FF REQUEST
Fic request dari Koukei Harumi, dia yang pilih cast sama pair-nya dan dia yang buat plot-nya tapi sudah saya ubah sedikit.
.
Tittle: SHARE
Cast: Kris, Suho, Luhan.
Warn: YAOI, M-PREG.
.
Suho juga ingin menjadi jahat. Jika bisa, untuk kali ini saja dia sangat ingin tapi ia tak bisa.
Kris kadang berharap Suho istrinya bisa egois sehingga dia tak perlu merasa seperti seorang pecundang.
Luhan tak berharap bisa bersama orang yang dicintainya dengan cara seperti ini, ini salah.
.
.
"Suho, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu tapi kumohon jangan beranggapan buruk, aku tidak sengaja dan ini hanya kecelakaan. Aku tak ingin kehilanganmu, jadi kumohon jangan tinggalkan aku." Ujar Kris.
"Bisa kau jelaskan dari awal Kris? Aku janji tidak akan marah." Jawab Suho lembut dengan senyum di bibirnya. Berharap Kris, sang suami bisa sedikit lebih tenang.
Kris memejamkan matanya dan menarik nafas dalam.
"Kau tau Luhan? Salah satu teman dekatku waktu masa kuliah dulu?"
Jantung Suho berdetak cepat. Entahlah, perasaannya selalu tidak menentu jika mendengar nama itu keluar dari bibir Kris.
"Ya, ada apa dengannya?" Tanyanya.
Kris menghela nafas. Jujur ia sangat ragu tapi ia harus melakukannya. Saat dalam perjalan pulang dari kantornya, ia mendapat kabar itu dari salah satu temannya hingga dia menjadi seperti ini.
"Suho, kau tau kalau aku sangat mencintaimu kan?"
Suho menelan ludahnya dan mengangguk ragu.
"Kau tau kan kalau aku tidak akan pernah ingin 'mengkhianatimu dengan sengaja'?" Tanya Kris lagi.
Suho terdiam. Ia hanya memandang Kris lekat, mencoba mencari tau apa yang sedang Kris coba sampaikan padanya. Apa hubungan antara 'Luhan' dan 'berkhianat'? Pertanyaan itu terus berulang di otaknya. Ia sangat penasaran tapi juga takut untuk mengetahuinya, kalau-kalau hatinya belum siap menerima apa yang akan suaminya sampaikan. Ia merasa takut, tapi ia tak tau apa yang ia takutkan.
"Suho?" Panggil Kris, karena Suho tak kunjung merespon ucapannya.
Suho memejamkan matanya sejenak. Menarik nafas dan menghembuskannya beberapa kali untuk mempersiapkan hatinya mendengar ucapan Kris selanjutnya.
"Ya, lanjutkanlah."
"Hmm kau tau dia bekerja di sebuah bar yang sering a—"
"Bisakah kau langsung mengatakan intinya saja, Kris." Potong Suho sedikit berteriak.
"A-aa baiklah." Kris menjawab gugup. Ia menarik pergelangan tangan Suho dan menggenggam jemarinya.
"Jadi, Saat itu aku sedang dalam pengaruh alcohol dan aku tak tau bagaimana awalnya hingga aku dan Luhan melakukannya dan sekarang dia hamil, dia dipecat dari pekerjaannya gara-gara hal itu. Sekarang ia bekerja seharian di sebuah cafe." Ungkapnya pada akhirnya. Kris mengeratkan genggamannya pada jemari Suho, ia butuh itu untuk menenangkan hatinya. Kris memejamkan matanya, tak berani menatap wajah Suho.
Suho memandang Kris tak percaya. Ia balas mengeratkan genggamannya pada tangan besar yang menggenggam tangannya untuk mencari kekuatan. Firasatnya memang selalu benar, Kris benar-benar menyampaikan sesuatu yang tak sanggup diterima oleh hatinya bahkan otaknya.
