Hallo..
Ini ff perdana saya yang dipublish di sini.
Saya masih pemula dan maaf saja kalau ceritanya kacau balau dan tidak masuk akal. Ini ff asli buatan alam khayal saya.
Happy reading :D
Judul :
Cast : Sehun, Minseok, Joonmyeon, Baekhyun, Zitao, dan Kyungsoo adalan perempuan. Lainnya laki-laki
Pairing : banyak, temukan saja di dalamnya
Rate : T (bisa berubah suatu saat)
Genre : fantasy, romance, drama,
Warn of typo(s) dan ini genderswitch. DLDR*
Sekitar tiga ribu tahun lalu….
"Sayang, kau harus tahu bagaimana perjuangan pemimpin klan Vermelho dalam memperjuangkan nasib umatnya." Ujar seorang wanita paruh baya dengan lembut kepada anak gadisnya yang sedang melipat wajahnya.
"Iya. Itu benar, kakak!" tambah si adik dengan mengacungkan kedua jempolnya ke depan wajah sang kakak.
"Coba kau lihat, adikmu." Pinta ibu dengan suara khasnya. "Walaupun dia lebih kecil daripada kau, tetapi dia memiliki jiwa yang setia terhadap klan Vermelho."
Si adik tersenyum bangga sedang sang kakak hanya memutar bola matanya lelah—lelah mendengar penjelasan dari sang ibu yang selalu menceritakan kisah pemimpin Klan Vermelho yang berhasil menduduki tahta dan memimpin.
"Sudahlah. Sehun memang lebih baik daripada diriku." Aku gadis bernama Minseok itu dengan tersenyum melihat Sehun, adik angkatnya yang bangga karena disebut lebih baik dari dirinya.
"Baiklah. Ibu akan keluar. Jika kau memang lelah, istirahatlah." Ibu mengecup kening Minseok lalu Sehun secara bergantian kemudian pergi.
"Klan Vermelho itu klan kita, bukan?" Tanya Sehun kepada sang kakak, Minseok.
"Tentu saja. Kau ini bagaimana?!" cibir Minseok.
"Ah, bukan itu maksudku." Sehun memutar tubuhnya dan melipat tangannya di depan dadanya yang rata. "Hanya saja, kenapa dunia ini harus dibagi dalam dua wilayah? Jika pemimpin Vermelho memang benar-benar menang, maka dia akan menjadi penguasa di seluruh dunia ini, bukan?"
Minseok duduk kembali setelah tadi memutuskan untuk berbaring, dia tertarik dengan arah pembicaraannya dengan Sehun.
"Kau benar." Angguk Minseok.
"Itu artinya, pemimpin Vermelho tidak benar-benar menang." Timpal Sehun.
Hening beberapa saat. Udara dingin menerpa keduanya, membuat rambut panjang dan merah mereka melambai tertiup angin.
"Kakak, apa kau tahu, siapa yang tinggal di wilayah yang satu lagi itu?" Sehun berbalik dan menatap kakaknya penuh harap.
"Tidak ada yang boleh ke perbatasan selain dia adalah penjaga, Sehun." Kakaknya mengingatkan sambil menggeleng dan Sehun kecewa.
"A-ha!" Sehun menjentikkan jarinya. "Jongdae adalah penjaga, bukan?"
Minseok menundukkan kepalanya dengan rona merah di wajahnya.
"Kakak, kau dan Jongdae saling mencintai, bukan? Jika seperti itu, kau bisa meminta padanya agar membawaku ke perbatasan juga, bukan?" Rayu Sehun dengan wajah penuh harap.
Dengan tegas, Minseok menggeleng dan berkata "Tidak!"
Sehun terdiam dan lantas menarik-narik lengan Minseok dan terus merayunya agar Minseok mau membantunya.
"Kau hanya ingin tahu siapa yang ingin tinggal di sana, bukan? Aku akan bertanya pada Jongdae besok. Setelah itu masalahmu selesai." Tukas Minseok dengan tegas kepada sang adik.
