Fict rated M lagi! XD XD XD
Disclaim :
Naruto © Sasuke
Naruto © Masashi Kishimoto
Warn : Yaoi, Lime/Lemon, OOC, gaje, alur cepat, EYD aneh, Typo(s), minim pendeskripsian, etc.
Pair : S.N
Rated : M
Genre : Hm, Romance aja kali ya?Kalau ada yang lebih cocok, kasitau lewat Review.
A/N : Sukide wanaidesu ka? Yonde wa ikenai! Anata wa shiawase ni yomitori, sore o negatte imasu! ^^
#*#*#*#*#
Chap I
Malam itu di sebuah rumah yang besar nan megah bernama Uchiha's Mansion terlihat anak bungsu dari pemilik Mansion ini—Uchiha Sasuke—masih terbangun di tempat tidurnya, padahal jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi matanya tidak bisa diajak berkompromi untuk tidur.
Dia terus melamun untuk beberapa saat, sampai akhirnya pikirannya tertuju pada sang pelayan pribadi—Uzumaki Naruto—orang yang err… dicintainya? Ya! Dicintainya! Tuan Muda yang satu ini telah jatuh cinta pada pelayan pribadinya.
Tapi dia tidak tau, apakah sang pelayan pribadi juga mencintainya? Semoga saja begitu. Tuan Muda berambut raven ini sudah mencintai pelayan pribadinya semenjak 'insiden itu', insiden dimana dia bertemu pandang sangat dekat dengan sang pelayan pribadi.
FlashBack (Normal's POV)
Salah satu maid di Mansion itu tengah menjemur baju-baju sang majikan yang telah dicucinya di belakang Mansion, namun saat itu udara sedang tidak bersahabat, angin berhembus sangat kencang sehingga membuat salah satu baju sang majikan terbang terbawa angin.
"Ah! Bajunya…" desah sang Maid.
"Ah! Gawat! Itu kan baju Tuan Muda!" Sang pelayan—Uzumaki Naruto—segera mengejar baju yang terbang itu.
.
Sasuke's POV
Aku sedang berjalan-jalan di lorong Mansion, namun tak sengaja pandanganku menangkap sosok yang sangat familiar sedang berlari-lari di halaman belakang, dia sedang mengejar… Baju?
Aku segera berlari ke halaman belakang, dan sesampainya ditempat, "Ah, bajunya…" kudengar dia mendesah.
"Ada apa?" tanyaku.
"Itu…" Dia menoleh kebelakang, "Eh? Tu-Tuan Muda," kentara sekali bahwa dia kaget. Dia sedikit menundukkan kepalanya, "Ma-maaf, itu… Baju Anda…"
Aku mendongak menatap pohon yang ada di belakangnya, Ah! Ternyata bajuku tersangkut di ranting pohon itu.
Aku berjalan kearah pohon tersebut, bermaksud untuk memanjat dan mengambil bajuku yang ada di atas sana, namun sang pelayan menahan tanganku.
"Anda mau apa, Tuan Muda?"
"Menurutmu aku mau apa?"
"Eh? Me-Menurut saya… Umm… Anda mau… Memanjat?"
"Itu sudah tau,"
"Jangan! Nanti Anda bisa terjatuh,"
"Aku tau, entah sudah berapa orang yang terjatuh dari pohon ini karena rantingnya yang tidak bisa menahan berat,"
"Karena itu jangan!"
"Kenapa? Lagipula kalaupun aku terjatuh, paling yang luka hanya bagian tangan, kaki dan… kepala kalau aku sedang tidak beruntung,"
"Tidak usah! Anda tidak boleh terluka!"
"Hei, memangnya kau mau bajuku tersangkut di sana terus?"
"Bu-Bukannya begitu, maksud saya, biar saya saja yang memanjat,"
"Tidak usah!"
"Eh?"
"Aku saja, Ini perintah!"
