Want To be Loved
Semua tokoh hanya milik Tuhan dan Orang Tuanya.
Happy Reading~!
Kata Yongguk, Seonho itu terlalu hiperaktif dan banyak omong. Kata Justin, Seonho itu tak pernah bisa diajak serius. Kalau kata Samuel, Seonho itu terlalu banyak berkhayal. Ia sadar jika yang dikatakan oleh kakak dan kedua sahabatnya itu benar. Tapi Seonho seperti ini karena ia ingin diperhatikan. Bukan, dia tak ingin mencari muka dihadapan orang banyak. Ia hanya ingin sekali saja dilihat dan dianggap ada oleh seseorang tempat hatinya berlabuh. Orang itu adalah Lai Guanlin. Seorang pemuda tampan dengan tinggi semampai-meski nyatanya hanya terpaut beberapa centimeter dengan Seonho- dan wajah rupawan yang bisa dikatakan diatas rata-rata. Tidak, ia tidak menyukai Guanlin hanya karena tampangnya saja. Ia menyukai Guanlin karena apa yang telah pemuda itu lakukan padanya. Bukan hal special memang, tapi bagi Seonho itu telah merubah hidupnya.
"Hoi jangan bengong di tengah jalan!"
Seonho tersentak kaget dari lamunannya kala seseorang dengan keras menepuk pundaknya. Ia bisa melihat Samuel yang tengah memasang cengiran tanpa dosa di hadapannya.
"Siapa yang bengong di tengah jalan? Sekarang kan aku sedang duduk di bangku ku sendiri."
Seonho menatap jengkel pada Samuel. Ia sempat mengira bahwa dirinya benar-benar sedang terdiam dan melamun seperti orang bodoh di koridor sekolah.
"Habisnya kau terlihat serius sekali. Memikirkan aku ya?"
Samuel menaik turunkan alisnya. Seonho memutar matanya malas.
"Mimpi saja sana. Aku lebih memilih memikirkan bagaimana cara induk ayam bertelur daripada memikirkan wajahmu itu."
Samuel berpura-pura memasang wajah cemberut. Namun Seonho sudah lebih dari kebal menghadapi sikap kurang waras sahabatnya itu.
"Memangnya kau memikirkan siapa sih? Si dia lagi?"
Perkataan Samuel yang tepat sasaran membuat wajah Seonho bersemu. Pemuda keturunan amerika itu langsung tersenyum lebar dan mengambil tempat tepat di depan Seonho.
"Jadi bagaimana? Sudah ada kemajuan belum?"
Seonho memaki sahabatnya itj dalam hati. Kenapa juga perlu bertanya seperti itu.
"Jangankan kemajuan, kalau ketemu saja langsung lari seperti orang kesetanan!"
Justin tiba2 saja menjawab pertanyaan Samuel dan duduk di samping Seonho setelah sebelumnya menyeret kursi entah milik siapa. Seonho langsung menggeplak kepala pemuda itu dengan tangannya.
"Yah! Kenapa aku dipukul sih!? Kan memang kau tidak berani bertemu dengan si Guan Kuan siapa itu!"
Samuel tertawa keras melihat pertengkaran dua sahabatnya. Seonho memilih menyembunyikan wajahnya yang memerah pada lipatan tangannya. Dasar para sahabat kurang ajar.
"Kalau kau malu-malu terus seperti itu yang ada dia diambil orang duluan!"
Samuel tidak berniat mengejek atau apa, tapi ia kasihan jika Seonho terus saja melamun seperti remaja galau kurang belaian setiap hari. Seonho sendiri hanya menggumam tidak jelas mendengar perkataan pemuda blasteran di hadapannya. Memangnya ia kira semudah itu menyapa seseorang yang disukainya?
"Ayolah Ho, kalau kau begini terus sampai lebaran monyet juga si dia tidak akan peka."
Justin menepuk pundak Seonho mencoba memberi semangat pada sahabatnya. Samuel juga ikut-ikutan memberi semangat dengan merangkul kedua sahabatnya bersamaan.
"Bagaimana jika kami membantumu? Aku dan Samuel akan membantumu mendekati Guanlin."
Seonho mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar. Bersyukur punya sahabat yang selalu mendukungnya
"Terimakasih! Jadi, bagaimana kalian akan membantuku?"