Bagaimana bisa Kris berkata bahwa dia menghamili namja lain saat dia sudah memiliki istri. Istri yang sangat mencintainya. Ya, dia akui Luhan adalah namja beruntung karena bisa hamil, sama seperti dirinya. Tapi bedanya Kris selalu menunda untuk itu karena umur Suho yang masih muda, ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada sang istri jika mengandung di usia muda. Suho memang masih muda, 21 tahun sedangkan Kris 26 tahun.
Kris yang khawatir karena sang istri masih saja terdiam akhirnya memberanikan diri untuk membuka matanya. Hal pertama yang ia dapati adalah Suho yang sedang menatapnya lekat dengan cairan bening yang mengalir di pipinya. Ia membawa tubuh Suho dalam pelukannya, tak sanggup melihat wajah itu.
"Kumohon, jangan menangis. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu Suho." Bisiknya parau. Suho tak pernah menangis seperti ini sebelumnya. Tangis yang tampak sangat menyakitkan. Hanya air matanya yang terus mengalir dari mata yang menatap sayu ke arahnya.
Suho sendiri baru sadar bahwa ia sedang menangis saat mendengar bisikan Kris. Ia menenggelamkan wajahnya di dada Kris untuk menghentikan air matanya. Mencoba mengatur nafasnya agar tak mengeluarkan isakan. Ia tak terbiasa menangis, ia selalu tegar. Tapi bagaimanapun tergarnya dirinya, kabar ini terlalu mendadak. Terlalu menyakitkan. Mengguncang hati dan pikirannya, membuatnya menjadi seorang Suho yang lemah.
Suho melepaskan dirinya dari pelukan Kris.
"Kumohon jangan menangis lagi." Gumam Kris sambil memegang bahu Suho.
Suho menepis lembut tangan yang bertengger di bahunya.
"Jadi bagaimana dengan Luhan hyung?" Suho mengalihkan pembicaraan. Kedua matanya masih memerah.
Kris terdiam, dia kembali bimbang setelah melihat air mata istrinya. Ia ingin bertanggung jawab karena bagaimanapun ini perbuatannya, tapi ia tak ingin melihat Suho menangis seperti itu lagi tapi Luhan temanya dan ia menderita karena dirinya.
"Kau harus bertanggung jawab, Kris. Bagaimanapun anak yang dikandung Luhan juga err anakmu."
Suara Suho menyadarkan Kris. Entah dirinya harus bersyukur ataukah merutuki sikap Suho yang terlalu baik. Ia jelas dapat melihat raut sedih dan kecewa di mata Suho.
"Aku tau, tapi aku tak ingin menyakitimu." Jawabnya sambil menunduk.
"Tak apa, Kris. Kau sudah melakukannya kan?" Ucap Suho.
"Lagipula, Luhan hyung orang yang baik. Dia cantik dan manis. Aku juga akan mencoba akrab dengannya dan membantu ... menjaga kandungannya." Lanjutnya, ia menatap Kris dengan senyumnya. Bibirnya bergetar tapi ia tetap mencoba tersenyum. Matanya kembali akan menumpahkan air mata, tapi sekuat tenaga ia menahannya.
Kris kembali merengkuh tubuh Suho. Kali ini Suho menangis sesegukan. Ia tak bicara apa-apa, ia hanya menumpahkan air matanya, menggigit kemeja depan Kris untuk menyalurkan perasaannya.
Kris memeluk Suho erat, sangat erat. Suho sendiri merasa sesak karena pelukan Kris, tapi ini lebih baik dari pada sesak didadanya sekarang.
"Maaf... Maaf.." Kris terus membisikkan kata maaf.
Suho melepas paksa pelukan Kris dan menghapus air matanya kasar.
"Aku tak apa, Kris. Aku hanya sedang sedikit melankolis sekarang." Sanggahnya.
Kris menatap istrinya lekat. "Kau berbohong."
Suho menghela nafas panjang. "Kau tau Kris, aku dari dulu juga ingin sekali punya anak, tapi kau memilih menunda sampai aku cukup umur. Pasti akan sangat menyenangkan jika kita punya anak. Dan aku kira hal itu akan segera terwujud. Cuma sedikit berbeda dengan harapanku. Anak kalian, bukan anak kita."