"…Ba-Baiklah kalau begitu,"
Aku segera memanjat pohon itu. Memanjat? Itu adalah hal yang biasa untukku, karena dari kecil aku memang suka memanjat.
Aku memperhatikan ranting tempat bajuku tersangkut, rantingnya sudah benar-benar rapuh. Huft… sepertinya aku akan nekat saja. Perlahan-lahan aku mulai meraih bajuku yang tersangkut di sana. Dapat!
Krek!
Damn! Benar-benar patah! Baiklah, sekarang kita tinggal lihat, apakah aku sedang beruntung atau tidak?
.
.
BRUK!
Hn? Lembut?
"Tuan Muda,"
Ah! Ternyata aku menimpa tubuh pelayan pribadiku, aku mengangkat tubuhku dan menatap wajahnya untuk beberapa saat. Manis. Itulah tanggapanku, baru kali ini aku menatap wajahnya seperti ini. Tanpa kusadari, ternyata tanganku sudah berada dipipinya, membelainya pelan.
"Tuan Muda,"
Lamunanku buyar saat mendengar suara itu, begitu sadar ternyata wajahku hanya berjarak… Entahlah, yang jelas sangat dekat dengan wajahnya.
"Ma-Maaf," kataku seraya bangkit dari posisiku dan menyembunyikan semburat merah yang mungkin sekarang ada di wajahku.
"Ahahaha, tidak apa. Apa ada sesuatu di wajah saya?" tanyanya seraya ikut bangkit dari posisinya.
"Ti-tidak,"
"Hm? Kalau begitu apa Anda baik-baik saja? Wajah Anda… Merah,"
"Ti-Tidak, aku tidak apa. Kau sendiri bagaimana?"
"Eh? Saya? Tuan Muda tidak perlu khawatir, saya baik-baik saja. Lagipula lebih baik saya yang terluka daripada Anda,"
Dia tersenyum. Aku hanya terdiam melihat senyumnya itu, itu adalah… senyuman yang kusuka.
"Baiklah, saya akan meminta Maid itu untuk mencucikan kembali baju Anda," Dia mengambil bajuku yang tergeletak di tanah, "Permisi, Tuan Muda," dan segera berlari ke tempat si Maid.
Aku hanya memandang kepergiannya, sepertinya… Mulai detik ini… Aku sudah tidak bisa menganggapnya sebagai pelayan pribadi lagi.
End of FlashBack
Sudah tiga bulan semenjak kejadian itu, dan sang Tuan Muda selalu memikirkan pelayan pribadinya, sekarang pun juga. Dia ingin melihat wajah itu, ya! dia ingin melihatnya, melihat wajah yang sangat disukainya. Sang Tuan Muda pun menekan bel yang tersambung ke tempat sang pelayan.
.
.
Tok! Tok!
"Permisi Tuan Muda, Anda memanggil saya?" tampaklah seorang berambut pirang dari balik pintu kamarnya.
"Hn, kau belum tidur?"
"Belum. Saya belum mengantuk," sang pelayan tesenyum.
"Oh,"
"Ada yang bisa dibantu, Tuan Muda?"
"Tidak, hanya saja… Bisa kau temani aku di sini?"
"Ya, tentu,"
Sang pelayan berjalan menuju Tuan Muda-nya.
"Duduklah," perintah sang Tuan Muda agar sang pelayan duduk di kasurnya—atau lebih tepatnya—di sampingnya.
"Tapi—"
"Duduk!"
Sang pelayan pun tidak berbicara lagi, dia menuruti perintah sang majikan, duduk di sampingnya.
Sayangnya mereka terlalu banyak terjebak keheningan di banding berbicara satu sama lain, begitupun sekarang. Kalaupun berbicara, itu hanya dalam jangka waktu yang sebentar.
Sang pelayan melirik jam yang ada di kamar itu, ternyata sekarang sudah pukul satu malam, tak terasa sudah satu jam dia berada di kamar sang majikan. Sang pelayan pun bangkit dari posisi duduknya.
