A Naruto Fanfiction..
DEATH GAME
RATE: T
GENRE: Adventure, crime, action, friendship (no yaoi)
DISCLAIMER: Naruto is belongs to Kishimoto Masashi-sensei
New Police Story is belongs to Jackie Chan and JCE Movies Limited
WARNING: AU, maybe typos, mengandung adegan sedikit GORE, masih ada kesempatan untuk "back"
Summary: Sekelompok remaja merampok bank dan menciptakan permainan "Death Game". Permainan yang menggunakan polisi sungguhan sebagai target mereka.
Author's Note: Kisah ini terinspirasi dari film "New Police Story" (Jackie Chan) dengan alur dan cerita sedikit berbeda dari aslinya.
-Level 1: Game Start -
Malam yang sunyi. Sang rembulan bersinar dengan indah di angkasa. Ditemani bintang-bintang yang tak enggan untuk mengedipkan cahaya kecilnya. Malam ini bulan purnama. Setiap penjuru kota dapat terlihat dengan mudah oleh pantulan sang mentari oleh sang bulan. Malam yang tenang di hari Minggu malam ini.
Di puncak gedung tertinggi di Tokyo, Konoha Building, nampak enam remaja dengan pakaian Harajuku Style tengah duduk santai di pinggir dinding pembatas gedung. Mereka memandang kota dengan bahagia. Mereka tertawa bersama. Tiba-tiba angin malam yang dingin berhembus semilir menerpa tubuh mereka. Menusuk kulit.
"Sudah jam 12 malam. Ini saatnya pertunjukan," ujar salah seorang dari mereka yang berambut hitam diikat ke atas.
"Kita mulai," kata pemuda lain dengan rambut raven.
"It's show time!" teriak pemuda berambut pirang cerah.
Mereka memasang peralatan untuk terjun bebas dengan tali dan kawat yang telah mereka persiapkan. Tali dan kawat itu dikaitkan dengan pengait yang dipasang di tembok pembatas gedung. Tali itu tersambung dengan ikat pinggang mereka. Ikat pinggang itu seperti yang biasa digunakan para penerjun payung. Setelah persiapan tali, kawat, pengait, dan ikat pinggang mereka selesai, mereka merapikan sepatu roda mereka. Mengambil tas ransel hitam mereka masing-masing.
"Pasang topeng kalian," ujar seorang gadis berambut pink sebahu.
Kelima temannya menuruti kata-katanya. Mereka memasang topeng mereka masing-masing. Topeng unik seperti topeng mewah para bangsawan saat menghadiri pesta topeng. Dan yang lebih unik lagi adalah, mereka berenam mengenakan topeng dengan warna yang mencerminkan mereka.
"Mulai saat ini misi dimulai, kita gunakan code name kita," kata pemuda berambutmerah marun mengingatkan.
Yang lainnya hanya mengangguk.
"Ready?" tanya pemuda pirang pada rekan-rekannya.
"Steady?" balas pemuda berambut merah marun.
"GO!" teriak pemuda berambut raven.
Mereka berenam melompat ke bawah. Mereka meluncur mulus dengan bantuan tali yang telah mereka siapkan tadi. Mereka berteriak senang. Padahal angin yang berhembus cukup kencang, apalagi ini malam hari. Tiba-tiba mereka berhenti di daerah sekitar lantai lima. Mereka menatap kaca besar jendela yang ada di lantai lima itu.
Salah seorang dari mereka, yaitu gadis berambut indigo mengeluarkan sebuah handgun dari sakunya. Diarahkannya handgun itu pada kaca besar di hadapannya. Tanpa aba-aba dia menekan pelatuknya.
"DOR..DOR..DOR.."
Tiga peluru beruntun terlontar ke arah tiga kaca besar di hadapan enam remaja itu. Tiga kaca jendela itu langsung pecah, hancur berkeping-keping. Ada kepingan kaca yang jatuh ke bawah, ke tanah sana. Dan ada pula yang jatuh ke dalam lantai gedung. Yang tersisa hanya serpihan-serpihan kaca yang berpendar layaknya berlian ketika bersentuhan dengan cahaya.