Suho kembali menumpahkan air matanya, Kris ingin memeluknya lagi tapi Suho dengan sigap menahan dada Kris.
"Kau tau Kris, dari dulu aku sedikit iri pada Luhan hyung. Dulu kalian selalu bersama, sedangkan kita hanya bertemu sesekali. Saat kau melamarku aku sangat bahagia, karena itu berarti kita akan selalu bersama."
Ingatannya kembali ke waktu Kris melamarnya.
"Setelah kita menikah, kau dan Luhan hyung masih selalu bertemu, tapi aku tak apa karena kau suamiku dan aku percaya padamu." Lanjutnya, matanya memerah.
Hening sejenak sebelum Suho melanjutkan kalimatnya dengan suara pelan.
"Dan hari ini kau menyampaikan berita errr aku harus menyebutnya apa? Luhan hyung hamil seharusnya itu kabar gembira. tapi aku tak merasa bahagia, Kris~ hiks kenapa kau egois Kris. Kau menghamili Luhan tapi kenapa kau selalu menunda kehamilanku. Kris~ kau egois Kris~" Suaranya bergetar, rasanya ada batu besar ditenggerokannya. Setiap kalimat yang ia keluarkan menyakitinya.
Suho mencoba mengatur kembali nafasnya, menenangkan hati dan pikirannya.
"Kalian harus menikah segera, Kris. Kasian Luhan hyung jika ia harus hamil tanpa suami kan? Aku akan mengurus pernikahan kalian." …. "Ah sudah malam. Ayo kita tidur." Ucapnya, dan langsung melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamarnya bersama Kris.
Kris hanya menatap miris kepergian istrinya. Dia menyakiti istrinya, sakit yang amat sangat. Ia begitu mencintai sosok malaikat mungilnya itu.
Kris mengacak rambutnya frustasi. Ia menyayangi Luhan. Mereka hanya tak sengaja melakukannya hingga menjadi seperti ini.
Suho memang tak melarang Kris untuk mengonsumsi minuman beralcohol, ia hanya tak ingin Kris mengonsumsinya terlalu sering, dan akibatnya ia jadi lepas kendali hingga melakukannya pada Luhan. Ia sendiri baru mengingat kejadian itu saat mendapat kabar kehamilan Luhan dari temannya.
Setelah menenangkan fikirannya, Kris menyusul Suho. Saat membuka pintu ia tak mendapati sang istri di kasur mereka. Ia melirik ke arah kamar mandi. Suho pasti sedang membersihkan tubuhnya.
Kris membuka seluruh pakaiannya, mengganti dengan pakaian yang lebih nyaman untuk dipakai tidur. Setelahnya ia merebahkan tubuhnya di kasur mereka.
Suho mendekati sang suami. Tubuh dan pikirannya lebih segar setelah mandi tapi mata bengkaknya masih terlihat. Ia telah memantapkan hatinya untuk berbagi suami. Ia bisa menganggap anak Luhan sebagai anaknya sendiri nanti. Ia tidak boleh egois, Ia mencintai Kris dan Luhan orang yang baik. Ia tak mungkin tega menyakiti Luhan— ah ia memang tak pernah tega menyakiti orang lain.
Suho membaringkan dirinya di samping Kris.
"Kris, kau belum tidur kan?" Gumamnya.
Kris membuka matanya, berbalik mencoba tersenyum pada sang istri "Hmm?"
Suho menggerakkan tubuhnya menghadap Kris. Jemarinya terulur mengelus wajah namja yang berstatus sebagai suaminya, yang tampak begitu resah dan kalut. Ia memutus jarak antara mereka. Suho memberikan ciuman manis yang lembut pada Kris.
Beberapa detik, Suho kembali menarik wajahnya, melepaskan ciuman mereka.