"Mungkin saya akan membuatkan Anda sesuatu, agar Anda mengantuk,"
"Tidak usah,"
"Tapi Anda bisa sakit kalau tidur terlalu malam. Sudah tidak apa, tunggu sebentar,"
Sang pelayan hendak berjalan keluar, namun tangannya ditarik oleh sang Tuan Muda, sehingga sang pelayan terjatuh di pangkuan Tuan Muda-nya, dengan posisi sang Tuan Muda memeluk dirinya.
"Tu-Tuan Muda…"
"Naruto… Kalau aku bilang 'aku suka padamu' bagaimana?"
"Eh? A-Anda bicara apa? Uwaaaa…"
Sepertinya sang Tuan Muda sudah tidak bisa lagi menahan perasaannya terhadap sang pelayan, dia sudah menahan perasaannya selama tiga bulan, dan sekarang? Dia sudah tidak tahan! Dia ingin sekali memiliki tubuh yang sekarang berada di bawah tubuhnya. Ya! Naruto hanya miliknya!
"Tuan Muda…"
Sang Tuan Muda tidak menggubris perkataan sang pelayan, dia langsung menyerang object pertama—bibir sang pelayan. Tuan Muda berambut raven ini melumat bibir pelayan pribadinya dengan ganas, memaksa lidahnya agar bisa masuk kedalam mulut sang pelayan.
"Akh…" Erang sang pelayan saat lidah sang Tuan Muda masuk kedalam mulutnya, mengajak lidahnya untuk bermain.
Pelayan berambut pirang itu menggenggam erat baju sang Tuan Muda, bermaksud untuk mendorong tubuh Tuan Muda-nya menjauh.
Namun usahanya tidak berhasil, tubuh sang Tuan Muda sama sekali tidak bergeming dari posisinya, sang Tuan Muda malah semakin menekan ciumannya—atau lebih tepatnya—memperdalam.
Saliva mulai berkeluaran dari sudut bibir sang pelayan karena ciuman ganas yang diberikan sang Tuan Muda. Membuat sang pelayan terus mengerang di sela-sela ciumannya.
Berhubung akal sehat Tuan Muda yang satu ini belum sepenuhnya hilang, dia melepaskan ciumannya, memberikan kesempatan pada sang pelayan untuk bernafas.
Terlihatlah wajah sang pelayan yang dihiasi rona merah, ditemani nafas yang terengah-engah dan saliva yang menempel di sudut bibirnya.
Tersenyum menyeringai, itulah ekspresi sang Tuan Muda setelah melihat hasil kerjanya terhadap pelayan pribadi tercintanya itu, membuat dirinya semakin tergoda untuk menyentuh tubuh sang pelayan lebih lagi.
"Tuan Muda… Anda kenapa?" tanya sang pelayan di sela-sela nafasnya yang masih terengah-engah.
Sang Tuan Muda tidak kunjung menjawab, dia malah mengarahkan kepalanya menuju telinga sang pelayan, "Entahlah," bisiknya dan langsung mengulum cuping pelayan berambut pirang itu.
"AAH… Tuan Muda…"
Tuan Muda berambut raven itu tersenyum secara diam-diam, desahan milik pelayan pribadinya adalah sesuatu yang selama tiga bulan terakhir ini ingin dia dengar.
Dia melanjutkan aktivitasnya, menurunkan wajahnya menyusuri wajah sang pelayan. Pipinya, ujung bibirnya, dagunya dan sampailah di tengkuknya. Sang Tuan Muda menghisap sekaligus mengigit-gigit kecil titik sensitif yang terdapat di leher sang pelayan, membuat sang pelayan terus-terus mendesah dan mengerang.
Tidak membiarkan tangannya menganggur, perlahan sang Tuan Muda mulai membuka satu persatu kancing tailcoat hitam sang pelayan dan menyusupkan tangannya ke dalam.