Keenam remaja itu menggerakkan tubuh mereka masuk ke dalam gedung melalui jendela yang telah hancur kacanya. Melepas pengait di ikat pinggang mereka dan membiarkannya tergantung di luar gedung. Mereka memeriksa keadaan sekitar mereka yang gelap. Dinyalakannya lampu senter yang mereka persiapkan dari rumah.
"Kita berpencar. Pink, Green, dan Indigo, kalian cari bagian emas dan berlian. Sedangkan aku, Yellow, dan Red pergi ke tempat penyimpanan uang," perintah pemuda berambut raven datar.
"Okey, Blue!" jawab rekan-rekannya serempak.
"Hn, cepatlah."
Merekapun berpencar sesuai dengan kelompok yang dibagi oleh Blue. Pink, Green, dan Indigo berjalan menuju ruang bagian dalam yang belum mereka jamah. Sedangkan Blue, Yellow, dan Red pergi ke ruang penyimpanan uang yang sebelumnya sudah mereka ketahui letaknya. Mereka berjalan melalui lorong yang penerangannya cukup. Tapi mereka tahu ini hanya jebakan.
"Pasang kacamata infrared kalian," perintah Blue pada dua rekannya.
Mereka bertiga memasang kacamata infrared khusus milik mereka. Mereka melihat ke lorong itu. Nampaklah garis-garis merah seperti benang yang melintang di sepanjang lorong itu secara acak. Ada pula garis merah yang bergerak.
"Sensor ya?" gumam Red.
"Doble Sensor. Sensor gerak dan sensor diam," gumam Yellow.
"Kita lakukan yang seperti biasanya, ini tugasmu Yellow," ujar Blue seraya menoleh pada Yellow yang ada di samping kirinya.
"Baiklah..saatnya aku beraksi! Yeah!" teriak Yellow sembari mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Urusai Dobe!"
"Teme!"
"Sudah..sudah.. Yellow, berhati-hatilah..," kata Red sedikit khawatir.
Yellow mengangguk sebagai jawaban.
Yellow maju selangkah ke depan. Direntangkannya kedua tangannya ke samping. Lalu dia menengadah ke atas. Perlahan ditutupnya kedua iris biru saphirenya. Menghembuskan satu nafas dengan tenang lalu membuka kelopak matanya yang tadi terpejam. Dia menyinggungkan seringaiannya.
Yellow bersalto ke depan dan melewati satu sensor gerak dengan mudah. Lalu tangan kanannya bergerak ke samping dinding, dan melompati satu sensor yang ada di bawah. Dia memutar tubuhnya ke belakang, berjalan mundur lalu menundukkan kepala menghindari satu sensor gerak. Direndahkannya tubuhnya serendah mungkin lalu berdiri dan melompat dengan cepat. Tubuhnya bergerak menghindari sensor-sensor itu dngan cekatan dan mudah. Seolah sudah tahu letak dan gerakan sensor-snsor itu. Gerakan-gerakan yang dilakukannya seperti bridge dance. Dan dia melakukannya sambil menghindari sensor-sensor di lorong itu.
Kini dia telah menyelesaikan tariannya melewati lorong penuh sensor itu. Dihadapannya ada sebuah pintu kayu yang jika dibuka akan menampakkan pintu besi tempat penyimpanan uang berada. Tapi ada satu masalah yang harus mereka atasi sebelum masuk ke sana. Pintu itu ada passwordnya.
"Hei, passwordnya berapa?" tanya Yellow pada dua temannya.
"1-0-0-9-6-6-6," jawab Red sambil mengeja.
"Okey.."
1..0..0..9..6..6..6..
Kenapa passwordnya mudah begini? Pikir Yellow.
Pintu besi itu terbuka bersamaan dengan hilangnya sensor-sensor yang ada di lorong itu. Yellow membuka pintu besi itu dna masuk ke dalamnya. Blue dan Red segera berjalan menyusul rekannya itu.