"Tidurlah, Kris. Kau jangan terlalu memikirkan hal ini. Aku tak apa, aku bahagia bisa membuat orang lain bahagia." Ucapnya. Setelahnya memeluk tubuh Kris dan menggunakan dadanya sebagai bantal. Ia mengelus dengan lembut dada bidang itu agar merasa tenang.
Kris balas mengelus pinggang Suho. Seharusnya ia yang menenangkan istrinya, bukan seperti ini.
"Maafkan aku." Lirih Kris.
Gerakan tangan Suho berhenti. Ia menghela nafas pelan. "Tak apa Kris. Aku tau kau mencintaiku dan hal itu hanya kecelakaan. Aku mengerti." Balasnya.
Kris membalik badan mereka, wajah Suho sudah berada di dadanya, ia memeluk pria mungil itu erat.
"Kenapa kau tak marah padaku? Tampar aku, pukul aku Suho." Ujar Kris bergetar. Dia merasa brengsek, dia telah menyakiti istri dan juga sahabatnya.
Suho ingin menangis melihat suaminya yang seperti ini. Suaminya yang selalu terlihat gagah dan dingin kini terlihat sangat kalut. Ia akui dirinya juga sangat kalut. Merelakan suami untuk menikah lagi bukan hal yang mudah. Ia sangat tak rela jika harus berbagi suami dengan orang lain, ia ingin Kris hanya untuk dirinya tapi ia tak pernah ingin melihat orang lain menderita. Ia juga ingin menjadi egois tapi ia tak mampu.
"Percayalah Kris. Aku tak apa, aku bahagia bisa membuat orang lain bahagia." Gumamnya.
Kris memejamkan matanya erat. Air matanya mengalir.
"Tapi bukan berarti kau boleh mengorbankan kebahagianmu."
"Kita masih tetap bersama kan Kris? Aku mencintaimu dan kau mencintaiku. Kau tetap suamiku dan aku istrimu. Istri pertama lebih tepatnya." Canda Suho. Ia menampilkan cengirannya pada Kris. Menghapus air mata yang mengalir di pipi orang yang sangat dicintainya itu.
Kris tersenyum. Suho benar, mereka tetap bersama dan mereka saling mencintai.
"Aku mencintaimu, Suho."
"Cintaku lebih besar, Kris."
.
.
.
Keesokan harinya, Suho meminta Kris untuk membawanya ke tempat Luhan untuk memintanya menikah dengan Kris. Kris bersikeras tak ingin menikah dengan Luhan, ia hanya ingin membantu Luhan dengan membawanya tinggal di rumah mereka, keputusannya untuk tak menyakiti Suho lebih dari ini, sudah bulat. Suho akhirnya menuruti permintaan Kris saat mendapat nada tegas dan serius dari Kris lengkap dengan tatapan mata tajamnya.
Mereka sudah berada di kontrakan Luhan. Rumah kecil yang tampak rapi. Luhan awalnya terkejut melihat Kris dan Suho. Ia pikir ia akan mendapat cemoohan atau hujatan dari Suho atau Kris. Tapi ia dengan cepat menarik opininya saat mendapati tubuh kecil Suho memeluknya.
"Kenapa tak mengatakannya dari awal Luhan hyung? Kita bisa menjalaninya bersama." Ujar Suho.
Kris hanya memandang dua orang itu dalam diam. Dia sangat ingin minta maaf pada Luhan tapi ia menunggu waktu yang tepat.
"Berapa usia kandunganmu Hyung?" Suho memecah keheningan. Mereka duduk dalam diam di ruang yang tergolong sempit itu.
"Sekitar lima bulan." Cicit Luhan. Ia merasa canggung membicarakan kandungannya di depan sang pelaku –Kris.
Suho terpejam menahan nyeri pada dadanya. Selama itukah? Selama itukah ia berbahagia bersama Kris di saat Luhan harus menjalani masa sulitnya sendiri?
Suho memegang tangan Luhan. "Tinggallah bersama kami Luhan hyung. Kita jalani bersama." Pintanya.
Luhan dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak, Suho. Tidak perlu. Aku bisa menjalaninya sendiri. Aku bahagia seperti ini."
