Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, jika milik saya dapat dipastikan jalan ceritanya berbeda :D *Ditabok*.


.

.

.

SON

.

.

.

.

Sorot matanya tajam memandang Boruto, Mitsuki, dan Inojin yang sedang sibuk bermain dengan game yang berada di genggaman mereka. Ia kemudian menghela napas panjang dengan sesekali menyibak rambut yang menutupi pandangannya dengan satu tangan miliknya. Pikirannya berkecamuk, antara diam atau menyuarakan suara hatinya.

"Teme!"

Suara cempreng milik Hokage Konoha ke-7 itu membuyarkan lamunannya, tak ayal pria berperawakan tinggi itu lantas beranjak dari tempat duduknya di bawah pohon, tempat dimana ia mengamati 3 sekawan itu dengan berdecak kesal, "Ada apa, Dobe?"

"Apa yang kau lakukan? Jangan katakan kau sedang memata-matai putraku?!" ucap Naruto histeris dengan menunjuk-nunjuk muka tampan lawan bicaranya, Sang pewaris Uchiha itu hanya menghela napas panjang, ia tahu benar bagaimana berlebihannya sikap sang pemimpin desa ini.

"Kau tahu benar apa yang kupikirkan?!" jawab Sasuke singkat dan berjalan menjauh dari ketiga anak laki-laki itu sebelum akhirnya Naruto mengikutinya pergi dengan sedikit berlari kecil.

"Kau menginginkan anak laki-laki! Cobalah lagi dengan Sakura-chan!" ujar Naruto tak mempedulikan bagaimana ekspresi wajah sang sahabat sekarang. Sasuke menghentikan langkahnya.

Pria Uchiha itu memandang sahabatnya yang berdiri disampingnya dengan ekspresi yang sulit sekali untuk diartikan, "Bagaimana perasaanmu jika kau mengetahui bahwa kau memiliki putra tapi kau tidak pernah bisa untuk mengakuinya sebagai putramu, tidak bisa menyandang nama keluargamu, kau tidak bisa mengajarinya jutsu andalanmu dan dia dibesarkan oleh orang lain! Huh?!" Sasuke mencengkram kerah baju sang Hokage dengan satu tangannya.

"Teme!" Naruto tak mampu berkata-kata lagi, ia tahu benar bagaimana perasaan sang sahabat saat ini, "Tapi dia bersama ibunya, bukan orang lain! Kau mempunyai Sarada-chan, ia sama seperti putramu yang tak pernah kau berikan kasih sayang selama 12 tahun kehidupannya, putramu lebih beruntung karena memiliki kasih sayang dalam sebuah keluarga yang utuh. Pikirkan itu, Teme!" Hokage pirang itu menepuk pundak sang sahabat pelan, "Percayalah bahwa putramu sangat berbahagia dengan kehidupannya."

"Tanpa mengetahui aku adalah ayahnya?!"

Entah pertanyaan atau pernyataan yang terucap dari bibir tipis pemilik Sharingan itu, Dan Hokage disampingnya hanya menganggukkan kepalanya, "Kau cukup mengawasinya dari jauh."

Apakah semudah itu?

Keberadaan bocah itu memang benar adanya, lantas apakah ia harus bersikap acuh? Sementara setiap hari ia harus bertemu dengan bocah itu? Bocah yang dimana di dalam tubuhnya juga mengalir darahnya, darah seorang Uchiha.

Ia benar-benar mencintai Sarada sebagai putrinya tapi di dalam hati kecilnya ia juga menginginkan selalu ada di sisi bocah itu untuk mengajarinya apapun, apapun yang akan dilakukan seorang ayah pada putra atau putrinya. Bahkan, ia dapat bayangkan bagaiamana rasanya bisa melatih Sarada dan bocah itu.

"A...aku..." Sasuke tak dapat menyelesaikan kata-katanya ketika melihat sosok berambut merah muda dan pirang itu berjalan menghampiri mereka, "Sasuke-kun...!" seru wanita berperawakan langsing dengan kulit putih dan rambut pirang sebahu yang ia biarkan tergerai indah itu.

Naruto menyunggingkan cengiran lebaranya, sedangkan sosok merah muda itu terlihat kesal melihat tingkah sahabatnya, "Kau lupa siapa suamimu, Pig?!"

Yamanaka Ino tak menyahut dan hanya menjulurkan lidahnya, tanda untuk meledhek sang sahabat.

"Pig!"

Puas dengan kekacauan yang ia ciptakan lantas penerus klan Yamanaka itu tersenyum sumringah, "Selamat siang Hokage-sama, Sasuke-kun. Aku hanya ingin menyapa kalian! Aku pergi dulu, waktunya menyiapkan makanan untuk Sai-kun dan Inojin-kun! Semoga hari kalian menyenangkan. Oh! Dan kau forehead! Sebaiknya kau jangan cepat kesal jika tak ingin keriput di wajahmu itu semakin banyak, ahahaah!"

"Kau benar-benar menyebalkan, Pig!" Sakura mendengus kesal.