Di dalam ruang besar itu ada banyak kotak-kotak besi tempat tersimpannya uang yang akan mereka rampok. Ya, mereka merampok bank.
"Wah..banyak sekali..," gumam Yellow kagum.
"Seperti tidak pernah melihat uang saja. Bukankah kau juga punya uang sebanyak ini?" tanya Blue dengan nada menyindir.
"Memang, tapi semua itu tidaklah penting. Yang terpenting bagiku adalah kesenangan dan kepuasan."
"Apa sekarang kau puas?" tambah Red.
"Ya," jawab Yellow disertai cengiran lima jari khasnya.
"Jangan berlama-lama, waktu kita hanya lima belas menit sebelum polisi datang."
Ketiga pemuda itu melepas tas ransel hitam mereka masing-masing. Membuka setiap kotak besi dan memasukkan uang-uang itu ke dalam tas ransel mereka. Terisi sampai penuh.
.
.
.
[Konoha Street : 12.13 AM]
"PYANG..! PYAAR.."
Terdengar suara kaca berjatuhan dari lantai atas sebuah gedung. Dua security gedung itu segera berlari meninggalkan pos mereka untuk memeriksa asal suara itu.
"Tengah malam begini..apa yang terjadi?" tanya salah seorang security ber-name tag Kamizuki Izumo.
Sebagian poni rambut hitamnya menutupi mata sebelah kirinya.
"Kedengarannya ada kaca yang pecah," jawab rekannya yang-name tag Hagane Kotetsu.
"Sepertinya di sana ada sesuatu."
Izumo menunjuk ke arah serpihan dan potongan kaca yang berserakan di atas lantai depan gedung itu dengan senternya.
Tanpa pikir panjang mereka segera berlari ke tempat yang ditunjuk Izumo tadi. Nampaklah pecahan-pecahan kaca itu ada di sana. Mereka mendongak ke atas dan melihat jendela pada lantai lima telah pecah kaca-kaca besarnya.
"Sepertinya telah terjadi sesuatu," tebak Kotetsu.
"Lantai lima adalah tempat Konoha Bank milik Tsunade-sama. Jangan-jangan.."
Izumo tidak meneruskan kata-katanya. Dua security itu saling bertukar pandang.
"Perampokan bank!"
Mereka segera menghubungi kantor polisi terdekat mengenai perampokan Konoha Bank ini. Mungkin membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di sana. Mereka hanya bisa berharap para polisi datang sebelum para perampok itu pergi.
.
.
.
Sementara itu di tempat Pink, Green, dan Indigo..
"Hei, itukan permata yang baru muncul di pasar gelap," ujar Pink seraya menunjuk sebuah permata besar yang ada di tangan Indigo.
"Be, benarkah? Berarti kita beruntung," kata Indigo sedikit tergagap.
"Iya, bukan hanya beruntung..tapi kita sangat beruntung."
"Cepatlah..waktu kita tinggal lima belas menit sebelum game dimulai," kata Green mengingatkan.
"Hai', hai'..Tuan Pemalas..," jawab Pink dengan nada bosan.
"Mendokusei."
Mereka memasukan perhiasan-perhiasan, permata, berlian, dan semacamnya ke dalam tas ransel mereka dengan cekatan. Tak ada yang tersisa di kotak-kotak kayu di tempat penyimpanan barang-banrang berharga itu. Kalaupun ada yang tersisa, itupun hanya berkas-berkas berharga seperti sertifikat tanah, sertifikat rumah, perusahaan, atau lainnya. Tapi berkas-berkas seperti itu tidak penting untuk mereka.
Ketiga orang itupun pergi meninggalkan ruang penyimpanan barang. Mereka kembali lagi ke tempat pertama mereka masuk tadi. Rupanya ketiga rekan mereka yang lain belum kembali. Terpaksa mereka harus menunggu sebentar. Selang satu menit kemudian tiga pemuda itu muncul dari balik lorong dengan tiga tas ransel di punggung mereka yang penuh dengan uang.