"Kalau begitu biarkan aku tinggal bersamamu disini. Aku ingin menemanimu." Ucap Suho mantap.
Luhan terkejut. Ia tau Suho orang kaya, sedangkan rumahnya sempit dan jauh dari kata mewah. Belum lagi kalau Suho tinggal di sini beban kehidupannya bertambah, ia tak yakin penghasilannya mampu mencukupi kehidupan mereka nanti.
"Kumohon Luhan hyung. Tinggallah bersama kami, kami pasti akan sangat bahagia jika kau bersedia." Pinta Suho lagi.
Luhan masih terdiam, ia ragu.
"Lagi pula kandunganmu semakin membesar. Kau harus banyak istirahat, agar bayimu sehat. Bekerja sambilan di cafè akan membuatmu kelelahan dan itu berbahaya Luhan hyung."
"Aku tak ingin merepotkanmu, Suho." Jawab Luhan ragu.
Suho tersenyum senang. "Tak apa Luhan hyung, aku malah bahagia karena ada kau yang akan menemaniku saat Kris bekerja."
Luhan akhirnya setuju, dan hari itu juga Suho membawa Luhan ke rumahnya bersama Kris. Setelah sebelumnya mengabari atasan Luhan bahwa ia berhenti bekerja.
Suho menjalani harinya dengan lebih ceria semenjak kehadiran Luhan. Kandungan Luhan makin membesar dan Suho makin over protektif padanya. Dalam hati ia merasa bahagia karena Kris menolak menikah dengan Luhan, dan tak perlu berbagi. meski tak ia pungkiri ada rasa bersalah yang besar dalam hatinya. Seharusnya Luhan mendapat perhatian lebih dari ayah calon bayinya yang sekaligus juga adalah suaminya, Kris. Ia sadar perhatian darinya tak cukup, apalagi setelah kelahirang sang bayi. Ia butuh ayah, suami dari ibunya. Bukan suami orang lain. Setidaknya ia telah mencoba menjadi egois.
Kandungan Luhan sudah berumur enam bulan, sudah sekitar satu bulan ia tinggal bersama Kris dan Suho. Ia akui, ia bahagia karena Suho sangat baik padanya, belum lagi dulu ia sempat memendam rasa pada Kris. Rasa yang sempat ia kubur dalam-dalam sejak Kris menikah dengan Suho, dan rasa yang kembali tumbuh saat ia tinggal satu atap dengannya. Ia mencoba mengubur lagi perasaannya itu, ia tak ingin menyakiti Suho yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Meski setiap harinya Kris hanya menyapa dan tak ada percakapan lainnya, tapi hal itu membuat rasa di hatinya makin tumbuh dan ia tak suka hal itu. Rasa itu membuatnya sesak, ia tak ingin mencintai Kris karena ia menyayangi Suho. Ia juga tau Kris sangat mencintai Suho dan tak mungkin ada celah untuknya. Tapi rasa itu makin membesar, tumbuh memenuhi tiap ruang dihatinya, membuatnya sesak. Ia hanya bisa menangis saat rasa itu makin menyeruak dalam dadanya.
.
Hari minggu yang cerah, Suho terbangun dan mendapati kulkasnya kosong. Ia hanya menyiapkan sarapan seadanya dibantu oleh Luhan. Luhan makin kesulitan bergerak karena perutnya makin membesar, kandungannya memang sudah masuk bulan ke tujuh. Perutnya tak terlalu besar, berbeda dengan perempuan jika sedang mengandung. Meski begitu hal itu tetaplah merepotkan.
Mereka menyantap sarapan dengan tenang, setelahnya Suho memilih untuk menemani Luhan berjalan-jalan di pagi hari. Kata dokter hal itu bagus untuk kandungan Luhan. Kris memilih untuk melanjutkan tidurnya di sofa. Ia malas menapaki anak tangga untuk sampai ke kasur.