Merasa ada sesuatu yang dingin menyentuh tubuhnya, sontak sang pelayan sedikit mendorong tubuh Tuan Muda-nya, "Tu-Tuan Muda tunggu dulu, kalau Fugaku-sama melihat ini—"
"Tou-san? Tou-san tidak akan ke kamarku tengah malam begini,"
"Tapi—"
Cup! Ah, sang Tuan Muda ternyata telah mengunci bibir sang pelayan dengan bibirnya.
"Diam dan nikmati,"
Sang pelayan pun tidak angkat bicara lagi. Sang Tuan Muda tersenyum, dia kembali melanjutkan aktivitasnya. Kali ini tangannya yang bekerja, meraba dan memainkan titik sensitif yang ada di dada sang pelayan, sementara wajahnya juga sibuk bermain dengan wajah pelayan itu. Entah itu diciumi, dijilati dan sebagainya.
"Aaah! Tuan Muda… Tunggu dulu—Ngh!"
Pelayan itu terus mendesah, tapi setelah beberapa saat, Tuan Muda yang satu ini merasa ada sesuatu yang janggal. Dia heran kenapa dari tadi tidak ada respon lagi dari pelayan pribadinya, tidak terdengar lenguhan, erangan, bahkan desahan.
Sang Tuan Muda pun menghentikan aktivitasnya sejenak, dan menatap wajah sang pelayan. Hm, ternyata sang pelayan menggigit bibir bagian bawahnya, sudah terlihat bercak merah di sana, sepertinya dia terlalu kuat menggigit bibirnya untuk menahan semua suara yang akan membuat Tuan Muda-nya semakin tergoda untuk menyentuhnya.
Sang Tuan Muda ini pun tidak tinggal diam, salah satu jemarinya bergerak menyentuh bibir sang pelayan.
"Jangan digigit," perintahnya.
Untuk beberapa saat masih tidak ada respon dari sang pelayan, tapi perlahan—dengan bibir yang gemetar—sang pelayan melepaskan gigitannya. Sang Tuan Muda tersenyum simpul, "Bagus,"
Dia mencium lagi bibir sang pelayan, melumat bibir bagian bawahnya agar bercak merah itu sedikit memudar. Lalu, dia menurunkan wajahnya menuju dada sang pelayan, melumat titik sensitif yang ada di sana.
Sang pelayan hanya terdiam mendapat perlakuan seperti itu. Sebenarnya dia ingin memberontak, tapi entah kenapa tangannya tidak bisa diajak berkompromi. Tangannya hanya menggenggam erat baju sang Tuan Muda.
Dia sudah bingung, apa yang harus dia lakukan untuk menghentikan Tuan Muda-nya ini? Dia takut kalau seandainya dia ketauan melakukan 'hal ini' dengan Tuan Muda-nya, apalagi kalau sampai terdengar ke Tuan Besar—Uchiha Fugaku. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mungkin dia akan dipecat? Hei, lagipula tidak baik bukan menjalankan hubungan dengan majikan sendiri?
"Ngh… Tu-Tuan Muda… Sudah… Hentikan," lenguh sang pelayan. Tapi—lagi-lagi—sang Tuan Muda tidak menghiraukannya.
Kenapa? Kenapa dari tadi Tuan Muda-nya tidak menghiraukan setiap perkataannya? Apakah dia memang tidak dengar? Atau sengaja tidak didengarkan? Entahlah! Yang jelas si pirang hanya mengetahui dia berstatus sebagai pelayan, sedangkan yang berada di atasnya adalah seorang Tuan Muda—sang majikan. Dan seorang pelayan dilarang menjalankan suatu hubungan dengan majikannya.
"TUAN MUDA, HENTIKAN!"
Sang Tuan Muda yang sedari tadi masih menjalankan aktivitasnya, tersentak mendengar teriakan itu. Dia tidak pernah menyangka sang pelayan akan berlaku seperti ini—meneriakinya?