"Kalian terlambat," ujar Green sambil menatap tiga pemuda itu malas.
"Hn, hanya satu menit," tukas Blue.
Green melihat jam tangan hitam yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. Jam itu menunjukkan pukul 12.39 AM.
"Tiga..dua..satu.."
"TEET..TEEEET..TEEEETT.."
Alarm gedung, terutama pada lantai lima berbunyi dengan kencang. Itu artinya polisi telah sampai dan tidak lama lagi akan masuk ke dalam bank itu. Mungkin juga saat ini para polisi telah mengepung tempat itu.
"DEATH GAME, START!" teriak mereka berenam bersamaan.
Seringaian licik menghiasi wajah mereka.
Green mengeluarkan handycam miliknya. Sementara yang lainnya mengeluarkan handgun dari saku baju dan celana mereka. Tidak lama kemudian mereka langsung mengambil pengait tali mereka dan memasangnya kembali pada ikat pinggang mereka. Mereka siap meluncur kembali.
Tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka paksa para polisi. Mereka mengenakan rompi hitam anti peluru, helm keselamatan, dan pakaian biru tua mereka. Senjata laras panjang dan juga revolver terarah pada enam remaja perampok bank itu.
Enam remaja perampok bank itu menoleh ke arah para polisi itu sebentar, lalu melompat dan meluncur ke bawah. Para polisi itu hanya tercengang melihatnya. Mereka ditipu. Mereka segera kembali turun ke bawah.
.
.
.
[In front of Konoha Building : 12.45 AM]
Mobil polisi telah berada di depan gedung dan mengepung tempat itu. Mereka menempatkan tim SQUAD mereka pada barisan depan. Tapi tak ada pergerakan dari pelaku perampokan. Tim SQUAD berlari kecil menuju gedung dengan hati-hati.
"DOR..!"
Satu tempakan mengenai kaki salah seorang SQUAD yang ada di barisan depan. Orang itu terjatuh ke tanah, tapi ada kawat yang mengenai tubuhnya. Dia terjerat pada rangkaian kawat bening itu.
"ZZRRRT…BLIIITZZ..ZRAAAASSSH..KYAAA..!"
Para tim SQUAD terkena alisan listrik yang terpasang pada kawat itu. Terdengarlah suara teriakan tim SQUAD. Polisi-polisi yang tadi bersiaga di belakang mereka hanya bisa menatap dari kejauhan. Mendekat artinya cari mati. Mereka hanya bisa menyaksikan saudara-saudara mereka tersengat listrik dengan perasaan perih.
Seorang pemuda di balik pohon menatap para polisi itu dengan tatapan benci dan seringaian kemenangan.
Rasakan itu para polisi tidak berguna.
"Blue, tahap pertama sukses. Sekarang tahap kedua," kata Yellow mengingatkan.
"Hn."
Blue dan Yellow berlari ke samping gedung. Memanjat pagar pembatas dengan mudahnya. Lalu berlari ke tempat teman-temannya berada.
"Nguuing..nguuuiiiing…"
Dua mobil polisi terlihat di jalan sedang menuju gedung Konoha. Sirine kedua mobil itu berbunyi membahana. Sepertinya dua mobil itu adalah bala bantuan.
"Tiga..dua..satu..," gumam Green memberi aba-aba.
"Klik, DUUUAAAAAR.."
Dua mobil itu langsung meledak akibat bom yang terpasang di pinggir jalan. Para polisi di dalam dua mobil itu merangkak keluar dari mobil. Darah menetes dari tangan, kepala, kaki, dan anggota tubuh lainnya. Darah itu terus mengalir tanpa henti. Sekujur tubuh mereka penuh luka goresan dan terbakar akibat efek ledakan tadi. Beberapa dari mereka bahkan ada yang sudah tewas.