Samuel segera membuka tasnya dan mengambil sebuah buku catatan dan pulpen. Justin dan Seonho hanya memperhatikan apa yang akan pemuda blasteran itu lakukan.
"Ngapain Sam?"
Justin akhirnya bertanya juga. Samuel hanya tersenyum dan menulis sesuatu entah apa di buku catatannya. Seonho lebih memilih diam dan menunggu sahabatnya itu selesai.
"Nih!"
Samuel langsung menyodorkan buku catatannya tepat setelah ia selesai menulis. Seonho dan Justin langsung membaca apa yang pemuda itu tulis.
"Misi menggebet Guanlin?"
Justin mengeja tulisan Samuel yang kurang lebih seperti rumput. Tidak bisa dibaca.
"Iya! Jadi kita akan cari cara supaya si Guanlin itu peka ke Seonho!"
Seonho langsung membekap mulut Samuel karena pemuda itu mengatakannya dengan sangat keras tanpa kira-kira. Untung saja tak ada satupun anak yang memperhatikan.
"Kau gila ya!? Kalau ada yang dengar bagaimana!"
Samuel memasang cengiran dibalik tangan Seonho. Dirinya juga lupa jika saat ini ruangan yang mereka tempati tidak hanya berisi mereka bertiga saja. Seonho melepas bekapannya dan menghembuskan nafas panjang.
"Jadi rencanamu apa?"
Justin bertanya lagi. Sudah menyerah membaca apa yang Samuel tulis di buku catatannya.
"Jadi pertama kita harus makeover dulu penampilannya Seonho!"
Justin tersenyum lebar seketika. Sementara Seonho hanya memperhatikan kedua sahabatnya itu. Setidaknya mereka tidak akan macam-macam kan padanya?
"Tumben bener kau Sam? Yasudah besok ke rumahku saja kita rombak total dia!"
Samuel mengacungkan jempolnya semangat sebelum memberikan tos pada Justin.
"Aku akan diapakan? Memangnya sekarang aku jelek ya?"
Seonho bertanya pada Samuel dan Justin. Mereka berdua langsung menggeleng kompak.
"Kau itu imut! Cuma kurang perawatan saja! Sudah deh nanti kita akan membuatmu keliatan bersinar kok!"
Seonho menghela nafas pasrah. Jika bukan demi Guanlin ia tak akan mau melakukan hal-hal aneh seperti ini.
"Yasudah terserah kalian saja, aku menurut."
Setelah Seonho mengatakan hal itu, guru Kang masuk ke kelas mereka. Justin langsung berlari kembali ke tempatnya dan Samuel membalik badannya setelah memberikan ucapan semangat kepada Seonho.
oOo
Seonho itu selalu semangat sekali pergi ke kantin. Bahkan saat bel istirahat berbunyi ialah yang selalu keluar kelas pertama kali meninggalkan kedua sahabatnya yang hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya. Ya, setidaknya itu sebelum ia tahu kalau Guanlin akan selalu berada di kantin saat waktu istirahat tiba. Pemuda itu akan selalu duduk dengan teman temannya di bangku paling depan, dan itu membuat Seonho yang dulu semangat sekali pergi ke kantin kini jadi takut- lebih tepatnya malu jika harus pergi kantin dan berjalan melewati meja yang ditempati Guanlin.
"Ayolah Ho! Lagipula si Guanlin kan tidak akan menggigitmu!"
Justin mencoba menarik tangan Seonho untuk berdiri. Namun pemuda itu tetap memberontak dan berkata kalau dia akan malu setengah mati jika Guanlin tahu bagaimana kebiasaan makannya.
"Jangan berkata seperti itu! Katamu Guanlin itu baik kan? Dia pasti tidak akan berpikir demikian!"
Samuel dan Justin tetap kukuh meyakinkan sahabatnya yang tengah dilanda konflik batin itu. Seonho melihat kedua sahabatnya sebelum mengangguk pelan. Akhirnya ia luluh juga.
"Akhirnya! Kalo begitu ayo!"
Justin langsung menarik Seonho keluar dari kelas disusul Samuel yang kini telah berjalan di samping mereka. Mereka bertiga berjalan bersandingan layaknya trio sahabat yang biasanya terdapat di film-film. Bedanya Seonho yang berada ditengah kini sedang memasang raut gusar. Mendadak menyesali keputusannya sudah setuju untuk pergi ke kantin saat kini hanya tersisa beberapa meter bagi mereka untuk sampai ke kantin.