"Apa?!" Sehun berjingkat. "Tidak. Bukan seperti itu, kakak. Mendadak aku ini berubah menjadi orang yang tidak mudah percaya. Kau juga tahu kalau aku ini keras kepala, bukan? Ayolah, kakak. Hanya sekali saja. Aku ingin tahu sendiri dengan mata kepalaku, siapa yang tinggal di wilayah lain itu."
Dengan segala upaya Sehun merayu Minseok untuk membantunya dan pada akhirnya Minseok luluh dan menyetujui permintaan Sehun.
Keesokan harinya.
"Jongdae," panggil Minseok kepada Jongdae, kekasihnya yang sedang berjaga di daerah perbatasan.
Jongdae benar-benar terkejut ketika mengetahui MInseok dan Sehun ada di sana. Dia lantas segera menemui mereka dan dengan penasaran bertanya apa tujuan mereka datang ke perbatasan.
"Uhm, aku ingin meminta sesuatu padamu." Kata Minseok malu sedang Sehun tersenyum-senyum melihat kakaknya merona.
"Kau ingin meminta apa?" Tanggap Jongdae juga mengembangkan senyum terbaiknya.
"Uhm— aku ingin minta kau bawa Sehun ke perbatasan." Ucap Minseok cepat dan secepat itu pula Jongdae terkejut dengan permintaan Minseok.
"Apa?! Untuk apa?" tanya Jongdae segera setelah Minseok diam. Melihat ke arah Minseok dan kemudian ke Sehun yang sedang tampak sangat bersemangat sekali.
"Aku ingin tahu siapa yang tinggal di wilayah lain itu, kakak." Jawab Sehun sambil melompat-lompat dan menarik tangan Jongdae.
"Tunggu, Sehun!" Jongdae menarik Sehun. "Kau tidak bisa. Tidak boleh!"
Sehun tertegun dan kemudian melakukan apa yang ia sebelumnya lakukan untuk merayu Minseok kepada Jongdae saat ini. dia memasang wajah penuh harap yang sedikit banyak membuat Jongdae iba akan rasa ingin tahunya dan menyetuji permintaannya.
Lalu, pada akhirnya, "Baik. tapi hanya sekali ini saja." Kata Jongdae dengan penekanan. Sehun tak mengacuhkan Jongdae lagi. dia dengan cepat berlari dan menarik tangan Jongdae. gaun putih selututnya bergerak naik turun karena Sehun berjalan dengan melompat-lompat. Rambut panjang dan merah yang menandakan identitas klannya beterbangan dan melambai dengan anggun diterpa angin. Senyum dan kebahagiaan terlihat dengan jelas di wajah pucat itu.
Setelah sampai di perbatasan yang dibatasi oleh sungai sempit berbatu itu, Sehun tertegun. Tubuhnya memaku bahkan jantungnya seperti berhenti bekerja dan otaknya tidak lagi memerintahkan paru-parunya untuk menerima oksigen. Konsentrasi otaknya terlalu sibuk meminta sepasang matanya untuk merekam apa saja yang ada di hadapannya. Sungai berbatu yang airnya jernih, bukit-bukit hijau menjulang menembus awan putih di atasnya, dan sinar matahari hangat yang menyinari serta menyelimuti daerah terlarang di depannya.
"Ah, kakak. Apa setiap hari kau menyaksikan pemandangan seperti ini?" Sehun bergeming sendiri dan Jongdae masih mendengarnya.
"Ini tidak seperti apa yang kau lihat." Jawab Jongdae ketus.
Sehun berbalik dan menarik lengan Jongdae. "Maksudmu? Di dalam sana masih jauh lebih indah?"
Jongdae menoleh dengan cepat dan rahangnya mengeras. "Apa yang kau bicarakan. Ini semua hanya ilusi semata. Tempat itu tidak benar-benar indah. hanya akan ada kesengsaraan dan penderitaan di sana."
Sehun berdecak. "Benarkah? Aku tidak melihatnya seperti itu. aku merasa di sana akan hangat dan mengasyikkan."
"Sudah, cukup!" Jongdae menarik lengan kurus Sehun untuk pergi meninggalkan perbatasan. "Kau hanya akan tertipu oleh pemandangan yang klan Preto dan Marrom buat."
Sehun menarik dirinya dan melepaskan tangan Jongdae. "Klan Preto? Marrom?"