Salah seorang polisi menghampiri temannya yang terbaring di jalan. Diguncangnya tubuh temannya itu. Tapi tak ada respon. Dia tidak peduli dengan darah yang masih mengalir dari pelipis kirinya dan kakinya terluka parah. Yang penting baginya adalah temannya itu selamat.
"Asuma! Hei, sadarlah!" teriak polisi itu.
Disandarkannya kepala Asuma pada pahanya dengan tangan kirinya. Polisi itu membulatkan matanya kala merasakan cairan kental dari kepala temannya itu. Dilihatnya tangan kirinya. Nampak cairan kental merah dengan bau anyir melumuri tangan kirinya. Rupanya kepala Asuma terbentur benda tumpul dan membuatnya kehilangan banyak darah.
Polisi itu tahu temannya tidak bisa bertahan. Dia telah meninggal.
"Hu..hu..hu..Asuma..!" teriak polisi itu.
"Mengharukan sekali..," ucap Pink dengan nada dibuat-buat. "Membuatku ingin menghabisimu," lanjutnya sinis.
Tanpa persiapan dari sang lawan Pink menembak polisi tadi dengan handgun-nya. Polisi itu lengah, dia langsung tertembak tepat pada kepalanya.
"Setidaknya kau bisa menyusul temanmu. Jadi berterima kasihlah padaku, polisi bodoh," kata Pink sarkastik.
"Kau kejam juga, Pink," puji Yellow.
"Hn, tentu saja. Karena aku benci polisi."
Tembakan Pink itu mengawali pertempuran enam remaja itu dengan para polisi Tokyo. Mereka saling adu tembakan. Tapi para polisi itu kalah hebat. Enam remaja itu menguasai senjata dengan hebat.
"DOR..DOR..DOR.."
"Aku dapat tiga poin," ujar Red.
"Aku dua poin, seharusnya tiga tapi direbut Blue," ujar Yellow sedikit kesal karena targetnya dibunuh Blue.
"Itu karena kau terlalu lama," papar Blue datar.
Mereka berenam pergi dari tempat itu, meninggalkan para polisi yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan. Darah muncrat kemana-mana, bau anyir menguar dari tubuh para polisi itu, dan yang lebih penting dua mobil polisi terbakar.
Mereka berlari menjauh dari area jalan Konoha. Melewati gang sempit dan gelap, jalan pintas.
"Ini hebat!" teriak Green senang.
"Death Game bukan ide yang buruk. Apalagi target-targetnya juga menarik," ujar Indigo.
"Aku sependapat denganmu," kata Red setuju.
"DOOR! DOOR! DZZING.."
Dua peluru terarah pada mereka berenam. Untunglah tembakan itu meleset. Mereka segera mencari tempat persembunyian di sela-sela gang itu. Beruntunglah mereka gang itu seperti labirin. Akan sulit bagi polisi yang mengejar mereka menangkap mereka di sini. Para polisi berjalan mengendap-endap masuk ke dalam gang. Mereka bersandar pada dinding dengan tangan masih memegang revolver.
Blue mengarahkan handgun hitamnya pada salah seorang polisi yang ada pada jarak tembaknya.
"DOR!"
Polisi itu jatuh dan meninggal di tangan Blue.
"Satu..dua..tiga..empat.. Ada empat orang tersisa, siapa yang akan menyerang?" tanya Red pada dua rekannya yang berdiri tak jauh darinya, Pink dan Green.
"Aku saja," jawab Pink mantap.
Dia berlari dengan kecepatan tinggi dan melompat tinggi. Menendang dua polisi di hadapannya. Mereka jatuh terkapar.
"DOR..DOR.."
Pink melihat ke arah Yellow dan Indigo.
"Tidak apa-apa kan kalau aku menghabisi mereka?" tanya Yellow pada Pink.
"Bagaimana dengan dua orang lainnya?" tanya Red yang tiba-tiba muncul di samping Pink.
"Me, mereka sudah mati..," jawab Hinata pelan.
"Bagus. Sekarang kita pergi," perintah Blue dengan wajah datarnya.