Sebuah seringaian pun terbentuk di bibirnya, dia menatap kembali wajah pelayan pribadinya, "Hn? Sudah berani melawan rupanya,"
"Eh? Bu-Bukannya begitu Tuan Muda, tapi…"
Sang pelayan memalingkan wajahnya, dia tidak melanjutkan kata-katanya, wajahnya pun masih dihiasi rona merah. Dua jari sang Tuan Muda bergerak menyentuh dagu sang pelayan dan menggerakannya agar mereka kembali bertatapan.
"Seperti yang kubilang, diam dan nikmati,"
Sang Tuan Muda kembali melumat bibir sang pelayan, sementara tangan lainnya bergerak menuju organ tubuh bagian bawah sang pelayan.
Merasa ada sesuatu yang menyentuh organ pribadinya, sontak sang pelayan melepaskan lumatan bibir sang Tuan Muda, "A-AAH… Tuan Muda, jangan di situ…"
"Tidak apa," Kali ini sang Tuan Muda merespon, dia sedang memainkan organ pribadi sang pelayan dengan lihai untuk beberapa saat.
"Tuan Muda, sa-saya… Akh!"
Sang Tuan Muda mengerti apa yang dimaksud sang pelayan.
"Ya, ini akan menjadi tahap yang terakhir,"
Sang Tuan Muda menurunkan kepalanya menuju organ pribadi sang pelayan, dan segera mengulumnya. Sementara sang pelayan hanya terus-terusan mendesah dibuatnya.
"Haa… Ah! Ah! Tuan Muda, sa-saya tidak kuat lagi—AAAH!"
Sampailah saat dimana sang pelayan mencapai masa ejakulasi-nya. Dia mengeluarkan cairannya di dalam mulut Tuan Muda-nya, dan langsung ditelan habis oleh sang penerima.
Sang Tuan Muda mengeluarkan organ pribadi sang pelayan dari dalam mulutnya, ditatapnya kembali wajah sang pelayan, masih sama seperti tadi. Wajahnya memerah ditemani beberapa bulir keringat dan nafas yang terengah-engah.
"Sudah selesai, aku akan melakukan tahap selanjutnya kalau kau sudah benar-benar menjadi milikku," sang Tuan Muda tersenyum kecil.
"Tuan Muda…"
"Ssstt… Kau pasti lelah 'kan? Tidurlah,"
Ya, memang benar apa yang dibilang sang Tuan Muda, pelayan berambut pirang itu memang sudah lelah sekarang—sangat lelah. Tidak ada salahnya 'kan kalau si pirang menuruti perintah sang Tuan Muda untuk tidur di kamarnya? Terlebih lagi di kasur ini—bersama sang Tuan Muda.
Perlahan mata biru langit itu mulai tertutup, samar-samar pelayan pirang itu melihat Tuan Muda-nya tersenyum tulus, hingga semuanya menjadi gelap. Dia tertidur.
Sang Tuan Muda menyelimuti tubuh sang pelayan, dan dia mulai merebahkan dirinya di samping pelayan pribadinya itu, ditatapnya wajah damai yang terpampang di sebelahnya. Lagi-lagi dia tersenyum.
Tuan Muda berambut raven itu sudah mulai mengantuk sekarang, badannya juga terasa letih setelah melakukan kegiatan tadi.
#*#*#*#*#
Paginya sang pelayan bangun terlebih dahulu daripada sang Tuan Muda, dia mengedarkan pandangannya, ini bukan kamarnya. Sepintas, terbesit di pikirannya suatu kegiatan yang dia lakukan kemarin malam bersama Tuan Muda-nya, sontak dia langsung menyibakkan selimut yang sedari tadi menutupi dirinya.
Didapatinya dia masih berpakaian lengkap, semuanya juga sudah terkancing rapi. Apakah sang Tuan Muda yang merapikan pakaiannya? Entahlah, dia sendiri juga tidak tau. Dia menggelengkan kepalanya pelan, mencoba melupakan insiden kemarin malam.