"Apa kita benar-benar harus ke kantin? Kembali saja yuk."
Seonho mencoba membujuk kedua sahabatnya saat mereka sudah hampir sampai di kantin. Ia semakin gencar menarik-narik tangan kedua sahabatnya saat matanya menangkap sekelompok pemuda yang sedang duduk berkumpul di meja kantin, dan Guanlin merupakan salah satu dari mereka.
"Demi Tuhan Seonho! Kau tidak akan kenapa-napa, percaya pada kami!"
Samuel mengangguk menyetujui perkataan Justin. Kini gantian mereka berdua yang menarik tangan Seonho dan menariknya menuju kantin. Seonho hanya menunduk saat mereka sudah berada di kantin. Telinganya bisa menangkap samar-samar suara tawa milik Guanlin, namun ia terlalu malu untuk mengangkat wajahnya dan melihat. Karena yang benar saja, Guanlin duduk dibagian pojok kanan. Itu artinya dia akan berpapasan langsung dengan Seonho. Dia tidak mau mengambil resiko penyakit jantung apapun.
"Kau kenapa menunduk terus sih? Percaya diri sedikit lah! Kalau begini caranya bagaimana dia bisa tahu dirimu?"
Samuel memberi tepukan pada punggung Seonho. Niatnya mau membuat pemuda itu mendongak, namun nyatanya Seonho malah nyaris terjatuh jika saja sebuah tangan tidak menahan lengannya. Seonho seketika menoleh hendak berterima kasih. Namun sekujur tubuhnya seolah beku saat ia tahu siapa pemilik tangan yang telah menyelamatkannya. Orang itu adalah Lai Guanlin. Yang kini masih menggenggam lengannya meski Seonho sudah tak lagi dalam posisi hendak terjatuh. Seonho melihat dengan mata kepalanya sendiri, Guanlin memberinya sebuah senyum tipis, sangat tipis sebelum melepaskan genggaman tangannya.
"A-ah t-terimakasih s-sunbae!"
Seonho menunduk berkali kali sebelum pergi meninggalkan Guanlin dengan wajah yang sudah semerah tomat.
"OH MY GOD! Justin kau lihat yang barusan!?"
Samuel menggoyang-goyangkan bahu Justin. Pemuda cina itu ikut memekik tertahan. Mereka berdua segera berlari menyusul Seonho yang sudah tenggelam di antara para pengunjung kantin.
Want To be Loved
"Wow! Guanlin kita yang biasanya cuek sekarang tiba-tiba menolong seseorang? Aku tercengang!"
Guanlin memutar matanya malas mendengar perkataan Park Woojin.
"Aku tidak sejahat itu membiarkan dia terjatuh tepat di sampingku."
Seisi meja tersenyum mendengar perkataan Guanlin. Seingat mereka dulu Guanlin bahkan tidak akan menghiraukan Park Woojin yang jatuh tersungkur saat berjalan bersamanya. Tapi sekarang? Sepertinya mereka semua harus ikut andil.
"Lin, menurutmu dia bagaimana?"
Daehwi sebagai biang gosip nomor satu bertanya pada Guanlin yang kini tengah menyantap kimbabnya.
"Dia siapa?"
Guanlin balik bertanya, membuat Hyungseob di sebelahnya kesal karena ia juga menunggu jawaban Guanlin.
"Ya adik kelas barusan lah!"
Kini Jihoon yang mengatakannya. Ia gatal juga jika harus menghadapi sifat tak peka Guanlin disaat seperti ini.
"Memangnya dia kenapa? Biasa saja...mungkin."
Guanlin sedikit ragu di akhir membuat Daehwi tersenyum lebar dan bertos dengan Jihoon di sebelahnya.
"Jangan lupa pajak jadian kalau kalian sudah resmi ya!"
Hyungseob menepuk bahu Guanlin cukup keras. Diikuti anggukan setuju oleh Woojin dan Jinyoung. Guanlin hanya menatap mereka heran sebelum melanjutkan kembali acara makannya yang tertunda karena di interupsi oleh pertanyaan tidak penting dari Daehwi.