"Klan Preto itu adalah mereka yang memiliki rambut berwarna hitam. Dan Marrom itu adalah klan yang manusianya memiliki rambut berwarna emas." Jelas Jongdae sabar.
Sehun diam saja. Dia memikirkan betapa enaknya tinggal bersama klan lainnya. Klan Vermelho atau klannya hanya tinggal seorang diri di wilayah dingin, gersang, dan gelap. Mungkin jika boleh memilih, Sehun pasti akan memilih lahir dengan rambut hitam atau emas, bukan merah seperti kenyataannya.
"Tunggu, kak." Sehun menghentikan kakinya dan menoleh ke belakang. Saat itu pula kedua matanya menangkap sosok manusia lain klan dengan rambut berwarna hitam dan tubuh tinggi serta tatapan mata yang begitu tajam. Menatapnya dan terus seperti itu sampai seseorang lainnya yang juga berambut hitam mendatangi sosok itu dan menghalangi wajah sosok tampan pria yang baru saja membuat Sehun jatuh hati. Kemudian di waku yang sama, Jongdae menarik Sehun lagi. setelah itu kedua mata Sehun hanya menangkap sosok kakaknya yang memasang wajah khawatir dan cemas menunggunya.
"Sehun," Panggil sang kakak dan lantas memeluk si adik.
"Aku baik-baik saja, kakak. Aku baru saja melihat pemandangan indah bukan pulang dari perang. Jadi kau tidak perlu berlebihan."Kata Sehun sambil mendorong tubuh kakaknya menjauh.
Jogdae mendekat. "Terima kasih, Jongdae. kau mau menuruti permintaan adikku yang aneh ini. aku sa—"
"Bukan masalah." Potong Jongdae. "Sebentar lagi Sehun juga akan menjadi adikku, bukan?"
Holly crap—Minseok berhasil dibuat merona dan terbang oleh Jongdae dengan kata-kata mautnya. "Baiklah aku akan kembali ke perbatasan. Kalian cepatlah pulang."
Setelah selesai dengan kalimatnya, Jongdae mendaratkan kecupan singkat di dahi Minseok. Sementara Sehun berbalik dan masih sibuk memikirkan laki-laki pemilik mata tajam yang berhasil membuatnya kepikiran. Dia ingin melihat laki-laki itu lagi. ingin sekali. Tetapi itu hanya sebuah kebetulan, tidak mungkin jika ia dapat bertemu kembali.
Akan tetapi hal itu mungkin saja jika Sehun menyeberangi perbatasan dan mencari laki-laki itu. iya, tentu saja. Sehun akan melakukan. Ingat, dia anak yang keras kepala dan akan melakukan cara apapun agar keinginannya terwujud.
"Sehun, ayo." Ajak Minseok. Dan lamunan Sehun buyar.
Mereka berdua berjalan bersama dan sesekali Sehun tersandung karena terlalu sibuk memikirkan laki-laki itu. dia bahkan tidak menanggapi ucapan kakaknya. Hanya diam dan melamun saja sepanjang perjalanan.
"Oh, tunggu, kak!"Sehun menghentikkan kakaknya. Minseok mengangkat alisnya.
"Aku harus bertemu dengan seorang tabib. Aku berjanji padanya akan menolongnya hari ini untuk mengobati orang-orang yang sakit." Jelas Sehun berbohong.
"Benarkah?" tanya Minseok.
"Tentu saja, kakak. Kau tahu kalau ibu sangat menginginkan aku untuk bisa mengobati orang, bukan?" kata Sehun mencoba meyakinkan MInseok.
"Baiklah. Tapi pulang sebelum malam. Ingat?!" Tukas Minseok. Sehun mengacungkan jempolnya dan berlari menjauh meninggalkan Minseok.
Setelah malam tiba…
"Ini saatnya." Ucap Sehun pada dirinya sendiri.
Sehun dengan langkah kaki pendek, berjalan menuju perbatasan dengan jubah meutupi sebagian besar tubuhnya. Ia mengikat rambutnya agar tidak menghalanginya untuk menyamar menjadi penjaga. Tubuhnya sedikit gemetar karena udara dingin yang membalut badan berkulit pucatnya. Sesekali, ia menggosokkan kedua telapak tangannya dan menempelkannya di pipinya yang memucat.