Blue dan teman-temannya berlari meninggalkan gang sepi itu menuju mobil mereka yang terparkir rapi di pinggir jalan. Dua mobil sport, yaitu Skyline dengan warna perbaduan antara biru dongker dan biru muda, dan yang satunya adalah mobil sport kuning dengan aksen orange.
Dua mobil itu bergulir menjauh dari lokasi perampokan itu. Sekaligus pembantaian para polisi.
.
.
.
[NEXT DAY..]
Kantor polisi wilayah Konoha diributkan masalah perampokan itu. Para polisi kalah. Bukan sekedar kekalahan kecil, tapi kekalahan besar. Kenapa? Karena mereka kehilangan banyak polisi, terutama tim SQUAD, dalam peristiwa itu.
"Kalau begini, kita minta bantuan Inspektor Nagato saja untuk menanganinya. Dia kan selalu berhasil menangkap pelaku," ujar seorang polisi yang terlihat masih sangat muda.
Saat ini kepolisian wilayah Konoha, Suna, Ame, Kiri, dan Kumo tengah berkumpul. Mereka mengadakan rapat besar mengenai perampokan semalam.
"Kita tidak bisa berpangku tangan pada Inspektor Nagato terus. Kapan kita bisa maju kalau hanya berpangku tangan?" protes seorang wanita selaku Kepala Polisi wilayah Ame, namanya Mei Terumi.
"Tidak masalah kan? Inspektor Nagato dan tim ANBU-nya yang baru sudah berlatih dan terbukti kehebatannya. Mereka bisa dijadikan panutan," tukas seorang Inspektor wanita perwakilan dari wilayah Suna. Namanya Temari.
"Kalau begitu kita harus mencoba membicarakannya dengan Inspektor Nagato. Ada dimana dia sekarang?" tanya Jiraiya, Kepala Polisi wilayah Konoha.
"Begitu mendengar berita di televisi, sepertinya Inspektor Nagato segera berangkat kemari. Beliau bilang kalau dia tertarik pada kasus ini," tutur seorang wanita berambut hitam ikal.
"Arigatou na Kurenai. Sekarang kita tunggu kedatangannya. Hahaha..padahal sedang cuti, tapi jiwanya tetap tergerak begitu mendengar berita itu. Dia memang polisi yang hebat," puji Jiraiya.
Tidak salah aku menjadikannya muridku dulu.
Sementara itu di luar gedung kantor kepolisian wilayah Konoha dipadapi oleh para wartawan dan reporter dari berbagai stasiun televisi. Sudah diusir beberapa kali masih saja tidak menyerah. Mereka ingin mewawancarai Kepala Polisi wilayah Konoha. Tapi sayangnya dari tadi Jiraiya tidak menampakkan diri dan terus mengurung diri dalam gedung.
Sebuah mobil Toyota hitam berhenti di depan gedung Kantor Kepolisian wilayah Konoha. Seorang laki-laki berperawakan tinggi, berkulit putih, dan berambut merah keluar dari mobil itu. Dia berjalan cepat masuk ke dalam gedung itu. Beberapa polisi yang berpapasan dengannya tersenyum ramah padanya, membungkuk hormat, atau sekedar memberi salam. Dan dibalasnya dengan senyum menawan milknya.
Laki-laki itu masuk ke dalam lift dan memencet tombol empat, lantai dimana ruang rapat berada. Lift berjalan ke atas. Wajahnya yang tenang mencerminkan wibawa dirinya. Beberapa menit kemudian dia sampai di lantai empat. Segera keluar dan berjalan ke ruang rapat.
"Tok..tok..tok.."
"Ya, masuklah.."
Laki-laki itu membuka pintu dan masuk ke dalam ruang rapat. Puluhan pasang mata menatapnya tajam.
"Ah, akhirnya kau datang juga Nagato. Ayo, kemari. Duduklah..," ajak Jiraiya.
Nagato berjalan ke arah Jiraiya dan berdiri di sampingnya.