Mata biru itu menatap ke sebelahnya, bola mata onyx itu masih bersembunyi di balik kelopak mata, menandakan pemiliknya belum terbangun, sang pelayan pun segera turun dari tempat ia tidur dan segera berjalan keluar.
#*#*#*#*#*#
Sudah seminggu semenjak kejadian 'itu', entah kenapa kalau dilihat-lihat, hubungan antara sang Tuan Muda dengan pelayan pribadinya menjadi renggang. Pelayan pirang itu yang pada awalnya selalu ceria dan banyak tersenyum menjadi lebih pendiam dan irit bicara, kalaupun berbicara, itu hanya seadanya saja—tidak lebih. Sedangkan sang Tuan Muda? Tidak usah ditanya, dari awal fict ini dibuat dia memang terkenal cuek.
Tapi kalau buat masalah yang satu ini, Tuan Muda kita sudah tidak bisa cuek lagi, apalagi berhubungan dengan orang yang dicintainya. Dia merasa sepertinya semenjak kejadian 'itu' sang pelayan menghindari dirinya, dan dia tidak suka itu. Dia juga merasa bersalah karena 'menyerang' pelayan pribadinya tanpa mendapat persetujuan dari pelayan itu sendiri.
Dengan langkah cepat, dia segera keluar dari kamarnya, bermaksud mencari sang pelayan untuk meminta maaf. Ya! hanya itu yang bisa dilakukannya—meminta maaf. Dia menyusuri lorong-lorong rumahnya, dan menemukan orang yang dicarinya sedang berjalan di depan tak jauh darinya.
"Naruto!"
Sang pelayan hanya menghentikan langkahnya, namun tidak menoleh kebelakang. Sedangkan yang memanggil berlari menuju orang yang memunggunginya di depan, dan menghentikan langkahnya tak jauh dari sang pelayan.
"Aku…Ingin…Minta maaf,"
Hening.
"Kenapa anda meminta maaf, Tuan Muda?"
"Jangan pura-pura lupa!"
Hening.
"Jujur saja, sekarang… Aku sudah tidak bisa menganggapmu sebagai pelayan lagi, Naruto," sang Tuan Muda terdiam sejenak, dia memalingkan muka dan menutup setengah wajahnya dengan tangan kanan, yakin bahwa sekarang semburat merah sudah ada diwajahnya "Aku mencintaimu,"
Hening.
Drap. Drap. Drap.
Sang pelayan menoleh kebelakang, didapatinya ruang kosong di sana. Ternyata sang Tuan Muda sudah berlari meninggalkannya.
"Tuan Muda…"
Tbc/End?
Mmm, ini masih Lime kan? Belum Lemon? Apa udah? ==a *begonya kumat*
Akh! Gak bisa bikin yg lbh Hot dari ini~ Gomen. gomen. gomen~ DX #pundung.
Tuh Typo(s), banyak 'kan? XD *kok seneng?*
Yaaah, dengan aku publish fict ini, bertambah sudah fict-ku yg blm complete. (someone : Mampus lu! Keteter nanti ngelanjutinnya!) #pundung
Ok, fict ini bakal aku lanjutin kalau banyak yg menunggu + banyak review yg memadai (?). Kalau seandainya gak, aku bakal tunda dulu sementara (bkn hiatus kok). Abs banyak fict-ku yg blm complete, jd mending lanjutin yg lain dulu. ^^
Awalnya sih aku gak mau publish ide fict ini, tp drpd basi di otak? Mending di keluarin, lagian aku suka menulis a.k.a mengetik, jd rasanya gatel klo gak nyentuh keypad Laptop sehari aja. Beneran deh! Org sampe kena marah kaa-san gara2 tiap hari Laptop On terus. ==" *curhat mode off"
Review ditunggu ya! XD