Setelah melakukan acara jalan paginya, Suho pamit pada Kris dan Luhan untuk ke super market. Ia juga ingin mengunjungi salah seorang temannya, dan akan pulang sore. Ia berpesan pada Kris untuk menjaga Luhan, saat makan siang tiba ia akan memesan makanan untuk Kris dan Luhan karena Luhan tak boleh mengonsumsi sembarang makanan. Setelah menyampaikan 'wasiat'-nya ia akhirnya berangkat, meninggalkan Luhan dan Kris dalam kecanggungan.
Luhan tak tau harus bersikap seperti apa. Kris berubah lebih pendiam sejak 'insident' itu. Lama dalam keheningan, Luhan memilih untuk meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun. Memang tidak sopan, salahkan bibirnya yang menolak perintah otaknya.
Ia berjalan menuju taman belakang, taman yang ia rawat bersama Suho setiap sore. Ada beberapa tanaman bunga di sana, ada air mancur kecil di tengahnya. Dan ada kursi panjang yang menghadap kolam ikan.
Luhan mendudukkan dirinya di kursi panjang itu. Menatap pergerakan ikan ikan kecil di dalam air sambil mengelus perutnya lembut.
'Apa kau bahagia di dalam, baby?' Gumam Luhan dalam hati. Ia menatap perutnya sambil tersenyum.
"Aaak.." Luhan memekik saat merasakan pergerakan keras dalam perutnya. Perutnya sedikit nyeri.
'Kau tak bahagia baby? Apa karena ayahmu?' Luhan kembali membatin dengan senyum miris.
Andai ia cukup kuat untuk melawan Kris saat itu, andai ia waktu itu cukup sadar pastinya tak akan begini, bayi ini tak akan ada.
Luhan meringis. Perutnya kembali mendapat serangan dari babynya.
Luhan tersenyum lagi menatap perutnya. "Maafkan ummamu, baby. Umma tak bermaksud seperti itu, umma menginginkanmu. Umma menyayangimu." Gumamnya.
Ia kembali mengalihkan pandangannya pada kolam ikan di depannya. Setidaknya dengan begini ia bisa merasa tenang, ia berusaha mengabaikan fakta bahwa Kris juga ada di rumah itu. Ia tak pernah ditinggal berdua bersama Kris sebelumnya karena Kris terlalu sibuk bekerja. Dan jika Suho harus keluar, ia akan tinggal di rumah sendiri, tapi tentu saja ia dihadiahi petuah panjang lebar dari namja mungil itu sebelum meninggalkan rumah.
Luhan memejamkan matanya saat semilir angin berhembus menerbangkan helaian helaian rambutnya. Senyum terpatri di bibirnya. Ini sangat menenangkan, ia bisa sejenak melupakan rasa penat di dadanya.
Kris memandangi Luhan dari kejauhan, ia berdiri di balik kaca transparan yang menghadap langsung ke arah taman. Entah kenapa melihat Luhan yang sedang menikmati semilir angin terlihat sangat indah. Tak sadar ia tersenyum, hatinya damai melihat senyum Luhan. Ia memejamkan matanya. Rasa damainya seperti saat ia melihat senyum Suho. Sama-sama menenangkan.
Kris melangkahkan kakinya mendekati Luhan, langkahnya ia buat sepelan mungkin. Ia mengambil posisi di samping Luhan.
Luhan berbalik menatapnya, ia tampak terkejut.
"Hai Luhan." Sapa Kris.
Luhan mencoba menetralkan detak jantungnya, sebelum membalas sapaan Kris.
"Oh hai, Kris." Balasnya.
Kris terdiam. Sudah berminggu-minggu Luhan tinggal di rumahnya tapi ia tak pernah mendapatkan waktu yang tepat untuk mengungkapkan maafnya.
"Maafkan aku, Lu." Ujarnya pelan.
"Hmm tak apa Kris." Balasnya tanpa menatap wajah Kris.
Hening, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Luhan sedang menetralkan jantungnya yang berpacu, sedangkan Kris hanya menatap lurus kedepan dan sesekali melirik ke arah Luhan.
"Luhan?" Panggilnya.