Want To be Loved
Seonho bersandar pada salah satu meja kosong. Memegang dadanya mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdentum sangat cepat seperti pacuan kuda. Ia masih bisa mengingat dengan jelas senyuman tipis yang diberikan oleh Guanlin untuknya. Seonho yakin seratus persen, meski ia memakai kacamata bukan berarti ia tidak bisa melihatnya. Kedua kakinya terasa selemas agar-agar tapi hatinya terasa bahagia luar biasa.
"Yatuhan aku bahkan tidak tau kebaikan apa yang sudah aku lakukan hari ini."
Seonho menggumam pelan, mengingat-ingat apa saja yang sudah ia lakukan hingga mendapatkan balasan sebesar ini.
"Seonho! Oh My God! Selamat!"
Samuel yang baru saja menemukan Seonho langsung memeluk pemuda itu, diikuti oleh Justin yang sampai setelahnya. Seonho balas memeluk kedua sahabatnya menyalurkan euforia yang masih dirasakannya sampai saat ini. Tak lama, Samuel melepaskan pelukan mereka dan menarik Seonho serta Justin untuk duduk di meja yang sedari tadi masih kosong itu.
"Aku yakin sekali kalau Guanlin itu tertarik pada Seonho."
Samuel berkata sembari mengepalkan kedua tangannya di depan wajah. Pose sok serius. Justin mengangguk semangat menanggapi perkataan Samuel.
"Aku setuju! Begini ya, dari yang kudengar dia itu seperti ice man. Sama sekali tidak peduli sekitar. Tapi tadi dia membantu Seonho yang bahkan dia tidak kenal!"
Justin menambahkan dengan menggebu-gebu. Seonho hanya bisa diam dengan wajah memerah mendengarkan teori tidak waras kedua sahabatnya. Berkali-kali Seonho berkata pada dirinya sendiri dalam hati bahwa mungkin saja Guanlin sedang memiliki hari baik oleh karena itu ia menolong Seonho, tapi tetap saja wajahnya tak bisa berhenti memerah.
"Jadi tadi dia hanya menolongmu? Tidak mengatakan apapun?"
Seonho menggeleng, tapi ia segera membuka suara.
"D-dia tersenyum...kurasa."
Justin menggebrak meja gemas. Samuel menepuk bahu Seonho dengan tampang sok serius. Mereka berdua lemah jika melihat sahabat mereka dalam mode malu-malu seperti ini.
"Well, kalau begitu rencanaku dan justin ternyata berjalan lancar 200%."
Samuel menggumam pelan agar Seonho tak dapat mendengarnya. Ia menengok pada Justin dan mengacungkan ibu jarinya. Dibalas oleh Justin yang juga mengacungkan ibu jarinya.
"Teman-teman..apa kita tidak akan membeli makanan?"
Seonho sedari tadi sadar jika Samuel dan Justin saling memberikan acungan jempol tapi ia tak peduli kenapa. Setelah kejadian tadi perutnya terasa lapar. Belum lagi ada banyak makanan yang terlihat menggoda di sekelilingnya. Ia bersyukur saat ini mereka duduk di bangku paling belakang hingga ia tak perlu khawatir Guanlin akan melihatnya makan seperti orang kesetanan.
"Ah aku lupa..yasudah kalian ingin apa? Aku pesankan."
Justin berdiri dari duduknya setelah mendengar pesanan kedua sahabatnya. Pemuda china itu meninggalkan Samuel dan Seonho yang kini tengah menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan.
"Hei Seonho..aku yakin dia pasti akan berada di sisimu saat kenaikan kelas nanti. Aku yakin seratus persen!"
Samuel menepuk pelan kepala Seonho sebelum berlari menyusul Justin yang sudah pergi memesan makanan lebih dulu. Seonho yang mendengar perkataan Samuel tersenyum lembut. Dimana lagi dia bisa menemukan sahabat sebaik mereka?
Seonho meralat perkataannya saat istirahat tadi. Dimana ia bisa menemukan sahabat segila ini? Setelah bel pulang sekolah berbunyi Samuel dan Justin langsung menariknya pergi tanpa membiarkannya merapikan bukunya dengan benar. Kakinya bahkan tersandung berkali kali namun kedua sahabatnya itu tetap menariknya dengan ganas dan membawanya masuk kedalam mobil milik keluarga Justin yang sudah menunggu di depan gerbang.
"Sekarang katakan padaku apa yang akan kalian lakukan? lihatlah sepatuku bahkan sampai kotor semua karena tersandung berkali-kali!"