"Sebenarnya kedatangan saya kali ini adalah untuk.."
"Kami tahu. Dan kami ingin kau menangani kasus 'Konoha Thief' ini," potong Jiraiya cepat.
"Konoha Thief?"
"Itu julukan yang kami berikan pada mereka. Bagus kan?"
Menurutku tidak. Itu julukan yang terlampau umum dan biasa..batin semua orang yang ada di ruangan itu.
Tidak kreatif, pikir Nagato.
"Apa kau bersedia?" tanya Jiraiya serius.
"Ya, dengan senang hati saya bersedia," jawab Nagato mantap.
"Jangan sampai kalah. Mereka bukan lawan yang mudah. Mereka licik tapi di saat yang sama mereka pintar," papar Mei.
"Baik, akan saya usahakan. Aku dan tim ANBU akan mengalahkan mereka."
"Ganti baju dinasmu, dan temui para wartawan di luar. Jelaskan pada mereka. Aku yakin mereka akan mendengarmu, karena kau sudah seperti panutan untuk mereka."
"Hai'."
Nagato membungkuk hormat pada Jiraiya. Lalu dia meninggalkan ruangan itu menuju ruang ganti yang ada di lantai yang sama.
Setelah berganti baju Nagato berlari keluar gedung, menemui para wartawan dan reporter.
"Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian, saya harap anda segera meninggalkan halaman gedung ini. Kami ingin ketenangan dalam mengurusi kasus ini," ujar Nagato ramah.
"HEI! ITU INSPEKTOR NAGATO!" teriak seorang wartawan laki-laki.
Secepat kilat para wartawan itu mengerumuni Nagato. Menuntut penjelasan tentang kasus ini.
"Apa tindakan kepolisian mengenai kasus ini?"
"Apakah kepolisian sudah mengetahui identitas para perampok itu?"
"Siapa yang akan menangani kasus ini?"
"Berapa jumlah korban yang meninggal pada kejadian semalam?"
"Err, begini. Mohon tenang dulu, saya akan menjelaskannya satu per satu," pinta Nagato ramah.
Para wartawan dan reportet itu terdiam.
"Mereka kami beri nama 'Konoha Thief'. Saat ini kami belum mengetahui identitas mereka, tapi kami akan segera mengetahuinya. Mereka akan kami tangkap. Dan yang bertugas pada kasus kali ini adalah saya, Uzumaki Nagato. Saya berjanji akan menangani kasus ini dengan baik dan menangkap Konoha Thief dalam jangka waktu kurang dari tiga hari," jelas Nagato.
"Tiga hari? Bagaimana kalau tidak berhasil?" tanya salah seorang wartawan.
"Kalau seperti itu, mungkin Kami-sama belum merestui keinginan saya. Saya akan berusaha."
Sementara itu di suatu mansion yang jauh dari gedung kepolisian Konoha terlihat para perampok bank tengah bersantai dan menonton berita di televisi.
"Huh, tiga hari katanya?" tanya Blue pada teman-temannya.
Pandangan matanya tajam pada layar televisi yang sedang menampilkan Inspektor Nagato sedang diwawancarai.
"Polisi itu sombong sekali..," ujar Green kesal.
"Kurasa, dia harus diberi pelajaran," kata Yellow.
"Kau benar Yellow. Lagipula aku tidak sabar dengan permainan kedua kita," timpal Red.
"Konoha Thief? Tidak keren sama sekali. Mereka payah," kata Pink dengan nada sarkastik.
"Baiklah..kita beri polisi itu pelajaran karena telah meremehkan kita," ujar Blue datar.
Kita lihat apakah kau masih bisa bicara seperti itu, eh? Khu..khu..khu..
Seringaian licik menghiasi wajah porselen Blue.
TBC
Moshi-moshi..aku Wind, yoroshiku..
Kembali hadir dengan fic baru..
Akhirnya chapter pertama udah keluar, bagaimana menurut kalian?
Review please..
