia tahu kapan bersikap serius.
"Kau ini," decaknya sambil menjitak pelan kepala pacarnya itu, jitakan sayang. "Kan sudah kubilang, kau harus makan banyak sayuran dan makanan yang mengandung banyak gizi. Kau ini pendek Baka-kun."
"Pendek begini kau tetap cinta kan?" godanya. Ino mencibir. "Lagipula kau tau kan keadaanku? Aku tak bisa sembarang masuk toko. Hanya Ayame Nee-chan dan Teuchi Oji-san yang mengerti aku."
Ino mengusap airmata yang mengalir dipipinya. "Mengapa mereka tak bisa mengerti. Mengapa?" isaknya. Naruto membelai pelan pundak gadis itu.
"Suatu saat Ino-chan, Suatu saat. Dimana mereka akan memperhatikanku, mengakui keberadaanku. Dan saat itulah, aku akan menjadi Hokage melampaui Yondaime. Percayalah."
Ino mengangguk setuju. Walaupun beribu kali mendengar impian Naruto, ia takkan bosan. Malah ia semakin semangat menghadapi hari esok, dimana harapan akan selalu ada. Dan ia percaya.
"Ini sudah larut, kita pulang Ino-chan? kutakut ayahmu akan mengkhawatirkanmu."
"Kau takut ayahku khawatir atau takut ayahku akan memakanmu hidup-hidup?" candanya.
"Ia tidak memakan, ia menggigit." Naruto bergidik.
Dan Ino pun tak kuasa menahan tawanya. Telapak tangannya menutupi mulutnya, mencoba meredam kerasnya tawa yang ia hasilkan.
"Tawamu mengerikan Ino-chan."
Jitakan yang sesungguhnya pun mendarat dikepala Naruto. Berhasil membuatnya menggerutu, "Merepotkan."
Hari ini mendung menutupi langit Konohagakure. Hari dimana Sarutobi Hiruzen, sang Sandaime Hokage disemayamkan. Semua orang memakai pakaian hitam tanda berkabung. Bukan hanya Hokage mereka yang menjadi korban invasi ninja Suna dan Bunyi. Ada beberapa Chunnin yang ikut menjadi korban keganasan serangan mendadak itu.
Masih berbalut perban akibat pertarungan hebat melawan jinchuriki Shukaku, Gaara, Naruto meletakkan lily putih itu didepan gambar orang yang sering ia panggil kakek tua itu. Mendung pun akhirnya jebol, meneteskan ribuan tetes air yang sekarang ikut bercampur dengan jatuhnya airmata kesedihan. Termasuk Naruto.
Ia berjalan dengan langkah gontai menuju apartemen miliknya. Tempat ia besar yang diberikan Sandaime padanya setelah ia diusir dari panti asuhan 8 tahun yang lalu. Memang tidak besar, hanya terdiri dari ruang tamu sekaligus kamar tidur, dapur dan kamar mandi yang kecil. Barangnya pun adalah dari tangan kedua, tak ada yang baru.
"Ino?" pekiknya agak kaget mendapati gadis itu ada didepan pintu apartemennya. "Ada apa?" tanyanya dengan nada bergetar menahan tangis.
"Menangislah. Jangan lagi kau simpan semua kesedihanmu. Bagilah denganku, karna itulah aku ada untukmu."
Ino merentangkan tangannya, tak menunggu lama hingga pemuda 13 tahun itu memeluk dan menangis terisak dibahunya.
"Ia pergi Ino-chan. Ia pergi," isaknya.
Ino membelai lembut punggung Naruto, "Ia memang pergi, tapi kenangan tentangnya akan tetap ada dihatimu. Takkan pernah hilang dari ingatanmu. Menangislah sepuasmu hari ini. Tapi tersenyumlah untuk seterusnya Naruto-kun, agar ia ikut tersenyum bersamamu."
Dan keduanya pun terisak.
"Kudengar hari ini kau bertarung dengan Sasuke?" Ino mengintrogasi Naruto dengan aksi mirip ayahnya. Ayah anak sama saja.
Naruto hanya mengangguk, ia tak mau cari masalah dengan pacarnya yang sekarang lebih cerewet dari ibunya Shikamaru atau ketika ia dapat 'tamu' bulanan. Lagi-lagi ia harus setuju dengan rambut nanas itu, perempuan memang merepotkan.
"Kenapa?" bentaknya. "Kau tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu. Walaupun aku tahu kau sembuh dengan cepat karena peliharaanmu itu, bukan berarti kau harus mencari masalah Baka-kun." omelnya. Kyuubi terkekeh geli melihat majikannya mengkeret didepan soulmate-nya sendiri. Jarang-jarang lho Naruto bisa diam seperti ini.
"Ta-tapi..."
"Tapi apa?" potong gadis itu dengan menyilangkan tangannya didepan dada.
"Dia yang memulai duluan. Sasuke mencoba menyerangku. Apa aku harus diam?" belanya pada dirinya sendiri.
"Apa?" tanya Ino terkejut.
"Tentu saja. Ia hanya menggumamkan kata seperti 'Kekuatan lebih', 'dobe', 'aku seorang Uchiha'. Aku tak mengerti, apa otaknya terganggu ya?"