Seonho menepuk-nepu sisi sepatunya yang kotor dan membenarkan letak kacamatanya sebelum menatap kesal pada kedua sahabatnya yang hanya memasang cengiran tak berdosa.
"Kita akan kerumah si china ini."
Samuel menunjuk Justin yang kini melotot mendengar panggilan Samuel padanya. Namun ia segera mengangguk dan tersenyum kearah Seonho.
"Kau ingin Guanlin melihatmu kan? Kami berdua akan membantumu dengan cara ini."
Seonho hanya bisa menundukkan kepalanya lemas dan mengangguk mendengarkan perkataan sahabatnya itu. Semoga saja apa yang mereka lakukan padanya bukanlah hal gila. Setelah lima belas menit mobil milik Justin akhirnya memasuki sebuah pekarangan luas yang Seonho sudah hafal betul apa isinya. Bahkan dia bisa menunjukkan dengan mata tertutup dimana letak bunga mawar warna putih diantara puluhan mawar merah yang ditanam di bagian kanan taman. Mobil itu berhenti dan kini Seonho kembali diseret, kali ini tubuhnya diseret masuk kedalam rumah Justin, yang lagi-lagi ia sudah hafal isi dan seluk beluknya. Mereka menaiki tangga menuju lantai dua dengan sedikit pertengkaran antara Justin dan Samuel yang ribut soal mereka harus makan siang terlebih dulu atau tidak. Seonho hanya diam, toh ini bukan rumahnya meskipun ia sudah seperti anak bagi nyonya Huang. Saat mereka telah melangkahi anak tangga terakhir Seonho langsung melepaskan pegangan tangan Justin dan masuk terlebih dahulu ke kamar pemuda itu, meninggalkannya bersama Samuel yang masih saja ribut soal masalah tidak penting. Membantu apanya.
"Seonho kenapa kau duluan sih? Kukira kau kabur entah kemana!"
Seonho menengok kearah pintu dan melihat Justin yang tengah mendumal kesal dan berjalan ke arahnya. Dia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Samuel.
"Kalian lama. Mana Samuel?"
Seonho melongokkan kepalanya untuk melihat tapi ia tidak menemukan pemuda blasteran itu.
"Dia turun, makan siang dulu. Aku lelah mendengar ocehannya soal makan siang itu sangat penting bla bla bla."
Justin mendudukkan dirinya di samping Seonho dan mengambil kacamata yang tengah pemuda itu kenakan. Seonho mengernyit heran namun tetap membiarkan Justin mengambil kacamatanya. Namun ia langsung menjerit heboh saat pemuda china itu justru mematahkan kacamatanya menjadi dua bagian.
"YA JUSTIN BODOH YANG KAU LAKUKAN!?"
Seonho mengambil kacamatanya yang telah terbelahdua dari tangan Justin. Ia memutar mutar kacamata itu, namun dilihat berapa kalipun kacamatanya memang patah. Ia memelototi Justin yang masih terlihat santai seolah tak ada hal serius yang terjadi.
"Sssh tenanglah. Kau tidak butuh kacamata bundar itu lagi. Dengarkan aku, kau akan jauh lebih baik tanpa kacamata itu."
Seonho memandang nanar kacamatanya yang sudah tak bisa digunakan. Ia menghela nafasnya keras dan menatap Justin.
"Lalu aku akan melihat dengan apa? Kau tahu aku bahkan tidak bisa berjalan dengan benar tanpa kacamata."
Justin memberi tanda agar Seonho tetap di tempatnya sementara ia pergi. Pemuda itu berdiri dan berjalan ke arah lemari dan terlihat mencari sesuatu. Seonho menunggu pemuda itu sambil memperhatikan kacamatanya dan menaruh kacamata itu kedalam tasnya. Tak lama Justin kembali membawa sebuah kotak kecil dan memberikannya kepada Seonho.
"Apa ini?"
Seonho melihat kotak itu dengan seksama tapi tetap saja percuma karena semuanya terlihat buram.
"Itu contact lens! Bukankah lebih baik kau pakai itu?"
Justin mengambil kotak itu dari tangan Seonho dan membukanya.
"Tapi aku kan tidak tau cara memakainya. Lagipula bagaimana kalau aku lupa melepasnya saat akan tidur."