"Aku hanya berusaha jujur, hahaha! Aku pergi dulu!" wanita itu melambaikan tangannya ceria pada sosok Hokage dan teman-temannya di tim 7 itu dan segera berlari meninggalkan ketiga mantan anak didik Kakashi itu yang menatap kepergiannya takjub.

"Dia benar-benar menyebalkan." Sakura menghela napas panjang, "Apa yang sedang kalian bicarakan? Sepertinya kalian tengan terlibat pembicaraan penting tadi." Ungkap satu-satunya wanita di tim 7 itu, ia menghampir sang suami, "Anak itu?"

Sasuke mengangguk.

"Kau ingin membongkar jati dirinya? Aku akan membicarakan dengan Sarada-chan pelan-pelan dan ia pasti akan menerima semua ini, akan tetapi bagaimana bocah itu? Bagaimana ibunya? Huh?"

"Bukankah sebaiknya kita bahas ini di Kantor Hokage saja?"

Kedua sahabatnya mengangguk.

.

.

.

.

Bocah itu mengernyitkan dahinya heran, tanpa sengaja ia bertemu ketiga sosok itu dan sepertinya mereka tengah terlibat dalam pembicaraan penting. Ia cukup tahu diri untuk tidak mengganggu ketiga orang dewasa itu. Tapi untuk apa ia bersembunyi seperti ini? Mereka bukan orang asing lagi baginya. Pfft bocah itu lantas keluar dari balik pohon yang sempat ia gunakan untuk bersembunyi tadi.

"Selamat siang, Paman Hokage, Bibi Sakura dan Ayah Sarada!" ia menyunggingkan senyumnya.

"Ahh...! Kau benar-benar mengejutkan bibi!" Sakura tersenyum lembut pada bocah itu kemudian mendekat padanya, "Bukankah seharusnya kau berada di rumah? Ibumu pasti mencarimu, huh?!"

Bocah itu tersenyum simpul, matanya memandangi satu per satu ketiga orang dewasa itu, ada satu hal yang belum mampu ia lakukan adalah memandang ayah dari teman sekelasnya, Sarada. Laki-laki berambut jabrik sebahu itu memiliki tatapan yang menyedihkan, ah?! Menyedihkan? Padahal, Teman-temannya yang lain begitu takut pada paman ini namun entah mengapa ia benar-benar iba. Mungkin karena ibunya pernah bercerita padanya bagaimana perjalanan hidup paman itu.

Menyadari tatapan bocah yang notabene adalah putranya itu, tatapannya melembut. Ia lantas menghela napasnya panjang, "Aku pergi! Aku akan menunggu kalian di Hokage Tower!" ucapnya singkat.

Huh?

Sasuke tak banyak bicara lagi, ia lantas meninggalkan istrinya, Naruto dan bocah itu.

"Apa dia membenciku?"

Naruto terhenyak mendengar pertanyaan bocah itu, sejurus kemudian ia menyeringai kikuk, ditepuk-tepuknya pundak bocah 12 tahun itu, "Untuk apa dia membencimu? Kami semua menyayangimu, nak!"

Bocah itu menaikkan kedua bahunya, "Entahlah, aku merasa ia sangat membenciku. Sikapnya sangat dingin."

"Bukankah dia seperti itu setiap hari?" Sakura terkekeh, mengacak gemas rambut bocah itu. Iya! Dia memang putra suaminya dengan wanita lain, namun ia tak bisa untuk tidak peduli pada sosok dihadapannya ini.

Bocah itu mengangguk, "Aku pergi dulu, Paman, Bibi!"

Naruto dan Sakura mengangguk menatap kepergian bocah itu.

"Sebaiknya kita segera menyusul Sasuke-kun!"

"Baiklah."

=S=

Wanita itu menghela napasnya panjang-panjang. Nyatanya peristiwa 12 tahun yang lalu masih lekat diingatanya. Sasuke, para tetua Konoha, garis keturunan, klan dan putranya. Bagaimana ia bisa terus menyembunyikan hal ini dari putranya, sementara bocah itu mulai menyadari ada sesuatu yang ganjil dengan klan dan semua orang di Konoha yang mengetahui secara detil peristiwa itu. Peristiwa yang membawanya merasakan kebahagiaan untuk pertama kalinya. Kebahagiaan yang harus terenggut dalam satu malam juga.

Ia memejamkan matanya erat. Masih dapat ia rasakan kehangatan tubuh pria itu. Lembutnya perlakuan pria uchiha itu, pria yang sejatinya benar-benar mempunyai pribadi yang dingin.

"Sasuke-kun..."

Desisnya.

...TBC..

...

...

...

...

...

...

..

.

Hey! I'm back! Mohon maaf lahir dan batin manteman :D. Writer Block akun melanda, ini sungguh masih sangat kaku, disamping pengerjaannya hanya melalui HP xD. Mohon dimaafkan juga untuk yang menunggu fiksi terbengkalaiku, 'For You' masih dalam pengerjaan, mohon bersabar *kalau ada yang nunggu*. Sambil menunggu mohon dukungannya untuk fiksi ini :*. Sorry for typo (s).

HUG AND KISSES

^VALE^