Ino tersenyum jenaka, membuat Naruto salah tingkah menutupi wajahnya yang memerah. 'Kau sangat manis saat seperti ini, apa kau sadar itu Ino-chan? Aku bersyukur memilikimu.'
"Aku akan menjenguk Naruto dan Sasuke, Ino."
Sakura dan Ino berdiri didepan rumah sakit Konoha, menjenguk teman-teman mereka yang baru saja pulang dari misi "membawa pulang Sasuke". 5 orang dibentuk menjadi tim inti. Chouji, Neji, Kiba, Naruto, dan Shikamaru yang menjadi pemimpin misi kali ini.
'Kuyakin Naru-kun baik-baik saja. Lagipula aku tak bisa menjenguknya saat banyak orang.' pikirnya. "Aku akan menjenguk Shikamaru dan Chouji."
"Maaf Sakura, aku tak bisa menepati janjiku."
"Jangan meminta maaf padaku. Akulah yang seharusnya minta maaf Naruto. Tunggulah, lain kali aku akan ikut bersamamu."
Jam 8 malam, ruangan rumah sakit.
"Masuklah Ino-chan."
Pintu ruangan itu perlahan terbuka, memperlihatkan Ino yang tersenyum miris. Siapa yang tidak miris melihat pacarnya dibalut perban seluruh permukaan badannya.
"Kau seperti mummy Baka-kun," ejeknya, namun tak dapat dipungkiri nada suaranya bergetar.
"Mengapa kau menangis Ino-chan?"
Ino buru-buru menghapus airmata yang tak ia sadari mengalir menuruni pipinya. "Aku tidak menangis kok."
"kau bohong."
"Aku hanya kelilipan."
"Kau menangis Ino-chan."
"Aku tidak menangis! Aku tidak menangis karena mengkhawatirkanmu. Aku tidak menangis karena takut kehilanganmu. Aku..."
ucapan Ino terputus karena dikagetkan oleh sepasang tangan yang melingkar dipinggangnya.
"Aku baik-baik saja Ino. Dan aku takkan meninggalkanmu. Percayalah."
3 bulan kemudian
Gerbang Konohagakure. Pagi hari.
"Kau janji tidak akan meninggalkanmu, tapi mengapa kau sekarang pergi? Mengapa?" Ino menangis. Mengapa ia rela menangis lagi dan lagi hanya karena seorang Naruto, orang yang dulu bahkan tak berarti baginya. Ia kesal pada dirinya sendiri, mengapa ia harus selalu terlihat lemah didepannya.
"Aku harus pergi Ino, demi masa depanku dan masa depan kita. Aku harus belajar mengendalikannya, agar aku tak lepas kendali dan menyerang orang-orang yang berharga bagiku. Terlebih kau Ino."
Entah efek mentari pagi atau apa, pipi dua anak beranjak remaja ini terlihat memerah.
"Lagipula aku akan kembali, tidak akan pergi selamanya. Dan kuharap kau akan bertambah dewasa."
"Dan semoga dadamu bertambah besar," celetuk Jiraiya yang kesal karena tidak dihiraukan. Dan ia mendapat hadiah perpisahan dari Ino.
"Dadaku terlalu kecil Baka-kun," sungutnya pada Naruto. Naruto pun memeluknya.
"jadilah apa adanya, dan aku akan terus mencintaimu."
mungkin terdengar gombal, tapi tidak masalah.
"Asal tidak sebesar Tsunade, aku suka," bisiknya.
"Gaki (1), ayo cepat. Waktu kita tidak banyak," seru pertapa mesum itu.
"Sabarlah Ero(2)-sennin. Kau hanya tidak ingin terlambat ke Onsen(3) kan?"
Jiraiya hanya mampu menggelengkan kepala melihat calon muridnya itu tidak punya sopan santun. Emangnya ia patut dihormati?
"Jadi, saatnya berpisah?"
"Mungkin."
"Aku takkan memaafkanmu bila berani menggoda wanita lain dan aku juga tidak akan memaafkanmu bila menjadi seorang ero seperti dia," tunjuk Ino pada laki-laki berambut putih itu.
"Aku tidak janji," katanya sambil tersenyum jahil. Ino mencubitnya dipinggang. "Ok, ok, aku janji."
"Aku mencintaimu Baka-kun."
"Aku juga Pig-chan."
Ino pun mendapat hadiah perpisahan dari pemuda yang sedikit lebih pendek darinya itu. Dengan sedikit berjinjit, Naruto mencium dahi Ino.
"Sampai jumpa lagi Ino-chan," katanya sambil berlari menyusul Jiraiya dan melambaikan tangan pada Ino.
"Hati-hati Naru-kun. Jaga dirimu dan makan yang sehat."
'Aku akan merindukanmu Naruto, sangat.'
-T B C -
Gaki : Bocah
Ero : Mesum
Onsen : Pemandian air panas
Ok, ini fic gue yang gue bikin disaat masa tenang sebelum final. Mungkin akan lama untuk chapter berikutnya. Sabar ya?
Naruto OOC? Gue bikin mirip Minato deh. Tapi cuma didepan Ino. Mau tau asal-usulnya hubungan backstreet ini? Tunggu chapter 2.
Review? Terserah aja. Klo suka ya suka. Ga suka? Tekan back atau close. Gue ga terima flame dalam bentuk apapun.
See you All in my Holiday...