Seonho bergidik membayangkan apa yang akan terjadi jika saja ia lupa melepas contact lensnya. Justin mendengus mendengarkan perkataan Seonho.
"Dengar, kau mau Guanlin melihatmu atau tidak?"
Seonho mengangguk ragu. Justin menepuk bahu sahabatnya lumayan keras.
"Kalau begitu mulai sekarang biasakan dirimu memakai itu."
Seonho menghela napas pasrah dan mencoba memakai contact lensa yang ada di tangannya. Ia melihat lensa itu dengan seksama sebelum mulai memakainya. Ia mengernyit pelan saat lensa itu telah terpasang di lensa matanya. Ia mengedip ngedipkan matanya berkali kali untuk membiasakan diri karena contact lens itu terasa mengganjal.
"Bagaimana? Coba buka matamu!"
Seonho menengok kearah Justin dan membuka matanya perlahan. Menampilkan iris matanya yang kini berwarna coklat tua karena contact lens yang dikenakannya. Justin memekik senang sambil menggoyang goyangkan bahu Seonho.
"Apa? Ada apa!?"
Samuel yang baru saja menyelesaikan acara makan siangnya langsung berlari saat mendengar pekikan Justin. Seonho menengok kearah Samuel dan kini pemuda blasteran itu juga berlari dan menggoyang goyangkan bahu Seonho kencang.
"Kalian ini kenapa sih!?"
Seonho menyingkirkan tangan kedua sahabatnya yang lama-lama membuatnya pusing. Justin menarik tangan Seonho dan membuatnya berdiri di depan cermin besar yang ada di kamarnya.
"Sekarang coba lihat dirimu di kaca!"
Seonho menurut saja dan melihat pantulan dirinya di kaca. Ia sama sekali tak melihat sesuatu yang aneh. Sebenarnya ada apa dengan kedua sahabatnya itu?
"Memangnya kenapa? Aku terlihat biasa saja, hanya tidak memakai kacamata."
Justin gemas sendiri dengan perkataan Seonho. Ia memegang bahu Seonho dengan kedua tangannya dan membuat pemuda itu kembali menghadap ke kaca.
"Kau benar-benar tidak sadar?"
Seonho mengernyit mendengar pertanyaan Justin. Apa sih dia sama sekali tidak mengerti. Ia melihat lagi pantulan dirinya sendiri di kaca, namun sama sekali tak bisa menemukan apa yang bisa membuat keduasahabatnya itu memekik histeris. Dia kelihatan sama seperti biasanya.
"Demi Tuhan Yoo Seonho apa kau sama sekali tidak sadar perbedaanmu saat memakai kacamata dan tidak?"
Seonho menggeleng. Baginya wajahnya terlihat sama saja. Samuel yang sedari tadi memperhatikan dari kasur akhirnya mendekat karena dia juga gemas sendiri lama-lama.
"Jadi begini Yoo Seonho sayangku. Wajahmu itu terlihat jauuuh lebih bersinar tanpa kacamata bundarmu itu."
Samuel mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan salah satu foto Seonho yang menggunakan kacamata bundarnya. Justin mengangguk-angguk menyetujui perkataan Samuel. Seonho memperhatikan fotonya yang ditunjukkan oleh Samuel. Ia baru sadar betapa culunnya dia saat memakai kacamata bundarnya itu.
"Wow kalian benar. Aku terlihat super duper culun saat memakai kacamata."
Seonho kini merasa dirinya bodoh sekali karena tidak sedari dulu memakai contact lens. Sungguh ia sendiri malu melihat fotonya yang terlihat bodoh di ponsel Samuel.
"Jadi bagaimana? Kau akan memakai contact lens itu kan?"
Seonho menghembuskan nafasnya pasrah. Ingatkan Seonho jika ini semua demi Guanlin. Jadi ia mengangguk pada Justin dan Samuel yang kini tengah ber high five.
"Ngomong-ngomong...bisa kita makan sekarang? Aku lapaaar!"
Seonho merengek sambil memegang perutnya. Justin menghela nafas lelah.
"Kau itu kapan sih lupa makanan?"
TBC
A/N: BYONGARIS GAAKAN KARAM GUYS:') SESAMA BYONGARIS SHIPPER JGN GOYAH BSBSBJ
Btw ini chapter terpanjang yang pernah aku tulis, dan terniat hehe. Ini pasti lanjut kok, ga lanjut tonjok aja:'