Sehun duduk dan menanti ketika waktu pergantian penjaga datang. Dari tempatnya duduk, ia dapat melihat Jongdae sedang bercengkerama dengan rekannya. Matanya terasa berat dan kantuk sekali. Ia mencoba untuk tetap terbangun dan baru ingat jika, ia berjanji akan pulang sebelum malam.
"Oh, tidak. Bagaimana ini?" racau Sehun. "Pasti aku akan mendapat kesialan karena aku melanggar janjiku pada kakak."
Tidak lama setelah itu, ia menyadari jika waktu pergantian penjaga telah datang. Ia berdiri dan mencoba tidak menghiraukan akan janjinya dan kesialan yang akan ia dapat. Dengan mantap, ia berjalan ke perbatasan namun sedikit menjauh ke daerah hutan agar dapat dengan mudah menyelinap ke wilayah di depannya tanpa harus dipergoki oleh penjaga.
Akan tetapi, tiba-tiba suara lolongan serigala terdengar di telinganya. Suara itu awalnya terdengar samar namun ketika Sehun mencoba untuk kembali dan menggagalkan rencananya, dia tersesat dan suara lolongan serigala itu semakin jelas di telinganya. Dengan panik dan jantung yang berdebar hebat ia berlari sekuat semampunya. Sialnya, jubah yang ia pakai tersangkut di dahan pohon yang mencuat dan ia tidak menyadari itu. akhirnya, Sehun terjatuh dan seekor serigala telah menindih jubahnya. Sehun mencoba melepaskannya dan serigala itu menariknya kuat lalu jubah itu robek dan Sehun terjungkal hingga tak tahu jika di depannya adalah tanah yang menjorok ke sungai. Ia terpeleset oleh batu-batu licin dan tajam dan dengan keseimbangan yang tidak konstan ia mencoba untuk menghentikan tubuhnya yang menggelinding menuruni tanah yang melandai itu. tangannya mencoba mencari pegangan tetapi hasilnya nihil. Tidak ada yang bisa dijadikan pegangan. Hanya rumput-rumput yang akarnya lemah dan batu-batu runcing yang saat ini telah menggores kulit Sehun tanpa ampun. Hingga pada akhirnya, ia berhenti menggelinding dan tercebur ke sungai dengan air yang sangat teramat dinginnya. Tubuh lelahnya mencoba untuk bangkit tetapi kakinya seakan terkilir dan ia tak bisa bergerak karena terlalu tak berdaya apalagi berdiri. Maka, dengan pasrah ia berteriak semampunya meminta bantuan, tetapi tak seorang pun mendengarnya dan menolongnya. Hingga cukup lama, sampai dia sedikit membeku karena air dingin yang merendamnya, ia menyerah dan biarkan dewa yang memutuskan nasibnya. Bahkan luka-luka di tubuhnya yang awalnya bercucuran darah kini serasa berhenti mengeluarkan darah akibat air dingin yang membuatnya membeku. Ia tak dapat merasakan apa-apa lagi. seluruh tubuhnya mati rasa.
Hingga akhirnya, Sehun sama sekali tak sadarkan diri dan pingsan atau jika ia tak juga di tolong maka ia kemungkinan bisa mati. Dalam ketidak sadarannya sekalipun, Sehun memikirkan tentang janjinya. Ia berasumsi jika ini akibat ia tak menepati janjinya. Padahal ia berharap jika ia bisa bertemu dengan pujaan hatinya. Ia ingin tahu siapa namanya dan apakah dia baik, atau itulah gambarannya jika bertemu nanti.
TBC
Ini masih part 1-nya. Kalau readers bersedia me-review, saya akan lanjut ke part 2. Karena ini masih awal dan belum juga dibentuk pair-nya, readers bisa kasih saran siapa yang cocok. Sekedar informasi, semua member EXO main di cerita abal ini. saya tunggu respon readers semua.. #readers yang baik hati seperti kamu, iya kamu, kamu yang lagi baca dan yang keren pake banget itu, tidak akan meninggalkan TKP tanpa jejak, bukan? :D review, okeeee. Papayyy :D 33333
