DGray-Man (c) Katsura Hoshino. Tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini. Bisa jadi fail & OOC.
contains Fem!Kanda; jadi bukan yaoi oke. Buat yang susah bayangin, itu saya pasang di cover fiknya, it belongs to its respective owner. Semoga membantu.
a/n: gimme more fem!kanda ugh she's so precious ;;;
background music: Begin Again-Taylor Swift


Ini adalah bagaimana ingatan Kanda berputar: tumpukan salju di mana-mana dan ia dapati Lavi tengah mengalungkan syal oranye di lehernya. Iris hijau lelaki itu berpendar hangat seperti biasa, mengalahkan suhu musim dingin sore hari. Matahari belum tergelincir sementara rumah masih cukup jauh. Lavi mengambil kantong plastik supermarket dari jari-jari Kanda yang terasa dingin. Sadar akan hal itu, ia tukar dengan gelas kertas espresso hangat dibeli di perjalanan. Mereka melewati trotoar dengan sepatu menggerus lapisan salju. Kanda tak mengacuhkan sedang Lavi menikmati tiap sentuhan dingin tersebut.

Kilas selanjutnya adalah mengapa Kanda berdiam diri di sini, dalam ruang berdominasi putih sarat bau desinfektan: Lavi yang berlari menyebrangi jalan tepat kala sebuah mobil melaju. Menggantikan anak kecil yang mengejar balon biru lepas dari genggam. Kanda ingat bagaimana decit ban beradu lajur, licin oleh salju, lalu gema tabrakan lalu tubuh menghantam aspal lalu putih ternoda merahmerah dan merah—

Kanda mengamati salju dari kaca jendela seberang ruang. Tak seberapa deras, namun cukup menodai kaca, cukup mengingatkan satu detik paling buruk. Perempuan itu melirik sekilas pada jam dinding—pukul tujuh malam. Waktu berjalan begitu lama dan Kanda risih akan perasaan sentimentil semacam ini. Dia menghampiri jendela. Matanya terpaut pada selasar dimana seorang berseragam pasien membungkuk kepayahan di sana; tiang infus dijadikan pegangan, dua perawat menyerta—likuid kental dimuntahkan pasien sedetik kemudian. Kanda mengeryit, mundur dari jendela. Sedang tak berminat pada hal pemicu bayang-bayang seorang telungkup di kubangan darah.

"… Hei, Yuu-chan."

Punggung Kanda seolah tersengat. Ia menoleh—seketika menemukan Lavi menatap. Kanda mengerjap tak percaya. "Apa aku tidur terlalu lama?"

Suara Lavi serak pun teredam masker oksigen, namun Kanda dapat mendengar silabel terucap. Ujung-ujung helai kemerahan memberantaki hingga alis sebagaimana jika Lavi tak memakai headpatch—di mana benda itu sekarang?

Kanda coba menjernihkan pikiran untuk yakin, bahwa Lavi dengan pandang mengawang-awang itu sungguhan. Tampak berusaha stabil; tentu saja, pengaruh medis masih tertanam. Mungkin Kanda diam terlalu lama hingga Lavi kembali memanggil namanya—walau lirih dan kelihatan susah.

"… Kau brengsek."

Lavi menggerakkan tangan ditancapi infus. Butuh beberapa detik sebelum mata lelaki itu menyipit oleh cengiran kecil. "Hei, kau jahat sekali."

Kanda tahu dia seharusnya memanggil dokter atau apalah, tapi ia teranjur mengambil langkah. "Brengsek, kau brengsek. Orang bodoh mana yang berlari mencari mati seperti itu—cih."

Di antara lilit perban membebat kepala dan (sepertinya) hampir seperempat bagian tubuh, Lavi tertawa samar. Sebisanya. "Anak itu dalam bahaya."

"Dan kau berniat mati," Kanda mengepalkan tangan geram. "Mukamu itu harus ditinju. Janga sia-siakan nyawamu, bodoh!"

Lavi putuskan tak bicara karena situasi pikirannya belum sinkron benar. Alih-alih, dia raih pergelangan tangan Kanda yang ada dalam jangkauan. Menampilkan senyum lucu terbaik yang dapat dilakukan dalam keadaan seperti ini. "Maaf, hmm, Yuu-chan? Aku tidak akan mati karena hal seperti ini, tahu."

Kanda mengirim sorot kematian. Berdecih, melangkah panjang-panjang menuju pintu. Mencari dokter. Lavi menahan tawa dan mendapat nyeri sebagai hasil.

Dia harus hati-hati lain kali.