"Hmm..?" Luhan menjawab, lagi-lagi tak menatap wajah Kris.
"Boleh aku menyentuhnya?" Tanya Kris ragu sambil melrik ke arah perut Luhan.
Luhan berbalik, ia tersenyum senang. "Tentu saja boleh, Kris." Ujarnya. Rasa canggung yang ia rasa mendadak menguap.
Luhan menuntun tangan Kris ke perutnya, menggerakkannya memutar dengan lembut. Tangannya masih menempel di tangan Kris.
Luhan memejamkan matanya menikmati sentuhan Kris pada perutnya. Ia bahagia.
"Kau bahagia sekarang, baby?" Tanya Luhan pada sang bayi. Luhan tau bayinya juga pasti sedang bahagia sekarang, ia merasakan pergerakan sang bayi.
"Kau merasakanya, Kris?" Tanya Luhan antusias, menatap mata Kris dengan binar bahagia.
"Dia benar-benar ada, Lu. Dia bergerak." Balas Kris tak kalah antusias. Ia serasa ingin menitikan air matanya karena bahagia.
Kris mendekatkan dirinya pada tubuh Luhan agar lebih leluasa.
"Bayiku, anakku." Bisik Kris.
Luhan menghentikan pergerakan tangannya, ia menarik tangan Kris dari perutnya.
"Ini bayiku Kris. Anakku." Ucapnya.
"Tapi aku ayahnya, Lu. Meski hanya kecelakaan tapi aku tetap ayahnya."
Luhan mengatur nafasnya yang sempat memburu. "Tapi kau punya Suho, kau tak mungkin punya anak dari orang lain Kris. Anggap saja hal itu tak pernah terjadi di antara Kita." Jelas Luhan.
Kris membawa tangan Luhan dalam genggamannya. "Bayi ini nanti butuh sosok ayah, Luhan. Kau tak boleh egois."
Luhan menatap Kris nyalang. "Justru karena itu, anak ini pasti akan tersakiti jika tahu bahwa ayahnya adalah suami orang lain. Kau harus mengerti itu, Kris."
Kris menghela nafas pasrah. "Baiklah, tapi biarkan aku menemanimu merawatnya." Ucapnya, ia memeluk pinggang Luhan dengan satu tangan yang menggengam jemari namja cantik itu.
Luhan menggigit bibir bawahnya, ia baru sadar akan jaraknya dengan Kris yang terlalu intim. Bagaimana jika Suho melihatnya.
"Kris, menjauhlah sedikit." Pintanya.
Kris bergeming, ia tak menghiraukan permintaan Luhan. Ia malah menyandarkan kepalanya di pundak Luhan dengan kedua lengannya yang melingkari pinggang Luhan. Ia tak mengerti mengapa memeluk Luhan bisa senyaman ini, rasanya sama seperti ia memeluk Suho. Apakah berhubungan dengan bayinya? Entah, Ia tak tau dan tak ingin mencari taunya. Ia cukup tau bahwa memeluk Luhan terasa nyaman, dan tak ingin melewatkan rasa nyamannya.
Luhan diam. Jantungnya tak tenang, ia teringat Suho tapi ia juga tak mampu memungkiri rasa hangat pelukan Kris. Ia tak ingin tapi ia suka, ia ingin berontak tapi ia tak mampu. Akhirnya ia memilih diam, dan memejamkan matanya.
"Umma tau kau menyukainya, baby. Umma juga merasakannya." Batinnya.
.
.
.
TBC
–
Maaf ceritanya ngebut. Aku mau bikin jadi two-shot saja soalnya.
jangan segan-segan buat ngasih komentar, baik itu baik atau buruk saya tak masalah. Kalau merasa ada yang aneh pada fic ini tolong disampaikan biar aku bisa perbaiki.
Dan terakhir, apakah feel-nya dapet? Saya sebenarnya malu masukin ini dalam genre hurt, takutnya feelnya gak dapet.
Maaf kalau ada typo, saya editnya cuma satu kali soalnya. Terimakasih buat yang udah menyempatkan diri buat baca.
