Disclaimer: Kuroshitsuji, Toboso Yana
Warning: Fanfic pertama saya. Maaf kalau kurang berkenan. RnR please ^^
Ciel Phantomhive's POV
"Bocchan, sudah waktunya untuk bangun."
Suara itu menggugahku dari tidurku. Terdengar suara gorden ditarik saan aku beranjak duduk. Cahaya matahari pagi masuk dan menyinari penjuru kamar begitu gorden dibuka. Aku mengusap-usap mataku, kesilauan.
"Sebastian, cahayanya terlalu terang," gerutuku. Aku melirik butler-ku itu dan mendapatinya sedang tersenyum geli padaku. "Itu salah Bocchan sendiri, kenapa bangun terlalu siang?" Aku merengut mendengar pembelaannya.
Aku bergerak ke tepi tempat tidur, sementara Sebastian menyebutkan jenis teh pagi ini sambil menuangkan minuman itu ke dalam cangkir. Tanpa berbicara, aku menyambut uluran cangkir teh itu dari tangannya. Seperti biasa, Sebastian menjelaskan jadwal hari ini sementara aku menyeruput tehku perlahan-lahan. Ia lalu memakaikan pakaianku. Tapi…
"Batalkan semua kegiatan hari ini."
"Maaf?"
"Kau dengar aku. Cepat laksanakan."
"Yes, My Lord."
Semuanya berjalan sangat cepat. Aku melangkah turun dari tempat tidur, tapi entah kenapa, kakiku tiba-tiba terasa lemas. Aku hampir terjatuh dengan kepala lebih dulu ke lantai, kalau saja dia tak cepat bergerak. Kedua tangannya menyangga tubuhku. Selama beberapa saat, pandangan kami bertabrakan. Seketika itu dadaku terasa terbakar oleh sebuah perasaan yang aneh, sangat aneh.
Kemudian aku tiba-tiba sadar. Aku bangkit berdiri dan menepis tangannya dari tubuhku. Dengan pipi yang terasa bagai terbakar, aku bergegas menuju pintu kamar tanpa menoleh ke belakang, ke arahnya.
Beberapa hari terakhir ini, aku merasa seperti sedang diawasi. Tapi setiap kali aku memandang ke sekelilingku, aku tak melihat siapapun, kecuali Sebastian dan keempat pelayan di sini. Tapi kecurigaanku sepertinya beralasan, karena—aku tahu dari lirikan-lirikan sekilas—Sebastian pun terlihat lebih tegang. Setiap kali ia ada di dekatku, aku juga bisa merasakan aura berbahaya yang memancar dari dirinya. Bagaimanapun juga, dadaku masih sering terbakar oleh perasaan itu. Dan perasaan itu hanya aku rasakan saat berada di dekat Sebastian.
Bagus, benar-benar bagus. Bukan hanya aku merasa seakan diawasi, perasaan aneh itu juga selalu menghantuiku. Dua masalah sekaligus, dan aku bahkan tak bisa memutuskan masalah mana yang lebih buruk.
Aku terbangun tiba-tiba, terduduk tegak di tempat tidurku dengan dada berdebar-debar. Perasaan seakan diawasi itu semakin menjadi-jadi. Aku melihat ke sekeliling kamar. Di luar masih gelap, gorden belum dibuka, dan tak ada tanda-tanda bahwa Sebastain sudah datang. Dan hal yang lebih penting lagi adalah, lagi-lagi aku tak bisa mendeteksi adanya penguntitku di ruangan ini.
Aku berbaring lagi di tempat tidur, namun tak peduli sekeras apapun aku berusaha, aku tak bisa kembali terlelap. Pikiranku terus-menerus kembali pada penguntit misteriusku beberapa waktu terakhir ini. Aku terus memikirkan berbagai kemungkinan siapa yang kemungkinan ada di balik semua ini. Siapapun itu, ia pasti sangat hebat. Bisa menjebol pertahanan dan pengawasan para pelayan keluarga Phantomhive.
Entah untuk berapa lama, aku hanya berbaring, berpikir, dengan mata menatap kosong ke langit-langit. Lalu tiba-tiba, aku mendengar suara pintu diketuk. Aku menoleh ke arah pintu.
"Bocchan, sudah waktunya untuk…" Perkataan Sebastian terhenti ketika ia melihatku yang sudah terbangun. Ia tak berkomentar apapun, melainkan melakukan pekerjaannya yang biasa. Saat sampai ke bagian jadwal hari ini, aku tersentak. "Apa? Marchioness akan datang ke sini?"
Sebastian pun tampak kaget saat menyadari arti kata-kataku. Ya, Marchioness selalu datang lebih awal untuk inspeksi. "Bagaimana mungkin kau melupakan hal ini, Sebastian?" kataku, lalu buru-buru turun ke bawah untuk memperingaktkan para pelayan. Selama beberapa saat aku sibuk, pikiranku hanya terpusat pada persiapan akan kedatangan Marchioness.
Kami semua, penghuni Mansion House, menunggu Marchioness dengan sabar. Tapi Marchioness dan Elizabeth—Lizzy—tak kunjung datang. Ini sangat aneh. Marchioness tak pernah datang sesiang ini sebelumnya.
PRANG!
Suara jendela yang pecah. Aku menoleh ke arah asal suara, lalu menatap Sebastian. "Kau tahu apa yang harus dilakukan."
"Yes, at once, Milord." Aku menatap Sebastian sampai ia hilang di ujung lorong. Perasaanku agak tidak enak. Hal aneh semakin banyak terjadi di sini.
Telingaku menangkap suara samar, suara langkah kaki. Aku memutar badan ke arah asal suara, lalu berseru, "Siapa?"
Tapi kosong. Tak ada siapapun. Padahal aku benar-benar yakin…
Tiba-tiba mulutku terasa disumpal sesuatu. Aku sempat melihat tangan yang ditutupi sarung tangan sebelum kepalaku mulai terasa berputar.
"Sebas… tian…"
Gelap.
To be continued…
Akhirnya selesai juga fanfic ini. Maaf kalau jelek, fanfic pertama soalnya. Review-nya please? ^^
